QNB Economics [email protected] 16 Oktober 2016 Economic Commentary Peningkatan risiko dari hard Brexit mengejutkan investor Merosotnya nilai pound sterling Inggris telah membawa kembali fokus kita pada dampak negatif dari Brexit terhadap perekonomian Inggris. Menuysul penurunan tajam dalam aktivitas ekonomi tak lama setelah referendum Brexit, ekonomi Inggris telah menunjukkan ketahanannya sepanjang musim panas lalu. Hal ini mungkin karena adanya harapan bahwa versi lunak (soft) dari dampak Brexit akan lebih kuat. Beberapa bahkan berharap bahwa keputusan Brexit dapat dibalik kembali. Namun, pernyataan terbaru oleh pejabat pemerintah Inggris telah meningkatkan kemungkinan adanya "hard Brexit", yang dapat merugikan perekonomian Inggris. Dengan memilih "hard Brexit", Inggris akan memikul biaya ekonomi untuk membayar pilihan politiknya. Data kegiatan ekonomi di Inggris telah menunjukan sebuah rebound setelah mengalami penurunan tajam tak lama setelah referendum Brexit. Kepercayaan konsumen meningkat pada bulan September setelah jatuh ke level terendah sejak akhir 2013 pada bulan Juli. Survei Purchasing Managers Index menunjukan perluasan sektor manufaktur, jasa dan konstruksi pada bulan September, sesuatu yang sangat berbeda dibanding kontraksi yang dialami pada bulan Juli. Selain itu, pertumbuhan PDB riil pada kuartal kedua direvisi naik dari 0,6% menjadi 0,7%. Rebound tersebut mungkin berkaitan dengan persepsi bahwa Brexit dapat dibatalkan atau dilemahkan menjadi versi "soft Brexit". Pertanyaan Brexit selalu meliputi trade-off antara keputusan ekonomi (memiliki akses ke pasar tunggal Eropa) dan pilihan politik (mengambil kontrol atas Imigrasi Inggris). Versi soft Brexit memihak kepada keputusan ekonomi atas politik karena akan memungkinkan pergerakan bebas orang sebagai imbalan untuk akses ke pasar tunggal Eropa. Hal ini bukan merupakan perubahan radikal dari dunia sebelum referendum Brexit. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa data menunjukkan sebuah rebound dalam aktifitas ekonomi ketika hasil ini mungkin terlaksana. Kemungkinan terjadinya soft Brexit juga didukung oleh fakta bahwa pemerintah Inggris tidak tampak terburu-buru untuk menyerukan Pasal 50 Perjanjian Lisbon (pemicu untuk memulai negosiasi Brexit secara resmi). Namun, pernyataan terbaru oleh pejabat pemerintahan Inggris telah mengangkat kemungkinan terjadinya hard Brexit. Perdana Menteri Inggris, Theresa May, mengatakan bahwa Pasal 50 akan diminta untuk dimasukan sebelum akhir Maret 2017. Perdana Menteri Inggris juga secara eksplisit mengesampingkan model Norwegia dan Swiss sebagai basis atas hubungan masa depan dengan Uni Eropa (UE) dan menyoroti bahwa masalah imigrasi adalah benang merah bagi pemerintah-nya. Memang, pemerintah Inggris tampaknya bersikeras untuk mengendalikan imigrasi bahkan jika hal tersebut berarti kehilangan akses ke pasar tunggal. Sebagai tanggapan, pejabat Uni Eropa telah menegaskan kembali sikap mereka bahwa akses penuh ke pasar tunggal hanya dapat dicapai dengan cara pertukaran empat kebebasan kebebasan pergerakan barang, jasa, modal dan yang terpenting, pergerakan orang. Uni Eropa tampaknya tidak bersedia untuk membuat pengecualian apapun. Nilai tukar mata uang Inggris (GBP:USD) Sumber: Haver Analytics and QNB Economics Pertukaran antara Inggris dan Uni Eropa mungkin merupakan sebuah taktik negosiasi, namun meningkatnya risiko dari hard Brexit masih memungkinkan adanya pihak yang dirugikan secara Page 1 of 2 Economic Commentary ekonomi. Kehilangan akses terhadap pasar tunggal mungkin akan menjadi sebuah kerugian bagi ekspor Inggris, mengingat Uni Eropa merupakan tujuan ekspor terbesar. Ketidakpastian hubungan masa depan antara Inggris dan Uni Eropa dapat memberikan tekanan lebih lanjut terhadap investasi. Survei dari Bank of England mengenai kemauan investasi menunjukkan adanya penurunan tajam pada musim panas, terlepas dari stabilisasi data secara keseluruhan. Perusahaan penyedia jasa keuangan di Inggris juga berisiko kehilangan hak untuk beroperasi di Uni Eropa dan mreka dapat memutuskan untuk pindah dari London. Hal ini dapat menjadi sebuah pukulan ekonomi, karena jasa keuangan memiliki kontribusi sebesar 7% dari PDB Inggris. Untuk sisi kebijakan, Bank of England menghadapi situasi dilematis. Di satu sisi, memburuknya prospek pertumbuhan dapat menyebabkan adanya pelonggaran lebih lanjut di bidang kebijakan moneter guna merangsang ekonomi. Namun QNB Economics [email protected] 16 October 2016 kebijakan pelonggaran akan dapat mengakibatkan penurunan nilai mata uang pound sterling, yang pada akhirnya akan memicu inflasi. Kesimpulannya, rebound ekonomi Inggris pada musim panas lalu disebabkan oleh adanya ekspektasi bahwa hasil soft Brexit dapat dicapai. Namun kinerja ekonomi kini dapat berbalik mengingat sikap pemerintah untuk membatasi imigrasi bahkan jika hal tersebut dapat membahayakan akses terhadap pasar tunggal. Sebagai hasilnya, kami memprediksi pertumbuhan ekonomi Inggris akan melambat menjadi 0,7% pada 2017 dari sebelumnya 1,8% di tahun 2016. Melihat merosotnya nilai pound sterling, yang jatuh ke titik terendah-nya terhadap US Dolar dalam 30 tahun terakhir, pasar keuangan nampaknya setuju akan hal ini. QNB Economics Team: Ziad Daoud* Acting Head of Economics +974-4453-4642 Rory Fyfe Senior Economist +974-4453-4643 Ali Jaffery Economist +974-4453-4423 Nancy Fahim Economist +974-4453-4648 * Corresponding author Disclaimer dan Pemberitahuan Hak Cipta: QNB Group tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul dari penggunaan laporan ini. Pendapat yang diungkapkan, kecuali telah ditentukan sebelumnya, adalah pendapat analis atau penulis saja. Setiap keputusan investasi harus tergantung pada keadaan individual investor dan berdasarkan pada saran investasi khusus. Laporan ini didistribusikan secara gratis dan tidak dapat direproduksi secara keseluruhan atau sebagian tanpa izin dari QNB Group. Page 2 of 2