BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Menurut Naja (2004, 2) manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan cara menggerakkan orang lain untuk bekerja. Menurut Drs. Tommy Suprapto, M.S (2009, 121) berdasarkan pendapat para ahli manajamen dapat di artikan sebagai berikut : 1. Menurut Stoner dan Wankel (2004, 2) manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mngendalikan usaha-usaha anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan 2. Koonts dan O’Donell (2009, 122) Manajemen adalah usaha untuk mecapai tujuan tertentu melalui kegiatan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian, manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan, dan perpindahan. 3. Terry (2009, 122) Mendifinisikan manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang tersendiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, penggiatan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaransasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Dari sekian banyak teori yang telah dikemukakan oleh para ahli-ahli mengenai manajemen dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen untuk mencapai tujuan tertentu dengan memaksimalkan sumber daya melalui empat fungsi manajemen yaitu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan. Dengan demikian fungsi pokok atau tahapan-tahapan dalam manajemen yaitu suatu proses dari tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Suprapto (2009, 123) dalam menetapkan suatu tujuan terdapat fungsi-fungsi sebagai berikut: 7 8 1. Perencanaan (Planning) Penetapan tujuan dan standar, penentuan dan prosedur, pembuatan rencana serta prediksi yang diperkirakan akan terjadi. 2. Pengorganisasian (Organizing) Merupakan proses pemberian tugas, pengalokasian sumber daya serta pengaturan kegiatan secara terkordinasi kepada setiap individu dan kelompok untuk menerapkan rencana. 3. Staffing Fungsi ini meliputi penentuan dan persyaratan personel yang dipekerjakan, menarik dan memilih calon karyawan, menentukan job desk, sampai dengan pengembangan kualitas pada karyawan. 4. Leading Proses untuk menumbuhkan semangat dan motivasi pada karyawan agar karyawan dapat menunjukan potensi diri mereka untuk lebih produktifitas 2.2. Manajemen Operasional Menurut Herjanto (2008, 2) pengertian manajemen operasi tidak lepas dari pengertian manajemen pada umumnya, yaitu mengandung unsur adanya kegiatan yang dilakukan dengan mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Prasetya (2009, 2) manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa berlangsung di semua organisasi, baik perusahaan manufaktur maupun jasa. Dalam perusahaan manufaktur, kegiatan produksinya terlihat dalam jenis berwujud untuk menghasilkan barang. Misalnya, TV, sepeda motor, sabun, minuman, dan lain-lain. Detiana (2011, 04) menggambarkan operasi sebagai suatu sistem di mana adanya input, manajemen operasi, dan output. Input bisa meliputi people, bahan baku, peralatan, teknologi, informasi, dan modal yang nantinya dapat diproses, kemudian memasuki proses transformasi, dan menjadi barang atau jasa. 9 Sumber: Detiana (2011, 04) Gambar 2.1. Proses Operasi Jadi, berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa dalam manajemen operasional terdapat suatu sistem atau tahap yang terdiri dari input, proses, dan output. Pertama, dalam input pada manajemen operasional dalam suatu perusahaan di perlukan pekerja, manajer, peralatan, fasilitas, material dan bahan baku, services, land, dan energy. Kedua, proses pada manajemen operasional merupakan suatu tahapan dalam pemprosesan suatu produk dari bahan baku menjadi barang jadi yang akan di jual ke masyarakat baik dalam bentuk fisik (motor, tv, kulkas, sabun, minuman, bangunan, gedung dll) atau non fisik (jasa atau layanan). Ketiga, tahap terakhir yaitu output merupakan suatu tahap dimana perusahaan siap untuk menjual produk dan jasa kepada konsumen, feedback atas produk dan jasa yang dijual. Kegiatan operasional merupakan kegiatan untuk menciptakan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen. Kegiatan ini dalam banyak perusahaan melibatkan bagian terbesar dari karyawan dan mencakup jumlah besar dari asset perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan operasional menjadi fungsi utama dalam perusahaan. Kegiatan operasional suatu perusahaan baik jasa maupun produk tidak terlepas dari penanganan suatu proyek. Dikemukakan oleh Jay Heizer dan Barry Render (2011, 39) bahwa “Wherever your career takes you, one of the most useful tools you can have, as a manager, is the ability to manage project”, yang artinya kurang lebih berbunyi, “Dimanapun karir Anda membawa Anda, salah satu alat yang paling berguna dapat Anda miliki, sebagai manajer, adalah kemampuan untuk mengelola proyek”. Maka dari itu kemampuan mengelola suatu proyek sangat penting untuk perhatikan, dipahami dan dikuasai. PT. Bangun Natuna Pratama merupakan perusahaan bergerak di bidang kontraktor sehingga penanganan suatu proyek sangat penting karena dapat 10 mempengaruhi citra perusahaan yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Apabila perusahaan dalam menyelesaikan suatu proyek tepat waktu dengan biaya serendah mungkin akan membantu perusahaan mendapatkan lebih banyak klien sehingga dapat membantu perusahaan menjadi lebih terkenal. Namun, apabila dalam penanganan suatu proyek PT. Bangun Natuna Pratama memiliki waktu penyelesaian yang lebih lama akan membuat konsumen kecewa. Hal ini dapat merugikan perusahaan karena dapat menyebabkan kehilangan pendapatan. Maka dari itu, sangat penting untuk memiliki kemampuan manajemen proyek yang baik dimana akan di jelaskan lebih lanjut mengenai manajemen proyek pada sub bab berikutnya. 2.3. Manajemen Proyek Menurut Project Managemen Institute (PMI) yang di kutip oleh Alfian Malik (2010, 164) membuat definisi manajemen proyek sebagai berikut: Manajemen proyek adalah ilmu dan seni yang berkaitan dengan memimpin dan mengkoordinasi sumber daya yang terdiri dari manusia dan material dengan menggunakan teknik pengelolaan modern untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan, yaitu lingkup, mutu, jadwal dan biaya serta memenuhi keinginan para pemangku kepentingan (stakeholder). Sedangkan menurut Kerzner yang di kutip oleh Alfian Malik (2010, 164) mengatakan bahwa manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jadi, dapat disimpulan bahwa manajemen proyek merupakan suatu pemikiran tentang manajemen yang ditujukan untuk mengelola kegiatan dalam menentukan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas dan membuat jadwal untuk menyelesaikan pekerjaan. 2.3.1. Tiga Fase dalam Manajemen Proyek Penjadwalan proyek adalah tantangan yang sulit bagi manajer operasi karena tingginya resiko pada manajamen proyek. Seperti terjadinya kelebihan biaya dan keterlambatan yang tidak diperlukan, karena penjadwalan dan pengendalian yang buruk. Proyek biasanya memakan waktu yang lama bahkan sampai tahunan. Terdapat tiga fase dalam manajemen proyek, yaitu: (Heizer dan Render, 2004, 77) 11 1.3.1.1. Perencanaan Proyek Fase perencanaan proyek ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan proyek, dan organisasi timnya. Dalam perusahaan, organisasi proyek (project organization) dibentuk untuk memastikan program yang telah ada tetap berjalan dengan lancar secara harian (day-to-day basis), sementara proyek baru dapat berhasil diselesaikan. Organisasi Proyek merupakan suatu cara yang paling efektif bagi perusahaan yang sedang mengerjakan proyek yang berskala besar seperti perusahaan konstruksi yang bertujuan untuk menugaskan orang dan sumber daya fisik yang diperlukan. Organisasi proyek akan bekerja dengan baik bila: 1. Pekerjaan dapat difefinisikan dengan sasaran dan target waktu khusus 2. Pekerjaan tersebut unik atau tidak begitu biasa dalam organisasi yang ada 3. Pekerjaan mengandung tugas-tugas kompleks dan saling berhubungan yang membutuhkan keterampilan khusus 4. Proyek sifatnya sementara tetapi penting bagi organisasi 5. Proyek meliputi hampir semua lini organisasi 2.3.1.2. Penjadwalan Proyek Penjadwalan proyek meliputi pengurutan dan pembagian waktu untuk seluruh kegiatan proyek. Pada tahap ini, manajer memutuskan berapa lama tiap kegiatan memerlukan waktu dan menghitung berapa banyak orang dan bahan yang diperlukan pada tiap tahap produksi. Manajer juga membuat diagram penjadwalan terpisah untuk kebutuhan personel berdasarkan tipe keterampilan (manajemen, teknis, atau penuangan beton misalnya). Dapat dibuat diagram untuk penjadwalan bahan.Satu pendekatan penjadwalan proyek yang popular adalah Diagram Gant. Diagram Gant adalah cara berbiaya-rendah yang membantu para manajer memastikan bahwa: 1. Semua kegiatan telah direncanakan. 2. Urutan kerja telah diperhitungkan. 3. Perkiraan waktu kegiatan telah tercatat. 4. Keseluruhan waktu proyek telah dibuat. Dalam proyek yang sederhana, diagram penjadwalan seperti ini dapat digunakan sendirian. Diagram ini memungkinkan para manajer mengamati kemajuan tiap kegiatan, untuk mengetahui dan menangani area permasalahan. Bagaimanapun Diagram Gantt tidak cukup mengilustrasikan hubungan antara kegiatan dan sumber daya. 12 2.3.1.3 Pengendalian Proyek Pengendalian proyek di perusahaan yakni mengawasi sumber daya, biaya, kualitas dan anggaran. Perusahaan juga merevisi atau mengubah rencana dan menggeser atau mengelola kembali sumber daya agar dapat memenuhi waktu dan biaya pengendalian proyek besar, sebagaimana pengendalian sistem manajemen apa pun, melibatkan pengawan ketat pada sumber daya, biaya, kualitas dan anggaran. Pengendalian juga berarti penggunaan loop umpan balik untuk merevisi rencana proyek dan pengaturan sumber daya ke mana merek apaling diperlukan laporan PERT dan CPM yang sudah terkomputerisasi data diagram khas dapat ditemukan pada pengguna computer pribadi. Beberapa dari program yang popular untuk manajemen proyek adalah Primavera, MacProject, Pertmaster, Visischdule, Time Line, dan Ms.Project. Program-program ini menghasilkan keragaman laporan yang amat luas, yaitu: 1. Detail biaya pecahan tiap tugas. 2. Kurva pekerja total 3. Tabel distribusi biaya 4. Biaya funsional dan ringkasan jam 5. Peramalan bahan mentah dan pembelanjaan 6. Laporan varians 7. Navy ( angkatan laut amerika serikat) 2.4. Teknik Manajemen Proyek: Pert dan CPM Menurut Herjanto (2008, 121) model jaringan kerja merupakan salah satu teknik kuantitatif yang popular, karena model ini secara visual menggambarkan sistem yang sedang dianalisis. Hal ini memudahkan analisis untuk memahami dan memiliki interpretasi yang lebih jelas terhadap sistem tersebut. Sistem jaringan secara nyata, terdapat dalam berbagai kehidupan sehari-hari, seperti misalnya jaringan jalan raya, jaringan rel kereta api, jaringan telepon, jaringan kabel listrik, atau yang tak tampak nyata seperti jaringan pemasaran, jaringan kegiatan proyek, dan lain-lain. Disini akan dibahas dua teknik manajemen proyek yang menggunakan model jaringan kerja, yaitu PERT dan CPM. PERT dan CPM, dua teknik jaringan yang digunakan secara luas, memang mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan hubungan dan ketergantungan dari seluruh kegiatan. 13 Menurut Herjanto (2008, 121) PERT dan CPM keduanya dikembangkan pada 1950-an untuk membantu jadwal manajer, memantau, dan mengendalikan proyek besardan kompleks. CPM muncul terlebih dahulu, di tahun 1957, sebagai alat yang dikembangkan oleh JE Kellu dari Remington Rand dan MR Walker dari DuPont untuk membantu pembangunan dan pemeliharaan pabrik kimia di DuPont. Secara terpisah, PERT dikembangkan di tahun 1958 oleh Booz, Allen, dan Hamilton untu U.S. Navy. PERT dan CPM keduanya mempunyai 6 tahap dasar, yaitu (Heizer dan Render, 2004, 80) : 1. Mendefinisikan proyek dan menyiapkan struktur rincian kerja. 2. Membangun hubungan antara kegiatan. Memutuskan kegiatan mana yang harus lebih dulu dikerjakan dan mana yang harus mengikuti kegiatan. 3. Menggambarkan jaringan yang menguhubungkan ke semua kegiatan. 4. Menetapkan perkiraan waktu dan biaya untuk setiap kegiatan. 5. Menghitung jalur waktu terpanjang yang melalui jaringan. Ini disebut sebagai jalur kritis. 6. Menggunakan jaringan untuk membantu perencanaan, penjadwalan, memonitor, dan mengontrol proyek. Pada langkah ke-5, menentukan jalur kritis adalah bagian utama dalam pengendalian proyek. Kegiatan pada jalur kritis mewakili tugas yang akan menunda keseluruhan proyek, kecuali bila mereka dapat diselesaikan tepat waktu. Manajer mempunyai keluasan untuk menghitung tugas penting dengan mengidentifikasi kegiatan yang kurang penting dan melakukan perencanaan ulang, Penjadwalan ulang dan pengalokasian ulang sumber daya manusia dan uang. Meskipun PERT dan CPM berbeda pada beberapa hal dalam terminology dan pada konstruksi jaringan, namun tujuan mereka sama. Menurut Prasetya (2009, 33), analisis yang digunakan pada kedua teknik ini sangat mirip. Perbedaan utama adalah bahwa PERT menggunakan tiga estimasi waktu untuk tiap kegiatan. Perkiraan waktu ini digunakan untuk menghitung nilai yang diharapkan dan penyimpangan standar untuk kegiatan waktu tersebut. CPM membuat asumsi bahwa waktu kegiatan diketahui pasti, hingga hanya diperlukan satu faktor waktu untuk tiap kegiatan. CPM dan PERT merupakan teknik yang paling banyak digunakan dalam perencanaan dan pengendalian proyek. 14 Menurut Herjanto (2008, 122), terdapat beberapa perbedaan antara konsep CPM dan PERT. Teknik CPM menganggap proyek terdiri dari kegiatan-kegiatan yang membentuk satu atau beberapa lintasan, sedangkan teknik PERT menganggap proyek terdiri dari peristiwa-peristiwa yang susul menyusul. Dengan kata lain CPM berorientasi pada kegiatan (activities oriented), dan PERT berorientasi pada peristiwa (events oriented). CPM menggunakan pendekatan Activity On Arrow (AOA) dimana anak panah merupakan simbol dari kegiatan, dan simpul (node) sebagai simbol dari peristiwa, sedangkan PERT menggunakan simbol yang sebalikanya yaitu Activity On Node (AON) Sumber: Eddy Herjanto (2008,122) Gambar 2.2. CPM dan PERT CPM digunakan apabila taksiran waktu pengerjaan setiap kegiatan dapat di ketahui dengan baik, dimana peyimpangannya relatif kecil atau dapat diabaikan. Sementara PERT digunakan pada proyek yang taksiran waktu kegiatan-kegiatannya tidak bisa dipastikan, misalnya kegiatan tersebut belum pernah dilakukan atau memiliki variasi waktu yang besar. Perbedaan lainnya, dengan berdasarkan pada statistik, PERT memungkinkan adanya ketidakpastian, misalnya untuk mengukur probabilitas selesainya suatu proyek bila diinginkan proyek selesai dalam satu waktu tertentu. 2.4.1. PERT Menurut Irwansyah (2013, 160) PERT merupakan singkatan dari Program Evaluation and Review Technique (teknik menilai dan meninjau kembali program) yang dikembangkan oleh US Navy bekerjasama dengan Bozz, Allen dan Hamilton pada tahun 1958. Menurut teknik PERT adalah suatu metode yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan, maupun gangguan produksi, serta mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan secara menyeluruh dan mempercepat selesainya proyek. Teknik ini memungkinkan dihasilkannya suatu pekerjaan yang terkendali dan teratur, karena jadwal dan anggaran dari suatu pekerjaan telah ditentukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan. 15 Tujuan dari PERT menurut Edy Irwansyah (2013, 160) adalah pencapaian suatu taraf tertentu di mana waktu merupakan dasar penting dari PERT dalam penyelesaian kegiatan-kegiatan bagi suatu proyek. Dalam metode PERT dan CPM masalah utama yaitu teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya dengan maksud pekerjaan-pekerjaan yang telah dijadwalkan itu dapat diselesaikan secara tepat waktu serta biaya yang rendah. PERT menggunakan activity oriented, pada activity oriented anak panah menunjukkan activity atau pekerjaan dengan beberapa keterangan aktivitasnya. Teknik PERT adalah suatu metode yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan maupun konflik dan gangguan produksi, serta mengkoordinasikan dan mengsingkronisasikan berbagai bagian dari keseluruhan pekerjaan dan mempercepat selesainya proyek. Handoko (1993) dikutip oleh Edy Irwansyah (2013, 161) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Informasi Geografis: Prinsp Dasar dan Pengembangan Aplikasi“, mengemukakan bahwa: “PERT adalah suatu metode analisis yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek yang kompleks, yang menuntut bahwa masalah utama yang dibahas yaitu masalah teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya sehingga dapat diselesaikan secara tepat waktu dan biaya rendah”. Berdasarkan pendapat diatas mengenai teknik PERT, maka dapat disimpulkan bahwa teknik PERT adalah suatu metode yang diciptakan untuk membantu para manager dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-proyek agar dapat diselesaikan secara tepat waktu dan biaya. Menurut Heizer dan Berry (2004, 94) PERT menggunakan tiga jenis waktu. Tiga jenis waktu yang digunakan PERT, sebagai berikut: Penjelasan 3 (tiga) estimasi tersebut adalah: Waktu yang paling mungkin/Most Likely (a) Waktu yang paling tepat untuk penyelesaian aktivitas, merupakan waktu yang paling sering terjadi jika suatu aktivitas diulang beberapa kali. Waktu optimis/Optimistic (M) Waktu terpendek kejadian yang mungkin terjadi. 16 Waktu pesimis/Pesimistic (b) Waktu terpanjang kejadian yang mungkin dibutuhkan. Rumus yang digunakan untuk menentukan waktu yang diharapkan dari suatu kegiatan adalah: Menurut Irwansyah (2013, 162) dalam melakukan perencanaan dengan PERT dibutuhkan beberapa langkah yaitu: 1. Mengidentifikasi aktivitas (activity) dan titik tempuhnya (milestone). Sebuah aktivitas adalah pekerjaan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek. Titik tempuh (milestone) adalah penanda kejadian pada awal dan akhir satu atau lebih aktivitas. Untuk mengidentifikasi aktivitas dan titik tempuh dapat menggunakan suatu tabel agar lebih mudah dalam memahami dan menambahkan informasi lain seperti urutan dan durasi. 2. Menetapkan urutan pengerjaan dari aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan. Langkah ini bisa dilakukan bersamaan dengan identifikasi aktivitas. Dalam menentukan urutan pengerjaan bisa diperlukan analisa yang lebih dalam untuk setiap pekerjaan. 3. Membuat suatu diagram jaringan (network diagram). Setelah mendapatkan urutan pengerjaan suatu pekerjaan, maka suatu diagram dapat dibuat. Diagram akan menunjukan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan berurutan (serial) atau secara bersamaan (pararell). Pada diagram PERT biasanya suatu pekerjaan dilambangkan dengan simbol lingkaran dan titik tempuh dilambangkan dengan simbol panah. 4. Memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk setiap aktivitas. Dalam menentukan waktu dapat menggunakan satuan unit waktu yang sesuai misal jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. 5. Menetapkan suatu jalur kritis (critical path). Suatu jalur kritis bisa didapatkan dengan menambah waktu suatu aktivitas pada tiap urutan pekerjaan dan menetapkan jalur terpanjang pada tiap proyek. Biasanya sebuah jalur kritis terdiri dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa ditunda waktu pengerjaannya. Dengan menggunakan empat komponen penanda waktu tersebut bisa didapatkan suatu jalur kritis sesuai dengan diagram. Dalam setiap urutan pekerjaan terdapat suatu penanda waktu yang dapat membantu dalam menetapkan jalur kritis, yaitu: 17 • ES –Early Start • EF –Early Finish • LS –Latest Start • LF –Latest Finish Melakukan pembaharuan diagram PERT sesuai dengan kemajuan proyek. Sesuai dengan berjalannya proyek dalam waktu nyata. Waktu perencanaan sesuai dengan diagram PERT dapat diperbaiki sesuai dengan waktu nyata. Sebuah diagram PERT mungkin bisa digunakan untuk merefleksikan situasi baru yang belum pernah diketahui sebelumnya 2.4.2. CPM Menurut Harmaizar (2006,144) metoode CPM (Critical Path Method) diperkenalkan oleh JE Kellu dari Remington Rand dan MR Walker dari DuPont pada tahun 1957. Teknik CPM digunakan pertama kali dalam perencanaan konstruksi pabrik, sehingga pada perkembangan selanjutnya metode CPM paling banyak digunakan dalam proyek-proyek konstruksi. Secara urutan metode CPM banyak digunakan pada proyek-proyek: 1. Kontruksi 2. Perencanaan produksi 3. Pengembangan dan Penelitian 4. Pemeliharaan 5. Instalasi Komputer 6, Jaringan pemasaran 7. Dan lain-lain Teknik CPM dalam analisa jaringan kerja digunakan untuk menentukan kapan setiap kegiatan dimulai dan berakhir pada suatu proyek, sehingga didapatkan waktu yang optimal untuk penyelesaian proyek. Menurut Harmaizar (2006, 45) definisi simbol-simbol dalam penggunaan teknik CPM adalah: Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45) Gambar 2.3. Lingkaran 18 Lingkaran melambangkan awal dan akhir dari kegiatan, dan dalam lingkaran: 1. Ruang sebelah kiri (A) melambangkan identitas kegiatan (event) 2. Ruang sebelah kanan atas (B) melambangkan waktu paling cepat penyelesaian kegiatan 3. Ruang sebelah kanan bawah (C) melambangkan waktu paling lambat untuk memulai kegiatan (floating) Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45) Gambar 2.4. Anak Panah Anak panah melambangkan kegiatan: D : nama kegiatan E : Waktu kegiatan Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45) Gambar 2.5. Dummy Activity Dummy Activity (kegiatan semu), tujuannya: penentuan waktu tetapi bukan berdasarkan waktu kegiatannya sendiri Prosedur perhitungan CPM menurut Harmaizar (2006, 145) berisi langkah– langkah yang diperlukan dalam menganalisa jaringan kerja dengan menggunakan metode CPM adalah: 1. Pembuatan model a). Tentukan kegiatan (aktifitas) dalam pengerjaan suatu proyek b). Tentukan kapan kegiatan-kegiatan harus dimulai, misalnya: kegiatan D dapat dikerjakan setelah kegiatan A dan B c). Tentukan kearah mana kegiatan berakhir atau sebagai awal dari kegiatan selanjutnya d). Tentukan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap kegiatan tersebut 19 Tabel 2.1. Waktu Kegiatan CPM Kegiatan Nama Kegiatan Waktu Kegiatan Mulai Akhir A 1 3 5 B 1 4 4 C 2 5 10 D 4 5 8 E 5 6 10 F 4 6 20 Sumber: Harmaizar Z. (2006, 146) 2. Pembuatan Diagram Analisa Jaringan Kerja Dalam hal ini diperlukan suatu logika, sebagai contoh: kegiatan pemasangan dapat dilakukan setelah kegiatan pemasangan pondasi dan tiang selesai. a). Buatlah symbol lingkaran yang melambangkan awal atau akhir kegiatan. Jumlah symbol lingkaran dapat dilihat pada tabel di atas (kolom 3: akhir kegiatan) pada angka terbsesar (6) b). Hubungkan lingkaran teserbut dengan simbol kegiatan (anak panah), bedasarkan urutan awal atau akhir kegiatan. Contoh: kegiatan A (1-3), kegiatan B (1-4) dan seterusnya c). Cantumkan nama kegiatan dan waktu kegiatan pada anak panah tersebut 3. Perhitungan Waktu Memungkinkan satu event tergantung lebih dari suatu kegiatan dan mempunyai penyelesaian waktu yang berbeda. Dua metode yang digunakan dalam perhitungan waktu: - Pertama “Forward Pass”, yaitu perhitungan dari awal proyek hingga akhir proyek (dari kiri ke kanan) yang bertujuan untuk menghitung waktu penyelesaian proyek. Forwad Pass: 1. Dimulai dari event pertama 2. Jumlahkan waktu penyelesaian, setiap akhir event letakkan hasilnya disebelah kanan atas lingkaran dan seterusnya. Jika suatu event tergantung lebih dari satu kegiatan, maka yang diambil waktu yang terbesar.Contoh: 20 kegiatan C (0+10=10) dan kegiatan D (8+5=13), maka waktu yang di ambil adalah kegiatan D - Kedua “Backward Pass”, yaitu dihitung dari akhir proyek ke awal mulai proyek (hitung balik) yang bertujuan untuk menentukan waktu kapan kegiatan paling lambat (float) harus dimulai. Backward pass : 1. Dimulai dari event terakhir 2. Kurangkan waktu akumulasi kegiatan dengan waktu kegiatan hingga awal event. Jika suatu event tergantung lebih dari suatu kegiatan, maka hasil pengurangan terkecil yang diambil. Contoh (event 4): kegiatan D (15-8=7) dan F (25-20=5), maka waktu yang diambil adalah kegiatan F(5) 2.5. Diagram Jaringan Kerja Menurut (Clifford dan Erik, 2007, 142) jaringan kerja adalah alat yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan kemjuan proyek. Diagram jaringan ini merupakan metode yang dianggap mampu menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan, yang pada giliran selanjutnya dapat dipakai untuk memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan. Berikut beberapa istilah dalam jaringan dalam membangun jaringan proyek: (Clifford dan Erik, 2007, 142) 1. Aktivitas : Elemen proyek yang memerlukan waktu 2. Aktivitas Gabungan : Aktivitas yang memiliki lebih dari satu aktivitas yang mendahuluinya 3. Aktivitas parallel : Aktivitas yang terjadi pada saat bersamaan atau aktivitas yang terjadi pada saat aktivitas lain juga terjadi 4. Jalur : Suatu urutan dari berbagai aktivitas yang berhubungan dan tergantung 5. Predecessor : Aktivitas pendahulu 6. Successor : Aktvitas pengganti atau aktivitas yang mengikuti aktivitas ini 7. Jalur kritis : Jalur terpanjang pada jaringan. Jalur yang tidak boleh ditunda, jika ditunda maka penyelesaiannya akan memakan waktu lebih lama. 8. Aktivitas menggelembung : Mempunyai lebih dari satu aktivitas yang mengikuti 21 9. Event : Suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan satu titik dimana suatu aktivitas dimulai atau diselesaikan 2.5.1. AOA dan AON Menurut Heizer dan Render (2004, 81) langkah pertama dalam jaringan PERT atau CPM adalah membagi keseluruhan proyek menjadi kegiatan-kegiatan yang berarti menurut struktur pecahan kerja. Ada dua pendekatan untuk menggambarkan jaringan proyek: kegiatan-pada-titik (Activity-On-Node/ AON) dan kegiatan-padapanah (Activity-On-Arrow/ AOA). Pada konvesi jaringan AON, dimana suatu kegiatan digambarkan pada node atau peristiwa dalam hal ini garis panah atau anak panah (arrow) merupakan suatu hubungan logis yang menghubungkan antar kegiatan. Pada jaringan Activity On Arrow (AOA), yang mana kegiatan digambarkan pada garis panah (arrow) dalam hal ini node/titik merupakan suatu peristiwa (event). Kegiatan memerlukan waktu dan sumber daya. Perbedaan mendasar antara AON dan AOA adalah bahwa titik pada diagram AON mewakili kegiatan. Pada jaringan AOA, titik (node) mewakili waktu mulai dan selesainya suatu kegiatan dan juga disebut kejadian.Artinya titik pada AOA tidak memerlukan waktu maupun sumber daya. Selain itu juga terdapat aktivitas semu (dummy) di dalam jaringan kerja, aktivitas semu diperlukan karena tidak boleh ada dua aktivitas mulai dari simpul yang sama dan berakhir pada simpul lain yang sama juga. Aktivitas semu juga digambarkan sebagai anak panah putus-putus. Berikut mengenai penjelasan mengenai metode AOA dan AON menurut Harmaizar (2006, 45): 1. Untuk menggambarkan kejadian awal dan akhir suatu kegiatan menggunakan pola lingkaran. Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45) Gambar 2.6. Pola Lingkaran 2. Untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan tertentu dalam suatu proyek menggunakan tanda panah. Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45) Gambar 2.7. Tanda Panah 22 Syarat dalam penggambaran metode AON dan AOA adalah kegiatan yang berasal dari 1 titik (sumber) tidak boleh lagi kembali ke 1 titik. A B Sumber: Harmaizar Z. (2006, 45) Gambar 2. 8. Syarat Pengambaran 3. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka harus dibuat aktivitas tambahan (berupa garis anak panah bantuan) dengan waktu aktifitasnya = 0, yang disebut dummy. 4. AON dan AOA Activity on Arrow (AOA) yang mana kegiatan digambarkan pada garis panah (arrow) dalam hal ini node merupakan suatu peristiwa (event). Activity on Node (AON) yang mana kegiatan digambarkan pada node dalam hal ini garis panah (arrow) merupakan hubungan logis antar kegiatan. Sumber: Heizer & Render (2011) Gambar 2.9. Hubungan Peristiwa Kegiatan pada AOA Sumber: Heizer & Render (2011) Gambar 2.10. Hubungan Peristiwa Kegiatan pada AON Keterangan: n = event number x = duration time 23 A = activity name ES –Early Start EF –Early Finish LS –Latest Start LF –Latest Finish Menggambarkan diagram AOA sedikit lebih sulit dari diagram AON, bagi yang belum berpengalaman akan lebih mudah memahami diagram AON ketimbang diagram AOA karena jaringan diagram AON memfokuskan pada kegiatan atau tugas-tugas (tasks) sementara diagram AOA pada peristiwa (event). Untuk menggambarkan hubungan antar kegiatan dalam diagram AOA didasarkan pada hubungan kegiatan yang mendahului (predecessor) atau hubungan kegiatan yang mengikuti (successor) atau keduanya sekaligus sebagai kontrol. Berikut tabel perbandingan antara konvensi jaringan AON dan AOA sebagai berikut: (Heizer dan Render, 2004, 82) Sumber: Jay Heizer dan Barry Render (2004, 82) Gambar 2.11. Perbandingan Antara Konvensi Jaringan AON dan AOA 24 2.5.2. Perhitungan Waktu Proyek Salah satu hal penting dalam analisa proyek adalah mengetahui kapan proyek dapat diselesaikan. Untuk mengetahui berapa lama proyek dapat diselesaikan, kita perlu melakukan analisi jalur kritis (Ctitical Path Analysis) pada jaringan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya jalur kritis merupakan jalur terpanjang yang melalui jaringan. Untuk mengetahui jalur kritis, kita menghitung dua waktu awal dan akhir untuk setiap kegiatan. Hal ini didefinisikan sebagai berikut: (Heizer dan Render, 2004, 86) Mulai terdahulu (early start – ES) merupakan waktu terdahulu suatu kegiatan dapat dimulai dengan asumsi semua pendahulu sudah selesai atau menunjukkan saat paling suatu kegiatan dapat dimulai Selesai terdahulu (early finish – EF) merupakan waktu terdahulu suatu kegiatan dapat selesai atau menunjukkan saat paling awal selesainya suatu kegiatan Mulai terakhir (late start – LS) merupakan waktu terakhir suatu kegiatan dapat dimulai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek atau menunjukkan saat paling lambat suatu kegiatan harus dimulai Selesai terakhir (late finish – LF) merupakan waktu terakhir suatu kegiatan dapat selesai tidak menunda waktu penyelesaian keseluruhan proyek atau menunjukkan saat paling lambat suatu kegiatan harus sudah selesai Dalam pengerjaan proyek menggunakan proses two-pass menurut Heizer dan Render (2004, 87) yang terdiri atas forward pass dan backward pass untuk menentukan jadwal waktu untuk tiap kegiatan. ES dan EF ditentukan oleh forward pass, sedangkan LS dan LF ditentukan oleh backward pass. Untuk menunjukkan secara jelas kegiatan-kegiatan pada jaringan proyek, digunakan notasi yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. ES pada suatu kegiatan ditunjukkan pada sudut kiri dari titik yang menandai kegiatan tersebut. EF ditunjukkan pada sudut kanan atas. Waktu terakhir, LS dan LF masing-masing ditunjukkan pada sudut kiri bawah dan sudut kanan bawah. 25 Sumber: Heizer dan Render (2004, 87) Gambar 2. 12. Penentuan Jadwal Waktu Pengerjaan Proyek a). Forward Pass Aturan waktu mulai terdahulu Sebelum suatu kegiatan dapat dimulai, semua pendahulunya harus langsung diselesaikan. 1. Jika suatu kegiatan hany amempunyai satu pendahulu langsung, maka ES-nya sama dengan EF dari pendahulunya 2. Jika suatu kegiatan mempunyai beberapa pendahulu langsung, ES-nya adalah nilai maksimum dari semua EF pendahulunya, yaitu ES = MAX [EF semua pendahulu langsung] Aturan selesai terdahulu Waktu selesai terdahulu (EF) dari suatu kegiatan adalah jumlah waktu mulai terdahulu (ES) dan waktu kegiatannya, yaitu EF= ES + waktu kegiatan Meskipun forward pass memungkinkan penentukan waktu penyelesaian proyek terdahulu, tetapi tidak mengidentifikasikan jalur kritis. Untuk dapat mengetahui jalur kritis ini perlu melakukan backward pass untuk menentukan nilai LS dan LF semua kegiatan. b). Backward Pass Sebagaimana forward pass dimulai dengan kegiatan pertama pada proyek, backward pass dimulai dengan kegiatan terakhir suatu proyek. Untuk 26 setiap kegiatan, pertama-tama menentukan nilai LF-nya, diikuti dengan nilai LS. Dalam proses ini menggunakan dua aturan berikut. Aturan waktu selesai terakhir Aturan ini sekali lagi didasarkan pada kenyataan bahwasebelum suatu kegiatan dapat dimulai, seluruh pendahulunya harus langsung diselesaikan. 1. Jika suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi hanya satu kegiatan, LF-nya sama dengan LS dari kegiatan yang secara langsung mengikutinya. 2. JIka suatu kegiatan adalah pendahulu langsung bagi lebih dari suatu kegiatan, maka LF adalah minimum dari seluruh nilai LS dari kegiatankegiatan yang secara langsung mengikutinya, yaitu: LF = MIN [ LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya ] Aturan waktu mulai terakhir Waktu mulai terakhir (LS) dari suatu kegiatan adalah perbedaan antara waktu selesai terakhir (LF) dan waktu kegiatannya, yaitu: LS = LF – Waktu kegiatan 2.5.3. Menghitung Slack Time / Float Setelah menghitung waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegiatan, maka untuk menentukan jumlah waktu slack (slack time) atau waktu bebas, yang dimiliki oleh setiap kegiatan menjadi mudah. Menurut Heizer dan Render (2004, 91) slack adalah waktu yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan keterlambatan proyek keseluruhan. Slack = LS - ES atau Slack = LF – EF 2.6. Crashing Program Proyek besar yang kompleks di mana terdapat begitu banyak kegiatan yang terjadi, harus dilakukan suatu penjadwalan yang sistematis dan terencana agar setiap kegiatan yang terjadi dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah di susun. Namun kadangkala perencanaan yang dibuat masih terdapat kekurangan. Hal ini biasa terjadi pada proyek yang berskala besar. Kekurangan itu diantaranya sistem penjadwalan yang kurang baik. Di mana proyek yang sebenarnya bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, karena sistem penjadwalan yang buruk menjadi lebih lama sehingga proyek menjadi tidak efisien. Ketika mengelola suatu proyek terkadang seorang manajer proyek dihadapi oleh situasi seperti pengerjaan proyek yang terlalu lama sehingga tidak tepat dengan 27 jadwal yang di tetapkan, dan waktu penyelesaian proyek yang sudah dijadwalkan dimajukan. Dalam situasi manapun, beberapa atau semua kegiatan yang ada harus dipercepat untuk menyelesaikan satu proyek pada batas waktu yang telah ditetapkan.Tindakan atau metode mempersingkat jangka waktu atau durasi dari keseluruhan proyek atau dari satu atau lebih aktivitas proyek setelah menganalisa alternatif-alternatif yang ada dari jaringan kerja yang bertujuan untuk mengoptimalisasikan waktu kerja dengan biaya terendah di sebut sebagai Crashing Project. 2.6.1. Komponen pada Crashing Proyek 2.6.1.1. Komponen Waktu Dalam Crashing Project terdapat dua komponen waktu yaitu: 1. Normal Time (Waktu Normal) adalah penyelesaian aktivitas dalam kondisi normal 2. Crash Time (Waktu Akselerasi) adalah waktu terpendek yang paling memungkinkan untuk menyelesaikan suatu proyek Dari dua komponen waktu tersebut dapat diperoleh crash time, dengan persamaan: Total crash time = Normal Time – Crash Time 2.6.1.2. Komponen Biaya Dalam Crashing Project terdapat tiga komponen biaya yaitu: 1. Biaya Normal (Normal Cost), yaitu biaya langsung untuk menyelesaikan aktivitas pada kondisi normal. 2. Biaya Akselerasi (Crash Cost), yaitu biaya langsung untuk menyelesaikan aktivitas pada kondisi akselerasi/crash (pada kondisi waktu terpendek yang paling mungkin untuk menyelesaikan aktivitas). Dari dua komponen tersebut dapat diperoleh Total Biaya Akselerasi, dengan persamaan: Total Biaya Crash = Biaya Normal - Biaya Crash 3. Biaya Akselerasi per Unit Waktu (Slope), yaitu biaya langsung untuk menyelesaikan aktivitas pada kondisi akselerasi/crash (pada kondisi waktu terpendek yangmungkin untuk menyelesaikan aktivitas) dalam satuan waktu terkecil yang ditentukan, dengan menggunakan persamaan: 28 Biasanya waktu kegiatan dapat dipercepat atau diperpendek dengan cara menambah sumber daya lebih (contoh: perlatan, karyawan) pada kegiatan tersebut. Karenanya sangat logis jika suatu proyek yang waktu pengerjaannya lebih cepat akan mendapatkan biaya crash yang lebih mahal dibandingkan dengan biaya normal. Dengan demikian pula biaya crashing sebuah kegiatan bergantung pada sifat kegiatan tersebut, sebagai contoh: jika sebuah tuangan perlu dipanaskan dalam sebuah tungku pembakaran selama 48 jam, penambahan sumber daya lain tidak akan membantu memperpendek waktu. Sedangkan kebalikannya, kita mungkin dapat memperpendek beberapa kegiatan secara drastis (contoh: mempuat kerangka rumah dalam 3 hari, dibandingkan 10 hari dengan menggunkan pekerja tiga kali lipat). Para manajer biasanya lebih menyukai mempercepat sebuah proyek dengan biaya tambahan yang paling sedikit. Karenanya, ketika memilih kegiatan manayang akan dilakukan crash, dan seberapa banyak, kita harus memastikan hal berikut: 1. Jumlah yang diperbolehkan pada sebuah kegiatan untuk dilaukan crash 2. Secara bersamaan, jangka waktu kegiatan yang diperpendek menjadikan kita dapat menyelesaikan proyek pada batas waktunya 3. Biaya total crashing sekecil mungkin. 2.6.2. Langkah dalam Crashing sebuah Proyek Menurut Heizer dan Render (2004, 101) langkah-langkah dalam crashing sebuah proyek adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama: Hitung biaya crash per minggu (atau satuan waktu lain) untuk setiap kegiatan dalam jaringan. Jika biaya crash linear menurut waktu, maka rumus berikut dapat digunakan: 2. Langkah kedua: Dengan menggunakan waktu kegiatan sekarang, temukan jalur kritis pada jaringan proyek. 3. Langkah ketiga: 29 Jika hanya ada satu jalur kritis, pilihlah kegiatan pada jalur kritis ini yang masih bias dilakukan crash dan mempunyai biaya crash terkecil per periode. Kegiatan crash ini satu periode. Jika terdapat lebih dari satu jalur kritis, maka pilih satu kegiatan dari setiap jalur kritis sedemikian rupa sehingga (a) setiap kegiatan yang dipilih masih bias dilakukan crash, dan (b) biaya crash total per periode dari semua kegiatan yang dipilih merupakan yang terkceil. Crash setiap kegiatan dengan satu periode. Perhatikan bahwa kegiatan yang sama mungkin terjadi pada lebih dari satu jalur kritis. 4. Langkah keempat: Perbarui semua waktu kegiatan.Jika batas waktu yang diinginkan telah tercapai, berhenti.Jika tidak, kembali ke langkah kedua. 2.7. Analisis Keputusan Keputusan adalah suatu proses memilih suatu alternative cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Pada hakikatnya pengambilan keputusan merupakan aspek yang paling penting dari kegiatan manajemen.Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan sekarang. Menurut Robins dikutip oleh Syafaruddin dan Anzizhan (2004, 45) berpendapat bahwa “decision making is which on choices between two or more alternative”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa hakikatnya pengambilan keputusan ialah memilih dua alternatif atau lebih untuk melakukan suatu tindakan tertentu baik secara pribadi maupun secara kelompok. Menurut Drummond dikutip oleh Syafaruddin dan Anzizhan (2004, 45) berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan usaha penciptaan kejadiankejadian dan pembentukan masa depan (peristiwa-peristiwa pada saat pemilihan dan sesudahnya). Menurut Higgins (2008, 45) berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling penting dari semua kegiatan karena di dalamnya manajer terlibat. Menurut Hoy dan Miskel (2008, 45) pengambilan keputusan merupakan pertanggungjawaban utama dari semu administrator melalui suatu proses tempat keputusan-keputusan dibuat dan dilaksanakan. 30 Jadi dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses dalam mengambil tindakan alternatif yang terbaik berdasarkan keputusan bersama ataupun berdasarkan keputusan individual dari seorang pemimpin yang berdampak pada pembetukan masa depan di dalam perusahaan. 2.7.1. Pohon Keputusan Menurut Nachrowi dan Usman (2004, 25) pohon keputusan merupakan alat atau teknik untuk memvisualisasikan persoalan beserta urutan-urutan masalahnya dengan menggunakan diagram yang berbentuk seperti pohon. Teknik ini sangan bermanfaat untuk melihat suatu persoalan secara utuh beserta urutan penyelesaiannya. Disamping itu, alat bantu ini sangat berguna untuk proses pengambilan keputusan yang berurutan. Menurut Heizer dan Render (2004, 570) pohon keputusan merupakan sebuah tampilan grafis proses keputusan yang mengindikasikan alternatif keputusan yang ada, kondisi alamiah dan peluangnya, dan juga imbalan bagi setiap kombinasi alternatif keputusan dan kondisi alamiah. Menurut Siswanto (2007, 55) pohon keputusan (decision tree) adalah model visual untuk menyederhanakan proses pembuatan keputusan secara rasional. Dengan adanya visualisasi memungkinkan untuk memahami proses pembuatan keputusan yang terstruktur, bertahap, dan rasional. Pembuatan keputusan sendiri berarti memilih alternatif-alternatif keputusan yang tersedia, karena unsur ketidakpastian maka berbagai kemungkinan keadaan akan dihadapi oleh masing-masing alternatif keputusan itu. Oleh karena itu, diagram keputusan mempunyai noda keputusan dan noda cabang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pohon keputusan (decision tree) adalah salah satu alat yang digunakan dalam pengambilan keputusan pada suatu persoalan dari berbagai alternatif yang ada, yang mana dilakukan secara terstruktur, bertahap, dan rasional yang mengarah pada solusi. 2.7.2. Analisis Pohon Keputusan Terlepas dari kerumitan sebuah keputusan atau kecanggihan teknik yang digunakan untuk menganalisis keputusan tersebut, semua pengambil keputusan dihadapkan dengan berbagai alternatif dan “kondisi alami”. Pada saat membuat sebuah pohon keputusan, harus dipastikan bahwa semua alternatif dan kondisi alami berada di tempat yang benar dan logis serta semua alternatif yang mungkin serta 31 kondisi alami telah disertakan. Menurut Mulyono (2004, 223) notasi yang digunakan adalah: 1. Istilah: a) Alternatif – sebuah tindakan atau strategi yang dapat dipilih oleh seorang pengambil keputusan. b) Kondisi alami – sebuah kejadian atau situasi dimana pengambil keputusan hanya memiliki sedikit kendali atau tidak sama sekali. 2. Simbol yang digunakan dalam sebuah pohon keputusan: Sumber: Mulyono (2004, 223) Gambar 2. 13. Kotak Sebuah titik keputusan dimana terdapat satu alternatif atau lebih yang dapat dipilih. Sumber: Mulyono (2004, 223) Gambar 2. 14. Lingkaran Sebuah titik kondisi alami dimana kondisi alami mungkin akan terjadi. Diagram pohon sering kali membantu dalam memahami dan menyelesaikan persoalan probabilitas. Diagram pohon biasanya digambarkan dengan lambang yang baku. Dimulai dengan suatu nokhta kemudian dibuat cabang-cabang sebanyak peristiwa yang mungkin dapat dihasilkan dari percobaan. Pada masing-masing cabang dituliskan probabilitas terjadinya peristiwa yang bersangkutan. Jika percobaan dilakukan lagi, maka langkah-langkah itu diulang. Setiap cabang berakhir pada nokhta yang kemudian diisi dengan probabilitas peristiwa bersama. Pada nokhta yang paling awal dituliskan angka 1 yang artinya jumlah probabilitas dari seluruh peristiwa yang mungkin. Menganalisis masalah dengan menggunakan pohon keputusan mencakup lima langkah: 1. Mendefinisikan masalah. 2. Menggambarkan pohon keputusan. 3. Menentukan peluang bagi kondisi alamiah. 32 4. Memperkirakan imbalan bagi setiap kombinasi alternatif keputusan dan kondisi alamiah yang mungkin. 5. Menyelesaikan masalah dengan menghitung EMV bagi setiap titik kondisi alamiah. Hal ini dilakukan dengan mengerjakannya dari belakang ke depan (backward) – yaitu memulai dari sisi kanan pohon, terus menuju ke titik keputusan di sebelah kirinya. Sumber: Siswanto (2007, 56) Gambar 2.35. Pohon Keputusan Menurut Heizer dan Render (2004, 568) EMV merupakan kriteria yang paling sering digunakan untuk menganalisis pohon keputusan. Satu dari langkah awal analisis ini adalah untuk menggambar pohon keputusan dan menetapkan konsekuensi keuangan dari semua hasil nilai harapan moneter (Expected Monetary Value – EMV) adalah nilai harapan moneter yang diharapkan dari sebuah variabel yang memiliki beberapa kemungkinan kondisi alamiah yang berbeda, masing-masing dengan peluang tersendiri. Saat peluang diketahui, nilai maximax dan maximin menyatakan skenario perencanaan kasus terbaik–kasus terburuk. Nilai ini mewakili nilai yang diharapkan atau rata-rata tingkat pengembalian modal jika keputusan ini dapat diulangin berkali-kali. EMV sebuah alternatif merupakan jumlah semua keuntungan alternative yang masing-masing diberikan bobot kemungkinan terjadinya. 33 EMV (Alternatif i) = (Hasil kondisi alamiah 1) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah 1) + (Hasil kondisi alamiah 2) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah 2) + . . . + (Hasil kondisi alamiah terakhir) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah terakhir) 2.8. Kerangka Pemikiran Proyek Pendukung Penanganan Bencana Alam Gunung Merapi Sinabung PT. Bangun Natuna Pratama Penetapan Work Breakdown Structure Penjadwalan Proyek Analisis Proyek Pengaplikasian Metode CPM/PERT Pengaplikasian Metode Crashing Hasil Analisis Menggunakan Model Project Management Alternative Efisieni Analisis Decision Tree Tenaga Kerja Implementasi Sumber: Hasil Penelitian, 2015 Gambar 2.46. Kerangka Pemikiran Alat Berat Hasil