PENGARUH KUALIFIKASI PENDIDIKAN, KEIKUTSERTAAN DIKLAT DAN SIKAP PADA PROFESI TERHADAP KOMPETENSI GURU PAI SD DI KABUPATEN PEKALONGAN Oleh: Muhamad Syaikhul Alim Abstrak: Tulisan ini mengkaji tentang kompetensi guru PAI SD dikaitkan dengan faktor-faktor determinan yang mempengaruhinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh kualifikasi pendidikan terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan, (2) pengaruh keikutsertaan diklat terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan, (3) pengaruh sikap pada profesi terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan, dan (4) pengaruh kualifikasi pendidikan, keikutsertaan diklat dan sikap pada profesi secara simultan terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan. Penelitian ini termasuk jenis ex post facto dengan desain korelasional prediktif tiga prediktor. Populasi penelitian ini adalah seluruh guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan. Data dikumpulkan dari responden sejumlah 50 orang yang ditetapkan dengan teknik random sampling. Data kualifikasi pendidikan dan keikutsertaan diklat dikumpulkan melalui dokumentasi dengan mengadopsi model portofolio sertifikasi guru. Sementara data sikap pada profesi dijaring melalui angket dengan skala Likert. Adapun data kompetensi guru dikumpulkan lewat kombinasi antara angket dan observasi. Instrumen angket untuk sikap pada profesi dan kompetensi guru dilakukan uji validitas dengan menggunakan validitas isi dan konstruk, sedangkan untuk mengetahui reliabilitas digunakan uji keandalan Cronbach‟s Alpha. Untuk analisis data terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis antara lain uji normalitas data dengan teknik Kolmogorov-Smirnov, uji linearitas, dan uji multikolinearitas kemudian dilakukan analisis data penelitian dengan teknik regresi ganda tiga prediktor dengan bantuan komputer program Statistical Package for Social Science (SPSS 17). Hasil analisis menunjukkan temuan: (1) ada pengaruh yang signifikan dari kualifikasi pendidikan terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan dengan koefisien korelasi 0,388 dan sumbangan efektif sebesar 15,05%. (2) ada pengaruh yang signifikan dari keikutsertaan diklat terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan dengan koefisien korelasi 0,409 dan sumbangan efektif sebesar 16,73%. (3) ada pengaruh yang signifikan dari sikap pada profesi terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan dengan koefisien korelasi 0,384 dan sumbangan efektif sebesar 14,75%. (4) ada pengaruh yang signifikan dari kualifikasi pendidikan, keikutsertaan diklat dan sikap pada profesi secara simultan terhadap kompetensi guru PAI SD di Kab. Pekalongan dengan koefisien determinasi 0,458 dan sumbangan efektif sebesar 45,8%. Artinya 54,2% dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel dalam penelitian ini. Kata kunci : kualifikasi, diklat, sikap, kompetensi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan selalu menjadi isu sentral dalam penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya peningkatan kualitas pendidikan ini menjadi salah satu strategi pokok selain pemerataan kesempatan dan akses pendidikan serta peningkatan relevansi dan efisiensi.1 Berbicara mengenai kualitas pendidikan maka tak akan lepas dari peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru. Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan dan di setiap jenjang pendidikan, khususnya di tingkat institusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Pada umumnya para ahli sepakat bahwa guru merupakan sosok kunci yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencapaian prestasi siswa. Simmons dan Alexander telah merangkum lebih dari 10 hasil penelitian di Negara-negara berkembang, dan menunjukkan adanya dua kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik, yaitu: jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran di kelas dan kualitas kemampuan guru.2 Studi yang dilakukan Heyneman dan Loxley di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru semakin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negaranegara sedang berkembang.3 Guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan, khususnya di sekolah. Semua komponen lain, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, biaya, dan sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. 4 Karena itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 1 memberikan persyaratan yang kompleks untuk menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah (SM), yaitu: (a) memiliki kualifikasi pendidikan minimal sarjana atau diploma empat, (b) memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional, (c) memiliki sertifikasi pendidik; (d) sehat jasmani dan rohani, serta (e) memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.5 Idealisme sebagaimana tergambar dari isi UUGD di atas tampaknya menjadi pekerjaan berat bagi dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya, mengingat kondisi riil guru di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar. Mulyasa mengutip Wardiman Djoyonegoro mengungkapkan bahwa hanya 43% guru yang memenuhi syarat; artinya sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten dan tidak profesional sehingga tidak layak untuk mengajar. 6 Data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004 menunjukkan guru yang layak mengajar hanya 50,7% untuk jenjang SD: 64,1% SMP: dan 67,1% SMA. Selain itu, rata-rata kompetensi guru tidak mencapai 50% seperti ditunjukkan dalam tes umum guru TK-SD, dan tes bidang studi guru SMP/SMA/SMK.7 Guru PAI di sekolah (PAIS) secara nasional tahun 2008 terdata sejumlah 168.184 orang. Mereka mengajar di berbagai jenjang mulai dari TK sampai dengan SMA/SMK. Dari jumlah itu yang mengajar di SD sebanyak 122.667 atau 72,94% sehingga merupakan mayoritas. Adapun kualifikasi pendidikan guru PAIS sebanyak 83.146 orang atau 49,44% berpendidikan minimal S1, sementara sebanyak 86.577 orang atau 50,56% berpendidikan kurang dari S1. Mereka yang belum S1 ini didominasi oleh guru PAI di sekolah dasar. Tampilan data yang dirilis Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag ini menunjukkan bahwa masih lebih dari separuh guru PAI yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik minimal S1 atau D-IV. Sementara itu dalam lingkup Kabupaten Pekalongan, data guru PAI SD tahun 2009 tercatat sejumlah 691 orang. Dari jumlah 2 tersebut baru 143 orang (20,69%) yang sudah berkualifikasi S1. Sementara 548 orang lainnya (79,31%) masih berkualifikasi D2 bahkan SLTA. Berkaitan dengan pembinaan profesional guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan, pendidikan dan pelatihan (diklat) atau bimbingan teknis (bintek) dirasakan masih kurang. Bisa dikatakan bahwa diklat yang diperuntukkan dan dibiayai bagi guru PAI masih minim. Volume diklat belum mampu menjangkau secara merata kepada semua guru PAI. Pada umumnya Diklat guru PAI lebih banyak difasilitasi oleh Kelompok Kerja Guru PAI (KKGPAI) baik tingkat kecamatan, kabupaten maupun propinsi. Rendahnya kualifikasi akademik dan belum optimalnya pembinaan profesional guru PAIS serta sikap terhadap profesi keguruan masih perlu ditumbuhkan tampaknya berimplikasi terhadap rendahnya kompetensi guru PAI dan dikhawatirkan akan pula berimplikasi lebih jauh pada rendahnya kualitas pembelajaran PAI di sekolah-sekolah. B. Rumusan Masalah Pada dasarnya penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab masalah masih banyaknya guru-guru PAI Sekolah Dasar yang rendah kompetensinya dalam kaitannya dengan (1) kualifikasi Pedidikan, (2) keikutsertaan diklat dan (3) sikap pada profesi. Adapun permasalahan pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh yang signifikan dari kualifikasi pendidikan terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan? 2. Adakah pengaruh yang signifikan dari keikutsertaan diklat terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan? 3. Adakah pengaruh yang signifikan dari sikap pada profesi terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan? 4. Adakah pengaruh yang signifikan dari kualifikasi pendidikan, keikutsertaan diklat dan sikap pada profesi secara bersama-sama terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan? 3 II. FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN KOMPETENSI GURU A. Kualifikasi Pendidikan Secara etimologis kata kualifikasi diadopsi dari bahasa Inggris qualification yang berarti training, test, diploma, etc. that qualifies a person.8 Kualifikasi berarti latihan, tes, ijazah dan lain-lain yang menjadikan seseorang memenuhi syarat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualifikasi adalah “pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu atau menduduki jabatan tertentu”.9 Menurut Ningrum kualifikasi berarti persyaratan yang harus dipenuhi terkait dengan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.10 Sementara itu, Yusufhadi Miarso menyatakan bahwa guru yang berkualifikasi adalah guru yang memenuhi standar pendidik, menguasai materi/isi pelajaran sesuai dengan standar isi, dan menghayati dan melaksanakan pembelajaran. 11 proses pembelajaran sesuai dengan standar proses Miarso mengartikan kualifikasi sebagai kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Dari beberapa pengertian kualifikasi di atas, istilah kualifikasi secara garis besar dipahami dalam dua sudut pandang yang berbeda. Yang pertama, kualifikasi sebagai tingkat pendidikan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk memperoleh kewenangan dan legitimasi dalam menjalankan profesinya. Sementara pandangan yang kedua memaknai kualifikasi sebagai kemampuan atau kompetensi yang harus dimiliki atau dikuasai seseorang sehingga dapat melakukan pekerjaannya secara berkualitas. Namun sesungguhnya terdapat benang merah dari kedua sudut pandang tersebut yakni keharusan adanya kapasitas yang harus dipenuhi untuk menjalani profesi atau pekerjaannya. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 9 menggunakan istilah kualifikasi akademik, yang didefinisikan sebagai ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru 4 atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Adapun menurut Masnur Muslich, kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai guru baik pendidikan gelar seperti S1, S2 atau S3 maupun nongelar seperti D4 atau Post Graduate diploma.12 Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, secara konklusif dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud kualifikasi pendidikan guru dalam konteks tulisan ini adalah jenjang atau strata pendidikan khusus yang harus ditempuh sebagai persyaratan untuk memperoleh suatu keahlian atau kemampuan guna menduduki jabatan sebagai guru. Kualifikasi pendidikan selain menjadi tuntutan profesi juga merupakan tuntutan yuridis formal bagi tenaga pendidik. Tuntutan tersebut menjadi wajib dipenuhi dan dimiliki oleh setiap guru agar memiliki legalitas dan dapat menunjukkan kredibilitasnya sebagai agen pembelajaran, sehingga dapat melaksanakan tugas keprofesiannya secara profesional.13 Menurut Drost, guru menjadi aset strategis yang dituntut terus mengalami proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar (on going formation) serta memiliki kemampuan untuk melihat ke depan. Itu semua dapat terpenuhi jika guru berusaha meningkatkan kualifikasi pendidikannya.14 Menurut Sudaryono, kualifikasi pendidikan berhubungan erat dengan kinerja guru dalam mengemban peran sebagai agen pembelajaran (learning agent).15 Kualifikasi pendidikan guru merupakan persyaratan yang harus dipenuhi terkait dengan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas. Kualifikasi pendidikan guru dapat menunjukkan kredibilitas seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.16 Kualifikasi pendidikan guru dengan kata lain merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diambilnya. Secara normatif pendidikan merupakan modal dasar dalam meningkatkan sumber daya manusia. Salah satu tujuan pendidikan adalah 5 untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu bidang pekerjaannya. Di dalam bekerja sering kali faktor pendidikan merupakan syarat yang penting untuk memegang jabatan tertentu. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan akan mencerminkan pengetahuan dan keterampilan sebagai prediktor sukses kerja seseorang. Noeng Muhadjir menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya normatif untuk membantu subyek-didik berkembang ke tingkat yang normatif lebih baik.17 Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Ia benarbenar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena bidang pengetahuan apapun selalu mengalami perkembangan, maka seorang guru juga harus terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang diajarkannya, sehingga tidak ketinggalan zaman.18 Lefrancois berpendapat bahwa kompetensi sebagai kapasitas untuk melakukan sesuatu dihasilkan dari proses belajar (pendidikan). Selama proses belajar, stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu.19 Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, terdapat hubungan yang positif antara kualifikasi pendidikan guru dengan kompetensinya. Untuk itu, usaha peningkatan pendidikan bagi guru akan memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan tugas mengajarnya. Dengan kata lain, bahwa semakin tinggi kualifikasi pendidikan guru maka akan memungkinkan guru tersebut mengemban tanggung jawab untuk mendidik, membimbing dan mengajar secara lebih baik, efektif dan efisien. Guna menjembatani segala kemungkinan kondisi guru dan dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, pemerintah menyediakan beberapa macam model peningkatan kualifikasi guru seperti model tugas belajar, model ijin belajar, model akreditasi dengan metode belajar jarak jauh dan metode berkala, model berdasarkan peta kewilayahan,pendidikan jarak jauh berbasis ICT (Information Communication Technology) dan PKG (Pusat Kegiatan Guru) berbasis KKG.20 6 Penyelenggaraan program sarjana (S-1) kependidikan bagi guru dalam jabatan dilaksanakan dengan mengutamakan hal berikut: (a) memungkinkan guru memiliki kesempatan lebih luas untuk memperoleh peningkatan kualifikasi akademik dengan tidak mengganggu tugas dan tanggung jawabnya di sekolah; (b). dapat mewujudkan sistem penyelenggaraan pendidikan guru dalam jabatan yang efisien, efektif, dan akuntabel serta menawarkan akses layanan pendidikan yang lebih luas tanpa mengabaikan kualitas.21 Selanjutnya disebutkan bahwa Perguruan tinggi dapat memberikan pengakuan terhadap pengalaman kerja dan hasil belajar yang pernah diperoleh sebelumnya, baik pada jalur pendidikan formal maupun pendidikan non formal sebagai pengurang beban studi yang harus ditempuh.22 Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pada prinsipnya peningkatan kualifikasi guru dalam jabatan sangat memperhatikan tugas guru, berorietasi pada mutu dan menghargai pelatihan, prestasi akademik, dan pengalaman mengajar serta prestasi tertentu yang telah dimiliki guru tersebut. B. Keikutsertaan Diklat. Menurut H.A.R. Tilaar, dalam pengertian populer istilah pendidikan dan pelatihan dibedakan. Dalam hal pengembangan perilaku, pendidikan lebih dominan pada dimensi ideografik yaitu pengembangan individu dan kepribadian seseorang sesuai dengan disposisinya. Sedangkan pelatihan lebih berdimensi nomotetik yaitu kepada tuntutan-tuntutan lembaga dan peranan yang diharapkan dari seseorang yang sesuai dengan tujuan lembaga.23 Manulang menyatakan antara pendidikan dan pelatihan memiliki keterkaitan yang erat. Pendidikan lebih teoritis sifatnya sedangkan latihan bersifat lebih praktis. Jadi pendidikan dan pelatihan keduanya saling melengkapi dan tidak bertentangan. 24 Tinjauan teoritik di atas menunjukkan 7 bahwa pembedaan antara pendidikan dan pelatihan adalah artifisial dalam arti tidak menunjukkan realitas sebenarnya. Andrew E. Sikula mengemukakan bahwa “training is short-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which non-managerial personal learn technical knowledge and skills for a definite purpose”.25 Berdasarkan pendapat Andrew E. Sikula tersebut dapat dikemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai non-manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Berkaitan dengan tujuannya, Abdurrahmat Fathoni (2006: 98) menyatakan bahwa: “Tujuan diadakannya diklat pada umumnya dalam rangka pembinaan terhadap tenaga kerja atau pegawai agar dapat: 1. 2. 3. 4. 5. Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada organisasi dan masyarakat. Meningkatkan mutu dan kemampuan, serta keterampilan baik dalam melaksanakan tugasnya maupun kepemimpinannya. Melatih dan meningkatkan mekanisme kerja dan kepekaan dalam melaksanakan tugas. Melatih dan meningkatkan kerja dalam merencanakan. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan kerja.”26 Menurut Sarjilah, dengan adanya pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh guru-guru, diharapkan guru akan lebih paham dengan dunia kerja, dapat mengembangkan kepribadiannya, meningkatkan penampilan kerja individu, mengembangkan karir, perilakunya menjadi efektif dan guru akan menjadi lebih kompeten.27 Ada bermacam-macam tipe diklat yang diikuti oleh guru, yaitu diklat penyegaran, diklat peningkatan kualifikasi dan diklat penjenjangan.28 Diklat penyegaran ialah diklat untuk menyesuaikan tenaga kependidikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta memantapkan tenaga kependidikan tersebut agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Diklat peningkatan kualifikasi ialah diklat dalam hubungan dengan profesi kependidikan sehingga diperoleh suatu kualifikasi formal tertentu 8 dengan standar yang telah ditentukan. Dan Diklat penjenjangan ialah diklat untuk meningkatkan kemampuan guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seiring tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bentuk dan model diklat juga mengalami penyesuaian dan perubahanperubahan. Di lingkungan Kementerian Agama, dalam rangka peningkatan sumber daya manusia (SDM), ditempuh melalui beberapa model pendidikan dan pelatihan yaitu: diklat tatap muka, diklat di tempat kerja, diklat jarak jauh, pemberdayaan forum KKG dan diklat kerja sama dengan lembaga lain.29 Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui program pelatihan dalam jabatan (in service training). Pelatihan mengandung makna bahwa setelah mengikuti pelatihan guru akan terdorong motivasinya untuk memperbaiki kinerja, cara pembelajaran atau penyegaran ilmu dan informasinya. Mengingat tugas guru begitu berat maka perlunya guru untuk selalu diperbaharui pengetahuan, wawasan, keterampilannya menuju kepada pengembangan profesi yang diharapkan. Secara rinci diungkap Suyanto bahwa selama kemampuan profesional guru belum bisa mencapai tataran ideal guru bersangkutan harus mendapatkan pelatihan yang terus menerus. Dalam era globalisasi seperti sekarang semua ilmu pengetahuan cepat usang. Apalagi kalau guru tidak dilatih dan tidak bisa memperoleh akses informasi yang baru dan jika itu terjadi maka guru akan ketinggalan. Maka tidak ragu lagi bahwa untuk mencapai kualitas pendidikan yang baik maka guru harus selalu ditingkatkan kemampuannya agar guru selalu segar informasinya, kuat etos kerjanya, dan cerdas akalnya.30 C. Sikap pada Profesi Ada banyak definisi mengenai sikap dalam berbagai versi. Louis Thurstone, salah seorang ahli psikologi yang terkenal dalam bidang pengukuran sikap, mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis.31 9 LaPierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.32 Sementara itu ahli yang lain, Secord & Backman mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.33 Dari beberapa definisi tersebut di atas, secara garis besar sikap dapat dikategorikan ke dalam tiga orientasi pemikiran, yaitu: yang berorientasi kepada respon, yang berorientasi kepada kesiapan respon, dan yang berorientasi kepada skema triadik. Adapun mengenai pengertian profesi, Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu.34 Menurut Sahertian profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka (to profess artinya menyatakan), yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan diri pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu. 35 Jadi Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknikteknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sikap Profesional Keguruan adalah sikap seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi keguruan. 10 Berdasarkan definisi yang berorientasi kepada skema triadik, Sudjana dan Ibrahim menjelaskan ada tiga komponen sikap, yaitu: 1. Komponen kognisi, yaitu sikap yang berkenaan dengan wawasan atau pemahaman terhadap obyek. 2. Komponen afeksi, yaitu sikap yang berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi suatu obyek. 3. Komponen konasi, yaitu sikap yang berkenaan dengan kecenderungan berbuat yang berhubungan dengan suatu obyek.36 Guru sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan profesinya dibahas sesuai dengan sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap: (1) Peraturan perundang-undangan, (2) Organisasi profesi, (3) Teman Sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja, (6) Pimpinan, (7) Pekerjaan serta (8) Disiplin keilmuan.37 Sasaran sikap profesi ini harus selalu dikembangkan oleh para guru. Dalam perspektif Islam, pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan mulia dan luhur. Fuad Syalhub menyatakan bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih mulia dari pada pekerjaan sebagai guru atau pengajar. Semakin tinggi dan bermanfaat materi ilmu yang diajarkan, maka yang mengajarkannya juga semakin mulia dan tinggi derajatnya.38 Asma Hasan Fahmi mengutip al-Gazali yang mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar maka ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting.39 Guru memikul tanggung jawab yang sangat besar. Ia tidak hanya sekedar mengajar tetapi juga membimbing dan mendidik.40 Artinya tanggung jawab guru tidak hanya pada tataran menstransmisikan sekumpulan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi yang jauh lebih esensial adalah bagaimana ia sebagai pendidik menstransmisikan nilai 11 (transfer of value) sehingga nilai-nilai tersebut terinternalisasi dalam diri anak didiknya. Mengingat berat dan sulitnya tanggung jawab seorang guru, seorang guru dituntut mengembangkan sikap positif terhadap profesinya. Profesi guru menuntut seseorang untuk senantiasa sabar, amanah, ikhlas, dan penuh perhatian kepada orang-orang yang dididiknya. Implementasi dalam konteks kekinian, guna meningkatkan mutu, baik mutu profesional maupun mutu layanan, guru harus selalu meningkatkan sikap profesionalnya. Beberapa sasaran penyikapan pada profesi harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap pada profesi ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan). Sikap positif guru terhadap profesinya merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Sikap pada profesi guru ini menjadi kunci pokok keberhasilan guru dalam melakukan tugas sebagai pendidik.41 Guru yang selalu bersikap positif pada profesinya akan bekerja dengan sepenuh hati. Ia merasa bangga dan mencintai profesinya itu. Hal ini membawa konsekuensi guru akan berusaha mempersembahkan kinerja terbaik dalam mengelola pembelajaran. Kinerja atau performance merupakan perwujudan dari kompetensi guru. Dari sini dapat diambil sebuah pemahaman bahwa semakin positif sikap guru pada profesinya akan meningkatkan kompetensi guru. D. Kompetensi Guru Kompetensi berasal dari bahasa Inggris “competence” berarti kemampuan atau kecakapan.42 Competence sama dengan being competent yang sama artinya dengan having ability, power, legal authority, skill, knowledge, attitude, etc.43 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu44. Ada beragam definisi dari kompetensi, di antaranya adalah sebagai berikut: 12 Menurut Usman, kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif.45 Sementara Charles E. Johnson mengemukakan bahwa kompetensi merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.46 Kompetensi merupakan suatu tugas yang memadai atas kepemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.47 Munandar menyatakan bahwa kompetensi merupakan daya untuk melakukan tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan.48 Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi mempersyaratkan beberapa hal, antara lain: (1) adanya karakteristik yang menunjukkan kemampuan atau kewenangan, (2) Kemampuan tersebut tecermin dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap, (3) diperoleh melalui pengalaman belajar, (4) terwujud dalam bentuk kinerja (performance). Jika dikaitkan dengan dengan profesi guru, kompetensi guru menurut David R. Stone didefinisikan sebagai gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti.49 Selanjutnya dijelaskan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah atau tujuan tertentu. Menurut Barlow, kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.50 Kompetensi guru mengandung arti kemampuan seseorang dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak atau kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.51 Menurut Kunandar pengertian kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.52 Dengan demikian, 13 kompetensi guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Ada banyak rumusan mengenai dimensi atau macam-macam kompetensi guru yang dikemukakan para ahli. Menurut George J. Mouly53 yang juga diamini oleh Sudjana54, kompetensi guru terdiri dari kognitif, sikap dan perilaku. Ketiga bidang kompetensi ini tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain. Ketiga bidang kompetensi ini juga mempunyai hubungan hirarkis dalam arti saling mendasari satu sama lain. Dalam literatur yang ditulis oleh ahli pendidikan Islam banyak dikupas tentang kompetensi guru. Hanya saja secara konseptual seringkali bercampur antara syarat dan sifat guru. Menurut Al-Abrasyi, guru harus memenuhi syarat antara lain: (1) guru harus mengetahui karakter murid, (2) guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya, dan (3) guru harus mengamalkan ilmunya dan tidak berbuat hal yang berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.55 Mengacu kepada landasan yuridis formal UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.56 Kompetensi pedagogik ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.57 Kompetensi pedagogik seorang guru ditandai dengan kemampuannya menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu. Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.58 Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar.59 Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang 14 memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.60 Kompetensi seseorang dapat terbentuk karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Salah satu teori yang dapat dijadikan landasan terbentuknya kompetensi seseorang adalah teori medan yang dirintis oleh Kurt Lewin.61 Teori medan itu sendiri berangkat dari teori psikologi Gestalt yang dipelopori tiga psikolog Jerman, yakni Max Wertheimer, Kohler, dan Kofka, di mana dalam teori mereka disebutkan bahwa kemampuan seseorang ditentukan oleh medan psikofisis yang terorganisasi yang hampir sama dengan medan gravitasi.62 Selanjutnya Kurt Lewin mengembangkan teori ini dengan memosisikan seseorang akan memperoleh kompetensi karena medan gravitasi di sekitarnya yang turut membentuk potensi seseorang secara individu. Artinya, kompetensi individu dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungannya. Lingkungan di sini diposisikan sebagai sumber belajar. Selain itu, sistem informasi yang diperoleh seseorang dari lingkungannya berupa pengalaman yang diperoleh secara empiris melalui observasi, pengetahuan ilmiah yang diterimanya dari pendidikan formal, dan ketrampilan yang dilakukannya secara mandiri turut mewarnai pembentukan kompetensi dirinya. Kompetensi individu juga dapat terbentuk karena adanya potensi bawaan dan lingkungan sekitar. Teori yang mendasari pemikiran ini adalah teori konvergensi yang dipelopori oleh William Stern. Menurut teori ini, perkembangan pribadi dan kompetensi seseorang merupakan hasil dari proses kerja sama antara heriditas (pembawaan) dan environment (lingkungan). Tiap individu merupakan perpaduan atau konvergensi dari faktor internal (potensi-potensi dalam diri) dengan faktor eksternal (lingkungan termasuk pendidikan).63 Menurut Widoyoko dengan mengadopsi pendapat Sutermeister tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kerja karyawan, maka kompetensi guru dipengaruhi oleh faktor diri atau faktor internal dan faktor situasional 15 atau faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu guru yang meliputi: latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, penataran dan pelatihan dan sebagainya. Sedangkan faktor situasional yang dapat mempengaruhi kompetensi guru meliputi: iklim dan kebijakan organisasi, lingkungan kerja, sarana dan prasarana, gaji, lingkungan sosial dan sebagainya.64 Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Yuhetty.65 Ia menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi kompetensi guru meliputi: tingkat pendidikan, keikutsertaan di dalam berbagai pelatihan dan kegiatan ilmiah, masa kerja dan pengalaman kerja, tingkat kesejahteraan serta kesadaran akan kewajiban dan panggilan hati nurani. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi: besar gaji dan tunjangan yang diterima, ketersediaan sarana dan media pembelajaran, kepemimpinan kepala sekolah, kegiatan pembinaan yang dilakukan dan peran serta masyarakat. Upaya meningkatkan kompetensi guru bukanlah pekerjaan ringan. Hal ini mengingat jumlah guru yang demikian besar dan kompleksnya persoalan di dunia pendidikan. Diperlukan keterlibatan aktif dan peran optimal dari banyak pihak. Selain itu sinergisitas di antara stake holder menjadi prasyarat lain demi mewujudkan tugas mulia ini. E. Hipotesis Penelitian Bertolak dari latar belakang masalah , rumusan masalah dan kajian teoritis mengenai kompetensi guru, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada pengaruh yang signifikan dari kualifikasi pendidikan terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan. 2. Ada pengaruh yang signifikan dari keikutsertaan diklat terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan. 3. Ada pengaruh yang signifikan dari sikap pada profesi terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan. 16 4. Ada pengaruh yang signifikan dari kualifikasi pendidikan, keikutsertaan diklat dan sikap pada profesi secara bersama-sama terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan. III. Metode Penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada guru-guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar di Kabupaten Pekalongan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Kabupaten Pekalongan dikenal sebagai daerah yang cukup religius. Alasan lain yang lebih substansial adalah bahwa Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah menunjukkan perhatian yang kuat terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. Perhatian Pemerintah Kabupaten Pekalongan beserta segenap stake holdernya juga diwujudkan dengan serangkaian upaya untuk meningkatkan kompetensi guru PAI. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dari bulan Juli sampai dengan Desember 2010. Kegiatan dimulai dari survei awal, penyusunan proposal, penyusunan instrumen penelitian, uji coba instrumen, pengumpulan data serta analisis dan penulisan laporan. B. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini termasuk jenis ex post facto karena peneliti berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan peneliti tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti.66 Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional prediktif tiga prediktor.67 Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang penyajian datanya berupa angka-angka dan menggunakan analisis statistik. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma ganda dengan tiga variabel independen yaitu Kualifikasi Pendidikan (X1), Keikutsertaan Diklat (X2) dan Sikap pada Profesi (X3) terhadap Kompetensi Guru PAI (Y). C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar di Kabupaten Pekalongan sejumlah 691 orang. 17 Pengambilan sampel dalam penelitian ini termasuk probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Untuk itu dipakai teknik simple random sampling yaitu cara pengambilan anggota sampel dari populasi secara acak.68 Penelitian ini mengambil sampel sejumlah 50 orang guru PAI SD. D. Variabel dan Indikator Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) variabel bebas (X) dan 1 (satu) variabel terikat (Y). variabel bebasnya adalah Kualifikasi Pendidikan (X1), Keikutsertaan Diklat (X2) dan Sikap pada Profesi (X3). Variabel kualifikasi pendidikan meliputi 3 (tiga) indikator yaitu ijazah formal guru, relevansi jurusan dan pendidikan tambahan nonformal. Variabel Keikutsertaan Diklat meliputi 3 (tiga) indikator yaitu lamanya diklat, tingkatan diklat (internasional, nasional, propinsi, kabupaten atau kecamatan) serta relevansi diklat (relevan atau kurang relevan). Sedangkan Variabel sikap pada profesi meliputi indikator-indikator (1) sikap terhadap peraturan; (2) sikap terhadap organisasi profesi; (3) Sikap terhadap teman sejawat; (4) Sikap terhadap anak didik; (5) Sikap terhadap tempat kerja; (6) Sikap terhadap pimpinan; (7) sikap terhadap pekerjaan dan (8) sikap terhadap materi pelajaran/disiplin ilmu. Adapun indikator variabel kompetensi guru ini meliputi (1) penguasaan terhadap karakteristik peserta didik; (2) penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran; (3) pengembangan kurikulum matapelajaran yang diampu; (4) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik; (5) pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran; (6) fasilitasi pengembangan potensi peserta didik; (7) komunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik; (8) penyelenggaraan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar; (9) pemanfaatan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan 18 pembelajaran; dan (10) tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. E. Instrumen Penelitian dan Validasi Instrumen Instrumen yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini menggunakan tiga macam instrumen yaitu dokumentasi, angket dan observasi. Data kualifikasi pendidikan dan keikutsertaan diklat dikumpulkan melalui dokumentasi dengan mengadopsi model portofolio sertifikasi guru. Sementara data sikap pada profesi dijaring melalui angket dengan skala Likert. Adapun data kompetensi guru dikumpulkan lewat kombinasi antara angket dan observasi. Instrumen angket untuk sikap pada profesi dan kompetensi guru dilakukan uji validitas dengan menggunakan validitas isi dan konstruk. Sebelum itu dilakukan uji keterbacaan instrumen dengan maksud memastikan bahwa responden memahami maksud instrumen dengan baik. Analisis validitas isi dilakukan melalui penelaahan yang cermat dan kritis terhadap butir-butir item pertanyaan/pernyataan dalam angket sekaligus memeriksa relevansinya dengan indikator setiap variabel yang secara berkelanjutan. Untuk menguji validitas konstruksi ditempuh dengan 2 (dua) langkah yaitu pendapat ahli (judgment expert) dan analisis faktor. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa untuk instrumen angket variabel sikap pada profesi dari jumlah item sebanyak 40 terdapat 4 item yang harus direvisi karena korelasinya dibawah 0,3. Sedangkan untuk angket kompetensi guru dengan jumlah item sebanyak 50 juga terdapat 4 item yang harus direvisi. Sedangkan untuk mengetahui reliabilitas digunakan uji keandalan Cronbach‟s Alpha. Berdasarkan hasil analisis uji reliabilitas tersebut diperoleh harga koefisien alpha hitung untuk variabel sikap pada profesi (X3) sebesar 0,913 > 0,300 dan harga koefisien alpha hitung untuk variabel kompetensi guru (Y) 0,927 > 0,300, maka dapat disimpulkan bahwa angket tersebut bersifat reliabel. 19 IV. Hasil Penelitian A. Uji Persyaratan Analisis Data Untuk menganalisis data terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis antara lain uji normalitas data dengan teknik Kolmogorov-Smirnov, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas dikenakan terhadap variabel terikat yakni kompetensi guru. Dari hasil uji normalitas pada variabel Y, diperoleh nilai KolmogorovSmirnov Z sebesar 0,698 dengan hasil uji signifikansi (2-tailed) sebesar 0,715. Sesuai dengan hipotesis uji, diyakini bahwa apabila nilai signifikansi lebih besar dari α (alpha) sebesar 0,05 maka dikatakan bahwa data berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Dengan demikian dapat dibuktikan secara statistik bahwa sebaran data untuk variabel Y adalah normal. Untuk Pengujian linearitas garis regresi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan atau analisis tabel Anova. Untuk menyatakan apakah garis tersebut linear atau tidak, maka digunakan perbandingan antara harga koefisien signifikansi dengan tingkat α (alpha) yang dipilih yakni 0,05. Simpulan yang harus diambil yaitu garis regresi dinyatakan linear jika nilai signifikansi dari Deviation from linearity > dari alpha (0,05). Dari hasil analisis diperoleh nilai signifikansi Y*X1 sebesar 0,71> 0,05 , Y*X2 sebesar 0,327 > 0,05 dan Y*X3 sebesar 0,913 > 0,05. Oleh karena itu diperoleh kesimpulan bahwa garis regresi bersifat linear. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas di antara variabel independen digunakan statistik korelasi product moment dari Pearson. untuk menyatakan ada tidaknya multikolinearitas antarvariabel independen dengan membandingkan koefisien signifikansi dengan tingkat α (alpha) yang ditetapkan yakni 0,05. Hasil analisi korelasi product moment menunjukkan bahwa signifikansi korelasi X1-X2 sebesar 0,390 > 0,05, signifikansi X1-X3 sebesar 0,413 > 0,05 dan signifikansi korelasi X2-X3 sebesar 0,519 > 0,05. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. 20 B. Pengujian Hipotesis Untuk melakukan analisis hipotesis maka digunakanlah analisis regresi, analisis uji t untuk mengukur keberartian koefisien regresi dari variabel independen secara parsial dan analisis Uji F untuk mengukur keberartian koefisien regresi variabel independen secara simultan. 1. Pengaruh Kualifikasi Pendidikan terhadap Kompetensi Guru Hasil analisis regresi ganda dengan tiga prediktor diperoleh persamaan garis regresi Y = 0,816 + 0,388X1 + 0,409X2 + 0,384X3. Koefisien korelasi parsial sebesar 0,388 menunjukkan kuatnya tingkat pengaruh antara variabel kualifikasi pendidikan terhadap kompetensi guru. Tanda positif pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola positif atau searah. Hasil uji t menunjukkan bahwa koefisien korelasi parsial variabel kualifikasi pendidikan (X1) signifikan didasarkan pada analisis signifikansi sebesar 0,001 < 0,05 (α). Hal ini berarti koefisien korelasi parsial variabel kualifikasi pendidikan bermakna atau memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kompetensi guru. Dari perhitungan, ternyata bahwa koefisien determinasi (r2) dari kualifikasi pendidikan (X1) terhadap kompetensi guru (Y) adalah sebesar 0,150544 sehingga kontribusi variabel X1 terhadap Y sebesar 15,05%. Artinya bahwa 15,05% variasi skor kompetensi guru ditentukan oleh kualifikasi pendidikan guru. 2. Pengaruh Keikutsertaan Diklat terhadap Kompetensi Guru Dari persamaan garis regresi Y = 0,816 + 0,388X1 + 0,409X2 + 0,384X3 diketahui koefisien korelasi parsial variabel keikutsertaan diklat sebesar 0,409 pada konstanta 0,816. Koefisien korelasi juga bertanda positif menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola positif atau searah. Hasil uji t menunjukkan bahwa koefisien korelasi parsial variabel keikutsertaan diklat (X2) signifikan didasarkan pada analisis signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 (α). Hal ini berarti koefisien korelasi parsial variabel 21 keikutsertaan diklat bermakna atau memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi guru. Dari perhitungan diperoleh koefisien determinasi (r2) dari keikutsertaan diklat (X2) terhadap kompetensi guru (Y) adalah sebesar 0,1673 sehingga kontribusi variabel X2 terhadap Y sebesar 16,73%. Artinya bahwa 16,73% variasi skor kompetensi guru ditentukan oleh keikutsertaan diklat. 3. Pengaruh Sikap pada Profesi terhadap Kompetensi Guru Dari persamaan garis regresi Y = 0,816 + 0,388X1 + 0,409X2 + 0,384X3. Koefisien korelasi parsial variabel sikap pada profesi sebesar 0,384 pada konstanta 0,816. Koefisien korelasi juga bertanda positif menunjukkan bahwa korelasi memiliki pola positif atau searah. Hasil uji t menunjukkan bahwa koefisien korelasi parsial variabel sikap pada profesi (X3) signifikan didasarkan pada analisis signifikansi sebesar 0,001 < 0,05 (α). Hal ini berarti koefisien korelasi parsial variabel sikap pada profesi bermakna atau memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kompetensi guru. Dari perhitungan diperoleh koefisien determinasi (r2) dari sikap pada profesi (X3) terhadap kompetensi guru (Y) adalah sebesar 0,1475 sehingga kontribusi variabel X3 terhadap Y sebesar 14,75%. Artinya bahwa 14,75% variasi skor kompetensi guru ditentukan oleh sikap pada profesi. 5. Pengaruh Kualifikasi Pendidikan, Keikutsertaan Diklat dan Sikap pada Profesi terhadap Kompetensi Guru secara simultan. Hasil uji F diperoleh harga koefisien korelasi multipel Adjusted R Square sebesar 0,458. Analisis signifikansi menunjukkan bahwa nilai sig. F Change 0,000 < α (0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel X1, X2 dan X3 secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terdapat variabel Y sehingga hipotesis keempat bisa diterima. Dari koefisien determinasi (R2) sebesar 0,458 maka diketahui kontribusi variabel X1, X2 dan X3 secara bersama-sama terhadap Y sebesar 45,80%. Artinya bahwa 45,80% variasi skor kompetensi guru ditentukan 22 secara simultan oleh variabel kualifikasi pendidikan, keikutsertaan diklat dan sikap pada profesi sementara 54,20% lainnya ditentukan oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini. V. Simpulan dan Saran A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari kualifikasi pendidikan terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan . Terbukti diperoleh sumbangan efektif sebesar 15,05%. Oleh karena itu peningkatan kualifikasi pendidikan akan meningkatkan kompetensi guru PAI SD. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari keikutsertaan diklat terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan. Terbukti diperoleh sumbangan efektif sebesar 16,73%. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat keikutsertaan dalam diklat maka akan meningkatkan kompetensi guru PAI SD. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari sikap pada profesi terhadap kompetensi guru PAI SD di Kabupaten Pekalongan. Terbukti diperoleh sumbangan efektif sebesar 14,75%. Oleh karena itu semakin positif sikap guru pada profesinya maka semakin tinggi kompetensi guru PAI SD tersebut. 4. Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari kualifikasi pendidikan, keikutsertaan diklat dan sikap pada profesi secara simultan terhadap kompetensi guru PAI SD. Terbukti diperoleh koefisien determinasi sebesar 0,458 sehingga diketahui sumbangan efektif dari variabel kualifikasi pendidikan, keikutsertaan diklat dan sikap pada profesi secara bersama-sama sebesar 45,8%. Adapun 54,2% ditentukan oleh faktor lain di luar variabel penelitian ini. 23 B. Saran-saran Berdasarkan temuan penelitian dan merujuk kepada simpulan, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Para guru PAI SD hendaknya terus-menerus melakukan upaya meningkatkan kompetensinya melalui peningkatan kualifikasi pendidikan, aktifitas pembinaan profesional seperti diklat, KKG PAI maupun kegiatan ilmiah lainnya serta berupaya memupuk dan mengembangkan sikap profesionalitasnya. 2. Kepala sekolah hendaknya memberikan dorongan, pembinaan, perhatian, kesempatan dan fasilitasi kepada guru-guru PAI untuk terus meningkatkan kompetensinya. Secara rutin kepala sekolah hendaknya melakukan pembinaan kepada guru dan tidak kalah pentingnya kepala sekolah hendaknya merealisasikan dukungan finansial yang memadai dalam RAPBS khusus untuk pembinaan profesional guru. 3. Dinas pendidikan dan Kementerian Agama hendaknya mensinergikan dan mengoordinasikan kebijakan dan program pembinaan profesional guru PAIS sehingga tidak terkesan saling lempar tanggung jawab sehingga berakibat penanganan guru PAIS tidak terurus dengan baik. End Notes 1 Nanat Fatah Natsir, Strategi Pembangunan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Balitbang Dikdasmen, 2002), hal. 1. 2 Simmons, J., & Alexander, L., Factors which promote school achievement in developing countries: A review of the research. In J. Simmons (Ed.), The Education Dilemma: Policy Issues for Developing Countries in the 1980s, (Elmsford, N.Y.: Pergamon Press, 1980), hal. 77-95. 3 Heyneman, S. P., & Loxley, W., The effect of primary school quality on academic achievement across twenty-nine high and low income countries. American Journal of Sociology,88, 1983, hal. 19–23. 4 Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008, Penilaian Kinerja Guru, (Jakarta: Dirtendik Dirjen PMPTK Depdiknas, 2008), hal. 1. 5 Pasal 8, UU Nomor:14/2005. 6 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), hal. 3 7 Kompas, 3 Pebruari 2006. 8 Martin H. Manser, Oxford Learner’s Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 1995), hal. 337. 9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 533. 24 10 http://file.upi.edu.22/09/2010. Yusufhadi Miarso, Peningkatan Kualifikasi Guru Dalam Perspektif Teknologi Pendidikan, Makalah disampaikan dalam Semiloka di UNNES, 8 Mei 2008, hal. 6. 12 Masnur Muslich, 2007, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik, (Jakarta: P.T. Bumi Aksara, 2007), hal.13. 13 http://lppm.upi.edu. 22/09/2010. 14 Drost, J., “On Going Formation bagi Seorang Guru,” Kompas, 14 Pebruari 2002. 15 http://www.jambiekspres.co.id/. 27/09/2010. 16 http://file.upi.edu. 22/09/2010 17 Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Rake Sarakin, 2000), hal. 82. 11 18 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana., 2003), hal. 140. 19 Guy R. Lefrancois, Psychology for Teaching (7th ed.), (Belmont: Wadsworth Publishing Company,1991), hal. 63. 20 http://www.ditjenpmptk.net. 27/09/2010. Pasal 3 Permendiknas RI No. 58/2008. 22 Pasal 5 ayat 7 Permendiknas No. 58/2008. 23 H. A. R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa Depan, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2008), hal. 16. 24 Martua Manulang, Manajemen Personalia, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1981), hal. 84. 25 Andrew E. Sikula, Personal Administration and Human Resources Management, (New York: John Wiley & Sons, Inc., 1981), hal.227. 21 26 Abdurrahmat Fathoni, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), hal. 98. 27 http://file.upi.edu. 27/09/2010. 28 http://file.upi.edu. 27/09/2010. 29 Rindang, Mei 2010: 49. 30 Suyanto,”Guru harus terus mendapat latihan,” Kompas, 3 Pebruari 2001. 31 Louis L. Thurstone. "The Measurement of Social Attitudes." Journal of Abnormal and Social Psychology 27 (1931), hal. 249. 32 LaPierre, R. T., Attitudes vs. Actions. Social Forces, 13, (1934), hal. 230. 33 Secord P.F., Backman C.W., Social Psychology, (New York: McGraw Hill, 1969), hal. 5. 34 35 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.Cit., hal. 789. A. Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Offset,1994) hal. 26. 36 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 107. 37 Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), hal. 43-53. 38 Fuad Syalhub, al-Mu’allim al-Awwal Sallallahu ‘alaihi wasallam (Guruku Muhammad saw.), Terj. Nashirul Haq, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hal. 1. 39 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Ibrahim Husen, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 166. 40 Abdullah Nasih Ulwan,, Tarbiyah al-aulād fī al-islām (Pendidikan Anak Menurut Islam Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak), Terj. Khalilullah Ahmas Masykur Hakim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), hal. 135. 41 Huda Ali, Laporan Hasil Penelitian Sikap terhadap Profesional Guru, (Jakarta: Balitbang Agama, 2006), hal. 2. 25 42 John M Echols, Hassan Shadily., Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1990), hal. 132. 43 Martin H. Manser,, Oxford Learner’s Dictionary, Oxford: Oxford University Press, 1995), hal. 80. 44 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.Cit., hal. 516. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 14. 45 46 Charles E Johnson, et all., Psychology and Teaching, (Bombay: D.B. Taraporevala Sons & Co. Private Limited, 1974), hal. 3. 47 Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hal. 4. Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah, (Jakarta: Grasindo, 1992), hal. 17. 49 David R. Stone, Educational Psychology: The Development of Teaching Skills, (New York: Harper & Row Publishers, 1982), hal. 16. 50 Daniel Lenox Barlow, Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, Chicago: The Moody Bible Institute, 1985), hal. 229. 51 Usman, Op. Cit. 52 Kunandar, Guru profesional, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hal. 55. 53 George J. Mouly, Psychology for Effective Teaching, (New York: Rinehart and Winston INC, 1973), hal. 391. 54 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1989), hal. 18. 55 Muhammad „Atiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 133-144. 56 Pasal 10 ayat 1 UU No 14/2005. 57 Asrorun Ni‟am, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: eLSAS, 2006), hal. 199. 58 Ibid. 59 E. Mulyasa, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 173 48 60 Ibid., hal. 135-136. 61 Calvin S Hall, dkk., Teori-Teori Holistik (Organisasi-Fenomenologis), (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 275. 62 Ibid., hal 275-276. 63 Hamzah B. Uno, Landasan Pembelajaran, (Gorontalo: Nurul Jannah.2004), hal. 156. 64 S. Eko Putro Widoyoko, Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (Jakarta: Ditjen Dikti, 2005), hal. 7. 65 http://yusufhadi.net. 27/09/2010. 66 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 15. 67 Tulus Winarsunu, Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2004),hal. 12. 68 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung: CV. Alfabeta,2009a), hal. 63-64). 26 DAFTAR PUSTAKA Al-Abrasyi, Muhammad „Atiyah, 1974, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, Jakarta: Bulan Bintang. Ali, Huda, 2006, Laporan Hasil Penelitian Sikap terhadap Profesional Guru, Jakarta: Balitbang Agama. Azwar, Saifuddin, 1997, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barlow, Daniel Lenox, 1985, Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, Chicago: The Moody Bible Institute. Caplow, T., & McGee, R., 1965, The academic marketplace. Garden City, NY: Anchor Books. Coakes. S.J. and Steed., 1998, SPSS for windows, Sydney: Jacaranda Wiley Ltd. Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008, Penilaian Kinerja Guru, Jakarta: Dirtendik Dirjen PMPTK Depdiknas. Djamarah, Syaiful Bachri, 1991, Prestasi Belajar dan Kompetensi guru, Surabaya: Usaha Nasional. Drost, J., “On Going Formation bagi Seorang Guru,” Kompas, 14 Pebruari 2002. Echols, John M, Hassan Shadily., 1990, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia. Fahmi, Asma Hasan, 1979, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Ibrahim Husen, Jakarta: Bulan Bintang. Fathoni, Abdurrahmat, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hajar, Ibnu, 1996, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo. Hall, Calvin S. dkk., 2000, Teori-Teori Holistik (Organisasi-Fenomenologis), Yogyakarta: Kanisius. Heyneman, S. P., & Loxley, W., 1983, The effect of primary school quality on academic achievement across twenty-nine high and low income countries. American Journal of Sociology,88, 19–23. Houston, W. R., and Howsam, R., 1972, Competency-based teacher education: Progress,problems and prospects. Chicago: Science Research Associates. Johnson, Charles E. et all., 1974, Psychology and Teaching, Bombay: D.B. Taraporevala Sons & Co. Private Limited. Kunandar, 2009, Guru profesional, Jakarta: Rajawali Press. 27 Lefrancois, Guy R., 1991, Psychology for Teaching (7th ed.), Belmont: Wadsworth Publishing Company. Manser, Martin H., 1995, Oxford Learner’s Dictionary, Oxford: Oxford University Press. Manulang, Martua, 1981, Manajemen Personalia, Jakarta: Ghalia Indonesia. Matutina, Donni C., 1993, Manajemen Personalia, Jakarta: PT Rineka Cipta. Miarso, Yusufhadi, 2008, Peningkatan Kualifikasi Guru Dalam Perspektif Teknologi Pendidikan, Makalah disampaikan dalam Semiloka di UNNES, 8 Mei 2008. Mouly, George J., 1973, Psychology for Effective Teaching, New York: Rinehart and Winston INC. Muhadjir, Noeng, 2000, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Rake Sarakin. Mulyana, 2006, Laporan Hasil Penelitian Sikap Profesional Guru Tsanawiyah, Jakarta: Balitbang Agama. Mulyasa, E., 2007, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. __________, 2009, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Munandar, Utami, 1992, Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah, Jakarta: Grasindo Muslich, Masnur, 2007, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik, Jakarta: P.T. Bumi Aksara. Nata, Abuddin, 2003, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana. Natsir, Nanat Fatah., 2002, Strategi Pembangunan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Balitbang Dikdasmen. Ni‟am, Asrorun, 2006, Membangun Profesionalitas Guru, Jakarta: eLSAS. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran Program Sarjana S-1 Kependidikan Bagi Guru Dalam Jabatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Rindang, Mei 2010. Roestiyah, 1989, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara. 28 Sahertian, A. Piet, 1994, Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Offset. Secord P.F., Backman C.W., 1969, Social Psychology, New York: McGraw Hill. Sikula, Andrew E., 1981, Personal Administration and Human Resources Management, New York: John Wiley & Sons, Inc. Simmons, J., & Alexander, L., 1980, Factors which promote school achievement in developing countries: A review of the research. In J. Simmons (Ed.), The Education Dilemma: Policy Issues for Developing Countries in the 1980s. Elmsford, N.Y.: Pergamon Press. Soetjipto, Raflis Kosasi, 2007, Profesi Keguruan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Stone, David R., 1982, Educational Psychology: The Development of Teaching Skills, New York: Harper & Row Publishers. Sudarmanto, R. Gunawan, 2005, Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS, Yogyakarta: Graha Ilmu. Sudjana, Nana dan Ibrahim, 1989, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru. Sudjana, Nana, 1989, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta. ________, 2009a, Statistika untuk Penelitian, Bandung: CV. Alfabeta. ________, 2009b, Metode Penelitian Kuantotatif Kualitatif dan R&D, Bandung: CV. Alfabeta. Sukardi, 2008, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara. Suyanto,”Guru harus terus mendapat latihan,” Kompas, 3 Pebruari 2001. Syah, Muhibbin, 1999, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya. Syalhub, Fuad, 2006, al-Mu’allim al-Awwal Sallallahu ‘alaihi wasallam (Guruku Muhammad saw.), Terj. Nashirul Haq, Jakarta: Gema Insani Press. Tilaar, H. A. R., 2008, Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa Depan, Bandung: PT Remaja RosdaKarya. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Ulwan, Abdullah Nasih, 1990, Tarbiyah al-aulād fī al-islām (Pendidikan Anak Menurut Islam Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak), Terj. Khalilullah Ahmas Masykur Hakim, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Uno, Hamzah B., 2004, Landasan Pembelajaran, Gorontalo: Nurul Jannah. _____________, 2006, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara. _____________, 2008, Profesi Kependidikan Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. Usman, Moh. Uzer, 2005, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Widoyoko, S. Eko Putro, 2005, Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, Jakarta: Ditjen Dikti. Winarsunu, Tulus, 2004, Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, Malang: UMM Press. Website Resmi http://file.upi.edu. http://lppm.upi.edu. http://www.ditjenpmptk.net. http://www.jambiekspres.co.id/. http://yusufhadi.net 30