1 PENDAHULUAN Pengobatan secara modern dirasa sangat mahal, efek samping cukup tinggi dan hasilnya pun belum tentu memuaskan. Keadaan semacam ini memacu pemanfaatan bahan alami untuk memperoleh bahan obat alternatif, salah satunya obat tradisional (Soedibyo 1998). Tanaman merupakan sumber utama dalam penemuan obat baru dan alam Indonesia menyediakan sumber alamiah yang belum dimanfaatkan. Penggunaan obat tradisional yang dapat diperoleh dari alam menjadi alternatif penting dalam mencapai kualitas kesehatan masyarakat yang lebih baik (Wahyono 2003). Masyarakat di Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasarkan pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Kumalasari 2006). Indonesia memiliki sekurang-kurangnya 9600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Depkes 2007). Menurut Badan POM (2006), 283 spesies tanaman telah diregistrasi untuk penggunaan obat tradisional/jamu. Kelebihan dari pengobatan dengan menggunakan ramuan secara tradisional tersebut ialah mempunyai efek samping kecil dibandingkan dengan pengobatan kimiawi, mudah diperoleh, dan harganya relatif lebih murah (Thomas 1989). Penyembuhan penyakit menggunakan ramuan tradisional membutuhkan waktu yang lama, tetapi efek yang diberikan bersifat perlindungan, membangun dan berimplikasi positif terhadap organ lain yang lemah atau yang kuat. Hal ini berbeda dengan penyembuhan menggunakan obat kimia, proses kerja lebih cepat sehingga bersifat merusak terhadap organ-organ yang sakit maupun normal (Soenanto 2005). Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional adalah tanaman wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff). Tumbuhan wungu merupakan salah satu tanaman asli Papua. Tumbuhan wungu sering ditemukan tumbuh liar di pedesaan atau ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar. Tumbuh baik pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari, dengan iklim kering atau lembab. Tumbuhan wungu pada bagian daun berkhasiat sebagai peluruh kencing, mempercepat pemasakan bisul, pencahar ringan, dan pelembut kulit. Hal ini dikarenakan daun wungu mengandung senyawa alkaloid yang tidak beracun, glikosida, steroid, dan saponin (Dalimartha 1999). Ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% memiliki inhibisi α-glukosidase sebesar 66,11%, serta mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid (Irwan 2011). Keamanan daun wungu jika digunakan sebagai pengobatan belum banyak diteliti, sehingga diperlukan uji toksisitas yang dibedakan menjadi uji toksisitas akut, subkronis, dan kronis. Tujuan uji toksisitas adalah untuk mengetahui spektrum efek toksik serta hubungan dosis dan toksisitas pada pemberian berulang dalam jangka waktu tertentu. Umumnya pengukuran toksisitas dapat dilakukan secara in vivo yang menggunakan hewan percobaan. Ekstrapolasi hasil uji dari hewan percobaan ke manusia sulit dilakukan namun penggunaan hewan percobaan mempunyai beberapa keuntungan antara lain mudah dilakukan, harganya murah, dan dapat dikontrol (dosis dan lama percobaan), serta pengamatan lebih rinci terhadap semua jaringan (melalui operasi). Pengamatan dapat dilakukan terhadap kerusakan hati dan ginjal (Ganong 2003). Pengujian toksisitas akut ekstrak daun wungu tidak memberikan efek yang berbahaya hingga dosis 4000 mg/kg (Olagbende-Dada et al. 2011). Namun pengujian toksisitas subkronis ekstrak daun wungu belum pernah dilakukan. Pemeriksaan toksisitas subkronis penting dilakukan terutama terhadap pemakaian obat tradisional atau tanaman obat yang sering digunakan dalam jangka waktu lama (Wahjoedi et al. 1996). Evaluasi tidak hanya melalui LD50, tetapi juga dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium klinik dan pembuatan preparat histopatologi dari organ yang dianggap memperlihatkan kelainan (Darmansjah 1995). Hati dan ginjal merupakan organ yang rentan terhadap pengaruh zat kimia. Kerentanan ini terjadi karena erat fungsinya dalam proses sirkulasi darah. Hati dapat mudah berhubungan dengan zat yang diserap dari saluran pencernaan dan ginjal melalui vena porta (Koeman 1987). Penelitian ini bertujuan untuk menguji toksisitas subkronik serta mengamati histopatologi hati dan ginjal, serta organ pendukung mencit pada ekstrak daun wungu pelarut etanol 70%. Hipotesis penelitian ini yaitu daun wungu dengan menggunakan