Rudi Hariawan - FIP | IKIP Mataram

advertisement
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
MEMBINA ETOS MENGAJAR PROFESIONAL GURU
DENGAN SUPERVISI AKADEMIK
Rudi Hariawan
(Dosen Program Studi Administrasi Pendidikan FIP IKIP Mataram)
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Membina etos mengajar profesional guru dengan
supervisi pengajaran yang tepat.
Kata Kunci: Etos Mengajar Profesionalisme Guru, Supervisi Akademik
PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya
adalah usaha sadar manusia untuk
mengembangkan kepribadian di dalam
maupun di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karenanya agar
pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh
rakyat sesuai dengan kemampuan
masing-masing
individu,
maka
pendidikan adalah tanggung jawab
keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Dunia pendidikan dewasa ini
sedang menghadapi tantangan yang
sangat besar, dilihat dari dimensi global
dimana persaingan kualitas menjadi
kebutuhan utama diera globalisasi.
Dalam konteks pembangunan sektor
pendidikan, guru merupakan pemegang
peran yang amat sentral dalam proses
pendidikan.
Karena
itu,
upaya
meningkatkan profesionalisme adalah
suatu keharusan.
Guru profesional merupakan
salah satu faktor terpenting dalam
pendidikan. Apapun kurikulum yang
berlaku dan seperti apapun sarana atau
prasarana pendidikan yang ada, akhirnya
gurulah
yang
menerapkan
dan
menggunakannya disekolah. Dikatakan
oleh Samani (2010) bahwa kurikulum
yang bagus yang ditangani guru yang
tidak profesional tidak akan maksimal.
Salah satu indikator rendahnya
kulitas pendidikan di Indonesia adalah
rendahnya kualitas guru. Kebanyakan
guru belum memiliki profesionalisme
yang memadai untuk menjalankan
tugasnya sebagaimana disebut dalam
pasal 39 Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional,
yaitu
merencanakan
pembelajaran,
melaksanakan
pembelajaran,
menilai
hasil
pembelajaran,
melakukan
pembimbingan, melakukan pelatihan,
dan melakukan pengabdian.
Dinyatakan dalam Undangundang Nomor 14 Tahun 2004 tentang
Guru dan Dosen disebutkan guru diakui
sebagai profesi dan diharapkan guru
dapat bekerja secara profesional. Lebih
lanjut dalam Pada pasal 1 butir 1
menyebutkan bahawa guru merupakan
pendidik profesional dengan tugas
Halaman | 1
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
utama,
mendidik,
mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah (UUDG
No.14/2004).
Jadi sebagai profesional, guru
harus memiliki keahlian, kemahiran
kecakapan, sesuai dengan standar mutu
tertentu dan oleh karena itu mendapatkan
penghasilan sebagai sumber kehidupan.
Disamping itu Sebagai guru yang
profesional, guru yang mencintai
pekerjaanya sehingga bekerja dengan
sepenuh hati, selalu memunculkan
gagasan baru dan komitmen (Samani,
2010). Dengan kata lain guru profesional
harus memahami tujuan pendidikan,
memiliki keahlian untuk mewujudkan
melalui proses pembelajaran dan
mencintai pekerjaannya sebagai guru,
sehingga
selalu
bekerja
dengan
komitmen sepenuh hati.
Profesionalisme seorang guru
tidak bersifat permanen akan tetapi terus
mengalami perubahan. Dengan kata lain,
profesionalisme tidak dapat ditentukan
oleh lembaran sertifikasi pada saat ini
saja, guru harus secara terus menerus
melaksanakan peran sebagai pendidik,
melakukan
pengembangan
untuk
meningkatkan kualitas mengajarnya, dan
melakuakan pengabdian atas ilmu
pengetahuan yang dimiliki kepada
masyarakat.
Memelihara
profesionalitas
untuk dapat menumbuhkan semangat
kerja dan produktifitas
yang tinggi
dalam mengajar bukan hanya tanggung
jawab individu guru yang bersangkutan
tetapi
merupakan
tanggungjawab
lembaga dalam hal ini kepala sekolah
harus melakukan tindakan nyata secara
terorganisir dan sistematis untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan
pendidikan
yang
termaktub dalam Undang-Undang nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem
pendidikan nasional menyebutkan, yaitu
mengembangkan peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga
bangsa
yang
demokratis
serta
bertanggung jawab.
Guru yang memiliki Etos
mengajar yang tinggi akan senantiasa
memberikan kesempatan kepada siswa
belajar dengan berbagai macam sumber
belajar dan membangun makna belajar
melalui interaksi sosial maupun personal
serta
menginternalisasi
dan
menerapakannya
dalam
kehidupan
sehari-hari (Hariawan, 2009). Etos
mengajar guru yang tinggi dapat ditandai
dengan terbentuknya profesionalisme
guru dalam mengajar, bersemangat,
penuh kenyakinan dan keberanian dalam
bekerja, serta
akan senantiasa
menunjukan produktifitas mengajarnya
di kelas.
Terbinanya
guru
yang
profesional dengan etos kerja yang tinggi
merupakan perwujudan dari peran
supervisor dalam membina, melayani
Halaman | 2
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
dan
membantu
memecahkan
permasalahan yang dihadapai guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
Peningkatan prestasi belajar siswa merupakan keberhasilan guru dalam
mengajar dan secara tidak langsung merupakan keberhasilan dalam pelaksanaan
supervisi di sekolah, yang dapat digambarkan sebagai berikut;
Gambar 1. Bagan Proses Supervisi Pengajaran
PEMBAHASAN
SUPERVISI PENGAJARAN
Pendidikan melihat bahwa,
tidak ada siswa yang bodoh, melainkan
gurunya yang tidak bisa mengajar, tidak
ada guru yang tidak bisa mengajar
dengan baik, melainkan kepala sekolah
yang tidak dapat membina guru-gurunya.
Membangun etos mengajar guru yaitu
terbentukya semangat prefesional dan
produktifitas mengajar yang tinggi dari
seorang guru dalam peningkatan dan
perbaikan proses belajar mengajar yang
berpengaruh terhadap perubahan prilaku
dan prestasi belajar siswa.
Supervisi pengajaran adalah
bantuan yang diberikan kepada guru
untuk memperbaiki dan meningkatkan
proses belajar-mengajar yang bertujuan
untuk peningkatan tujuan pendidikan.
Menurut Mantja (2010) pembinaan guru
adalah rangkaian usaha pemberian
bantuan kepada guru, terutama wujud
bantuan pelayanan profesional, yang
dilakukan oleh kepala sekolah, penilik,
pengawas, dan pembina lainnya untuk
meningkatkan
prosesnya
belajar
mengajar. Supervisi atau pembinaan
profesional adalah bantuan atau layanan
yang diberikan kepada guru agar guru
belajar bagaimana mengembangkan
kemampuannya untuk menigkatkan
proses belajar-mengajar dikelas. Program
peningkatan
profesionalisme
guru
dilakuakan
melalui
pengembangan
kompetensi guru dan kualifikasi tenaga
guru. Kepala sekolah memfasilitasi guru
melakukan penelitian tindakan kelas
untuk
memperbaiki
pembelajaran.
Keterlibatan guru senior dalam supervisi
membantu guru memecahkan secara
terbuka (Sobri, 2009).
a. Pengertian Supervisi
Orang yang melakukan supervisi disebut
supervisor. Dalam lembaga pendidikan
disebut dengan supervisi pendidikan.
Pengertian supervisi pendidikan pada
umumnya mengacu kepada usaha
perbaikan situasi mengajar. Akan tetapi
nampaknya masih terdapat banyak
keragaman pendapat dalam menafsirkan
istilah tersebut. Hal tersebut akan
Halaman | 3
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
membawa implikasi yang berbeda pula
dalam pelaksanaanya.
Para ahli dalam bidang administrasi
pendidikan memberikan kesepakatan
bahwa supervisi pendidikan merupakan
disiplin ilmu yang memfokuskan diri
pada pengkajian peningkatan situasi
belajar-mengajar,
seperti
yang
diungkapkan oleh (Gregorio, 1966,
Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni,
1993 dan Gregg Miller, 2003, Mantja,
2010). Hal ini diungkapkan pula dalam
tulisan
Asosiasi
Supervisi
dan
Pengembangan Kurikulum di Amerika
(Association for Supervision and
Curriculum Development, 1987:129)
yang menyebutkan sebagai berikut:
Almost all writers agree that the primary
focus in educational supervision is-and
should be-the improvement of teaching
and learning. The term instructional
supervision is widely used in the
literature of embody all effort to those
ends. Some writers use the term
instructional supervision synonymously
with general supervision.
Supervisi yang dilakukan oleh
pengawas satuan pendidikan, tentu
memiliki misi yang berbeda dengan
supervisi oleh kepala sekolah. Dalam hal
ini supervisi lebih ditujukan untuk
memberikan pelayanan kepada kepala
sekolah dalam melakukan pengelolaan
kelembagaan secara efektif dan efisien
serta
mengembangkan
mutu
kelembagaan pendidikan.
b. Fungsi dan Tujuan Supervisi
Gregorio
(1966,
Mantja,
2010)
mengemukakan bahwa ada lima fungsi
utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi,
penelitian, pelatihan, bimbingan dan
penilaian. Fungsi inspeksi antara lain
berperan dalam mempelajari keadaan
dan kondisi sekolah, dan pada lembaga
terkait, maka tugas seorang supevisor
antara lain berperan dalam melakukan
penelitian mengenai keadaan sekolah
secara keseluruhan baik pada guru,
siswa, kurikulum tujuan belajar maupun
metode mengajar, dan sasaran inspeksi
adalah menemukan permasalahan dengan
cara melakukan observasi, interview,
angket, pertemuan-pertemuan dan daftar
isian
Tujuan
supervisi
akademik
adalah membantu guru mengembangkan
kemampuannya
mencapai
tujuan
pembelajaran yang dicanangkan bagi
murid-muridnya (Glickman, 1981).
Melalui supervisi akademik diharapkan
kualitas akademik yang dilakukan oleh
guru semakin meningkat (Neagley,
1980).
Pengembangan
kemampuan
dalam konteks ini janganlah ditafsirkan
secara sempit, semata-mata ditekankan
pada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan mengajar guru, melainkan
juga pada peningkatan komitmen
(commitmen) atau kemauan (willingness)
atau motivasi (motivation) guru, sebab
dengan meningkatkan kemampuan dan
motivasi
kerja
guru,
kualitas
pembelajaran
akan
meningkat.
Sedangkang menurut Sergiovanni (1987)
ada tiga tujuan supervisi akademik
sebagaimana dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Halaman | 4
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Gambar 2. Tiga Tujuan Supervisi
1. Supervisi
akademik
diselenggarakan dengan maksud
membantu guru mengembangkan
kemampuannya profesionalnnya
dalam
memahami
akademik,
kehidupan kelas, mengembangkan
keterampilan mengajarnya dan
menggunakan
kemampuannya
melalui teknik-teknik tertentu.
2. Supervisi
akademik
diselenggarakan dengan maksud
untuk memonitor kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Kegiatan
memonitor ini bisa dilakukan
melalui kunjungan kepala sekolah
ke kelas-kelas di saat guru sedang
mengajar, percakapan pribadi
dengan guru, teman sejawatnya,
maupun dengan sebagian muridmuridnya.
3. Supervisi
akademik
diselenggarakan untuk mendorong
guru menerapkan kemampuannya
dalam melaksanakan tugas-tugas
mengajarnya, mendorong guru
mengembangkan kemampuannya
sendiri, serta mendorong guru agar
ia memiliki perhatian yang
sungguh-sungguh
(commitment)
terhadap tugas dan tanggung
jawabnya
Menurut Alfonso, Firth, dan
Neville (1981) Supervisi akademik
yang baik adalah supervisi akademik
yang mampu berfungsi mencapai
multitujuan tersebut di atas. Tidak ada
keberhasilan bagi supervisi akademik
jika hanya memerhatikan salah satu
tujuan
tertentu
dengan
mengesampingkan tujuan lainnya.
Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan
inilah supervisi akademik akan
berfungsi mengubah perilaku mengajar
guru. Pada gilirannya nanti perubahan
perilaku guru ke arah yang lebih
berkualitas
akan
menimbulkan
perilaku belajar murid yang lebih baik.
Alfonso, Firth, dan Neville (1981)
menggambarkan sistem pengaruh
perilaku
supervisi
akademik
sebagaimana tergambar dibawah ini:
Gambar 3. Sistem Fungsi Supervisi
Akademik
Gambar tersebut memperjelas
kita dalam memahami sistem pengaruh
perilaku supervisi akademik. Perilaku
supervisi akademik secara langsung
berhubungan
dan
berpengaruh
terhadap perilaku guru. Ini berarti,
melalui supervisi akademik, supervisor
Halaman | 5
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
mempengaruhi perilaku mengajar guru
sehingga perilakunya semakin baik
dalam mengelola proses belajar
mengajar.
Selanjutnya
perilaku
mengajar guru yang baik itu akan
mempengaruhi perilaku belajar murid.
Dengan demikian, bisa disimpulkan
bahwa tujuan akhir supervisi akademik
adalah terbinanya perilaku belajar
murid yang lebih baik.
Ada empat kompetensi guru
yang harus dikembangkan melalui
supervisi akademik, yaitu yaitu
kompetensi-kompetensi kepribadian,
pedagogik, professional, dan sosial.
Aspek substansi pertama dan kedua
merepresentasikan nilai, keyakinan,
dan teori yang dipegang oleh guru
tentang
hakikat
pengetahuan,
bagaimana
murid-murid
belajar,
penciptaan hubungan guru dan murid,
dan faktor lainnya. Aspek ketiga
berkaitan dengan seberapa luas
pengetahuan guru tentang materi atau
bahan pelajaran pada bidang studi
yang diajarkannya.
Kedua, apa yang disebut
dengan professional development
competency areas (yang selanjutnya
akan
disebut
dengan
aspek
kompetensi). Aspek ini menunjuk pada
luasnya setiap aspek substansi. Guru
tidak
berbeda
dengan
kasus
profesional
lainnya.
Ia
harus
mengetahui bagaimana mengerjakan
(know how to do) tugas-tugasnya. Ia
harus memiliki pengetahuan tentang
bagaimana
merumuskan
tujuan
akademik, murid-muridnya, materi
pelajaran, dan teknik akademik.
Tetapi, mengetahui dan memahami
keempat aspek substansi ini belumlah
cukup. Seorang guru harus mampu
menerapkan
pengetahuan
dan
pemahamannya. Dengan kata lain, ia
harus bisa mengerjakan (can do).
Selanjutnya, seorang guru harus mau
mengerjakan (will do) tugas-tugas
berdasarkan
kemampuan
yang
dimilikinya. Percumalah pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki oleh
seorang guru, apabila ia tidak mau
mengerjakan tugas-tugasnya dengan
sebaik-baiknya. Akhirnya seorang
guru harus mau mengembangkan (will
grow) kemampuan dirinya sendiri.
Sedangkan bilamana merujuk
kepada Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,
ada empat kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru dan harus
dijadikan perhatian pengawas dalam
melakukan supervisi akademik, yaitu
kompetensi-kompetensi kepribadian,
pedagogik, professional, dan sosial.
Supervisi akademik yang baik adalah
supervisi yang mampu menghantarkan
guru-guru menjadi semakin kompeten.
ETOS MENGAJAR
Sumber daya manusia yang
mempunyai etos kerja yang tinggi,
terlatih dan terampil dalam sebuah
organisasi dapat melakukan pelatihan
dan bimbingan bagi sumberdaya
manusianya (Tampubolon, 2008).
Halaman | 6
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Hanya saja untuk menghasilkan
kinerja dan prestasi kerja yang tinggi
seorang karyawan tidak hanya perlu
memiliki keterampilan, tetapi juga
harus
memiliki
keinginan
dan
kegairahan untuk berprestasi tinggi
karena berkembang tidaknya suatu
organiasi sangat ditentukan oleh
anggota personil dari organiasi itu
sendiri.
Memahami
tugas
dan
tanggung jawab kepala sekolah
sebagai
supervisor
akan
mempengaruhi
prilakunya
dalam
membimbing guru menuju kearah
profesional yaitu terbentuknya etos
mengajar
guru
dalam
rangka
memperbaiki dan meningkatkan proses
pembelajaran. Hubungan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4. Proses Membangun Etos Mengajar
Profesional Guru
Guru yang memiliki etos
mengajar yang tinggi, profesional,
bersemangat, penuh keyakinan dan
keberanian dalam bekerja akan
senantiasa menyelenggarakan proses
belajar mengajar dengan baik,
sehingga prestasi
belajar
yang
diperoleh siswa semakin meningkat.
Sebaliknya guru yang memiliki etos
kerja
yang
rendah,
kurang
bersemangat, lemah, cepat mengeluh,
dan kurang mempunyai kemampuan
dan tidak menguasai keterampilan
mengajar akan mengakibatkan prestasi
belajar yang diraih siswa akan
mengalami penurunan.
a. Pengertian Etos
Istilah Inggris ethos diartikan sebagai
watak atau semangat fundamental
suatu budaya, berbagai ungkapan yang
menunjukan kepercayaan, kebiasaan,
atau
prilaku
suatu
kelompok
masyarakat
(Ndraha.1997:91).
Pendapat lain menyatakan bahwa Etos
adalah pandangan hidup yang khas
dari suatu golongan sosial. Sedangkan
etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan kenyakinan
seseorang atau suatu kelompok dalam
kehidupannya
(Khasanah,2004;8).
Sedanggkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia “Etos” berarti
pandangan hidup yang khas dari suatu
golongan sosial, sedangkan “etos
kerja” diartikan sebagai semangat
kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu
kelompok.
b. Fungsi dan tujuan
Etos Mengajar guru bertujuan agar
guru
berusaha
dan
mampu
menciptakan situasi belajar-mengajar
dikelas yang
lebih kondusif dan
menyenangkan sebagai wujud dari
guru yang profesional, dengan sistuasi
tersebut, maka siswa akan lebih
Halaman | 7
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
bersemangat
mengikuti
proses
pembelajaran yang kemudian akan
berdampak positif pada perubahan
prilaku dan prestasi belajar siswa.
c. Ciri-ciri Etos Mengajar
Sesorang yang memiliki etos kerja
yang tinggi, apabila menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mempunyai penilaian yang sangat
positif terhadap hasil kerja manusia
b. Menempatkan pandangan tentang
kerja sebagai suatu hal yang amat
luhur bagi eksistensi manusia
c. Kerja dirasakan sebagai aktivitas
yang bermakna bagi kehidupan
manusia
d. Kerja dihayati sebagai suatu proses
yang membutuhkan ketekunan dan
sekaligus sarana yang paling
penting dalam mewujudkan citacita
e. Kerja dilakukan sebagai bentuk
ibadah.
Etsos kerja yang dimiliki oleh seorang
guru atau keleompok masyarakat akan
menjadi sumber motivasi bagi
perbuatannya, sehingga menjadikan
dirinya sebagai orang selalu menjaga
profesionalitasnya.
Dari
hasil
penelitian menunjukan tentang faktor
etos kerja pegawai memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap
kinerja pegawai (Tampubolon, 2008)
PENGEMBANGAN
PROFESIONAL GURU DENGAN
SUPERVISI AKADEMIK
Kompetensi supervisor merupakan
seperangkat
pengetahuan,
keterampilan dan prilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
seorang supervisor. Kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang supervisor
yang
melaksanakan
tugas
dan
tanggung jawabnya di sekolah.
Proses belajar mengajar yang
dilaksanakan oleh guru sebagai sentral
dari
segala
aktivitas
sekolah.
Supervisor (kepala sekolah) hendaknya
melakuakan pembinaan, bantuan,
layanan, dan perbaikan cara mengajar
guru secara terus menerus.
Masalah yang dihadapi oleh
para guru berbeda-beda satu diantara
lainnya, karenanya Gulickman (1981)
membagi guru kedalam 4 (empat)
kelompok sesuai dengan tingkat
abstraksi dan tingkat komitmenya,
yang dapat digambarkan sebagai
berikut.
Halaman | 8
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Gambar 5. Kuadran Pengembangan Guru (Gulickman, 1981)
Kuadaran I guru yang dropout
(Teacher Dropout) merupakan guru
yang mempunyai tingkat komitmen
dan tingkat abstraksi yang rendah. Ia
dapat dikategorikan sebagai guru yang
kurang bermutu (dropout). Ciricirinya, anatara lain (1) dalam
menjalankan tugas hanya berusaha
sampai batas minimal; (2) memiliki
sedikit
sekali
motivasi
untuk
meningkatkan kompetensinya; (3) ia
tidak dapat memikirkan perbaikan apa
yang harus dilakukan; dan (4) puas
dengan melakukan tugas rutin yang
dilaksanakan dari hari kehari. Maka
prilaku seorang supervisor harus
melakukan
supervisi
dengan
pendekatan direktif.
Kuadran II pekerja yang tidak
terfokus, guru yang semacam ini
memiliki tingkat komitmen yang tinggi
tetapi
kemampuan
abstraksinya
rendah. Ciri-cirinya, antara lain:
memiliki antusias yang tinggi, energik
dan penuh kemauan, ia juga pekerja
keras dan biasanya meninggalkan
sekolah dengan membawa pekerjaan-
pekerjaan yang telah diatur untuk
dikerjakan dirumah. Tetapi tujuan
yang baik tersebut terhalang oleh
kemampuan guru untuk menyelesaikan
persoalan
dan
jarang
sekali
melaksanakan sesuatu secara realitas.
Pendektan supervisi yang sesuai yang
harus dilakukan oleh supervisor adalah
pendekatan
kolaboratif-direktif
(collaboratitive –direction).
Kuadaran III pengamat yang
analitik (analitical Observer) adalah
guru yang memiliki tingkat komitmen
yang rendah tetapi kemampuan
berfikir abstraksinya tinggi. Ciricirinya antara lain: mempunyai
inteligensi yang tinggi, mampu
memberikan gagasan yang baik
tentang apa yang dapat dilakukan di
kelasnya bahkan sekolah sebagai suatu
keseluruhan. Ia dapat membahas isuisu dan dapat memikirkan langkah
demi langkag terhadap apa yang
membuat kesuksesan bagi pelaksana
ide-idenya itu, akan tetapi sering tidak
sampai terlaksna karena meskipun ia
tahu apa yang perlu dikerjakan namun
Halaman | 9
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
tidak mau menyediakan waktu, tenaga,
dan perhatian yang diperlukan untuk
melaksnakan rencanya-rencanya itu.
Prilaku seorang supervisor dapat
menggunakan orientasi pendekatan
kolaboratif-Negosiasi (collaborativenegosiation).
Kuadaran IV Guru yang
profesional
(Professional),
guru
memiliki tingkat komitmen dan
abstraksi yang tinggi. Ia benar-benar
profesional, bersedia secara terus
menerus meningkatkan dirinya sendiri,
murid-muridnya maupun teman guru
lainnya. Orintasi supervisi yang tepat
untuk guru tersebut adalah pendekatan
nondirektif (non-directive).
Empat
kuadran
pengembangan
guru
berdasarkan
komitemen dan abstraksinya dan
menentukan pendekatan supervisi yang
sesuai atau tepat. Pendekatan direktif,
kolaboratif dan non-direktif bertujuan
untuk mengantarkan guru kearah
profesional. Namun demikian sorang
guru tidak selamnya berada pada satu
kuadran
saja,
melainkan
akan
mengalami perubahan, karenanya
seorang supervisor harus lebih cermat
melihat
permasalahan
guru
disekolahnya,
sehingga
dapat
menentukan orientasi pendekatan
supervisi yang sesuai.
KESIMPULAN
Guru profesional merupakan
salah satu faktor terpenting dalam
pendidikan, karena apapun kurikulum
yang berlaku dan seperti apapun sarana
atau prasarana pendidikan yang ada,
akhirnya gurulah yang menerapkan
dan
menggunakannya
disekolah.
Tetapi
perlu
diingat
bahwa
profesionalisme guru tidak bersifat
permanen akan tetapi terus mengalami
perubahan.
Untuk
dapat
dapat
memelihara profesionalisme harus
melakukan tindakan nyata secara
terorganisir dan sistematis dalam
mencapai
tujuan
pendidikan.
Terbinanya guru yang profesional
dengan etos kerja yang tinggi
merupakan perwujudan dari peran
supervisor dalam membina, melayani
dan
membantu
memecahkan
permasalahan yang dihadapai guru
dalam
melaksanakan
proses
pembelajaran.
Etos
mengajar
profesionalisme
guru
diharapkan
mampu
menerapkan
pendidikan
berbasis karakter dengan semangat
yang tinggi penuh keyakinan dan
keberanian dalam menyelenggarakan
proses belajar mengajar dengan baik
untuk
menanamkan
nilai-nilai
karakter,
sehingga
para
siswa
mengalami perubahan prilaku yang
sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville,
R.F.1981.
Instructional
Supervision, A Behavior
Halaman | 10
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
System, Boston: Allyn and
Bacon, Inc.
Baswardono, Dono. 2010. Conference
Proceding:
Pendidikan
Karakter
Di
Rumah.
Universitas Negeri Malang
Gulickman,
C.
D.
1981.
Developmental Supervision:
Alternatif pratice for helping
Teachers improve Instruction.
Virginia: ASD
Khasanah, U. 2004. Etos Kerja
:Sarana
Menuju
Puncak
Prestasi.
Yogyakarta:
Harapan Utama.
Mantja, W. 2000. Bahan Ajar: Model
Pembinaan/Supervisi
Pengajaran.
(Bagi
S2
Manajemen Pendidikan PPs
UM). Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Malang.
Mantja, W. 2010. Profesionalisasi
Tenaga
Kependidikan:
Manajemen Pendidikan dan
Supervisi
Pengajaran.
Malang: Elang Emas.
Megawangi, Ratna & Wahyu Farrah
Dina, M.Sc. 2010. Conference
Proceding:
Pengmbangan
Pendidikan
Karakter
di
Sekolah Untuk Mencegah
berkembangnya
Prilaku
Kekerasan, Perusakan Diri
dan Lingkungan dan Korupsi.
Universitas Negeri Malang
Muslim, Sri Banun. 2009. Supervisi
Pendidikan
Meningkatkan
Kualitas
Prefesionalisme
Guru. Bandung : Alfabeta
Hariawan, Rudi. 2009. Korelasi
Antara Etos Mengajar Guru
Dengan Prestasi Belajar
Siswa Bidang Studi Bahasa
Indonesia di SMP Negeri seKota
Mataram
Tahun
Pelajaran 2008/2009. Skripsi
yang tidak dipublikasikan.
IKIP Mataram
Samani, Mukhlas. 2010. Isi dan
Format Ilmiah. Makalah yang
disampaikan dalam seminar
merekonstruksi
sistem
pendidikan Kholistik berbasis
Keindonesian: Mencari Sosok
Guru profesional. Majalah
Cerdas edisi 05/Maret-April
2010
Sergiovanni,
T.J.
1987.
The
Principalship, A Reflective
Practice Perspective. Boston:
Allyn and Bacon
Sobri, Ahmad Yusuf. 2009. Isi dan
format jurnal ilmiah. Peran
kepala
sekolah
dalam
meningkatkan
kualitas
pembelajaran.
Journal
Manajemen
Pendidikan,
volume 23, Nomor 1, Maret
2009. AP FIP Universitas
Negeri Malang.
TIM Dosen Administrasi Pendidikan
Univesitas
Pendidikan
Indonesia.
(2009).
Manajemen
Pendidikan.
Bandung : Alfabeta
Halaman | 11
Jurnal Paedagogy
Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014
Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
Tampubolon, B. D. 2008. Isi dan
format jurnal ilmiah. Analisis
faktor Gaya Kepemimpinan
dan faktor etos kerja terhadap
kinerja
pegawai
pada
organiasi
yang
telah
menerapkan SNI 19-90012001, Puslitbang BSN
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung : Fokus
Media.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen
Usman, Husaini. 2009. Manajemen:
Teori, Praktik, dan Riset
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Halaman | 12
Download