BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Orientasi Pasar (Market Orientation) Grinstein (2008, p177) dalam European Journal of Marketing memandang orientasi pasar (market orientasi) sebagai salah satu elemen perusahaan – budaya dan perilaku – yang mengimplementasikan orientasi konsumen. Grinstein (2008, p177) mengutip definisi market orientation (MO) oleh Narver dan Slater (1990) yang mendefinisikan MO sebagai: “organizational culture that most effectively and efficiently creates the necessary behaviors for the creation of superior value for buyers and thus, continues superior performance for the business”. Oleh karena itu perilaku market-oriented perusahaan memiliki tiga komponen, yaitu orientasi konsumen, orientasi pesaing, dan orientasi koordinasi interfungsional dan komponen-komponen ini harus didukung oleh budaya yang relevan. Shin (2012, p23) dalam International Business Research menjelaskan bahwa orientasi konsumen menekankan atau memfokuskan pada memahami tarjet konsumen sebagaimana dalam menyampaikan atau mengirimkan nilai superior kepada konsumennya. Perusahaan yang berorientasi konsumen menunjukkan suatu pengaturan berkelanjutan dan proaktif terhadap mengidentifikasikan dan sesuai dengan kebutuhan konsumennya. Dengan nilai orientasi konsumen, perusahaan unggul dalam merawat ikatan dengan konsumen dan memperoleh sikap setuju, menghubungkan kepuasan konsumen sebaik hasil positif dari keuangan perusahaan. Orientasi pesaing fokus dalam memahami kekuatan dan kelemahan dari pesaing yang ada dan potensial, seperti memonitor perilaku pesaing untuk berubah menjadi ide atau usulan yang lebih baik untuk menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Dengan pemahaman mendalam tentang pesaing, perusahaan dapat memperoleh posisinya dipasar, mementukan strategi yang dibutuhkan, merespon dengan cepat tindakan pesaing, dan juga membuat modifikasi strategi pemasaran untuk jangka panjang. Dan yang terakhir dari tiga komponen inti orientasi pasar (market 8 9 orientation) adalah koordinasi interfungsional, yaitu suatu koodinasi atau kerjasama personil atau sumber lain dari seluruh perusahaan untuk menciptakan nilai untuk konsumen. Perusahaan yang mencari efektif koordinasi interfungsional melakukan dari suatu pemahaman seluruh departemen dalam perusahaan seharusnya peka untuk bertindak dalam minat terbaik konsumen dan tiap departemen penting dalam menyampaikan atau mengirimkan nilai konsumen. Orientasi pasar merupakan suatu filosofi dalam strategi pemasaran yang menganggap bahwa penjualan produk tidak tergantung pada strategi penjualan tetapi pada keputusan konsumen dalam membeli produk. Oleh karena itu, membutuhkan perhatian secara tepat pada orientasi pelangggan dan orientasi pesaing dalam rangka menyediakan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan memberi nilai terbaik. Shin (2012, p23) dalam International Business Research mengutip definisi hakikat dari orientasi pasar oleh Jaworski dan Kohli (1997) dengan merangkumnya dalam sebuah pandangan teoritis bahwa orientasi pasar adalah sebuah filosofi manajemen pemasaran yang dibangun dengan aktivitas sebagai berikut: 1) Intelijen pasar yang digunakan untuk mengartikulasikan upaya-upaya dalam memahami kebutuhan konsumen; 2) Diseminasi intelijen yang dipandang sebagai proses dan upaya menyebarkan informasi pada seluruh komponen dalam organisasi; dan 3) Respon yang dimaknai sebagai tindakan yang cepat dalam menindaklanjuti upaya-upaya intelijen pasar, baik mengenai kebutuhan pelanggan maupun pesaingnya. Kotler dan Gary Armstrong (2012, p568 – p569) menyatakan meskipun suatu perusahaan adalah market leader, challenger, atau follower, perusahaan harus mengawasi pesaingnya secara dekat dan menemukan strategi pemasaran kompetitif yang paling efektif. Dan perusahaan juga harus secara terus-menerus mengadaptasikan strategi untuk lingkungan kompetitif yang cepat berubah. Perusahaan yang berorientasi pasar atau market-centered company merupakan suatu perusahaan yang memberikan perhatian seimbang baik untuk konsumen dan pesaing dalam mendisain strategi pemasarannya. Perusahaan berorientasi pesaing atau competitor-centered company merupakan perusahaan yang menghabiskan waktunya untuk menganalisa pergerakan atau tuindakan pesaing dan market share dan 10 mencoba untuk menemukan strategi yang tepat untuk mengatisipasi atau mengalahkan pesaing. Perusahaan yang berorientasi konsumen atau customercentered company lebih fokus pada perkembangan konsumen dalam mendesain strategi perusahaan dan memberikan superior value kepada taget konsumennya. Customer-centered No No Product orientation Yes Customer orientation Competitorcentered Yes Competitor orientation Market orientation Sumber : Kotler dan Gary Armstrong (2012: p569) Gambar 2.1 Evolving Company Orientation 2.2 Orientasi Merek (Brand Orientation) Kotler dan Gary Armstrong (2012, p267) menyatakan bahwa suatu merek merepresentasikan segala arti suatu produk atau jasa bagi konsumen. Brand merupakan suatu aset berharga untuk suatu perusahaan. Azizi, dkk. (2012, p123) dalam International Review of Management and Marketing mengutip definisi orientasi merek oleh Urde (1999) yaitu: “as an approach in which the processes of the organization revolve around the creation, development, and protection of brand identitiy in an ongoing interaction with target customers with the aim of achieving lasting competitive advantages in the form of brands.” Dengan demikian dapat diklasifikasikan sebagai jenis spesifik dari orientasi pemasaran, dikarakteristikan oleh strategi branding dalam kaitannya dengan pembeli. Wong dan Bill Mrrilees (2008, p374) dalam Journal of Product & Brand Management menuliskan bahwa orientasi merek adalah pola pikir yang memastikan bahwa merek akan diakui, fitur dan disukai dalam pemasaran strategi. Hal ini terkait 11 dengan masalah pola pikir yang akan memberikan arah sebuah perusahaan dalam hal perencanaan pemasaran strategis. Orientasi merek diyakini menjadi langkah pertama dengan dimana perusahaan membangun keunggulan kompetitif di pasar. Orientasi Merek adalah proses state-of-mind untuk membentuk suatu dasar untuk pengembangan kegiatan pemasaran suatu perusahaan. Satu dari aspek penting branding adalah ciri khas merek. Hal tersebut merupakan seni menjadi unik dan diinginkan oleh target konsumen. Perusahaan berusaha keras untuk menciptakan beberapa bentuk cirri khas merek untuk menghindari produk mereka dipandang sebagai sesuatu yang biasa. Cirri khas merek juga memberikan keuntungan untuk perusahaan. Konsumen tidak memiliki dasar untuk memilih suatu merek tertentu dari pada merek lainnya jika suatu merek tesebut tidak dirasakan berbeda. Merek dapat dibedakan menjadi beberapa cara seperti sebagai simbol kepemilikan untuk tujuan legalitas. Merek juga dapat menjadi suatu maksud identifikasi yang menjamin konsistensi penawaran dengan suatu konsekuensi yang menjadi suatu jalan pintas dalam membuat keputusan dalam jangka panjang. Mulyanegara (2010, p15) dalam Intenational Journal of Business and Management menuliskan bahwa perceived brand orientation (PBO) merupakan sikap konsumen berdasarkan komitmen perusahaan dalam aktivitas dan perilaku perusahaan yang berorientasi merek. Dalam literatur pemasaran, hal ini merupakan corporate brand image dan brand value. Suatu merek perusahaan yang kuat merupakan suatu garansi kualitas yang jauh dari kinerja yang buruk atau risiko keuangan. Tidak hanya memperoleh keuntungan kompetitif, suatu merek perusahaan yang kuat juga mendorong repeat purchase dan customer loyalty. Reid, dkk. (2005, p16) dalam The Journal of Advertising menuliskan bahwa orientasi merek merepresentasikan fokus fungsional atau unit bisnis pada brands yang mendukung hubungan kuat konsumen dan stakeholder berdasarkan dari merek yang ada pada perusahaan atau product level atau suatu jasa atau produk manufaktur, dan menyarakan bahwa suatu organisasi memiliki suatu brand identity. Dari pengertian dan pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa perusahaan yang berorientasi merek atau brand-oriented company merupakan perusahaan yang menggunakan pendekatan untuk membangun merek yang kuat dan fokus dalam memciptakan, mengembangkan dan menjaga merek perusahaan dimata 12 konsumennya. Brand-oriented company fokus pada spesifik elemen seperti corporate brand image, brand value, dan brand identity dari perspektif konsumen. Wheeler (2009, p4) menjelaskan bahwa brand identity adalah wujud dan bentuk kepada pikiran. Dapat dilihat, disentuh, dipegang, didengar, melihatnya bergerak. Brand identity merupakan sumber perkenalan, menunjukkan perbedaan, dan membuat pendapat besar dan arti atau makna suatu merek. Keller (2013, p409 – p414) menjelaskan suatu citra perusahaan akan bergantung pada beberapa faktor, seperti produk yang dibuat perusahaan, tindakan yang diambil perusahaan, dan perilaku dalam mengkomunikasikannya kepada konsumen. Ada beberapa tipe asosiasi berbeda yang dapat dihubungkan pada suatu merek perusahaan dan dapat mempengaruhi brand equity, yaitu: Common Product Attributes, Benefits, or Attitudes Quality Innovativeness People and Relationships Customer Orientation Values and Programs Concern with environtment Social Responsibility Corporate Credibility Expertise Trustworthiness Likability Sumber: Kevin Lane Keller (2013, p410) Gambar 2.2 Some Important Corporate Image Association 1) Atribut, manfaat, atau sifat produk Seperti individual brand, suatu merek perusahaan membangkitkan asosiasi yang kuat pada atribut produk bagi konsumen. 2) Orang dan hubungannya Corporate image association mungin merefleksikan karakteristik karyawan atau pegawai pada perusahaan tersebut. 3) Nilai dan program 13 Asosiasi citra perusahaan juga merefleksikan nilai perusahaan dan program-program yang tidak selalu secara langsung berhubungan dengan produk. 4) Kredibilitas perusahaan Suatu bagian penting dari asosiasi merek adalah kredibilitas perusahaan. Kredibilitas perusahaan memastikan rasa percaya konsumen kepada perusahaan, dapat didesain dan mengirimkan produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Konsumen yang memberikan penghargaan merek sebagai kredibilitas biasanya akan mempertimbangkan dan memilih merek yang memiliki kredibilitas yang tinggi dan kuat, dan juga dapat menawarkan manfaat tambahan lainnya. 2.3 Integrated Marketing Communication (IMC) 2.3.1 Pengertian Integrasi Komunikasi Pemasaran (IMC) Menurut Kotler, dkk. (2005, p385) Integrated Marketing Communication (IMC) atau integrasi komunikasi pemasaran merupakan suatu konsep di mana perusahaan dengan hati-hati mengintegrasikan dan mengkoordinasikan banyak media komunikasi untuk menyampaikan suatu pesan yang jelas, konsisten dan menarik mengenai organisasi dan produknya. 14 Sumber : Kotler, Armstrong, Ang, Leeong, Tan, dan Tse (2005: p386) Gambar 2.3 Integrated Marketing Communication Dengan konsep ini, seperti yang dilustrasikan dalam Gambar 2.3, perusahaan dengan hati-hati mengintegrasikan media komunikasi yang ada. IMC digunakan untuk mengenali seluruh kontak point, konsumen mungkin menemukan perusahaan dan mereknya. Setiap kontak merek akan menyampaikan pesan, baik pesan yang baik, buruk, atau tidak berbeda. IMC mengikat semua pesan dan citra (image) perusahaan. Chitty, dkk. (2008, p5) mendefinisikan IMC sebagai suatu proses komunikasi yang melibatkan perencanaan, menciptakan, mengintegrasikan, dan mengimplementasikan bentuk komunikasi yang berbeda seperti advertising, sales promotion, personal selling, sponsorship dan publisitas yang disampaikan kepada tarjet konsumen. Dari pemahaman definisi IMC di atas, penulis menyimpulkan bahwa IMC merupakan suatu proses komunikasi yang dilakukan secara hati-hati oleh perusahaan yang melibatkan proses perencanaan, menciptakan, mengintegrasikan dan mengimplementasikan promotion tools atau media komunikasi yang ada untuk menyampaikan pesan kepada tarjet konsumen. 15 Kotler, dkk. (2005, p383) menyatakan Marketing communication mix atau biasa disebut promotion mix merupakan gabungan advertising, sales promotion, public relation, personal selling, dan direct marketing yang digunakan oleh perusahaan. Definisi mengenai lima alat promosi tersebut dijelaskan oleh Kotler, dkk. (2005, p383) sebagai berikut: 1) Advertising merupakan bentuk ide, barang, atau jasa presentasi nonpersonal diidentifikasi dan promosi dengan oleh membayar suatu jasa sponsor yang yang dilakukan perusahaan sponsor tersebut. 2) Sales promotion adalah insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa. 3) Public relation yaitu membangun hubungan perusahaan dengan publik dengan melakukan publisitas yang baik, membangun citra perusahaan yang baik, dan mengatasi rumor atau cerita buruk yang beredar, dan mengadakan event. 4) Personal selling adalah presentasi personal oleh sales force atau agen perusahaan untuk tujuan penjualan dan membangun hubungan dengan konsumen. 5) Direct marketing merupakan koneksi langsung dengan individual konsumen untuk baik memperoleh respon langsung dan mengolah hubungan jangka panjang dengan konsumen dengan menggunakan telepon, e-mail, internet, dan alat lainnya untuk berkomunikasi secara langsung dengan spesifik konsumen. Komunikasi pemasaran berlangsung melalui alat promosi spesifik tersebut. Desain produk, harga, bentuk dan warna packaging, dan yang menjual – seluruhnya mengkomunikasikan sesuatu kepada konsumen. Melalui promotion mix, aktivitas komunikasi utama perusahaan harus terkordinasi untuk mendapatkan impact komunikasi yang baik. IMC bertujuan untuk secara langsung mempengaruhi perilaku tarjet audien. 2.3.2 Fitur Penting dari IMC 16 Chitty, dkk. (2005, p6 – p7) menjelaskan bahwa IMC memiliki lima fitur yang menyediakan dasar-dasar dari integrasi komunikasi pemasaran, yaitu: 1) Mengidentifikasi tarjet pasar Fitur penting dari perencanaan IMC adalah harus dimulai dengan membuat profile konsumen atau prospect segment, dan kemudian menentukan pesan yang paling sesuai dan media untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan kembali konsumen utnuk direspon dengan positif terhadap brand perusahaan. 2) Menggunakan tipe media yang relevan IMC menggunakan seluruh bentuk komunikasi pemasaran dan media yang sesuai sebagai channel pengiriman pesan potensial. Relevan media adalah media pesan yang dapat mencapai tarjet konsumen dan merepresentasikan brand dengan men-hightligh sisi positif merek tersebut. 3) Mencapai komunikasi yang bersinergi Hal penting dalam definisi IMC merupakan kebutuhan akan adanya definisi IMC merupakan kebutuhan akan adanya synergy. Tipe berbeda komunikasi pemasaran – seperti periklanan, promosi penjualan, personal selling, dan sebagainya – harus memiliki pesan merek yang sama. 4) Membangun cutomer relationship (hubungan pelanggan) Komunikasi pemasaran yang sukses membutuhkan perusahaan untuk membangun suatu hubungan antara merek dan konsumen. Hubungan antara konsumen dan merek yang sukses menyebabkan repetition purchase dan menciptakan loyalitas konsumen terhadap brand. Hubungan ini dikembangkan dengan menciptakan brand experiences yang memberikan kesan positif bagi konsumennya. 5) Mempengaruhi perilaku tarjet pasar Tujuan akhir IMC adalah secara positif mempengaruhi perilaku target audein. Komunikasi pemasaran harus melakukan lebih dari pada hanya menciptakan brand awareness atau meningkatkan perilaku konsumen kepada brand. Suatu program IMC harus selalu dievaluasi 17 apakah program integrasi komunikasi pemasaran yang dilakukan perusahaan mempengaruhi perilaku konsumen. 2.3.3 Tujuan dan Manfaat IMC Dengan IMC, marketer dapat mengkombinasikan komunikasi mereka untuk merencanakan dan menciptakan suatu pendekatan yang sinergis. Kitchen dan Inga Burgmann (2010) dalam Wiley International Encyclopedia of Marketing merangkum manfaat-manfaat yang didapatkan dengan mengimplementasikan IMC sebagai berikut: 1) Suatu pendekatan IMC dalam jangka pendek dan jangka panjang bertujuan untuk menghidari konflik di dalam perusahaan, 2) Merupakan suatu pendekatan yang baik dan jelas, 3) Seluruh target audien dipertimbangkan dalam merencanakan IMC, 4) Mendukung komunikasi individual dan komunikasi one-to-one, 5) Sinergi dan brand recall meningkat, 6) Hasil IMC memberikan manfaat financial bagi perusahaan. IMC bertujuan untuk mempertimbangkan seluruh contact point konsumen dengan perusahaan dan brand perusahaan. Setiap brand contact akan menyampaikan suatu pesan, baik pesan tersubut baik dan buruk. IMC menyebabkan suatu strategi komunikasi pemasaran yang maksimal yang bertujuan untuk membangun hubungan kuat dengan konsumen dengan menunjukkan bagaimana perusahaan dan produk atau jasanya dapat membantu konsumen untuk menyelesaikan masalahnya atau memenuhi kebutuhan konsumennya. IMC merupakan strategi perusahaan untuk pesan perusahaan dan image perusahaan. Chitty, dkk. (2008, p9) juga menyatakan bahwa tujuan utama IMC adalah untuk meningkatkan brand equity untuk mendorong konsumen untuk mengambil tindakan yang menguntungkan terhadap merek, seperti melakukan pembelian secara terus-menerus atau menjadi loyal terhadap merek 2.3.4 Mengimplementasi dan Mengaplikasikan IMC 18 Untuk mendapatkan manfaat dari suatu pendekatan IMC, sangat penting bahwa seluruh organisasi tersebut memahami bagaimana IMC bekerja dan bagaimana rencana IMC dapat menjadi suatu tindakan tepat. Jika hal ini tidak terjadi, integrasi akan mengalami kesulitan, yang akan menyebabkan kelemahan baik brand perusahaan dan hubungan antara merek produk. Kitchen dan Inga Burgman (2010, p7) dalam Wiley International Encyclopedia of Marketing mengutip pandangan Fill (2002) mengenai IMC sebagai suatu perubahan mind-set dimana pertama-tama harus digunakan oleh pemasar. Ia juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa hambatan dan oleh sebab itu langkah-langkah harus diambil untuk menghadapi rintangtan tersebut. Langkah pertama dalam suatu pendekatan IMC adalah untuk fokus pada aktivitas promosi. Pemasar perlu untuk memastikan bahwa kosistensi dan suatu harmonisasi thematik berlangsung dalam alat promosi yang digunaakan oleh perusahaan. Selanjutnya, kordinasi fungsional juga harus diperhatikan. Perbedaan bagian organisasi, seperti sumber daya manusia, keuangan, komunikasi perusahaan, dan sebagainya telah diperkenalkan pada pendapat “internal marketing relationship” untuk mengimplementasikan suatu pendekatan IMC di seluruh perusahaan. Oleh karena itu, suatu pendekatan IMC membutuhkan pergantian budaya dan kepercayaan, dimana harus datang dari dalam perusahaan agar seluruh karyawan bertindak dengan berorientasi pada konsumen. Promotional coordination Functional coordination Cultural shift IMC Sumber : Kitchen dan Inga Burgmann (2010) dalam Wiley International Encyclopedia of Marketing Gambar 2.4 Pembentukan IMC 19 Untuk membandingkan dengan model Fill seperti gambar 2.4 di atas, Kitchen dan Inga Burgmann (2010, p8) dalam Wiley International Encyclopedia of Marketing juga memasukkan model Pickton dan Broderick (2005) seperti pada gambar 2.5. Model ini juga disebut model RABOSTIC. Kitchen dan Inga Burgman (2010, p8) dalam Wiley International Encyclopedia of Marketing menyatakan Langkah pertama yang harus diambil menurut model Picton dan Boedrick (2005) adalah untuk menilai posisi perusahaan saat ini di dalam industri. Oleh karena itu, feedback dari kampanye komunikasi pemasaran sebelumnya dan hasil dari kegiatan komunikasi pemasaran perlu untuk dievaluasi untuk menentukan target audien. Langkah berikutnya melibatkan alokasi biaya dan tinjauan sumber daya yang tersedia, diikuti dengan memutuskan tujuan perusahaan dan perencanaan strategi. Setelah menentukan tujuan perusahaan, keputusan pada tingkat operasional harus dibuat. Alat promosi perlu untuk dipilih sebagai instrument taktik, di mana akan diimplementasikan dalam kampanye. Dan yang terakhir, kesuksesan dari suatu kampanya baru perlu untuk selalu dimonitor dan dievaluasi agar dapat dimengerti apabila terjadi suatu perubahan dengan rencana komunikasi pemasaran yang perlu untuk dibuat. Research & analysis Audience Budget Objective Strategy Tactics Implementation Control Sumber : Kitchen dan Inga Burgmann (2010: p8) dalam Wiley International Encyclopedia of Marketing Gambar 2.5 IMC RABOSTIC Model Keller (2013, p247 – p248) mempertimbangkan bagaimana mengembangkan program integrasi komunikasi pemasaran (IMC) dengan memilih pilihan set media dan mengolah hubungan diantaranya (diintegrasikan). Tujuan utama pemasar seharusnya “mix and match” pilihan 20 komunikasi untuk membangun ekuitas merek. Oleh karena itu, memilih suatu variasi pilihan komunikasi berbeda yang berbagi arti/ makna dan isi, tetapi juga menawarkan manfaat berbeda/ unik, dan lengkap sehingga keseluruhan integrasi lebih baik dari pada hanya salah satu pilihan. Keller (2013, p248 – p250) menjelaskan ada enam kriteria relevan yang diketahui sebagai 6C, yaitu: 1) Coverage Coverage atau pencakupan adalah proporsi audien yang dicapai dengan pilihan komunikasi. Gambar 2.6 menunjukkan aspek unik pencakupan berhubungan dengan dampak utama langsung banyak komunikasi. Aspek umum berhubungan dengan dampak interaksi atau multiplikatif dua pilihan komunikasi bekerja bersama. Communication Option A Communication Option B Communication Option C Audience Sumber : Kevin Lane Keller (2013, p248) Gambar 2.6 IMC Audience Communication Option Overlap 2) Contribution Kontribusi merupakan kemampuan suatu komunikasi pemasaran untuk menciptakan respon yang diinginkan dan dampak komunikasi dari konsumen dalam pilihan komunikasi yang diimplementasikan. 3) Commonality Berdasarkan pilihan komunikasi yang dipilih oleh pemasar, pilihan tersebut seharusnya mengkordinasi seluruh program komunikasi untuk menciptakan suatu konsistensi dan brand image sangat penting karena citra menentukan bagaimana konsumen dengan mudah dapat 21 mengingat (recall) asosiasi yang ada dan merespon dan bagaimana dengan mudahnya mereka menghubungkan merek di dalam benak mereka. 4) Complementarity Pilihan komunikasi sering lebih efektif ketika digunakan dengan cara mengintegrasikan. Komplementaritas menjelaskan jangkauan asosiasi berbeda dan hubungan ditekankan melalui pilihan komunikasi. 5) Conformability Penglarasan atau conformability merupakan perluasan suatu pilihan komunikasi pemasaran yang efektif untuk kelompok konsumen berbeda. Ada dua tipe penglarasan yaitu komunikasi dan konsumen. Realitas program IMC ketika konsumen dihadapkan dengan suatu komunikasi pemasaran, beberapa konsumen telah ditunjukkan pada komunikasi pemasaran lain untuk merek, dan yang lainnya tidak. Kemampuan komunikasi pemasaran untuk bekerja pada dua tingkatan, secara efektif mengkomunikasikan kepada kedua kelompok konsumen sangat penting. 6) Cost Evaluasi komunikasi pemasaran pada seluruh kriteria yang ada harus dipertimbangkan terhadap biaya mereka untuk mencapai program komunikasi pemasaran yang paling efektif dan efisien. 2.4 Ekuitas Merek (Brand Equity) 2.4.1 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity) Untuk memahami konsep ekuitas merek, marketer perlu pemahaman secara jelas mengenai merek. Seperti yang dikutip oleh Chitty, dkk (2008, p14), American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai suatu nama, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi tersebut, bertujuan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari pesaingnya. 22 Kotler dan Gary Armstrong (2008, p216 – p217) menyatakan bahwa merek lebih dari sekedar nama dan simbol. Merek merupakan elemen penting dalam hubungan perusahaan dengan konsumen. Merek mencerminkan persepsi dan perasaan konsumen mengenai suatu produk dan performa produk tersebut – apapun yang merupakan arti produk dan jasa bagi konsumen tersebut. Sehingga, nilai sebenarnya suatu merek yang kuat adalah kekuatan merek tersebut untuk mendapatkan preferensi dan loyalitas konsumen. Suatu merek yang kuat memiliki ekuitas merek yang tinggi. Kompetisi menciptakan pilihan yang tak terhingga, sehingga menyebabkan perusahaan harus mencari cara untuk berhubungan secara emosional dengan konsumen, menjadi tidak tergantikan, dan menciptakan hubungan untuk jangka panjang. Konsumen jatuh cinta terhadap suatu brand, mempercayai merek tersebut dan percaya dengan keunggulan superior merek tersebut. Wheleer (2009, p2) menyatakan bahwa merek adalah suatu perasaan seseorang atau konsumen mengenai suatu produk, jasa atau perusahaan. Menurut Nelly (2008, p125) ekuitas merek adalah nilai suatu merek dimata stakeholder. Hal tersebut menandakan bahwa: 1) Merek mempunyai nilai 2) Merek adalah suatu intangible asset perusahaan 3) Merek perlu untuk diatur dan dirawat 4) Merek memiliki nilai yang menempel erat dan seharusnya dibangun secara berkesinambungan 5) Seperangkat asset merek dan kewajiban terkait pada suatu merek, nama dan symbol merek ttersebut yang menambahkan atau mengurangi nilai yang disediakan oleh produk atau jasa untuk suatu perusahaan dan/atau untuk konsumen perusahaan tersebut. Brand equity telah didefinisikan dalam banyak cara, dan banyak pendekatan yang telah dikembangkan untuk memastikannya. Konsep brand equity dapat dipertimbangkan baik dari perspektif perusahaan dan perspektif konsumen. Menurut Chitty, dkk (2008, p15) bahwa dari perspektif perusahaan, ekuitas merek fokus pada hasil usaha meningkatkan ekuitas merek, seperti mencapai pangsa pasar yang lebih besar, meningkatkan 23 loyalitas merek, dan dapat menetapkan harga premium (harga yang tinggi). Sedangkan dari perspektif konsumen, suatu merek yang memiliki ekuitas adalah merek yang familiar bagi mereka dan disukai, brand associations yang unik dan kuat pada brand tersebut. Kotler, dkk (2005, p232) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek pembeda positif atas suatu nama brand yang ada pada respon konsumen untuk suatu produk atau jasa. Kotler dan Kevin Lane Keller (2009, p263) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Branding adalah mengenai menciptakan perbedaan. Keler (2013, p57) menyatakan bahwa banyak peneliti pemasaran juga setuju dengan dasar perinsip branding dan brand equity sebagai berikut: 1) Perbedaan mulcul yang merupakan hasil dari “menambah nilai” (added value) untuk suatu produk sebagai hasil dari aktivitas pemasaran untuk merek tersebut. 2) Nilai ini dapat diciptakan untuk suatu merek dalam banyak cara berbeda. 3) Ekuitas merek memberikan suatu sebutan untuk mengintepretasikan strategi pemasaran dan menilai value merek tersebut. 4) Ada banyak cara agar nilai merek dapat dimanisfestasikan atau diekploitasi untuk keuntungan perusahaan (proses yang lebih baik, biaya yang lebih rendah, atau keduanya). 2.4.2 Mengukur Ekuitas Merek Menurut Nelly (2008, p125 – p126) ekuitas merek dapat dievaluasi mealui dimensinya. Dimensi tersebut antara lain: 1) Brand Loyalty 24 Tingkat loyalitas konsumen pada suatu merek dapat ditentukan oleh tingkat loyalitas suatu produk. Semakin loyal konsumen terhadap suatu produk dibandingkan pesaingnya, semakin baik loyalitas merek suatu produk. Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan pada sebuah merek. Secara singkat, brand loyalty merupakan: • Suatu pengukuran keterikatan yang dimiliki konsumen dengan suatu brand • Pola pembelian (purchasing pattern) • Kepuasan • Menghubungkan merek • Interaksi dan komunikasi yang melibatkan merek 2) Level of Awareness Tingkat kesadaran akan suatu merek adalah indikator lain ekuitas merek. TOM (top of mind) suatu merek biasanya dianalisa sebagai perbandingan dengan pesaingnya. Semakin tinggi TOM suatu merek, semakin kuat perhatian akan merek tersebut. Brand awareness merupakan kemampuan petensial pembeli untuk mengenal, menyadari atau mengingat merek suatu kategori produk atau jasa. Sumber : Chitty, Barker dan Shimp (2008, p15 – p16) Gambar 2.7 Piramida Brand Awareness 25 Penjelasan mengenai piramida brand awareness dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah: a) Tidak menyadari merek (Brand unware), yaitu merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. b) Pengenalan merek (Brand recognition), yaitu tingkat minimal dari kesadaran merek pada saat melakukan pembelian. c) Pengingatan kembali terhadap merek (Brand recall), yaitu didasarkan terhadap permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk atau jasa. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut. d) Puncak pikiran (Top of mind), yaitu apabila seseorang ditanya secara langsung tampa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan suatu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen. Keller (2013, p339) menyatakan bahwa brand awareness berhubungan dengan kekuatan merek dalam memory konsumen, sebagaimana direfleksikan oleh kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi berbagai elemen merek seperti nama merek, logo, simbol, karakter, packaging, dan slogan dibawah kondisi yang berbeda. 3) Perceived Quality Bagaimana suatu konsumen merasakan kualitas suatu produk merupakan indikator lain ekuitas merek. Semakin baik atau semakin tinggi kualitas yang dirasakan dari suatu merek dibandingkan dengan 26 pesaingnya, semakin tinggi posisi merek tersebut. Persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. 4) Brand Associations Asosiai merek adalah suatu persepsi konsumen terhadap suatu merek. Lux diasosiasikan dengan “beauty”, Nokia diasosiasikan dengan “wireless handset that is easy to operate.”, dan sebagainya. Asosiasi ini merupakan atribut yang ada dalam merek dan memiliki suatu tingkat kekuatan. Asosiasi merek menjadi salah satu komponen yang membentuk ekuitas merek. Hal ini disebabkan karena asosiasi merek dapat membentuk image positif terhadap merek yang muncul, yang pada akhirnya akan menciptakan perilaku positif konsumen. Secara singkat brand association terdiri dari: • Apapun yang berhubungan dengan merek di dalam pikiran atau ingatan konsumen • Brand associations: - Atribut produk - Berwujud - Manfaat konsumen - Harga berkaitan dengan merek produk/jasa - Aplikasi atau penggunaan - Penguna atau pemakai - Celebrity atau endorsement - Gaya hidup - Kelas produk - Pesaing (competitor) - Negara atau area geografis 5) Aset merek lainnya (Other proprietary brand assets) Aset merek lainnya dikaitkan pada simbol atau logo yang menawarkan suatu merek tertentu dan persepsi untuk konsumen. 27 2.5 Kerangkan Konseptual dan Hipotesis Market Orientation (MO) H1 H3 H2 Integraated Marketing Communication (IMC) H4 Brand equity (Ekuitas Merek) Brand Orientation (BO) Berdasarkan kerangka pikir di atas, penulis mengembangkan suatu hipotesis. Hipotesis penelitan dari penelitian ini, yaitu: • H1 Ho: Market orientation memiliki pengaruh secara parsial terhadap integrasi komunikasi pemasaran (IMC). Ha: Market orientation tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap integrasi komunikasi pemasaran (IMC). • H2 Ho: Brand orientation memiliki pengaruh secara parsial terhadap integrasi komunikasi pemasaran (IMC). Ha: Brand orientation tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap integrasi komunikasi pemasaran (IMC). • H3 Ho: Market orientation dan brand orientation memiliki pengaruh secara simultan terhadap integrasi komunikasi pemasaran (IMC). Ha: Market orientation dan brand orientation tidak memiliki pengaruh secara simultan terhadap integrasi komunikasi pemasaran (IMC). • H4 Ho: Integrasi komunikasi pemasaran (IMC) memiliki pengaruh terhadap brand equity. Ha: Integrasi komunikasi pemasaran (IMC) tidak memiliki pengaruh terhadap brand equity. 28 2.6 Hubungan Antara Variabel 2.6.1 Market Orientation dan Brand Orientation Mulyanegara (2010, p16) mengutip pernyataan Urde (1999, p118) dalam International Journal of Business and Management bahwa menjadi perusahaan yang berorientasi merek adalah kelebihan dari orientasi pemasaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan yang sudah melakukan orientasi pasar dengan baik, maka secara otomatis perusahaan tersebut akan menjadi perusahaan yang berorientasi merek. Reid dkk. (2005, p18) dalam Journal of Advertising menunjukkan suatu model konseptual yang menjelaskan hubungan market orientation dan brand orientation bahwa semakin tinggi tingkat market orientation, maka semakin tinggi pula tingkat brand orientation, begitu pula sebaliknya. 2.6.2 Hubungan Market Orientation dan IMC Hubungan utama antara market orientation dan IMC adalah melalui koordinasi interfungsional. Pada dasarnya, untuk mensukseskan orientasi pasar yang dilakukan perusahaan, perusahaan perlu melakukan usaha untuk memastikan sumber daya yang ada di seluruh departemen secara optimal menciptakan nilai pada konsumen. Reid dkk. (2005, p15) dalam Journal of Advertising menjelaskan bahwa hubungan IMC dan market orientation melalui koordinasi interfungsional bersifat konsisten dengan internal marketing. Market orientation memiliki kontribusi utama sebagai dasar dari mengimplentasikan strategi IMC perusahaan atau mengkomunikasikan merek aatau produk perusahaan kepada konsumen. 2.6.3 Hubungan Brand Orientation dan IMC Reid dkk. (2005, p16) dalam Journal of Advertising menjelaskan bahwa hubungan antara brand orientation dan IMC terletak pada perkembangan brand identity. Untuk menciptakan brand identity yang sukses, perusahaan perlu untuk memastikan bahwa pesan merek disampaikan dengan strategi yang tepat, dengan melakukan singkronisasi komunikasi diidentifikasikan sebagai salah satu aspek proses orientasi merek yang 29 penting. Pesan merek yang konsisten telah diidentifikasikan mejadi salah satu kunci penentu sukses brand orientation oleh beberapa penulis seperti Aaker, Urde, dan Chernatony dan Segal Horn. Selain dalam mengembangkan suatu brand identity, hubungan antara brand orientation dan IMC dapat terletak pada keunikan merek, dan nilai merek. Dengan dasar orientasi merek perusahaan dapat memunentukan strategi yang tepat mengimplementasikan dalam IMC mgnkomunikasikan perusahaan dapat pesannya. Dengan memutuskan alat-alat pemasaran dan komunikasi yang akan di gunakan dan diintegrasikan, bagaimana pesan merek disampaikan, dan kepada segmen konsumen mana pesan ini disampaikan. 2.6.4 Hubungan IMC dan Brand Equity Brunello (2013, p11) dalam International Journal of Communication Research menyatakan bahwa dampak konspetual IMC adalah sebuah “kontak”. Suatu kontak merupakan informasi yang dimiliki atau pengalaman konsumen dengan merek. Kontak-kontak yang dilakukan konsumen dengan merek tersebut dapat secara potensial mempengaruhi ekuitas merek perusahaan. Brunello (2013, p11) juga mengutip pernyataan Keller yang mempertimbangkan bahwa konsumen juga dapat memiliki kontak dengan merek melalui komunikasi yang dikontrol oleh pemasar, seperti media iklan, respon langsung dan interactive advertising, place advertising, point-ofpurchase advertising, trade promotions, consumer promotions, event marketing dan sponsorship, dan banyak alternative komunikasi lainnya. Tujuan komunikasi pemasaran yang terpenting adalah untuk menciptakan brand equity. IMC, dengan sinergi dalam bermacam-macam alat komunikasi sebagai konsep dasarnya, memiliki potensial untuk menciptakan efek persuasif dalam kontak merek dengan konsumen. 30 2.7 Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan peneliti dalam menyusun penelitian ini maka pada sub bab ini akan menjelaskan mengenai penelitian terdahulu yang relevan sesuai dengan jenis variabel yang akan diteliti yaitu hubungan Market Orientation, Brand Orientation, dan IMC terhadap Brand Equity. Berikut penelitian-penelitian tersebut: 1) Dr. Riza Casidy Mulyanegara (2010) dalam penelitian yang berjudul “Market Orientation and Brand Orientation from Customer Perspective an Empirical Examination in the Non-profit Sector”. Dampak orientasi pasar dan orientasi merek dalam kinerja perusahaan telah diketahui dengan baik dalam pembahasan di dalam literatur. Dalam sektor non-profit, orientasi pasar ditemukan memiliki hubungan dengan orientasi merek dan mempengaruhi kinerja perusahaan. 2) Adrian Brunello (2013) dalam penelitian yang berjudul “The Relationship Between Integrated Marketing Communication and Brand Equity”. Penelitian ini fokus pada pentingnya komunikasi pemasaran baik untuk konsumen dan perusahaan. Saat ini mengimplementasikan strategi IMC memainkan suatu peran dalam membujuk konsumen untuk membeli produk atau jasa perusahaan. Tetapi IMC memiliki lebih banyak nilai signifikan: IMC berkontribusi pada pengembangan suatu ekuitas merek perusahaan. 3) Amir Grinstein (2008) dengan penelitian yang berjudul “The Relationship Between Market Orientation and Alternative Strategic Orientations”. Salah satu penemuan di dalam literatur pemasaran adalah orientasi pasar yang memiliki kontribusi pada kinerja perusahaan. Penelitian ini mengunakan suatu prosedur meta-analysis untuk menemukan hasil empiris dalam hubungan antara orientasi pasar dan inovasi, pembelajaran, entrepreneurial, dan orientasi karyawan. 4) Ho Yin Wong dan Bill Merrilees (2008) dengan penelitian yang berjudul “The Performance Benefits of Being Brand-Orientated”. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi sifat dan besarnya potensi manfaat yang mendukung perusahaan yang memiliki tingkat orientasi merek yang tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan menggunakan sampel sebanyak 400 responden. Suatu model konseptual yang menhubungkan orientasi merek dan kinerja perusahaan dikembangkan dan dites. 31 5) Sohyun Shin (2012) dengan penelitian yang berjudul “Decomposed Approach of Market Orientation and Marketing Mix Capability: Research on Their Relationship with Firm Performance in the Korean Context”. Pendapat bahwa orientasi pasar memberikan perusahaan suatu sumber manfaat kompetitif telah diterima sejak dampak orientasi pasar pada kinerja bisnis telah diteliti secara ekstensif dan banyak penelitian telah memberikan konsirmasi hubungan afirmatif tersebut.