H UMANIORA JUMAT, 29 APRIL 2011 25 Pornograļ¬, Candu Perusak Otak Anak yang kecanduan pornografi akan tumbuh menjadi orang yang lebih rentan terhadap penyakit mental. ENI KARTINAH B AHAYA pornografi tidaklah main-main, terlebih bagi anak-anak yang sedang dalam ma sa bertumbuh kembang. Dengan sifatnya yang dapat menimbulkan kecanduan, pornografi mampu merusak otak anak. Ahli bedah saraf Amerika, dr Donald Hilton Jr, pernah me maparkan hasil risetnya yang menyatakan pornografi adalah penyakit. Pornografi mengubah struktur dan fungsi otak alias merusak otak. “Jika adiksi narkoba merusak tiga bagian otak, adiksi pornografi merusak lima bagian otak,” ujar Donald pada diskusi bahaya pornografi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Kelima bagian otak itu ada- lah orbitofrontal, mindfrontal, insula hippocampus temporal, nucleus accumbens patumen, dan cingulate serta cerebellum. Hal senada juga diungkapkan psikiater dr Elisa Tandiono SpJK. “Sama seperti pengaruh narkotika terhadap otak, paparan atas pornografi membuat beberapa neurotransmiter (senyawa pengirim pesan antarsel saraf otak) dilepaskan dan menimbulkan kecanduan,” jelas Elisa di Jakarta, baru-baru ini. Elisa menyebut beberapa neurotransmiter yang dilepaskan di otak ketika seorang anak menikmati pornografi. Pertama dopamin yang dilepaskan dengan jumlah sama seperti pada pemakaian kokain, membangkitkan perasaan senang yang dahsyat. Berikutnya adalah norepine frin yang membuat otak mengingat hingga detail setiap adegan. Kemudian serotonin yang berefek menenangkan dan oksitsin yang memicu rasa keterikatan erat dengan adegan, seakan si anak sedang mengalaminya sendiri. Pelepasan zat-zat itu menimbulkan kepuasan bagi si anak. Namun, setelah beberapa saat kepuasan itu berkurang dan anak menjadi bosan. Anak akan ANTI PORNOGRAFI: Sejumlah pelajar baru SMP Plus Assalaam melakukan aksi simpatik anti pornografi, di Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Kecanduan pornografi berdampak negatif antara lain, mengubah struktur dan fungsi otak. ANTARA/AGUS BEBENG terdorong mencapai kepuasan yang dahsyat seperti pada awalnya sehingga akan mencari sumber pornografi lain. “Siklus itu terus berulang hingga menyebabkan ketagihan,” kata psikiater yang berpraktik di RS Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, itu. Tak hanya itu, lanjut Elisa, cetusan neurotransmiter yang tidak alamiah tersebut mengakibatkan area korteks prefrontal otak menjadi rusak. Padahal, area itu sangat penting dan membedakan antara manusia dan makhluk hidup lainnya. Secara spesifik bagian yang terletak di bagian depan otak itu berfungsi membantu merencanakan, mengendalikan nafsu dan emosi, kemampuan ber- pikir abstrak, kemampuan memecahkan masalah kompleks, dan berperan dalam kecerdasan. Lebih baik mencegah Anak yang kecanduan pornografi berisiko mengembangkan kebiasaan seksual yang tidak sehat. Ia, misalnya, memiliki pikiran kompulsif (desakan untuk melakukan sesuatu yang akan meringankan rasa tidak nyaman akibat obsesi melihat atau melakukan adegan pornografi) dan sulit beralih pada hal lain selain seks. Jika itu berlanjut terus, anak akan tumbuh menjadi orang yang lebih rentan terhadap berbagai penyakit mental seperti depresi, gangguan bipolar, gangguan obsesif kompulsif, dan penyalahgunaan alkohol serta narkoba. Untuk memulihkan anak yang kecanduan pornografi diperlukan terapi kompleks. Itu antara lain meliputi konseling, psikoterapi berbasis kognitif dan perilaku, dan psikoedukasi tentang dampak buruk pornografi. Perlu diperhatikan, pada saat mencoba menghentikan kebiasaan tersebut tidak jarang anak akan merasa kesepian, depresi, dan cemas sehingga harus mendapat terapi tersendiri juga. “Upaya itu membutuhkan dukungan dari seluruh keluarga,” ujar Elisa. Meski upaya terapi pemulihan tersedia, Elisa mengingatkan langkah itu tidaklah mudah dan kerap kali perlu waktu panjang, bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Karena itu, langkah pencegahan harus diutamakan. “Buatlah pencegahan dengan membina hubungan yang baik dan komunikasi terbuka dengan anak sehingga mereka memahami bahaya pornografi dan mampu menghindarinya,” pungkas Elisa. (Tlc/H-2) [email protected]