Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Perekonomian Indonesia pada dekade terakhir menunjukkan perkembangan
yang baik meskipun perekonomian global mengalami ketidakpastian dan banyak
negara yang masih harus berupaya keras untuk keluar dari imbas krisis ekonomi
global. Namun tak dapat dipungkiri bahwa kinerja perekonomian nasional tahun
2013 mulai melambat bila dibandingkan periode tahun 2012 (Chairil et al, 2014).
Perlambatan tersebut tidak terlepas dari situasi perekonomian global yang
masih dibayang-bayangi berbagai ketidakpastian, seperti prospek pemulihan
ekonomi di Eropa (terutama negara yang mengalami krisis utang, seperti: Yunani,
Italia, Portugal dan Spanyol) dan ancaman jurang fiskal (fiscal cliff) di Amerika
Serikat akibat perbedaan kepentingan antara pemerintahan dengan kongres terkait
strategi kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, efisiensi
pengeluaran negara untuk perlindungan sosial dan kesehatan (Obamacare), serta
batasan utang dan defisit anggaran pemerintah Amerika Serikat, yang sempat
mengakibatkan penutupan sementara aktivitas pemerintahan federal (government
shut down) (Chairil et al, 2014).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri dalam 10 tahun terakhir (20022012), sangat stabil di kisaran 5,5% ± 1% dengan pertumbuhan rata-rata sebesar
6,11%. Tingkat pertumbuhan sejak tahun 2007 hingga 2012 hampir selalu di atas
6% dengan pengecualian pada tahun 2009 (4,6%) sejalan dengan terjadinya krisis
1
2
ekonomi global akibat kegagalan sektor kredit properti (subprime mortgage crises),
dimana sebagian besar negara bahkan mengalami pertumbuhan minus. Selanjutnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2013 dari sisi pengeluaran, yakni komponen
ekspor barang dan jasa, naik sebesar 5,3% (Nashrillah, 2014).
Dalam menghadapi kondisi persaingan bisnis keadaan yang tidak menentu
sekarang ini ditambah dengan krisis perekonomian, setiap perusahaan dituntut
untuk mempersiapkan diri secara matang, profesional, fleksibel, dan tumbuh di
dalam pasar global. Oleh karena itu perusahaan diharapkan memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif yang lebih dalam berbagai aspek, seperti aspek
keuangan, aspek umum, aspek ekonomi, aspek yuridis, dan aspek kemanfaatan
(Munawir, 2007:236).
Pada masa pembangunan nasional seperti saat ini, di mana pemerintah
menekankan pada unsur pemerataan yang akan menuju pada suatu pertumbuhan
yang meningkat, maka kegiatan usaha khususnya di bidang ekonomi haruslah dapat
menunjang hal tersebut karena bidang ekonomi inilah salah satu unsur penting yang
akan dijadikan barometer keberhasilan kebijaksanaan pemerintah tersebut. Untuk
mencapai hal ini, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah memperbesar
volume usaha di bidang industri dan jasa, yaitu dengan jalan penambahan suatu
investasi baru. Hal ini seperti diketahui bersama berarti menyangkut masalah
pembelanjaan yang ada pada perusahaan atau pada badan usaha lainnya (Irawati,
2006:12).
Kenyataan ini mengharuskan perusahaan mencari dana ekstra guna
melaksanakan kebijakan investasinya. Sehingga kebijakan investasi tersebut yaitu,
3
mendapatkan dana dengan meminjam kepada pihak lain yang salah satunya adalah
lembaga keuangan seperti bank. Tujuan diadakannya lembaga keuangan adalah
untuk mengefisienkan pengalokasian tabungan kepada pihak yang memerlukan
untuk investasi, guna memudahkan perolehan dana untuk membiayai operasional
perusahaan (Irawati, 2006:12).
Bank sebagai salah satu rekan kerja pemerintah dituntut peran sertanya
untuk meyukseskan pembangunan dalam arti ikut serta membiayai proyek-proyek
pembangunan melalui pembiayaan investasi baik dalam investasi mesin, pabrik,
atau modal kerja. Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam
bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya sehari-hari
bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada masyarakat.
Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham), pemerintah,
Bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun masyarakat dalam negeri. Dana
dari pemilik bank berupa setoran modal yang dilakukan pada saat pendirian bank
(Kuncoro, 2002:68).
Peranan bank sangat berarti dalam mempengaruhi keadaan perekonomian.
Terjadinya kemelut ekonomi atau krisis moneter di Indonesia yang memuncak pada
tahun 1998 tidak terlepas dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh perbankan.
Salah satu indikator penyebab terjadinya krisis moneter akibat dari masalahmasalah yang dihadapi oleh bank terutama banyaknya kredit yang diberikan oleh
bank kepada pihak swasta yang tidak bisa dilunasi tepat waktunya baik pokok
4
pinjaman maupun bunga yang ditetapkan, piutang yang tidak tertagih ini dikenal
dengan istilah kredit macet (Kasmir, 2001).
Bank Indonesia (BI) mencatat adanya peningkatan kredit bermasalah (Non
Performing Loan/ NPL) dalam beberapa bulan terakhir. Kredit bermasalah ini
tersebar mulai dari pembayaran kredit yang tidak tepat waktu hingga pembayaran
angsuran kredit yang tidak sesuai jumlah yang ditentukan. Munculnya gejala kredit
bermasalah di sejumlah perbankan ditemukan setelah bank sentral melakukan
sejumlah exercise terhadap seluruh perbankan mulai dari Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) maupun bank-bank besar layaknya bank-bank Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Tanpa menyebutkan detil dari rasio NPL, mayoritas kenaikan rasio kredit
bermasalah bersumber dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) (Yas,
2013).
Kredit macet yang terjadi umumnya disebabkan oleh faktor manajemen
bank yang tidak tepat, faktor tersebut yaitu pengawasan kredit yang lemah, analisis
kredit yang tidak akurat, analisis laporan keuangan yang tidak cermat, bank terlalu
mengejar target, sasaran kredit yang tidak jelas dan pegawai bank yang tidak
kompeten. Kredit macet dalam jumlah yang besar secara langsung mempunyai
dampak negatif terhadap pertumbuhan kredit, karena mengakibatkan semakin
terbatasnya
dana,
dan
menimbulkan
dampak
psikologis
yang
kurang
menguntungkan bagi perusahaan (Yas, 2013).
Siamat (2004:174) menyatakan kredit bermasalah dapat diartikan sebagai
pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan
dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur. Faktor
5
eksternal tersebut misalnya krisis ekonomi yang berkepanjangan atau melemahnya
rupiah terhadap dollar yang membuat debitor kesulitan membayar cicilan kreditnya.
Kredit bermasalah sering juga disebut non performing loan yang dapat diukur dari
kolektibilitasnya. Kolektibilitas merupakan gambaran kondisi pembayaran pokok
dan bunga pinjaman serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang
ditanamkan dalam surat-surat berharga.
Kasus yang terjadi pada BJB tahun 2011 mengenai kredit macet akibat dari
pemberian kredit kepada PT. Cipta Inti Parmindo sebesar Rp 76 milyar dari Rp 250
milyar. Pinjaman sebesar Rp 250 milyar itu digunakan untuk membiayai proyek
tahun 2011, yang pendanaannya diambil dari APBN dan APBD. Suku bunga yang
ditetapkan efektif mengambang 13,25%, yang dievaluasi setiap tiga tahun. Kredit
tersebut menjadi rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/ NPL) sebesar Rp
71,118 milyar. Cipta Inti merupakan NPL terbesar kedua setelah PT. Pracino Multi
Finance sebesar Rp 73,668 milyar. Besarnya NPL tersebut merupakan NPL yang
persetujuan kreditnya sebelum adanya risk reviewer sejak September 2011,
kemudian semenjak itu NPL menjadi berkurang (Putri, 2013).
Kasus lainnya terjadi pada BJB saat penyaluran kredit ke PT. Alpindo Mitra
Baja.
Suryasnia
selaku
Pemimpin
Divisi
Corporate
Secretary
BJB
mengungkapkan, pihaknya tidak melanjutkan proses pencairan kredit kepada PT.
Alpindo yang mengajukan permohonan kredit Rp 330 milyar. Dari pengajuan Rp
330 milyar, disetujui Rp 123 milyar. Hal tersebut dikarenakan tidak memenuhi
persyaratan teknis perbankan sehingga tidak dilanjutkan prosesnya. Sebelumnya
Dedi (Ketua BAG) mengungkapkan, penyaluran kredit ke PT. Alpindo bermasalah
6
karena dilakukan tanpa analisis kredit yang memadai dan persyaratan pokok
administrasi permohonan kredit yang tidak terpenuhi (Suara Pembaruan, 2013).
Hingga tahun 2012, BJB mencatatkan NPL sebesar Rp 464,161 milyar atau
2,07% dari rata-rata NPL bank umum sebesar 2,93%. NPL BJB juga mengalami
kenaikan pada tahun 2014 menjadi 3,8%, angka ini meningkat 171 basis poin (bps)
dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang sebesar 2,1%.
Lonjakan NPL pada kuartal I-2014 terjadi di semua segmen kredit termasuk NPL
kredit komersial BJB ini naik 4,1% menjadi 11,1% (Cicilia, 2014).
Dari berbagai kasus yang terjadi, salah satu upaya yang dapat dilakukan
dalam rangka memperkecil dan menghindari terjadinya masalah kredit macet di
kemudian hari, pihak bank sudah seharusnya melakukan analisis laporan keuangan
terlebih dahulu secara tepat dan akurat terhadap pihak-pihak yang mengajukan
permohonan kredit dan terus mengevaluasi dalam rangka melakukan penilaian
kelayakan pemberian kredit tersebut. Menurut Harahap (2009:190), analisis laporan
keuangan berarti menguraikan akun-akun laporan keuangan menjadi unit informasi
yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang
mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif
maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan
lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian untuk mengetahui lebih lanjut lagi mengenai penilaian permohonan
kredit yang diberlakukan oleh PT. Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Tamansari
Bandung, maka dari itu penulis mengambil judul:
7
“Peranan
Analisis
Laporan
Keuangan
dalam
Efektivitas
Penilaian
Permohonan Kredit”. (Studi Kasus pada PT. Bank Pembangunan Daerah
Jawa Barat dan Banten (BJB) Cabang Tamansari Bandung).
1.2
Identifikasi Masalah
Informasi laporan keuangan adalah sumber utama yang umum digunakan
untuk membantu pihak bank dalam mengambil keputusan kredit. Informasi tersebut
menyangkut keadaan finansial perusahaan pada saat periode tertentu. Banyak hal
yang perlu mendapat perhatian pihak bank sebelum memutuskan untuk
memberikan persetujuan kredit, salah satunya adalah analisis laporan keuangan
yang berguna untuk memperoleh penafsiran keadaan finansial perusahaan pemohon
kredit di masa yang akan datang. Analisis laporan keuangan akan bermanfaat untuk
membandingkan apakah informasi yang dihasilkan dari laporan keuangan
perusahaan pemohon kredit, telah sesuai atau tidak dengan standar rasio dan
prosedur permohonan kredit yang sudah ditetapkan oleh pihak bank. Berdasarkan
latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang
diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah analisis laporan keuangan yang dilakukan PT. Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. dalam menilai permohonan kredit telah
memadai.
2. Bagaimana prosedur yang harus dilakukan oleh PT. Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. dalam menilai permohonan kredit.
8
3. Bagaimana peranan analisis laporan keuangan dalam menilai efektivitas
penilaian permohonan kredit PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
dan Banten, Tbk.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan dengan masalah yang diuraikan di atas. Maka maksud dan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai:
1. Penilaian
analisis
laporan
keuangan
yang
dilakukan
PT.
Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. terhadap permohonan
kredit perusahaan.
2. Prosedur yang dilakukan PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten, Tbk. dalam menilai permohonan kredit.
3. Peranan analisis laporan keuangan yang digunakan PT. Bank Pembangunan
Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. dalam efektivitas penilaian
permohonan kredit.
1.4
Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, penulis mengharapkan bahwa hasilnya dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak berkepentingan.
1. Bagi penulis
Menambah
wawasan
keilmuan
mengenai
perbandingan antara teori serta praktik yang ada.
pemberian
kredit
dan
9
2. Bagi manajemen bank
Untuk dapat menjadi suatu sumbangan penulisan berupa saran atau usul
bagi pihak manajemen dan sebagai bahan masukan mengenai pemberian
kredit serta sebagai bahan evaluasi pemberian kredit yang selama ini
dijalankan.
3. Bagi masyarakat
Sebagai bahan perbandingan bagi tulisan lain yang sejenis dan juga sebagai
sumber informasi dalam penelaahan lebih lanjut. Selain itu hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pelaku kreditur
dalam membuat keputusan untuk pemberian kredit.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten, Tbk. Cabang Tamansari Bandung yang bertempat di Jl. Tamansari No. 18,
Bandung. Sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini
dimulai dari bulan April 2014 sampai dengan penelitian ini selesai.
Download