1 PENDAHULUAN Penyakit dan infeksi merupakan salah satu ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Meskipun pengobatan secara intensif telah dilakukan namun hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat mengatasi secara memuaskan. Hal ini disebabkan karena rendahnya selektifitas obat-obat yang digunakan atau karena patogenesitas penyakit itu sendiri belum jelas. Di lain pihak masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai ramuan tradisional yang dinyatakan sebagai obat. Obat-obatan tradisional ini selalu diturunkan pada tiap generasi (Kumalasari 2006). Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia karena obat herbal memiliki sedikit efek samping yang berbahaya dibandingkan obat modern yang biasanya digunakan. Selain itu biaya untuk penggunaan obat herbal lebih terjangkau disbanding obat modern. Menurut WHO, Negara Negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO 2003). WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO 2003). Indonesia sendiri memiliki banyak jenis tanaman obat yang dapat memberikan manfaat. Sebagai contoh menurut Morina Adfa (2005) di propinsi Bengkulu terdapat 47 spesies tanaman obat yang telah diidentifikasi. Gray & Flatt (1999) juga telah meneliti tanaman obat yang dapat menjadi terapi untuk penyembuhan dari beberapa penyakit. Penyakit dapat dicegah dengan beberapa cara pengobatan, namun pengobatan yang dilakukan pada beberapa tahun terakhir masih memiliki beberapa efek samping yang merugikan manusia dan dapat menimbulkan akibat yang justru membahayakan manusia. Penelitian terhadap beberapa obat dari tumbuh-tumbuhan juga terus dilakukan. Diantaranya senyawa aktif daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff). Daun wungu sudah dimanfaatkan oleh masyarakat dalam penyembuhan berbagai penyakit, seperti wasir, bisul, koreng telinga dan perut, serta pelancar siklus haid bagi wanita (Dalimartha 1999). Hasil studi literatur mendapatkan bahwa di dalam rebusan daun tumbuhan wungu tersebut dapat menghilangkan gejala hemoroid eksternum derajat II (Sardjono et al. 1995). Kusumawat et al. (2002) juga telah meneliti peran senyawa alkaloida yang terdapat dalam ekstrak etanol daun tumbuhan wungu yang memiliki efek analgesik/antiinflamasi dan penghambat pembentukan prostaglandin. Hal yang sama jg dikemukakan oleh Ozaki et al. (1989) dan Lavergne & Vera (1989). Olagbende-Dada et al (2009) juga mengatakan bahwa dalam tanaman wungu mengandung utoretonik agen. Namun demikian penelitian mengenai daun tumbuhan wungu sampai saat ini hanya uji efek farmakologisnya saja (Umi Kalsum et al. 1996). Daun tumbuhan ini mengandung alkaloida yang tidak beracun, glikosida, steroida, saponin, klorofil dan lendir. Salah satu bahan tanaman yang diteliti adalah daun handeuleum mengandung beberapa senyawa steroid, di samping itu daun handeleum mengandung bahan-bahan lain seperti alkaloid dan tannin (Hakim dan Soedigdo 1983). Uji toksisitas merupakan suatu rangkaian pengujian untuk dapat membedakan senyawa yang aman dan beracun (berbahaya). Uji toksisitas terbagi menjadi toksisitas akut, toksisitas subkronis dan kronis. Pengujian ini juga memberikan informasi mengenai dosis yang dapat mematikan 50% populasi hewan coba (Lethal Dose 50). Dari penentuan tersebut dapat diketahui dosis yang aman untuk digunakan. Uji toksisitas akut pada daun wungu telah dilakukan oleh OlagbendeDada pada tahun 2011. Menurut OlagbendeDada et al. (2011) dosis yang aman pada toksisitas akut ditemukan dibawah 4000 mg/kg BB. Sementara toksisitas subkronis belum ada yang melakukan. Hasil uji toksisitas kemudian biasanya dilakukan histopatologi terhadap hati dan ginjalnya. Rumusan masalah pada penelitian ini ialah meski sudah diteliti tentang banyaknya khasiat daun wungu namun peneliti keamanan penggunaan tanaman wungu masih belum banyak. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian terhadap toksisitas dan histopatologi berdasarkan konsentrasi pemberian ekstrak etanol 96% daun wungu sebagai pembuktian dosis yang aman terhadap konsumsinya. Hipotesis penelitian yaitu ekstrak etanol 96% daun wungu (Graptophyllum pictum