I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan rongga mulut

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan rongga mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan
secara umum dan sangat mempengaruhi kualitas kehidupan. Kesehatan rongga
mulut yang optimal merupakan kondisi bebas nyeri pada rongga mulut dan wajah,
kanker mulut dan tenggorokan, infeksi rongga mulut, penyakit periodontal, gigi
berlubang, kehilangan gigi dan berbagai penyakit gigi mulut lainnya yang dapat
membatasi
kemampuan
individu dalam
melakukan aktivitas
menggigit,
mengunyah, tersenyum, bicara dan.kehidupan psikososial (WHO, 2012). Penyakit
gigi dan mulut bersifat progresif dan jika tidak dirawat dapat menimbulkan
keparahan dan bersifat irreversible, yakni jaringan yang rusak tidak dapat tumbuh
kembali (Depkes RI, 1999). Penyakit rongga mulut yang banyak diderita oleh
penduduk dunia adalah karies dan penyakit periodontal. Prevalensi penyakit
periodontal mencapai 75% dari jumlah populasi dewasa diseluruh dunia (Singh
dkk., 2010). Wahyukundari (2009) menyatakan bahwa penyakit periodontal
menduduki peringkat kedua sebagai penyakit gigi dan mulut yang menjadi
masalah di Indonesia
Penyakit periodontal merupakan kondisi peradangan pada jaringan
periodonsium yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Nield-Gehrig dkk., 2008).
Gingivitis dan periodontitis adalah dua jenis utama dari penyakit yang
menginfeksi jaringan periodontal (American Academy of Periodontology, 2004).
Gingivitis merupakan inflamasi yang terjadi pada jaringan gingiva, sedangkan
1
2
periodontitis
adalah
inflamasi
jaringan
pendukung
gigi
oleh
infeksi
mikroorganisme spesifik yang menyebabkan kerusakan secara progresif dari
ligamen periodontal dan tulang alveolar disertai poket periodontal dan resesi
gingiva. Periodontitis disebabkan oleh 90% bakteri anaerob dan 75% dari bakteri
gram negatif (Newman dkk., 2006).
Rongga mulut manusia mengandung lebih dari 300 jenis bakteri, namun dari
sekian banyak jenis bakteri yang terdapat di dalam rongga mulut hanya sedikit
jumlah bakteri yang memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan di rongga
mulut (Wilson dan Kornman,, 2003). Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan rongga mulut adalah bakteri Porphyromonas gingivalis.
Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan agen penyebab utama pada tahap
inisiasi dan perkembangan dari penyakit periodontal. Populasi Porphyromonas
gingivalis meningkat pada periodontitis (Nield-Gehrig dkk., 2008). Bakteri ini
memproduksi beberapa faktor virulensi, seperti protease yang berfungsi merusak
imunoglobulin, hemolisin dan kolagenase (Newman dkk., 2006). Faktor-faktor
virulensi tersebut menyebabkan Porphyromonas gingivalis memiliki kemampuan
untuk memicu resorbsi tulang alveolar, merusak jaringan konektif, memicu
sekresi sitokinin dan menghambat mekanisme pertahanan inang (Wilson dan
Kornman, 2003).
Pasta gigi merupakan bahan yang digunakan untuk membersihkan dan
memoles permukaan gigi. Pasta gigi biasanya digunakan bersama-sama dengan
sikat gigi untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan gigi, serta
memberikan rasa nyaman dalam rongga mulut (Putri dkk., 2012). Menurut
3
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian RI (2011) pasta gigi
merupakan jenis kosmetik yang termasuk dalam kategori sediaan perawatan gigi
dan mulut. Kosmetik tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI sebagai
sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan,
gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampakan melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau
badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (Depkes RI, 1991). Kandungan pasta gigi secara umum terdiri atas,
bahan abrasif, air, humektan, bahan pengikat, detergen, perasa, pemanis, agen
terapeutik, agen pewarna dan preservatif (Darby dan Walsh, 2010). Fungsi utama
pasta gigi adalah menurunkan jumlah bakteri di rongga mulut, serta membawa
sejumlah agen terapeutik ke gigi dan gingiva (Okpalugo dkk., 2009; Newman
dkk., 2006). Sebagai sebuah kosmetik produk pasta gigi tidak menjalani
serangkaian uji klinik yang ketat seperti obat sebelum dipasarkan (Musdahyanti,
dkk. 2014).
Awal tahun 1900-an, sebuah produsen pasta gigi memperkenalkan produk
pasta gigi yang ditambahkan dengan berbagai zat aktif dan diklaim memiliki
aktivitas antigingivitis (Singh dkk., 2010). Zat aktif merupakan bahan tambahan
yang menimbukan efek terapeutik pada jaringan lunak dan jaringan keras.
Penambahan agen antimikroba berbahan dasar herbal maupun nonherbal dalam
pasta gigi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasta gigi dalam
mengontrol perkembangan mikroorganisme di rongga mulut (Darby dan Walsh,
2010).
4
Seiring waktu semakin banyak produsen pasta gigi yang mengklaim
produknya memberikan beberapa manfaat bagi konsumen dengan berbagai
tambahan zat aktif baik herbal maupun nonherbal yang ditambahkan. Beberapa
mengklaim dapat memberi perlindungan bagi gigi dari berbagai penyakit rongga
mulut, termasuk penyakit periodontal (Singh dkk., 2010). Klaim seperti
menurunkan perdarahan gingiva, menurunkan sensitifitas gigi, atau mengobati
periodontitis yang disertakan oleh produsen pasta gigi merupakan klaim produk
sebagai sebuat obat. Klaim tersebut tentunya harus disetujui oleh otoritas terkait
dan disertai oleh bukti untuk mendukung pernyataan atas keamanan dan
keefektifitan suau produk (Davies dkk., 2010).
Klaim atas sebuah produk harus didukung oleh informasi mengenai
produk tersebut. Klaim harus benar, valid dan tidak menyesatkan. Oleh karena itu
klaim harus didukung oleh bukti ilmiah, relevan dan jelas, seperti studi
eksperimental (Musdahyanti, dkk. 2014). Salah satu uji yang dapat dilakukan
adalah uji eksperimental mengenai kemampuan antibakteri dari berbagai produk
pasta gigi dengan zat aktif herbal maupun nonherbal dalam mempengaruhi
pertumbuhan
bakteri
penyebab
penyakit
periodontal,
yakni
bakteri
Porphyromonas gingivalis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah yang diajukan
penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan daya antibakteri antara produk
pasta gigi yang mengandung zat aktif herbal dan nonherbal terhadap pertumbuhan
bakteri penyebab penyakit periodontal Porphyromonas gingivalis?
5
C. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya tentang evaluasi terhadap pasta gigi dengan
penambahan zat aktif herbal dibandingkan dengan pasta gigi nonherbal telah
dilakukan oleh Peck dkk., (2011) melalui penelitian yang berjudul An In Vitro
Analysis of the Antimicrobial Efficacy of Herbal Toothpaste on Selected Primary
Plaque Colonizers, melakukan evaluasi terhadap kemampuan antimikroba dari 5
pasta gigi yang mengandung zat aktif herbal terhadap pertumbuhan bakteri
kolonisator pembentukan plak yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus
sanguinis dan α-haemolytics streptococcus. Yuwono dkk., (2012) dalam
penelitian yang berjudul “Efektifitas Pasta Gigi Herbal dan Nonherbal dalam
Mengurangi Akumulasi Plak”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah jenis bakteri yang digunakan yaitu bakteri Porphyromonas
gingivalis.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri antara
produk pasta gigi dengan zat aktif herbal dan nonherbal terhadap pertumbuhan
bakteri penyebab penyakit periodontal Porphyromonas gingivalis yang dilakukan
secara in vitro melalui pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi bagi masyarakat mengenai perbedaan daya antibakteri dari
produk pasta gigi dengan zat aktif herbal dan nonherbal dalam mencegah dan
6
mengobati penyakit periodontal, sebagai dasar pemilihan produk pasta gigi
untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut.
2. Sebagai sumbangan informasi dalam bidang kedokteran gigi.
Download