1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Menurut Naja (2004, 2

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Manajemen
Menurut Naja (2004, 2) manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan
untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
dengan cara menggerakkan orang lain untuk bekerja. Menurut Drs. Tommy
Suprapto, M.S (2009, 121) berdasarkan pendapat para ahli manajamen dapat di
artikan sebagai berikut :
1. Menurut Stoner dan Wankel (2004, 2)
manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin,
mngendalikan usaha-usaha anggota organisasi dan proses penggunaan sumber
daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan
2. Koonts dan O’Donell (2009, 122)
Manajemen adalah usaha untuk mecapai tujuan tertentu melalui kegiatan
tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian, manajer mengadakan
koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penempatan, penggerakan, dan perpindahan.
3. Terry (2009, 122)
Mendifinisikan manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang
tersendiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, penggiatan,
dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaransasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya.
Dari sekian banyak teori yang telah dikemukakan oleh para ahli-ahli
mengenai manajemen dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen untuk
mencapai tujuan tertentu dengan memaksimalkan sumber daya melalui empat fungsi
manajemen yaitu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan.
Dengan demikian fungsi pokok atau tahapan-tahapan dalam manajemen yaitu suatu
proses dari tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Suprapto (2009, 123) dalam menetapkan suatu tujuan terdapat
fungsi-fungsi sebagai berikut:
7
8
1. Perencanaan (Planning)
Penetapan tujuan dan standar, penentuan dan prosedur, pembuatan
rencana serta prediksi yang diperkirakan akan terjadi.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Merupakan proses pemberian tugas, pengalokasian sumber daya serta
pengaturan kegiatan secara terkordinasi kepada setiap individu dan
kelompok untuk menerapkan rencana.
3. Staffing
Fungsi
ini
meliputi
penentuan
dan
persyaratan
personel
yang
dipekerjakan, menarik dan memilih calon karyawan, menentukan job
desk, sampai dengan pengembangan kualitas pada karyawan.
4. Leading
Proses untuk menumbuhkan semangat dan motivasi pada karyawan agar
karyawan dapat menunjukan potensi diri mereka untuk lebih produktifitas
2.2. Manajemen Operasional
Menurut Herjanto (2008, 2) pengertian manajemen operasi tidak lepas dari
pengertian manajemen pada umumnya, yaitu mengandung unsur adanya kegiatan
yang dilakukan dengan mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Prasetya (2009, 2) manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas
yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input
menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa berlangsung di semua
organisasi, baik perusahaan manufaktur maupun jasa. Dalam perusahaan manufaktur,
kegiatan produksinya terlihat dalam jenis berwujud untuk menghasilkan barang.
Misalnya, TV, sepeda motor, sabun, minuman, dan lain-lain.
Detiana (2011, 04) menggambarkan operasi sebagai suatu sistem di mana
adanya input, manajemen operasi, dan output. Input bisa meliputi people, bahan
baku, peralatan, teknologi, informasi, dan modal yang nantinya dapat diproses,
kemudian memasuki proses transformasi, dan menjadi barang atau jasa.
9
Sumber: Detiana (2011, 04)
Gambar 2.1. Proses Operasi
Jadi, berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa dalam
manajemen operasional terdapat suatu sistem atau tahap yang terdiri dari input,
proses, dan output. Pertama, dalam input pada manajemen operasional dalam suatu
perusahaan di perlukan pekerja, manajer, peralatan, fasilitas, material dan bahan
baku, services, land, dan energy. Kedua, proses pada manajemen operasional
merupakan suatu tahapan dalam pemprosesan suatu produk dari bahan baku menjadi
barang jadi yang akan di jual ke masyarakat baik dalam bentuk fisik (motor, tv,
kulkas, sabun, minuman, bangunan, gedung dll) atau non fisik (jasa atau layanan).
Ketiga, tahap terakhir yaitu output merupakan suatu tahap dimana perusahaan siap
untuk menjual produk dan jasa kepada konsumen, feedback atas produk dan jasa
yang dijual. Kegiatan operasional merupakan kegiatan untuk menciptakan barang
dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen. Kegiatan ini dalam banyak
perusahaan melibatkan bagian terbesar dari karyawan dan mencakup jumlah besar
dari asset perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan operasional menjadi fungsi utama
dalam perusahaan.
Kegiatan operasional suatu perusahaan baik jasa maupun produk tidak
terlepas dari penanganan suatu proyek. Dikemukakan oleh Jay Heizer dan Barry
Render (2011, 39) bahwa “Wherever your career takes you, one of the most useful
tools you can have, as a manager, is the ability to manage project”, yang artinya
kurang lebih berbunyi, “Dimanapun karir Anda membawa Anda, salah satu alat yang
paling berguna dapat Anda miliki, sebagai manajer, adalah kemampuan untuk
mengelola proyek”. Maka dari itu kemampuan mengelola suatu proyek sangat
penting untuk perhatikan, dipahami dan dikuasai.
PT. Bangun Natuna Pratama merupakan perusahaan bergerak di bidang
kontraktor sehingga penanganan suatu proyek sangat penting karena dapat
10
mempengaruhi citra perusahaan yang dapat memberikan dampak positif maupun
negatif. Apabila perusahaan dalam menyelesaikan suatu proyek tepat waktu dengan
biaya serendah mungkin akan membantu perusahaan mendapatkan lebih banyak
klien sehingga dapat membantu perusahaan menjadi lebih terkenal. Namun, apabila
dalam penanganan suatu proyek PT. Bangun Natuna Pratama memiliki waktu
penyelesaian yang lebih lama akan membuat konsumen kecewa. Hal ini dapat
merugikan perusahaan karena dapat menyebabkan kehilangan pendapatan. Maka dari
itu, sangat penting untuk memiliki kemampuan manajemen proyek yang baik dimana
akan di jelaskan lebih lanjut mengenai manajemen proyek pada sub bab berikutnya.
2.3. Manajemen Proyek
Menurut Project Managemen Institute (PMI) yang di kutip oleh Alfian Malik
(2010, 164) membuat definisi manajemen proyek sebagai berikut: Manajemen
proyek adalah ilmu dan seni yang berkaitan dengan memimpin dan mengkoordinasi
sumber daya yang terdiri dari manusia dan material dengan menggunakan teknik
pengelolaan modern untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan, yaitu lingkup,
mutu, jadwal dan biaya serta memenuhi keinginan para pemangku kepentingan
(stakeholder).
Sedangkan menurut Kerzner yang di kutip oleh Alfian Malik (2010, 164)
mengatakan bahwa manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisasi,
memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran
yang telah ditentukan.
Jadi, dapat disimpulan bahwa manajemen proyek merupakan suatu pemikiran
tentang manajemen yang ditujukan untuk mengelola kegiatan dalam menentukan
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas dan membuat jadwal untuk
menyelesaikan pekerjaan.
2.3.1. Tiga Fase dalam Manajemen Proyek
Penjadwalan proyek adalah tantangan yang sulit bagi manajer operasi karena
tingginya resiko pada manajamen proyek. Seperti terjadinya kelebihan biaya dan
keterlambatan yang tidak diperlukan, karena penjadwalan dan pengendalian yang
buruk. Proyek biasanya memakan waktu yang lama bahkan sampai tahunan.
Terdapat tiga fase dalam manajemen proyek, yaitu: (Heizer dan Render, 2004, 77)
11
1.3.1.1. Perencanaan Proyek
Fase perencanaan proyek ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan
proyek, dan organisasi timnya. Dalam perusahaan, organisasi proyek (project
organization) dibentuk untuk memastikan program yang telah ada tetap berjalan
dengan lancar secara harian (day-to-day basis), sementara proyek baru dapat berhasil
diselesaikan.
Organisasi Proyek merupakan suatu cara yang paling efektif bagi perusahaan
yang sedang mengerjakan proyek yang berskala besar seperti perusahaan konstruksi
yang bertujuan untuk menugaskan orang dan sumber daya fisik yang diperlukan.
Organisasi proyek akan bekerja dengan baik bila:
1. Pekerjaan dapat difefinisikan dengan sasaran dan target waktu khusus
2. Pekerjaan tersebut unik atau tidak begitu biasa dalam organisasi yang ada
3. Pekerjaan mengandung tugas-tugas kompleks dan saling berhubungan
yang membutuhkan keterampilan khusus
4. Proyek sifatnya sementara tetapi penting bagi organisasi
5. Proyek meliputi hampir semua lini organisasi
2.3.1.2. Penjadwalan Proyek
Penjadwalan proyek meliputi pengurutan dan pembagian waktu untuk seluruh
kegiatan proyek. Pada tahap ini, manajer memutuskan berapa lama tiap kegiatan
memerlukan waktu dan menghitung berapa banyak orang dan bahan yang diperlukan
pada tiap tahap produksi. Manajer juga membuat diagram penjadwalan terpisah
untuk kebutuhan personel berdasarkan tipe keterampilan (manajemen, teknis, atau
penuangan beton misalnya). Dapat dibuat diagram untuk penjadwalan bahan.Satu
pendekatan penjadwalan proyek yang popular adalah Diagram Gant. Diagram Gant
adalah cara berbiaya-rendah yang membantu para manajer memastikan bahwa:
1. Semua kegiatan telah direncanakan.
2. Urutan kerja telah diperhitungkan.
3. Perkiraan waktu kegiatan telah tercatat.
4. Keseluruhan waktu proyek telah dibuat.
Dalam proyek yang sederhana, diagram penjadwalan seperti ini dapat
digunakan sendirian. Diagram ini memungkinkan para manajer mengamati kemajuan
tiap kegiatan, untuk mengetahui dan menangani area permasalahan. Bagaimanapun
Diagram Gantt tidak cukup mengilustrasikan hubungan antara kegiatan dan sumber
daya.
12
2.3.1.3 Pengendalian Proyek
Pengendalian proyek di perusahaan yakni mengawasi sumber daya, biaya,
kualitas dan anggaran. Perusahaan juga merevisi atau mengubah rencana dan
menggeser atau mengelola kembali sumber daya agar dapat memenuhi waktu dan
biaya pengendalian proyek besar, sebagaimana pengendalian sistem manajemen apa
pun, melibatkan pengawan ketat pada sumber daya, biaya, kualitas dan anggaran.
Pengendalian juga berarti penggunaan loop umpan balik untuk merevisi rencana
proyek dan pengaturan sumber daya ke mana merek apaling diperlukan laporan
PERT dan CPM yang sudah terkomputerisasi data diagram khas dapat ditemukan
pada pengguna computer pribadi.
Beberapa dari program yang popular untuk manajemen proyek adalah
Primavera, MacProject, Pertmaster, Visischdule, Time Line, dan Ms.Project.
Program-program ini menghasilkan keragaman laporan yang amat luas, yaitu:
1. Detail biaya pecahan tiap tugas.
2. Kurva pekerja total
3. Tabel distribusi biaya
4. Biaya funsional dan ringkasan jam
5. Peramalan bahan mentah dan pembelanjaan
6. Laporan varians
7. Navy ( angkatan laut amerika serikat)
2.4. Teknik Manajemen Proyek: Pert dan CPM
Menurut Herjanto (2008, 121) model jaringan kerja merupakan salah satu
teknik kuantitatif yang popular, karena model ini secara visual menggambarkan
sistem yang sedang dianalisis. Hal ini memudahkan analisis untuk memahami dan
memiliki interpretasi yang lebih jelas terhadap sistem tersebut.
Sistem jaringan secara nyata, terdapat dalam berbagai kehidupan sehari-hari,
seperti misalnya jaringan jalan raya, jaringan rel kereta api, jaringan telepon, jaringan
kabel listrik, atau yang tak tampak nyata seperti jaringan pemasaran, jaringan
kegiatan proyek, dan lain-lain. Disini akan dibahas dua teknik manajemen proyek
yang menggunakan model jaringan kerja, yaitu PERT dan CPM.
PERT dan CPM, dua teknik jaringan yang digunakan secara luas, memang
mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan hubungan dan ketergantungan
dari seluruh kegiatan.
13
Menurut Herjanto (2008, 121) PERT dan CPM keduanya dikembangkan pada
1950-an untuk membantu jadwal manajer, memantau, dan mengendalikan proyek
besardan kompleks. CPM muncul terlebih dahulu, di tahun 1957, sebagai alat yang
dikembangkan oleh JE Kellu dari Remington Rand dan MR Walker dari DuPont
untuk membantu pembangunan dan pemeliharaan pabrik kimia di DuPont. Secara
terpisah, PERT dikembangkan di tahun 1958 oleh Booz, Allen, dan Hamilton untu
U.S. Navy. PERT dan CPM keduanya mempunyai 6 tahap dasar, yaitu (Heizer dan
Render, 2004, 80) :
1.
Mendefinisikan proyek dan menyiapkan struktur rincian kerja.
2.
Membangun hubungan antara kegiatan. Memutuskan kegiatan mana
yang harus lebih dulu dikerjakan dan mana yang harus mengikuti
kegiatan.
3.
Menggambarkan jaringan yang menguhubungkan ke semua kegiatan.
4.
Menetapkan perkiraan waktu dan biaya untuk setiap kegiatan.
5.
Menghitung jalur waktu terpanjang yang melalui jaringan. Ini disebut
sebagai jalur kritis.
6.
Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan,
memonitor, dan mengontrol proyek.
Pada langkah ke-5, menentukan jalur kritis adalah bagian utama dalam
pengendalian proyek. Kegiatan pada jalur kritis mewakili tugas yang akan menunda
keseluruhan proyek, kecuali bila mereka dapat diselesaikan tepat waktu. Manajer
mempunyai keluasan untuk menghitung tugas penting dengan mengidentifikasi
kegiatan yang kurang penting dan melakukan perencanaan ulang, Penjadwalan ulang
dan pengalokasian ulang sumber daya manusia dan uang. Meskipun PERT dan CPM
berbeda pada beberapa hal dalam terminology dan pada konstruksi jaringan, namun
tujuan mereka sama.
Menurut Prasetya (2009, 33), analisis yang digunakan pada kedua teknik ini
sangat mirip. Perbedaan utama adalah bahwa PERT menggunakan tiga estimasi
waktu untuk tiap kegiatan. Perkiraan waktu ini digunakan untuk menghitung nilai
yang diharapkan dan penyimpangan standar untuk kegiatan waktu tersebut. CPM
membuat asumsi bahwa waktu kegiatan diketahui pasti, hingga hanya diperlukan
satu faktor waktu untuk tiap kegiatan. CPM dan PERT merupakan teknik yang paling
banyak digunakan dalam perencanaan dan pengendalian proyek.
14
Menurut Herjanto (2008, 122), terdapat beberapa perbedaan antara konsep
CPM dan PERT. Teknik CPM menganggap proyek terdiri dari kegiatan-kegiatan
yang membentuk satu atau beberapa lintasan, sedangkan teknik PERT menganggap
proyek terdiri dari peristiwa-peristiwa yang susul menyusul. Dengan kata lain CPM
berorientasi pada kegiatan (activities oriented), dan PERT berorientasi pada
peristiwa (events oriented). CPM menggunakan pendekatan Activity On Arrow
(AOA) dimana anak panah merupakan simbol dari kegiatan, dan simpul (node)
sebagai simbol dari peristiwa, sedangkan PERT menggunakan simbol yang
sebalikanya yaitu Activity On Node (AON)
Sumber: Eddy Herjanto (2008,122)
Gambar 2.2. CPM dan PERT
CPM digunakan apabila taksiran waktu pengerjaan setiap kegiatan dapat di
ketahui dengan baik, dimana peyimpangannya relatif kecil atau dapat diabaikan.
Sementara PERT digunakan pada proyek yang taksiran waktu kegiatan-kegiatannya
tidak bisa dipastikan, misalnya kegiatan tersebut belum pernah dilakukan atau
memiliki variasi waktu yang besar. Perbedaan lainnya, dengan berdasarkan pada
statistik, PERT memungkinkan adanya ketidakpastian, misalnya untuk mengukur
probabilitas selesainya suatu proyek bila diinginkan proyek selesai dalam satu waktu
tertentu.
2.4.1. PERT
Menurut Irwansyah (2013, 160) PERT merupakan singkatan dari Program
Evaluation and Review Technique (teknik menilai dan meninjau kembali program)
yang dikembangkan oleh US Navy bekerjasama dengan Bozz, Allen dan Hamilton
pada tahun 1958. Menurut teknik PERT adalah suatu metode yang bertujuan untuk
sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan, maupun gangguan produksi, serta
mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan secara menyeluruh dan
mempercepat selesainya proyek. Teknik ini memungkinkan dihasilkannya suatu
pekerjaan yang terkendali dan teratur, karena jadwal dan anggaran dari suatu
pekerjaan telah ditentukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan.
15
Tujuan dari PERT menurut Edy Irwansyah (2013, 160) adalah pencapaian
suatu taraf tertentu di mana waktu merupakan dasar penting dari PERT dalam
penyelesaian kegiatan-kegiatan bagi suatu proyek. Dalam metode PERT dan CPM
masalah utama yaitu teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran
biayanya dengan maksud pekerjaan-pekerjaan yang telah dijadwalkan itu dapat
diselesaikan secara tepat waktu serta biaya yang rendah. PERT menggunakan activity
oriented, pada activity oriented anak panah menunjukkan activity atau pekerjaan
dengan beberapa keterangan aktivitasnya. Teknik PERT adalah suatu metode yang
bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan maupun konflik
dan gangguan produksi, serta mengkoordinasikan dan mengsingkronisasikan
berbagai bagian dari keseluruhan pekerjaan dan mempercepat selesainya proyek.
Handoko (1993) dikutip oleh Edy Irwansyah (2013, 161) dalam bukunya yang
berjudul “Sistem Informasi Geografis: Prinsp Dasar dan Pengembangan Aplikasi“,
mengemukakan bahwa: “PERT adalah suatu metode analisis yang dirancang untuk
membantu dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek yang kompleks,
yang menuntut bahwa masalah utama yang dibahas yaitu masalah teknik untuk
menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya sehingga dapat diselesaikan
secara tepat waktu dan biaya rendah”.
Berdasarkan pendapat diatas mengenai teknik PERT, maka dapat disimpulkan
bahwa teknik PERT adalah suatu metode yang diciptakan untuk membantu para
manager dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek agar dapat
diselesaikan secara tepat waktu dan biaya.
Menurut Heizer dan Berry (2004, 94) PERT menggunakan tiga jenis waktu.
Tiga jenis waktu yang digunakan PERT, sebagai berikut:
Penjelasan 3 (tiga) estimasi tersebut adalah:

Waktu yang paling mungkin/Most Likely (a)
Waktu yang paling tepat untuk penyelesaian aktivitas, merupakan waktu yang
paling sering terjadi jika suatu aktivitas diulang beberapa kali.

Waktu optimis/Optimistic (M)
Waktu terpendek kejadian yang mungkin terjadi.
16

Waktu pesimis/Pesimistic (b)
Waktu terpanjang kejadian yang mungkin dibutuhkan.
Rumus yang digunakan untuk menentukan waktu yang diharapkan dari suatu
kegiatan adalah:
Menurut Irwansyah (2013, 162) dalam melakukan perencanaan dengan PERT
dibutuhkan beberapa langkah yaitu:
1. Mengidentifikasi aktivitas (activity) dan titik tempuhnya (milestone). Sebuah
aktivitas adalah pekerjaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek.
Titik tempuh (milestone) adalah penanda kejadian pada awal dan akhir satu atau
lebih aktivitas. Untuk mengidentifikasi aktivitas dan titik tempuh dapat
menggunakan suatu tabel agar lebih mudah dalam memahami dan menambahkan
informasi lain seperti urutan dan durasi.
2. Menetapkan urutan pengerjaan dari aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan.
Langkah ini bisa dilakukan bersamaan dengan identifikasi aktivitas. Dalam
menentukan urutan pengerjaan bisa diperlukan analisa yang lebih dalam untuk
setiap pekerjaan.
3. Membuat suatu diagram jaringan (network diagram). Setelah mendapatkan urutan
pengerjaan suatu pekerjaan, maka suatu diagram dapat dibuat. Diagram akan
menunjukan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan berurutan (serial) atau
secara bersamaan (pararell). Pada diagram PERT biasanya suatu pekerjaan
dilambangkan dengan simbol lingkaran dan titik tempuh dilambangkan dengan
simbol panah.
4. Memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk setiap aktivitas. Dalam
menentukan waktu dapat menggunakan satuan unit waktu yang sesuai misal jam,
hari, minggu, bulan, dan tahun.
5. Menetapkan suatu jalur kritis (critical path). Suatu jalur kritis bisa didapatkan
dengan menambah waktu suatu aktivitas pada tiap urutan pekerjaan dan
menetapkan jalur terpanjang pada tiap proyek. Biasanya sebuah jalur kritis terdiri
dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa ditunda waktu pengerjaannya. Dengan
menggunakan empat komponen penanda waktu tersebut bisa didapatkan suatu
jalur kritis sesuai dengan diagram. Dalam setiap urutan pekerjaan terdapat suatu
penanda waktu yang dapat membantu dalam menetapkan jalur kritis, yaitu:
17
• ES –Early Start
• EF –Early Finish
• LS –Latest Start
• LF –Latest Finish
Melakukan pembaharuan diagram PERT sesuai dengan kemajuan proyek.
Sesuai dengan berjalannya proyek dalam waktu nyata. Waktu perencanaan sesuai
dengan diagram PERT dapat diperbaiki sesuai dengan waktu nyata. Sebuah diagram
PERT mungkin bisa digunakan untuk merefleksikan situasi baru yang belum pernah
diketahui sebelumnya
2.4.2. CPM
Menurut Harmaizar (2006,144) metoode CPM (Critical Path Method)
diperkenalkan oleh JE Kellu dari Remington Rand dan MR Walker dari DuPont pada
tahun 1957. Teknik CPM digunakan pertama kali dalam perencanaan konstruksi
pabrik, sehingga pada perkembangan selanjutnya metode CPM paling banyak
digunakan dalam proyek-proyek konstruksi. Secara urutan metode CPM banyak
digunakan pada proyek-proyek:
1. Kontruksi
2. Perencanaan produksi
3. Pengembangan dan Penelitian
4. Pemeliharaan
5. Instalasi Komputer
6, Jaringan pemasaran
7. Dan lain-lain
Teknik CPM dalam analisa jaringan kerja digunakan untuk menentukan kapan
setiap kegiatan dimulai dan berakhir pada suatu proyek, sehingga didapatkan waktu
yang optimal untuk penyelesaian proyek.
Menurut Harmaizar (2006, 45) definisi simbol-simbol dalam penggunaan
teknik CPM adalah:
Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45)
Gambar 2.3. Lingkaran
18
 Lingkaran melambangkan awal dan akhir dari kegiatan, dan dalam lingkaran:
1. Ruang sebelah kiri (A) melambangkan identitas kegiatan (event)
2. Ruang sebelah kanan atas (B) melambangkan waktu paling cepat
penyelesaian kegiatan
3. Ruang sebelah kanan bawah (C) melambangkan waktu paling lambat untuk
memulai kegiatan (floating)
Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45)
Gambar 2.4. Anak Panah
 Anak panah melambangkan kegiatan:
D : nama kegiatan
E : Waktu kegiatan
Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45)
Gambar 2.5. Dummy Activity
 Dummy Activity (kegiatan semu), tujuannya: penentuan waktu tetapi bukan
berdasarkan waktu kegiatannya sendiri
Prosedur perhitungan CPM menurut Harmaizar (2006, 145) berisi langkah–
langkah yang diperlukan dalam menganalisa jaringan kerja dengan menggunakan
metode CPM adalah:
1. Pembuatan model
a). Tentukan kegiatan (aktifitas) dalam pengerjaan suatu proyek
b). Tentukan kapan kegiatan-kegiatan harus dimulai, misalnya: kegiatan D dapat
dikerjakan setelah kegiatan A dan B
c). Tentukan kearah mana kegiatan berakhir atau sebagai awal dari kegiatan
selanjutnya
d). Tentukan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap kegiatan
tersebut
19
Tabel 2.1. Waktu Kegiatan CPM
Kegiatan
Nama Kegiatan
Waktu Kegiatan
Mulai
Akhir
A
1
3
5
B
1
4
4
C
2
5
10
D
4
5
8
E
5
6
10
F
4
6
20
Sumber: Harmaizar Z. (2006, 146)
2. Pembuatan Diagram Analisa Jaringan Kerja
Dalam hal ini diperlukan suatu logika, sebagai contoh: kegiatan
pemasangan dapat dilakukan setelah kegiatan pemasangan pondasi dan tiang
selesai.
a). Buatlah symbol lingkaran yang melambangkan awal atau akhir kegiatan.
Jumlah symbol lingkaran dapat dilihat pada tabel di atas (kolom 3: akhir
kegiatan) pada angka terbsesar (6)
b). Hubungkan lingkaran teserbut dengan simbol kegiatan (anak panah),
bedasarkan urutan awal atau akhir kegiatan. Contoh: kegiatan A (1-3),
kegiatan B (1-4) dan seterusnya
c). Cantumkan nama kegiatan dan waktu kegiatan pada anak panah tersebut
3. Perhitungan Waktu
Memungkinkan satu event tergantung lebih dari suatu kegiatan dan
mempunyai penyelesaian waktu yang berbeda. Dua metode yang digunakan
dalam perhitungan waktu:
- Pertama “Forward Pass”, yaitu perhitungan dari awal proyek hingga akhir
proyek (dari kiri ke kanan) yang bertujuan untuk menghitung waktu
penyelesaian proyek. Forwad Pass:
1. Dimulai dari event pertama
2. Jumlahkan waktu penyelesaian, setiap akhir event letakkan hasilnya
disebelah kanan atas lingkaran dan seterusnya. Jika suatu event tergantung
lebih dari satu kegiatan, maka yang diambil waktu yang terbesar.Contoh:
20
kegiatan C (0+10=10) dan kegiatan D (8+5=13), maka waktu yang di ambil
adalah kegiatan D
- Kedua “Backward Pass”, yaitu dihitung dari akhir proyek ke awal mulai
proyek (hitung balik) yang bertujuan untuk menentukan waktu kapan kegiatan
paling lambat (float) harus dimulai. Backward pass :
1. Dimulai dari event terakhir
2. Kurangkan waktu akumulasi kegiatan dengan waktu kegiatan hingga awal
event. Jika suatu event tergantung lebih dari suatu kegiatan, maka hasil
pengurangan terkecil yang diambil. Contoh (event 4): kegiatan D (15-8=7)
dan F (25-20=5), maka waktu yang diambil adalah kegiatan F(5)
2.5. Diagram Jaringan Kerja
Menurut (Clifford dan Erik, 2007, 142) jaringan kerja adalah alat yang
digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan kemjuan
proyek. Diagram jaringan ini merupakan metode yang dianggap mampu
menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan,
yang pada giliran selanjutnya dapat dipakai untuk memperkirakan waktu
penyelesaian proyek secara keseluruhan.
Berikut beberapa istilah dalam jaringan dalam membangun jaringan proyek:
(Clifford dan Erik, 2007, 142)
1. Aktivitas
: Elemen proyek yang memerlukan waktu
2. Aktivitas Gabungan
: Aktivitas yang memiliki lebih dari satu aktivitas yang
mendahuluinya
3. Aktivitas parallel
: Aktivitas yang terjadi pada saat bersamaan atau
aktivitas yang terjadi pada saat aktivitas lain juga
terjadi
4. Jalur
: Suatu urutan dari berbagai aktivitas yang berhubungan
dan tergantung
5. Predecessor
: Aktivitas pendahulu
6. Successor
: Aktvitas pengganti atau aktivitas yang mengikuti
aktivitas ini
7. Jalur kritis
: Jalur terpanjang pada jaringan. Jalur yang tidak boleh
ditunda, jika ditunda maka penyelesaiannya akan
memakan waktu lebih lama.
8. Aktivitas menggelembung : Mempunyai lebih dari satu aktivitas yang mengikuti
21
9. Event
: Suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan satu
titik dimana suatu aktivitas dimulai atau diselesaikan
2.5.1. AOA dan AON
Menurut Heizer dan Render (2004, 81) langkah pertama dalam jaringan PERT
atau CPM adalah membagi keseluruhan proyek menjadi kegiatan-kegiatan yang
berarti menurut struktur pecahan kerja. Ada dua pendekatan untuk menggambarkan
jaringan proyek: kegiatan-pada-titik (Activity-On-Node/ AON) dan kegiatan-padapanah (Activity-On-Arrow/ AOA).
Pada konvesi jaringan AON, dimana suatu kegiatan digambarkan pada node
atau peristiwa dalam hal ini garis panah atau anak panah (arrow) merupakan suatu
hubungan logis yang menghubungkan antar kegiatan. Pada jaringan Activity On
Arrow (AOA), yang mana kegiatan digambarkan pada garis panah (arrow) dalam hal
ini node/titik merupakan suatu peristiwa (event). Kegiatan memerlukan waktu dan
sumber daya.
Perbedaan mendasar antara AON dan AOA adalah bahwa titik pada diagram
AON mewakili kegiatan. Pada jaringan AOA, titik (node) mewakili waktu mulai
dan selesainya suatu kegiatan dan juga disebut kejadian.Artinya titik pada AOA tidak
memerlukan waktu maupun sumber daya. Selain itu juga terdapat aktivitas semu
(dummy) di dalam jaringan kerja, aktivitas semu diperlukan karena tidak boleh ada
dua aktivitas mulai dari simpul yang sama dan berakhir pada simpul lain yang sama
juga. Aktivitas semu juga digambarkan sebagai anak panah putus-putus.
Berikut mengenai penjelasan mengenai metode AOA dan AON menurut
Harmaizar (2006, 45):
1.
Untuk menggambarkan kejadian awal dan akhir suatu kegiatan menggunakan
pola lingkaran.
Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45)
Gambar 2.6. Pola Lingkaran
2.
Untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan tertentu dalam suatu proyek
menggunakan tanda panah.
Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45)
Gambar 2.7. Tanda Panah
22
Syarat dalam penggambaran metode AON dan AOA adalah kegiatan yang
berasal dari 1 titik (sumber) tidak boleh lagi kembali ke 1 titik.
A
B
Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45)
Gambar 2. 8. Syarat Pengambaran
3.
Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka harus dibuat aktivitas tambahan
(berupa garis anak panah bantuan) dengan waktu aktifitasnya = 0, yang disebut
dummy.
4.
AON dan AOA

Activity on Arrow (AOA) yang mana kegiatan digambarkan pada garis panah
(arrow) dalam hal ini node merupakan suatu peristiwa (event).

Activity on Node (AON) yang mana kegiatan digambarkan pada node dalam
hal ini garis panah (arrow) merupakan hubungan logis antar kegiatan.
Sumber: Heizer & Render (2011)
Gambar 2.9. Hubungan Peristiwa Kegiatan pada AOA
Sumber: Heizer & Render (2011)
Gambar 2.10. Hubungan Peristiwa Kegiatan pada AON
Keterangan:
 n = event number
 x = duration time
23
 A = activity name
 ES –Early Start
 EF –Early Finish
 LS –Latest Start
 LF –Latest Finish
Menggambarkan diagram AOA sedikit lebih sulit dari diagram AON, bagi
yang belum berpengalaman akan lebih mudah memahami diagram AON ketimbang
diagram AOA karena jaringan diagram AON memfokuskan pada kegiatan atau
tugas-tugas (tasks) sementara diagram AOA pada peristiwa (event). Untuk
menggambarkan hubungan antar kegiatan dalam diagram AOA didasarkan pada
hubungan kegiatan yang mendahului (predecessor) atau hubungan kegiatan yang
mengikuti (successor) atau keduanya sekaligus sebagai kontrol.
Berikut tabel perbandingan antara konvensi jaringan AON dan AOA sebagai
berikut: (Heizer dan Render, 2004, 82)
Sumber: Jay Heizer dan Barry Render (2004, 82)
Gambar 2.11. Perbandingan Antara Konvensi Jaringan AON dan AOA
24
2.5.2. Perhitungan Waktu Proyek
Salah satu hal penting dalam analisa proyek adalah mengetahui kapan proyek
dapat diselesaikan. Untuk mengetahui berapa lama proyek dapat diselesaikan, kita
perlu melakukan analisi jalur kritis (Ctitical Path Analysis) pada jaringan.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya jalur kritis merupakan jalur terpanjang yang
melalui jaringan. Untuk mengetahui jalur kritis, kita menghitung dua waktu awal dan
akhir untuk setiap kegiatan. Hal ini didefinisikan sebagai berikut: (Heizer dan
Render, 2004, 86)

Mulai terdahulu (early start – ES) merupakan waktu terdahulu suatu kegiatan
dapat dimulai dengan asumsi semua pendahulu sudah selesai atau menunjukkan
saat paling suatu kegiatan dapat dimulai

Selesai terdahulu (early finish – EF) merupakan waktu terdahulu suatu kegiatan
dapat selesai atau menunjukkan saat paling awal selesainya suatu kegiatan

Mulai terakhir (late start – LS) merupakan waktu terakhir suatu kegiatan dapat
dimulai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek atau
menunjukkan saat paling lambat suatu kegiatan harus dimulai

Selesai terakhir (late finish – LF) merupakan waktu terakhir suatu kegiatan dapat
selesai
tidak
menunda
waktu
penyelesaian
keseluruhan
proyek
atau
menunjukkan saat paling lambat suatu kegiatan harus sudah selesai
Dalam pengerjaan proyek menggunakan proses two-pass menurut Heizer dan
Render (2004, 87) yang terdiri atas forward pass dan backward pass untuk
menentukan jadwal waktu untuk tiap kegiatan. ES dan EF ditentukan oleh forward
pass, sedangkan LS dan LF ditentukan oleh backward pass. Untuk menunjukkan
secara jelas kegiatan-kegiatan pada jaringan proyek, digunakan notasi yang
ditunjukkan pada gambar di bawah ini. ES pada suatu kegiatan ditunjukkan pada
sudut kiri dari titik yang menandai kegiatan tersebut. EF ditunjukkan pada sudut
kanan atas. Waktu terakhir, LS dan LF masing-masing ditunjukkan pada sudut kiri
bawah dan sudut kanan bawah.
25
Sumber: Heizer dan Render (2004, 87)
Gambar 2. 12. Penentuan Jadwal Waktu Pengerjaan Proyek
a). Forward Pass
 Aturan waktu mulai terdahulu
Sebelum suatu kegiatan dapat dimulai, semua pendahulunya harus langsung
diselesaikan.
1. Jika suatu kegiatan hany amempunyai satu pendahulu langsung, maka
ES-nya sama dengan EF dari pendahulunya
2. Jika suatu kegiatan mempunyai beberapa pendahulu langsung, ES-nya
adalah nilai maksimum dari semua EF pendahulunya, yaitu
ES = MAX [EF semua pendahulu langsung]
 Aturan selesai terdahulu
Waktu selesai terdahulu (EF) dari suatu kegiatan adalah jumlah waktu mulai
terdahulu (ES) dan waktu kegiatannya, yaitu
EF= ES + waktu kegiatan
Meskipun forward pass memungkinkan penentukan waktu penyelesaian
proyek terdahulu, tetapi tidak mengidentifikasikan jalur kritis. Untuk dapat
mengetahui jalur kritis ini perlu melakukan backward pass untuk menentukan
nilai LS dan LF semua kegiatan.
b). Backward Pass
Sebagaimana forward pass dimulai dengan kegiatan pertama pada
proyek, backward pass dimulai dengan kegiatan terakhir suatu proyek. Untuk
26
setiap kegiatan, pertama-tama menentukan nilai LF-nya, diikuti dengan nilai LS.
Dalam proses ini menggunakan dua aturan berikut.
 Aturan waktu selesai terakhir
Aturan ini sekali lagi didasarkan pada kenyataan bahwasebelum suatu
kegiatan dapat dimulai, seluruh pendahulunya harus langsung diselesaikan.
1. Jika suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi hanya satu kegiatan,
LF-nya sama dengan LS dari kegiatan yang secara langsung
mengikutinya.
2. JIka suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi lebih dari suatu
kegiatan, maka LF adalah minimum dari seluruh nilai LS dari kegiatankegiatan yang secara langsung mengikutinya, yaitu:
LF = MIN [ LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya ]
 Aturan waktu mulai terakhir
Waktu mulai terakhir (LS) dari suatu kegiatan adalah perbedaan antara
waktu selesai terakhir (LF) dan waktu kegiatannya, yaitu:
LS = LF – Waktu kegiatan
2.5.3. Menghitung Slack Time / Float
Setelah menghitung waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegiatan,
maka untuk menentukan jumlah waktu slack (slack time) atau waktu bebas, yang
dimiliki oleh setiap kegiatan menjadi mudah. Menurut Heizer dan Render (2004, 91)
slack adalah waktu yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa
menyebabkan keterlambatan proyek keseluruhan.
Slack = LS - ES atau Slack = LF – EF
2.6. Crashing Program
Proyek besar yang kompleks di mana terdapat begitu banyak kegiatan yang
terjadi, harus dilakukan suatu penjadwalan yang sistematis dan terencana agar setiap
kegiatan yang terjadi dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah di susun.
Namun kadangkala perencanaan yang dibuat masih terdapat kekurangan. Hal ini
biasa terjadi pada proyek yang berskala besar.
Kekurangan itu diantaranya sistem penjadwalan yang kurang baik. Di mana
proyek yang sebenarnya bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, karena sistem
penjadwalan yang buruk menjadi lebih lama sehingga proyek menjadi tidak efisien.
Ketika mengelola suatu proyek terkadang seorang manajer proyek dihadapi oleh
situasi seperti pengerjaan proyek yang terlalu lama sehingga tidak tepat dengan
27
jadwal yang di tetapkan, dan waktu penyelesaian proyek yang sudah dijadwalkan
dimajukan.
Dalam situasi manapun, beberapa atau semua kegiatan yang ada harus
dipercepat untuk menyelesaikan satu proyek pada batas waktu yang telah
ditetapkan.Tindakan atau metode mempersingkat jangka waktu atau durasi dari
keseluruhan proyek atau dari satu atau lebih aktivitas proyek setelah menganalisa
alternatif-alternatif
yang
ada
dari
jaringan
kerja
yang
bertujuan
untuk
mengoptimalisasikan waktu kerja dengan biaya terendah di sebut sebagai Crashing
Project.
2.6.1. Komponen pada Crashing Proyek
2.6.1.1. Komponen Waktu
Dalam Crashing Project terdapat dua komponen waktu yaitu:
1. Normal Time (Waktu Normal) adalah penyelesaian aktivitas dalam kondisi
normal
2. Crash Time (Waktu Akselerasi) adalah waktu terpendek yang paling
memungkinkan untuk menyelesaikan suatu proyek
Dari dua komponen waktu tersebut dapat diperoleh crash time, dengan
persamaan:
Total crash time = Normal Time – Crash Time
2.6.1.2. Komponen Biaya
Dalam Crashing Project terdapat tiga komponen biaya yaitu:
1. Biaya Normal (Normal Cost), yaitu biaya langsung untuk menyelesaikan aktivitas
pada kondisi normal.
2. Biaya Akselerasi (Crash Cost), yaitu biaya langsung untuk menyelesaikan
aktivitas pada kondisi akselerasi/crash (pada kondisi waktu terpendek yang paling
mungkin untuk menyelesaikan aktivitas).
Dari dua komponen tersebut dapat diperoleh Total Biaya Akselerasi, dengan
persamaan:
Total Biaya Crash = Biaya Normal - Biaya Crash
3. Biaya Akselerasi per Unit Waktu (Slope), yaitu biaya langsung untuk
menyelesaikan aktivitas pada kondisi akselerasi/crash (pada kondisi waktu
terpendek yangmungkin untuk menyelesaikan aktivitas) dalam satuan waktu
terkecil yang ditentukan, dengan menggunakan persamaan:
28
Biasanya waktu kegiatan dapat dipercepat atau diperpendek dengan cara
menambah sumber daya lebih (contoh: perlatan, karyawan) pada kegiatan tersebut.
Karenanya sangat logis jika suatu proyek yang waktu pengerjaannya lebih cepat akan
mendapatkan biaya crash yang lebih mahal dibandingkan dengan biaya normal.
Dengan demikian pula biaya crashing sebuah kegiatan bergantung pada sifat
kegiatan tersebut, sebagai contoh: jika sebuah tuangan perlu dipanaskan dalam
sebuah tungku pembakaran selama 48 jam, penambahan sumber daya lain tidak akan
membantu memperpendek waktu. Sedangkan kebalikannya, kita mungkin dapat
memperpendek beberapa kegiatan secara drastis (contoh: mempuat kerangka rumah
dalam 3 hari, dibandingkan 10 hari dengan menggunkan pekerja tiga kali lipat). Para
manajer biasanya lebih menyukai mempercepat sebuah proyek dengan biaya
tambahan yang paling sedikit. Karenanya, ketika memilih kegiatan manayang akan
dilakukan crash, dan seberapa banyak, kita harus memastikan hal berikut:
1. Jumlah yang diperbolehkan pada sebuah kegiatan untuk dilaukan crash
2. Secara bersamaan, jangka waktu kegiatan yang diperpendek menjadikan kita
dapat menyelesaikan proyek pada batas waktunya
3. Biaya total crashing sekecil mungkin.
2.6.2. Langkah dalam Crashing sebuah Proyek
Menurut Heizer dan Render (2004, 101) langkah-langkah dalam crashing
sebuah proyek adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama:
Hitung biaya crash per minggu (atau satuan waktu lain) untuk setiap kegiatan
dalam jaringan. Jika biaya crash linear menurut waktu, maka rumus berikut dapat
digunakan:
2. Langkah kedua:
Dengan menggunakan waktu kegiatan sekarang, temukan jalur kritis pada
jaringan proyek.
3. Langkah ketiga:
29
Jika hanya ada satu jalur kritis, pilihlah kegiatan pada jalur kritis ini yang masih
bias dilakukan crash dan mempunyai biaya crash terkecil per periode. Kegiatan
crash ini satu periode.
Jika terdapat lebih dari satu jalur kritis, maka pilih satu kegiatan dari setiap jalur
kritis sedemikian rupa sehingga (a) setiap kegiatan yang dipilih masih bias
dilakukan crash, dan (b) biaya crash total per periode dari semua kegiatan yang
dipilih merupakan yang terkceil. Crash setiap kegiatan dengan satu periode.
Perhatikan bahwa kegiatan yang sama mungkin terjadi pada lebih dari satu jalur
kritis.
4. Langkah keempat:
Perbarui semua waktu kegiatan.Jika batas waktu yang diinginkan telah tercapai,
berhenti.Jika tidak, kembali ke langkah kedua.
2.7. Analisis Keputusan
Keputusan adalah suatu proses memilih suatu alternative cara bertindak dengan
metode yang efisien sesuai dengan situasi. Pada hakikatnya pengambilan keputusan
merupakan aspek yang paling penting dari kegiatan manajemen.Pengambilan
keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu organisasi banyak
ditentukan oleh pengambilan keputusan sekarang.
Menurut Robins dikutip oleh Syafaruddin dan Anzizhan (2004, 45)
berpendapat bahwa “decision making is which on choices between two or more
alternative”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa hakikatnya
pengambilan keputusan ialah memilih dua alternatif atau lebih untuk melakukan
suatu tindakan tertentu baik secara pribadi maupun secara kelompok.
Menurut Drummond dikutip oleh Syafaruddin dan Anzizhan (2004, 45)
berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan usaha penciptaan kejadiankejadian dan pembentukan masa depan (peristiwa-peristiwa pada saat pemilihan dan
sesudahnya).
Menurut Higgins (2008, 45) berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah
kegiatan yang paling penting dari semua kegiatan karena di dalamnya manajer
terlibat.
Menurut Hoy dan Miskel (2008, 45) pengambilan keputusan merupakan
pertanggungjawaban utama dari semu administrator melalui suatu proses tempat
keputusan-keputusan dibuat dan dilaksanakan.
30
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses
dalam mengambil tindakan alternatif yang terbaik berdasarkan keputusan bersama
ataupun berdasarkan keputusan individual dari seorang pemimpin yang berdampak
pada pembetukan masa depan di dalam perusahaan.
2.7.1. Pohon Keputusan
Menurut Nachrowi dan Usman (2004, 25) pohon keputusan merupakan alat
atau teknik untuk memvisualisasikan persoalan beserta urutan-urutan masalahnya
dengan menggunakan diagram yang berbentuk seperti pohon. Teknik ini sangan
bermanfaat
untuk
melihat
suatu
persoalan
secara
utuh
beserta
urutan
penyelesaiannya. Disamping itu, alat bantu ini sangat berguna untuk proses
pengambilan keputusan yang berurutan.
Menurut Heizer dan Render (2004, 570) pohon keputusan merupakan sebuah
tampilan grafis proses keputusan yang mengindikasikan alternatif keputusan yang
ada, kondisi alamiah dan peluangnya, dan juga imbalan bagi setiap kombinasi
alternatif keputusan dan kondisi alamiah.
Menurut Siswanto (2007, 55) pohon keputusan (decision tree) adalah model
visual untuk menyederhanakan proses pembuatan keputusan secara rasional. Dengan
adanya visualisasi memungkinkan untuk memahami proses pembuatan keputusan
yang terstruktur, bertahap, dan rasional. Pembuatan keputusan sendiri berarti
memilih alternatif-alternatif keputusan yang tersedia, karena unsur ketidakpastian
maka berbagai kemungkinan keadaan akan dihadapi oleh masing-masing alternatif
keputusan itu. Oleh karena itu, diagram keputusan mempunyai noda keputusan dan
noda cabang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pohon keputusan (decision tree) adalah salah
satu alat yang digunakan dalam pengambilan keputusan pada suatu persoalan dari
berbagai alternatif yang ada, yang mana dilakukan secara terstruktur, bertahap, dan
rasional yang mengarah pada solusi.
2.7.2. Analisis Pohon Keputusan
Terlepas dari kerumitan sebuah keputusan atau kecanggihan teknik yang
digunakan untuk menganalisis keputusan tersebut, semua pengambil keputusan
dihadapkan dengan berbagai alternatif dan “kondisi alami”. Pada saat membuat
sebuah pohon keputusan, harus dipastikan bahwa semua alternatif dan kondisi alami
berada di tempat yang benar dan logis serta semua alternatif yang mungkin serta
31
kondisi alami telah disertakan. Menurut Mulyono (2004, 223) notasi yang digunakan
adalah:
1.
Istilah:
a) Alternatif – sebuah tindakan atau strategi yang dapat dipilih oleh seorang
pengambil keputusan.
b) Kondisi alami – sebuah kejadian atau situasi dimana pengambil keputusan
hanya memiliki sedikit kendali atau tidak sama sekali.
2.
Simbol yang digunakan dalam sebuah pohon keputusan:
Sumber: Mulyono (2004, 223)
Gambar 2. 13. Kotak
Sebuah titik keputusan dimana terdapat satu alternatif atau lebih yang dapat
dipilih.
Sumber: Mulyono (2004, 223)
Gambar 2. 14. Lingkaran
Sebuah titik kondisi alami dimana kondisi alami mungkin akan terjadi.
Diagram pohon sering kali membantu dalam memahami dan menyelesaikan
persoalan probabilitas. Diagram pohon biasanya digambarkan dengan lambang yang
baku. Dimulai dengan suatu nokhta kemudian dibuat cabang-cabang sebanyak
peristiwa yang mungkin dapat dihasilkan dari percobaan.
Pada masing-masing cabang dituliskan probabilitas terjadinya peristiwa yang
bersangkutan. Jika percobaan dilakukan lagi, maka langkah-langkah itu diulang.
Setiap cabang berakhir pada nokhta yang kemudian diisi dengan probabilitas
peristiwa bersama. Pada nokhta yang paling awal dituliskan angka 1 yang artinya
jumlah probabilitas dari seluruh peristiwa yang mungkin.
Menganalisis masalah dengan menggunakan pohon keputusan mencakup
lima langkah:
1. Mendefinisikan masalah.
2. Menggambarkan pohon keputusan.
3. Menentukan peluang bagi kondisi alamiah.
32
4. Memperkirakan imbalan bagi setiap kombinasi alternatif keputusan dan kondisi
alamiah yang mungkin.
5. Menyelesaikan masalah dengan menghitung EMV bagi setiap titik kondisi
alamiah. Hal ini dilakukan dengan mengerjakannya dari belakang ke depan
(backward) – yaitu memulai dari sisi kanan pohon, terus menuju ke titik
keputusan di sebelah kirinya.
Sumber: Siswanto (2007, 56)
Gambar 2.35. Pohon Keputusan
Menurut Heizer dan Render (2004, 568) EMV merupakan kriteria yang
paling sering digunakan untuk menganalisis pohon keputusan. Satu dari langkah
awal analisis ini adalah untuk menggambar pohon keputusan dan menetapkan
konsekuensi keuangan dari semua hasil nilai harapan moneter (Expected
Monetary Value – EMV) adalah nilai harapan moneter yang diharapkan dari sebuah
variabel yang memiliki beberapa kemungkinan kondisi alamiah yang berbeda,
masing-masing dengan peluang tersendiri. Saat peluang diketahui, nilai maximax dan
maximin menyatakan skenario perencanaan kasus terbaik–kasus terburuk. Nilai ini
mewakili nilai yang diharapkan atau rata-rata tingkat pengembalian modal jika
keputusan ini dapat diulangin berkali-kali. EMV sebuah alternatif merupakan jumlah
semua keuntungan alternative yang masing-masing diberikan bobot kemungkinan
terjadinya.
33
EMV (Alternatif i) = (Hasil kondisi alamiah 1) x (Kemungkinan terjadi kondisi
alamiah 1) + (Hasil kondisi alamiah 2) x (Kemungkinan
terjadi kondisi alamiah 2) + . . . + (Hasil kondisi alamiah
terakhir) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah terakhir)
2.8.
Kerangka Pemikiran
Proyek Pendukung Penanganan Bencana Alam Gunung
Merapi Sinabung
PT. Bangun Natuna Pratama
Penetapan Work Breakdown
Structure
Penjadwalan Proyek
Analisis Proyek
Pengaplikasian Metode
CPM/PERT
Pengaplikasian Metode
Crashing
Hasil Analisis Menggunakan Model Project
Management
Alternative
Efisieni
Analisis Decision Tree
Tenaga Kerja
Implementasi
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Gambar 2.46. Kerangka Pemikiran
Alat Berat
Hasil
Download