BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Dalam perkembangan sejarah kekristenan sejak pelayanan Tuhan Yesus sampai zaman sekarang, kekristenan hampir selalu diperhadapkan pada berbagai tekanan dan tantangan. Entah itu yang berasal dari dalam ataupun dari luar. Tantangan atau tekanan yang datang itu bersifat fisik maupun mental. Berbagai macam persitiwa telah dilalui dan dihadapi oleh pengikut Kristus1. Tantangan dan tekanan itu sampai sekarang masih dirasakan, walaupun sebagian dalam bentuk yang berbeda. Dalam sejarah kekristenan di Indonesia, sampai sekarang pun kita masih dapat menjumpainya. Keberadaan orang Kristen yang menjadi kelompok minoritas seringkali menjadi sasaran pelampiasan kekesalan, ketidaksenangan kelompok mayoritas yang ada. Beberapa persoalan yang terjadi di lingkungan kita, seperti pembakaran gedung gereja, penutupan tempat-tempat ibadah, penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, persoalan sulitnya izin membangun rumah ibadah dan sebagainya menunjukan bahwa kita berada dalam tantangan dan tekanan.2 Berbagai macam reaksi timbul dari kalangan orang-orang Kristen dalam menghadapi persoalan-persoalan tersebut. Dalam pengamatan sehari-hari, penyusun melihat ada yang 1 Lihat peristiwa-peristiwa penganiayaan yang diungkapkan secara periodik oleh Ira C. Ph.D, Semakin Dibabat Semakin Merambat, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1989. 2 Contoh tekanan yang dihadapi oleh orang-orang Kristen di Indonesia, seperti peristiwa penghancuran gedung gereja di Situbondo. Thomas Santoso, Peristiwa Sepuluh-Sepuluh Situbondo, Luftansh Mediatama, Surabaya, 2003, p. 22-38. Lihat juga persoalan-persoalan lain yang dihadapi gereja, Josephus A. Suatan (Laporan Badan Kerjasama Gereja-gereja se-Jawa Barat), Peristiwa Kamis Hitam Situbondo, Jawa Barat, 1996 2 mengambil sikap konfrontatif secara radikal3, ada yang dengan mengambil sikap fanatisme kekristenan yang tinggi seperti yang dimiliki oleh kelompok pacifist yang menolak menggunakan kekerasan, ada yang kemudian meninggalkan kekristenan.4 Namun ada pula yang menghadapinya dengan cara yang “moderat” dalam artian lebih bersifat kompromis. Biasanya kelompok terakhir ini seringkali menggunakan istilah yang sering kita dengar, “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”. Beberapa reaksi di atas mungkin langsung segera dapat kita lihat wujud tindakannya dan dengan segera diambil sebuah justifikasi kritis, apakah tindakannya sesuai dengan nilainilai kekristenan atau tidak. Namun reaksi dari kelompok yang terakhir yang akhir-akhir ini berkembang, yaitu sikap yang mengatasnamakan pada sikap cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati ini, seringkali menjadi perdebatan. Karena seringkali jargon yang mereka gunakan, dianggap bukanlah berasal dari jatidiri keberadaan mereka yang sebenarnya, tetapi merupakan alat untuk terlepas dari persoalan dan usaha untuk menikmati kesenangan semata. Ungkapan Alkitabiah itu justru sering digunakan hanya sebagai rasionalisasi tindakan mereka yang salah dan bertentangan dengan pemikiran dan nilai-nilai kekristenan. 2. Permasalahan Dari latar belakang yang ada, maka penyusun tertarik untuk mengangkat satu pokok permasalahan yang akan dijadikan bahan penyusunan skripsi yaitu, apa arti dari kata-kata “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”. Kalau kata-kata ini berasal dari Yesus, mengapa dan pada konteks seperti apa kata-kata ini muncul dan memiliki relevansi? Apakah Yesus memberi sebuah catatan-catatan khusus dari sebuah kondisi tertentu 3 4 Kelompok orang Kristen yang mencoba melawan tantangan dengan kekerasan scn 1. p. 72-74 3 sehingga sikap yang merupakan perwujudan dari kata-kata cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati ini dapat diterapkan. Semua hal ini akan menjadi bagian dari permasalahan yang akan dibahas. 3. Batasan Permasalahan Permasalahan yang akan dibahas dalam tinjauan skripsi ini, penyusun batasi pada ungkapan “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” dalam hubungannya dengan ayat-ayat lain yang terdapat dalam perikop Injil Matius 10:16-33. Adapun alasan penyusun memilih perikop ini, karena penyusun melihat bahwa ungkapan ini lebih terlihat jelas dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan sosial yang ada dalam Injil Matius ini. Dalam injil ini pula kita dapat melihat adanya sebuah usaha dinamis yang bersifat teologis dari penulis injil, dalam memahami pesan dan tugas pelayanan yang dimandatkan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid, dalam konteks kehidupan sosial di zamannya. 4. Judul Dari pokok permasalahan dan batasan permasalahan di atas maka penyusun mengangkat sebuah judul skripsi: MAKNA UNGKAPAN CERDIK SEPERTI ULAR DAN TULUS SEPERTI MERPATI DALAM INJIL MATIUS (Suatu Tinjauan Eksegetis Terhadap Matius 10:16-33) 4 5. Tujuan Pemilihan Judul Dari judul yang diangkat di atas diharapkan kita dapat memahami: a. Arti kata-kata cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati dalam pemahaman yang sebenarnya di tengah-tengah konteks sosial kemasyarakatannya b. Menarik relevansi dan implikasi sehubungan dengan cara gereja menghadapi birokrasi administrasi lokal yang mempersulit pengadaan tempat ibadah 6. Metode Pembahasan Dalam membahas pokok permasalahan di atas, maka penyusun akan menggunakan pendekatan sosiologis sebagai pendekatan utama untuk menafsir ayat-ayat yang ada di dalam Injil Matius 10:16-33. Namun dengan demikian, tidak berarti penggunaan pendekatan sosiologis sebagai pendekatan utama dalam pembahasan pokok permasalahan ini, akan mengabaikan pendekatan-pendekatan yang lain. Pendekatan-pendekatan yang lain tetap akan digunakan, sejauh pendekatan-pendekatan tersebut berguna dan memberi kontribusi yang baik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar pembahasan pokok masalah5. 7. Sistematika A. Bab I : Pendahuluan Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, permasalahan, batasan masalah, judul, tujuan pemilihan judul, metode pembahasan dan sistematika 5 Lihat John H. Hayes dan Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993, p. 28-29 5 B. Bab II : Pengantar Injil Matius Pengantar injil Matius ini berisi tentang kepengarangan, garis besar serta konteks sosial injil Matius C. Bab III : Tafsiran injil Matius pasal 10:16-33 D. Bab IV : Implementasi Konsep Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati Dalam Persoalan Pembangunan Gedung Gereja di Indonesia. Pada bagian ini dibahas pemetaan persoalan pembangunan gedung gereja serta pemanfaatan konsep cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati dalam menghadapi persoalan yang muncul. E. Bab V : Penutup Bagian penutup ini berisi kesimpulan dan saran