Bab I Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan sebesar 9.38 miliar dolar. Nilai produksi ini diperkirakan oleh FAO (2010) akan terus meningkat hingga pada tahun 2020 diperkirakan Indonesia akan mampu memproduksi setengah produksi sawit dunia. Kelapa sawit memiliki kandungan karotenoid yang terdapat dalam mesokarp buahnya. Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 400 – 700 ppm. Menurut Mustafa et al. (2011), karoten utama yang dikandung oleh minyak sawit mentah adalah -karoten sebesar 36% dan -karoten sebesar 54%. Kandungan karotenoid yang cukup tinggi dalam minyak sawit ini dapat dijadikan nilai-lebih untuk produk lanjutan dari pengolahan minyak sawit (Siregar, 2009). Tanaman Kelapa sawit berasal dari Guinea di pesisir Afrika Barat, kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara, dan Amerika Latin sepanjang garis ekuator (antara garis lintang utara 15o dan lintang selatan 12o). Kelapa sawit tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan suhu antara 1 24 – 32oC dengan kelembapan yang tinggi dan curah hujan 2000 mm/tahun. Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak sawit (Palm Oil, PO), yaitu minyak yang berasal dari serabut kelapa sawit berkisar antara 72 - 80% dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO), yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit, berkisar antara 8 - 10% (Tambun, 2008). Pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan minyak sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) terdiri dari beberapa tahapan pengolahan yaitu: pengangkutan tandan buah segar (TBS), perebusan TBS, penebahan atau pemipilan tandan, untuk pencacahan memisahkan brondolan brondolan, pengempaan dan atau pengepresan, pemurnian minyak kasar dari kotoran dengan metode pengendapan, pemusingan, dan pemisahan biologis. Setelah pemurnian minyak kasar perlu adanya pengeringan air dari minyak kasar, dan akhirnya minyak kasar ditimbun dalam tangki timbun. Minyak inti sawit diperoleh dari ampas pengempaan atau pengepresan yang terdiri atas serat dan biji. Tahapan pengolahannya yaitu pemecahan ampas pengepresan, pemisahan fraksi ringan dan fraksi berat, fermentasi biji, pemecahan biji, pemisahan inti dengan tempurung, dan pengeringan inti (Naibaho, 1996). 2 Proses pengolahan pemanasan dan terjadinya isomerisasi minyak pengeringan, dan sawit dapat seperti meningkatkan oksidasi karotenoid. Pemanasan terbukti mempengaruhi sifat fisik, kimia dan berbagai macam komponen yang terdapat di dalam minyak sawit, seperti karotenoid, tokoferol, senyawa polar, kekentalan, dan bilangan peroksida. Struktur karotenoid terdiri atas sebuah sistem ikatan rangkap terhadap panas terkonjugasi (Bonnie & membuatnya Choo, 1999), rentan sehingga menyebabkan ketidakstabilan karotenoid dan terjadi degradasi karotenoid dari bentuk trans menjadi bentuk cis (Mortensen, 2005). Selama pemanasan warna minyak sawit akan berubah dari merah jingga menjadi kuning muda yang menunjukkan terjadinya degradasi karotenoid. Semakin tinggi suhu dan semakin lama pemanasan, semakin pucat pula warna minyak. Isomerisasi karotenoid dari bentuk isomer trans menjadi isomer cis baru menyebabkan terjadinya penurunan intensitas warna karotenoid. Warna karotenoid mulai menghilang jika sudah terbentuk produk-produk degradasi oksidatif seperti turunan-turunan epoksidanya (Nienaber et al., 1996; Mortensen, 2005; Khoo et al., 2011). Warna minyak sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karotenoid (terutama -karoten), berwujud setengah padat pada suhu kamar dan dalam keadaan 3 segar, kadar asam lemak bebas yang rendah, berbau dan rasanya cukup enak. Minyak sawit bermutu baik yaitu minyak yang mudah dipucatkan, karena pada penggunaannya warna minyak yang sepucat mungkin tidak mempengaruhi warna makanan yang terbuat dari atau memakai minyak sawit (Mangoensoekarjo & Semangun, 2005). Walaupun Indonesia merupakan negara penghasil dan pengguna minyak sawit, namun jutaan masyarakat Indonesia ternyata mengalami kekurangan vitamin A, terutama penduduk yang masih tergolong miskin, anakanak, dan wanita. Minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang lebih banyak daripada wortel dan tomat (Fife, 2007). Komponen karotenoid merupakan prekursor vitamin A dan berfungsi sebagai provitamin A, terutama β-karoten yang mempunyai 100% aktivitas vitamin A. Di dalam tubuh β-karoten alami akan diabsorbsi dan di metabolisme. Separuh dari β-karoten yang diabsorbsi akan diubah menjadi retinol (vitamin A) di dalam mukosa usus kecil menjadi 2 molekul retinil dengan bantuan enzim 15,15-β-karoten dioksigenase dan kemudian diubah menjadi retinol (Khoo et al., 2011). Vitamin A mempunyai manfaat bagi kesehatan, yaitu melindungi sel dan jaringan dari efek merusak radikal bebas yang berpeluang untuk mendatangkan penyakit degeneratif (Mukherjee & Mitra, 2009). 4 Trans-β-karoten sangat tidak stabil dan mudah terisomerisasi menjadi isomer cis, karena pengaruh panas dan cahaya (Khoo et al., 2011). Penyerapan cahaya mempengaruhi sistem ikatan rangkap terkonjugasi karotenoid yaitu terjadi modifikasi struktur atau ditandai dengan terjadinya kehilangan atau degradasi penggorengan hidrolisis, mengalami warna karotenoid perubahan (Rodriguez-Amaya, 2001). proses sehingga oksidasi, Kerusakan minyak akibat pada suhu polimerisasi, tinggi dan meliputi karamelisasi. Selama pemanasan minyak akan berubah warnanya yang menunjukkan terjadinya degragasi karoten. Warna degradasi mulai menghilang jika sudah terbentuk produk-produk degradasi oksidatif. Produk degradasi termal karoten dalam medium minyak perlu diteliti lebih lanjut (Neinaber et al., 1996). Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang : Kajian Karotenoid, Vitamin A, dan Stabilitas Ekstrak Karotenoid Serabut Buah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Segar dan Pasca-Perebusan. B. Permasalahan 1. Bagaimana komposisi karotenoid dan kandungan vitamin A ekstrak karotenoid buah kelapa sawit? 2. Bagaimana termostabilitas, fotostabilitas, dan degradasi ekstrak karotenoid buah kelapa sawit? 5 C. Tujuan Penelitan Berdasarkan penelitian karotenoid, ini latar adalah belakang untuk kandungan di atas mengetahui vitamin A, tujuan komposisi termostabilitas, fotostabilitas, dan degradasi ekstrak karotenoid buah kelapa sawit terhadap parameter suhu dan cahaya yang diterapkan pada ekstrak kasar karotenoid buah segar dan buah pascaperebusan. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai karotenoid dan jenisnya, konversi karotenoid menjadi vitamin A, termostabilitas, fotostabilitas, serta degradasi ekstrak kasar karotenoid buah sawit yang diberi perlakuan suhu dan cahaya selama waktu tertentu. 6