61 KAJIAN WAKTU TANAM DAN KERAPATAN TANAMAN JAGUNG SISTEM TUMPANGSARI DENGAN KACANG TANAH TERHADAP NILAI LER DAN INDEKS KOMPETISI Oleh: Hj. Andi Nurmas1) ABSTRACT The objective of the research was to study the effect of planting time delay and plant density of maize on the intercropping system with ground-nut. From this research it was expected that the results will gained the maximum production. The experimental works was done in Kambu Village, Poasia Subdistrict, Kendari District, from March till May 2009. Results of the research showed that the delay of maize planting time in the intercropping system with ground-nut afecting the growth and production of both maize and ground-nut. The longer the delay of maize planting time, the more decreasing effect of competition achieved. In contrast, the competition effect of the ground-nut was increased to that of the maize. There was yield dependency for both maize and ground-nut. The delay of maize planting time in one week was gathered the highest value of land equivalent ratio (LER) by 1.39 and the lowest value of competition index (CI) by 0.9756 compared to both without the delay of maize planting time by 1.27 of LER and by 0.9759 of CI, and with the delay of maize planting time for two weeks by 1.37 of LER and 0.9775 of CI. Besides, from the statistical analysis also shows that there was no significant effect in maize plant density and in combination between the delay of maize planting and plant density. Key words: competition index, intercropping, Land Equivalent Ratio PENDAHULUAN Multiple cropping atau sistem tanam ganda merupakan suatu usaha pertanian untuk mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali dari satu jenis atau beberapa jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun. Dalam hal ini tanaman-tanaman yang diusahakan akan melakukan suatu hubungan atau interaksi. Hubungan-hubungan tersebut ada yang bersifat kompetitif, yaitu apabila tanaman yang satu dapat merintangi pertumbuhan atau bersaing dengan tanaman lain dalam pemanfaatan unsur hara, air, oksigen dan cahaya matahari. Bersifat komplementer, yaitu apabila masing-masing tanaman justru akan tumbuh dan berproduksi lebih baik dibanding tanaman monokultur (Wibomo, 2009). Tumpangsari sama dengan istilah “Intercropping” merupakan salah satu perwujudan multiple cropping yang dapat didefinisikan sebagai suatu cara bercocoktanam pada sebidang lahan dimana dua atau lebih 1 spesies tanaman di tanam dan tumbuh bersama dalam jarak dan larikan yang teratur. Penataan tanaman jagung dalam sistem tumpangsari dengan tanaman lainnya perlu dilakukan agar kompetisi antar tanaman dalam memanfaatkan unsur hara, menggunakan radiasi matahari dan ruang tumbuh tidak berakibat buruk terhadap hasil. Dalam banyak hal didapatkan adanya pengaruh positif terhadap hasil dibandingkan dengan sistem monokultur. Penambahan jenis dan jumlah produksi yang diperoleh secara bersama-sama persatuan waktu dapat mengakibatkan kerjasama yang saling menguntungkan tetapi dapat pula saling merintangi. Karena itu sistem multiple croping dapat diatur berdasarkan sifat dan sistem perakaran tanaman serta waktu tanamnya. Sifat perakaran yang berkembang lebih dalam tidak mengganggu apabila ditanam bersama dengan tanaman yang berakar dangkal. Dalam hubungannya dengan sistem perakaran, jarak tanam merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Demikian pula ) Staf Pengajar Pada Jurusan Agroteknologi Pertanian Universitas Kendari. AGRIPLUS, VolumeFakultas 21 Nomor : 01 JanuariHaluoleo, 2011, ISSN 0854-0128 61 62 jenis legum yang ditanam bersama dengan tanaman non legum. Pertumbuhan tanaman di lahan kering sangat dipengaruhi oleh keadaan curah hujan. Untuk menghindari resiko kegagalan panen, pemilihan waktu tanam dan varietas harus tepat. Apabila waktu tanam pada suatu lokasi pengembangan telah diketahui, maka langkah selanjutya adalah menyusun pola tanam. Dalam penyusunan pola tanam, selain aspek biofisik, pola tanam yang telah berkembang pada masyarakat setempat juga harus diperhatikan, sehingga pola tanam yang dikembangkan bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali tetapi merupakan pengembangan dari pola tanam yang telah ada (Balitkabi, 2008). METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kambu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari yang dilaksakan pada bulan Maret-Mei 2009. Bahan dan alat yang digunakan terdiri atas: benih jagung, kacang tanah, pupuk Urea, SP-36, KCl, insektisda, traktor mini, hand sprayer, meteran, gembor dan alat tulis menulis. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial. Dua faktor yang diteliti, yaitu: penundaan saat tanam jagung sebagai faktor pertama dan jarak tanam jagung sebagai faktor kedua. Waktu tanam yang digunakan adalah: (a) serentak tanam jagung + kacang tanah, (b) tunda tanam jagung satu minggu dan (c) tunda tanam jagung dua minggu. Jarak tanam jagung yang gunakan, yaitu: (a) 200cm x 20cm dan (b) 100cm x 40cm. Jarak tanam jagung monokultur 150cm x 30cm dan jarak tanam kacang tanah 25cm x 25cm sama dengan jarak tanam monokulturnya. Pelaksanaan di lapang, terlebih dahulu melakukan pengolahan tanah, kemudian membuat petak percobaan dengan ukuran 2,5m x 5 m sebanyak 12 petak untuk setiap ulangan atau 36 petak untuk tiga ulangan dan jarak antar petak setiap ulangan 0,5 m. Penanaman jagung dilaksanakan secara tugal dengan kedalaman 35cm sebanyak 3 biji per lubang tanam sesuai masing-masing perlakuan waktu tanam dan jarak tanam jagung. Sedangkan penanaman kacang tanah dilakukan secara bersamaan pada larikan yang telah ditentukan sebanyak 2 biji per lubang tanam. Pelaksanaan pemupukan dilakukan dua kali, yaitu bersamaan saat tanam dengan dosis 15 kg N (1/3 bagian) dan pupuk susulan diberikan pada umur satu bulan dengan dosis 2/3 bagian dari 30 kg N. Pengamatan komponen pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap tanaman sampel, sedang komponen hasil diambil dari petak sampel. Berdasarkan data hasil masing-masing jenis tanaman dalam pertanaman tumpangsari maupun monokultur jagung dan kacang tanah dapat dihitung Nisbah Setara Lahan (LER) dan IK. Rumus Land Equivalent Ratio (LER) : n hi LER i 1, 2 ,3 Hi Keteranga: hi = Hasil tanaman tumpangsari jenis tanaman i; Hi = Hasil tanaman monokultur jenis tanaman i; i = 1, 2, 3, ...n jenis tanaman pada tumpangsari. Data komponen pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil tanaman dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%. Bila ada beda nyata dilanjutkan dengan Uji BNJ. Rumus Index Kompetisi (CI), sebagai berikut: ( N' A - NA )( N' B - NB ) (Heddy CI NA x NB S., et al., 1994) Keteranga: NA dan NB = perbandingan populasi tanaman A dan B yang ditumpangsarikan; N’A dan N’B = banyaknya jumlah tanaman A dan B yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sama dengan satu unit tanaman A dan B dalam sistem monokultur . HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah Pertumbuhan Berdasarkan hasil pengamatan peubah pertumbuhan tinggi tanaman jagung dan kacang tanah pada umur 4 mst di lapang menunjukkan bahwa penundaan waktu tanam jagung ternyata menekan pertumbuhan tinggi tanaman jagung AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128 63 dilapang, yaitu tinggi tanaman jagung semakin tertekan pada saat penundaan waktu tanam sampai dua minggu. Namun jika dibandingkan dengan tinggi tanaman jagung monokultur, maka tinggi tanaman jagung tumpangsari relatif lebih rendah. Kejadian ini sama pada pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah baik yang ditanam secara monokultur maupun secara tumpangsari pada umur 4 mst di lapang (Tabel 1 dan 2). Tabel 1. Rerata tinggi tanaman (cm) jagung monokultur dan tinggi tanaman tumpangsari jagung dan kacang tanah pada umur 4 mst Waktu tanam Rerata Serentak tanam jagung+k.tanah Tunda jagung satu minggu Tunda jagung dua minggu Jagung monokultur 72,6 a BNJ 5% 3,34 70,0 a 55,9 b 86,75 Ketetangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% Berdasarkan hasil pengamatan peubah pertumbuhan (Tabel 1 dan 2) dan peubah produksi (Tabel 3, 4, 5, 6 dan 7) menunjukkan bahwa penundaan waktu tanaman jagung memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi jagung dan kacang tanah yang ditanam dengan sistem tumpangsari. Sedangkan perlakuan kerapatan tanaman dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata baik terhadap pertumbuhan dan produksi jagung dan kacang tanah sistem tupangsari. Peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan kacang tanah yang ditanam sistem tumpangsari dapat diukur dengan menggunakan besaran, yaitu NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan) atau LER (Land Equivalent Ratio). Sebagai contoh nilai LER pada perlakuan penundaan waktu tanaman jagung satu minggu dengan nilai LER = 1,39 artinya bahwa untuk mendapatkan produksi yang sama dengan 1 ha diperlukan 1,39 ha pertanaman secara monokultur. Salah satu cara untuk menilai manfaat dari tumbuh dua atau lebih tanaman bersama- sama, atau tumpangsari, adalah untuk mengukur produktivitas dengan menggunakan NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan) atau LER (Land Equivalent Ratio). LER membandingkan hasil dari dua atau lebih tanaman yang tumbuh bersama-sama sistem tumpangsari dengan membandingkan hasil dari masing-masing tanaman yang ditanam secara monokultur. Bila LER > 1, berarti pertanaman tumpangsari lebih efisien dalam penggunaan lahan dari pada pertanaman monokultur (Wibowo, 2009) Agar diperoleh hasil yang maksimal, maka tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetisi bagi tanaman. Dengan demikian jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang berbeda (Atmojo, S.W., 2008). Tabel 2. Rerata tinggi tanaman (cm) kacang tanah monokultur dan tinggi tanaman kacang tanah yang ditumpangsarikan dengan jagung pada umur 4 mst Waktu tanam Rerata Serentak tanam jagung+k.tanah Tunda tanam jagung satu minggu Tunda tanam jagung dua minggu Kacang tanah monokultur 27,8 a BNJ 5% 1,51 25,7 b 23,2 c 28,0 Keterangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% Tabel 1 dan 2 peubah pertumbuhan jagung dan kacang tanah yang ditanam secara tumpangsari menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada tanaman jagung dan kacang tanah yang ditanam secara serentak. Dari hasil ini ditemukan bahwa ada indikasi baik jagung maupun kacang tanah bersaing untuk tumbuh sehingga tinggi tanaman jagung maupun kacang tanah akan mencapai tinggi maksimum bila dibandingkan dengan penundaan satu minggu dan dua minggu. Diduga bahwa kedua jenis tanaman tersebut AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128 64 merupakan jenis tanaman yang menghidari naungan dengan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Smith (1981) mengklasifikasikan tanaman tersebut sebagai jenis tanaman shade avoiders, yaitu tanaman yang menghindari naungan dengan respons dalam bentuk terjadinya peningkatan laju pertumbuhan, sehingga tinggi tanaman bertambah. Peubah Produksi Berdasarkan hasil uji BNJ 5% pada berbagai waktu tanam jagung per petak efektif dan hasil jagung per hektar sangat dipengaruhi oleh wakrtu tanam jagung. Pengamatan peubah produksi tumpangsari dan monokultur jagung dan kacang tanah dapat dilihat pada Tebel 3, 4 dan 5. Sedangkan nilai Land Equivalent Rario dan Indeks Kompetisi dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 3. Rerata hasil biji kering (g) tumpangsari dan monokultur tanaman jagung Waktu tanam Rerata Serentak tanam jagung+k.tanah Tunda tanam Jagung satu minggu Tunda tanam jagung dua minggu Jagung monokultur 2520,98 a BNJ 5% 424,89 2393,02 ab Oetami (2009), pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dan perkembangan luas daun yang lebih baik akan menyebabkan bobot kering tanaman lebih besar, sehingga hal ini akan meningkatkan laju tumbuh tanaman. Tabel 4. Rerata hasil biji jagung kering per petak efektif dan hasil biji per hektar Waktu tanam Serentak tanam jagung+k.tanah Tunda tanam jagung satu minggu Tunda tanam jagung dua minggu Kacang tanah monokultur Keterangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% Tertekannya pertumbuhan tanaman jagung akibat penundaan waktu tanam jagung selama dua minggu, mungkin akibat penaungan tanaman jagung terjadi pada periode kritis dari fase pertumbuhannya, seperti yang dinyatakan oleh Murcado (1979) bahwa periode ktiris pada tanaman berkisar antara sepertiga sampai setengah umur pertama tanaman. Sejalan dengan hal tersebut diatas maka tanaman yang mendapatkan cukup cahaya matahari menyebabkan berat kering tanaman akan berlipat ganda dibanding dengan tanaman yang ternaungi (Warsoko et al., 1987). Keadaan ini dapat dilihat pada pengamatan peubah produksi (Tabel 3, 4, 5, 6 dan 7). Menurut Budi dan 2393,02 2,5 2028,70 2,1 3826,95 3,5 Tabel 5. Rerata hasil biji kacang tanah kering per petak efektif dan hasil biji per hektar Waktu tanam 2028,70 b 3826,95 Hasil biji Hasil biji kering per kering petak per hektar (ton) (g) 2520,98 2,6 Serentak tanam jagung+k.tanah Tunda tanam jagung satu minggu Tunda tanam jagung dua minggu Kacang tanah monokultur Hasil biji Hasil biji kering per kering per hektar petak (g) (ton) 912,6 1,0 1129,7 1,2 1248,3 1,3 1403,1 1,6 Terjadinya penundaan waktu tanam jagung menyebabkan pertumbuhan dan produksi berbeda. Hal ini diduga karena adanya perbedaan intensitas cahaya yang tersedia bagi tanaman kacang tanah maupun jagung yang ditanam dalam sistem tumpangsari. Kejadian ini diebabkan karena kompetisi jagung terhadap kacang tanah semakin menurun dengan semakin lamanya penundaan waktu tanam jagung. Sebaliknya efek kompetisi kacang tanah semakin meningkat. Selanjutnya penurunan hasil selain disebabkan kompetisi di atas tanah, AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128 65 juga diduga karena terjadi kompetisi di dalam tanah, seperti ketersediaan air didalam tanah. Sebagaimana dikemukaan oleh Tisdale dan Nelson (1975) bahwa pada saat penundaan waktu tanam jagung dua minggu air yang tersedia untuk pertumbuhan kedua jenis tanaman tersebut dalam keadaan terbatas sehingga terjadi kompetisi dalam memperoleh kebutuhan bersama, menyebabkan pertumbuhan jagung tertekan dan produksinya menurun. Tabel 6. Rerata hasil biji tumpangsari dan tanaman kacang tanah Waktu tanam kering (g) monokultur Rerata Serentak tanam 912,6 a jagung+k.tanah Tunda tanam jagung satu 1129,7 b minggu Tunda tanam jagung dua 1248,3 b minggu Kacang tanah monokultur 1493,1 BNJ 5% 169,30 Masalah lain yang timbul dalam sistem tumpangsari antara lain, terjadinya persaingan anatar tanaman dalam pengambilan air, unsur hara dan pemanfaatan cahaya matahari. Hasil pengamatan kompetisi jagung terhadap kacang tanah semakin menurun dengan semakin lamanya penundaan waktu tanam jagung, sebaliknya efek kompetisi kacang tanah semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada penundaan waktu tanam jagung dua minggu dengan nilai Indeks Kompetisi sebesar 0,9775 dan terendah diperoleh pada penundaan waktu tanam jagung satu minggu dengan Indeks Kompetisi sebesar 0,9756 (Tabel 7). Hal ini diduga pada saat penundaan waktu tanam jagung dua minggu ketersediaan air di dalam tanah semakin berkurang menyebabkan persaingan yang lebih besar akan terjadi dalam hal pemanfaatan air yang tersedia bagi tanaman jagung dan kacang tanah sistem tumpangsari. Keterangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% Tabel 7. Rerata Land Equivalent Rasio (LER) dan Indeks Kompetisi (IK) tumpangsari jagung+kacang tanah Waktu tanam Serentak tanam jagung+k.tanah Tunda tanam jagung satu minggu Tunda tanam jagung dua minggu Monokultur jagung Monokultur kacang tanah Hasil per petak (g) Jagung Kacang Tanah 2520,98 912,60 2393,02 1129,65 2028,70 1248,25 3826,95 1493,1 Tisdale dan Nelson (1975), menjelaskan bahwa persaingan tanaman yang tumbuh berdekatan diduga terjadi dalam tiga tingkatan, tetapi apabila jarak tanam cukup lebar maka tidak terjadi tumpang tindih daerah absorpsi akar, maka tidak akan terjadi persaingan baik terhadap unsur hara maupun air. Sejalan dengan hal tersebut Sutidjo (1986) mengemukakan bahwa saat terjadinya persaingan tergantung pada sifat komunitas tanaman, populasi tanaman dan jarak pengaturan tanaman. Selanjutnya kerapatan populasi tanaman mempunyai LER IK 1,27 1,39 1,37 0,9759 0,9756 0,9775 pengaruh yang cukup besar terhadap produksi tanaman. Menurut Gardner et al. (1991) kerapatan tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Keadaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3, 4, 5, 6 dan 7 menunjukkan bahwa hasil jagung dan kacang tanah berbeda akibat perlakuan penundaan waktu tanam jagung. Namun perlakuan jarak tanam jagung berpengaruh tidak AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128 66 nyata terhadap pertumbuhan dan produksi jagung maupun kacang tanah sistem tumpangsari. Hal ini dapat disebabkan karena jarak tanam jagung relatif lebar walaupun pengaturan jarak tanamnya berbeda yaitu 200cmx20cm dan 100cmx40cm, namun populasinya sama, yaitu 25.000 tanaman per hektar sehingga tidak terjadi persaingan dalam memperebutkan air dan unsur yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan dan produksi jagung dan kacang tanah. Effendi (1977) mengemukakan bahwa kerapatan populasi tanaman dan jarak tanam merupakan faktor penting untuk mendapatkan produksi yang tinggi. Selanjutnya Rahayu (2008), mengemukakan bahwa produktivitas tanaman kedelai sangat tergantung pada teknologi produksi, panen dan pasca panen. Di samping itu kondisi lingkungan makro, seperti tinggi tempat, jenis tanah, suhu, kelembaban dan curah hujan maupun kondisi lingkungan mikro seperti pemupukan dan jarak tanam, pengelolaan OPT yang optimal dapat meningkatkan produktivitas kedelai. Disarankan bahwa untuk menghindari efek kompetisi jagung terhadap kacang tanah dan sebalik efek kompetisi kacang tanah terhadap jagung yang ditanam dengan sistem tumpangsari, maka sebaiknya penundaan tanam jagung tidak lebih dari dua minggu. DAFTAR PUSTAKA Atmojo, S.W., 2008. Pola Usahatani Konservasi. Fakultas Pertanian UNS, Solo. http://google.com/search?q= bertanam+ganda. Diakses pada tanggal 30 Juli 2010. Balitkabi. 2008. Pengaturan Jarak Tanam Ubikayu dan Kacang Tanah untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman di Lahan Kering Masam. JURNAL LITBANG PROVINSI JAWA TENGAH-VOL 7 NO. 2 DESEMBER 2009. http://www.balitbangjateng.go.id/ jurnal_litbang/v7n2des2009/02-GayuhVarietas_kedelai.pdf, diakses pada tanggal 20 Juli 2010. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa: 1) Penundaan waktu tanam jagung memberikan perbedaan intensitas cahaya yang diterima tanaman kacang tanah sehingga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah maupun jagung sistem tumpangsari. Makin lama penundaan waktu tanam jagung efek kompetisi jagung terhadap kacang tanah semakin menurun, tetapi efek kacang tanah terhadap jagung semakin meningkat. 2) Ada ketergantungan hasil jagung dan kacang tanah sistem tumpangsari. Produksi jagung meningkat apabila bersamaan di tanam jagung-kacang tanah, tetapi produksi kacang tanah menurun. Sebaliknya produksi kacang tanah meningkat apabila penanaman jagung ditunda dua minggu, tetapi produksi jagung menurun. 3) Indeks kompetisi terendah diperoleh pada penundaan waktu tanam jagung satu minggu, yaitu IK 0,9756 dan nilai LER tertinggi yaitu 1,39. Budi, G. P., dan Oetami D. H., 2009. Kemampuan Kompetisi beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L.) terhadap Gulma Alang-Alang (Imperata cylindrica) dan Teki (Cyperus rotundus). Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah Vol.7 No.2 Desember 2009. http://www.balitbangjateng.go.id/jurnal _litbang/v7n2des2009/02-GayuhVarietas_kedelai.pdf, diakses pada tanggal 20 Juli 2010. Effendi, 1977. Cropping System Suatu Usaha untuk Stabilisasi Produksi Pertanian di Indonesia. Penataran PPS Bidang Agronomi dalam Pola Bertanam Agronomi, LPP, Bogor. Gardner, F.P., R. Brent Pearce., dan Roger L. Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta. AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128 67 Heddy, S., Wahono, H.S., dan Metty Kurniati, 1994. Pengantar Produksi Tanaman dan Penanganan Pasca Panen. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Murcado, B.L., 1979. Introduction to Weed Sci. Searca Published Laguna, Phil. Rahayu, M., 2008. Teknologi Budidaya Intensif Tanaman Kedelai di Lahan Sawah setelah Padi di Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu, http://www.ntb. litbang.deptan.go.id/index.php?option= com_conten&task=wiew&id=120&hem id=141<?xmlversion=”1,0”encoding= ”iso-8859-1, diakses pada tanggal 26 Agustus 2010. Sutidjo, 1986. Pengantar Sistem Produksi Tanaman Agronomi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian, Bogor. Smith, H., 1981. Adaptation to Shade. In Proceeding Physiological Prosses Limiting Plant Productivity. Butterworths. London. Tisdale, S.L. and W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertiliziers. Macmillan Publishing Co. New York. Warsoko, W., Suharto, P., Hesti Rahayu HS., 1987. Agronomi Tanaman Semusim. Departemen Kebudayaan Republik Indonesia. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Wibowo, L., 2009. Multiple Cropping http://wibowo19.wordpress.com/2009/1 0/28/multiple-cropping, diakses pada tanggal 31 Juli 2010. AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128