AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128

advertisement
61
KAJIAN WAKTU TANAM DAN KERAPATAN TANAMAN JAGUNG
SISTEM TUMPANGSARI DENGAN KACANG TANAH
TERHADAP NILAI LER DAN INDEKS KOMPETISI
Oleh: Hj. Andi Nurmas1)
ABSTRACT
The objective of the research was to study the effect of planting time delay and plant density of
maize on the intercropping system with ground-nut. From this research it was expected that the results
will gained the maximum production. The experimental works was done in Kambu Village, Poasia
Subdistrict, Kendari District, from March till May 2009. Results of the research showed that the delay of
maize planting time in the intercropping system with ground-nut afecting the growth and production of
both maize and ground-nut. The longer the delay of maize planting time, the more decreasing effect of
competition achieved. In contrast, the competition effect of the ground-nut was increased to that of the
maize. There was yield dependency for both maize and ground-nut. The delay of maize planting time in
one week was gathered the highest value of land equivalent ratio (LER) by 1.39 and the lowest value of
competition index (CI) by 0.9756 compared to both without the delay of maize planting time by 1.27 of
LER and by 0.9759 of CI, and with the delay of maize planting time for two weeks by 1.37 of LER and
0.9775 of CI. Besides, from the statistical analysis also shows that there was no significant effect in
maize plant density and in combination between the delay of maize planting and plant density.
Key words: competition index, intercropping, Land Equivalent Ratio
PENDAHULUAN
Multiple cropping atau sistem tanam
ganda merupakan suatu usaha pertanian untuk
mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali
dari satu jenis atau beberapa jenis tanaman pada
sebidang tanah yang sama dalam satu tahun.
Dalam hal ini tanaman-tanaman yang
diusahakan akan melakukan suatu hubungan
atau interaksi. Hubungan-hubungan tersebut ada
yang bersifat kompetitif, yaitu apabila tanaman
yang satu dapat merintangi pertumbuhan atau
bersaing dengan tanaman lain dalam
pemanfaatan unsur hara, air, oksigen dan cahaya
matahari. Bersifat komplementer, yaitu apabila
masing-masing tanaman justru akan tumbuh dan
berproduksi lebih baik dibanding tanaman
monokultur (Wibomo, 2009).
Tumpangsari sama dengan istilah
“Intercropping”
merupakan
salah
satu
perwujudan multiple cropping yang dapat
didefinisikan sebagai suatu cara bercocoktanam
pada sebidang lahan dimana dua atau lebih
1
spesies tanaman di tanam dan tumbuh bersama
dalam jarak dan larikan yang teratur. Penataan
tanaman jagung dalam sistem tumpangsari
dengan tanaman lainnya perlu dilakukan agar
kompetisi antar tanaman dalam memanfaatkan
unsur hara, menggunakan radiasi matahari dan
ruang tumbuh tidak berakibat buruk terhadap
hasil. Dalam banyak hal didapatkan adanya
pengaruh positif terhadap hasil dibandingkan
dengan sistem monokultur.
Penambahan jenis dan jumlah produksi
yang diperoleh secara bersama-sama persatuan
waktu dapat mengakibatkan kerjasama yang
saling menguntungkan tetapi dapat pula saling
merintangi. Karena itu sistem multiple croping
dapat diatur berdasarkan sifat dan sistem
perakaran tanaman serta waktu tanamnya. Sifat
perakaran yang berkembang lebih dalam tidak
mengganggu apabila ditanam bersama dengan
tanaman yang berakar dangkal. Dalam
hubungannya dengan sistem perakaran, jarak
tanam merupakan faktor penting untuk
mendapatkan hasil yang tinggi. Demikian pula
) Staf Pengajar Pada
Jurusan Agroteknologi
Pertanian
Universitas
Kendari.
AGRIPLUS,
VolumeFakultas
21 Nomor
: 01
JanuariHaluoleo,
2011, ISSN
0854-0128
61
62
jenis legum yang ditanam bersama dengan
tanaman non legum.
Pertumbuhan tanaman di lahan kering
sangat dipengaruhi oleh keadaan curah hujan.
Untuk menghindari resiko kegagalan panen,
pemilihan waktu tanam dan varietas harus tepat.
Apabila waktu tanam pada suatu lokasi
pengembangan telah diketahui, maka langkah
selanjutya adalah menyusun pola tanam. Dalam
penyusunan pola tanam, selain aspek biofisik,
pola tanam yang telah berkembang pada
masyarakat setempat juga harus diperhatikan,
sehingga pola tanam yang dikembangkan bukan
merupakan sesuatu yang baru sama sekali tetapi
merupakan pengembangan dari pola tanam yang
telah ada (Balitkabi, 2008).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
Kambu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari yang
dilaksakan pada bulan Maret-Mei 2009. Bahan
dan alat yang digunakan terdiri atas: benih
jagung, kacang tanah, pupuk Urea, SP-36, KCl,
insektisda, traktor mini, hand sprayer, meteran,
gembor dan alat tulis menulis.
Penelitian ini disusun berdasarkan
Rancangan Acak Kelompok pola Faktorial. Dua
faktor yang diteliti, yaitu: penundaan saat tanam
jagung sebagai faktor pertama dan jarak tanam
jagung sebagai faktor kedua. Waktu tanam yang
digunakan adalah: (a) serentak tanam jagung +
kacang tanah, (b) tunda tanam jagung satu
minggu dan (c) tunda tanam jagung dua
minggu. Jarak tanam jagung yang gunakan,
yaitu: (a) 200cm x 20cm dan (b) 100cm x 40cm.
Jarak tanam jagung monokultur 150cm x 30cm
dan jarak tanam kacang tanah 25cm x 25cm
sama dengan jarak tanam monokulturnya.
Pelaksanaan di lapang, terlebih dahulu
melakukan pengolahan tanah, kemudian
membuat petak percobaan dengan ukuran 2,5m
x 5 m sebanyak 12 petak untuk setiap ulangan
atau 36 petak untuk tiga ulangan dan jarak antar
petak setiap ulangan 0,5 m. Penanaman jagung
dilaksanakan secara tugal dengan kedalaman 35cm sebanyak 3 biji per lubang tanam sesuai
masing-masing perlakuan waktu tanam dan
jarak tanam jagung. Sedangkan penanaman
kacang tanah dilakukan secara bersamaan pada
larikan yang telah ditentukan sebanyak 2 biji per
lubang tanam. Pelaksanaan pemupukan
dilakukan dua kali, yaitu bersamaan saat tanam
dengan dosis 15 kg N (1/3 bagian) dan pupuk
susulan diberikan pada umur satu bulan dengan
dosis 2/3 bagian dari 30 kg N.
Pengamatan komponen pertumbuhan
tanaman dilakukan terhadap tanaman sampel,
sedang komponen hasil diambil dari petak
sampel. Berdasarkan data hasil masing-masing
jenis tanaman dalam pertanaman tumpangsari
maupun monokultur jagung dan kacang tanah
dapat dihitung Nisbah Setara Lahan (LER) dan
IK. Rumus Land Equivalent Ratio (LER) :
n
hi
LER 

i  1, 2 ,3 Hi
Keteranga: hi = Hasil tanaman tumpangsari
jenis tanaman i; Hi = Hasil tanaman monokultur
jenis tanaman i; i = 1, 2, 3, ...n jenis tanaman
pada tumpangsari.
Data komponen pertumbuhan tanaman,
komponen hasil dan hasil tanaman dianalisis
dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%. Bila
ada beda nyata dilanjutkan dengan Uji BNJ.
Rumus Index Kompetisi (CI), sebagai berikut:
( N' A - NA )( N' B - NB )
(Heddy
CI 
NA x NB
S., et al., 1994)
Keteranga: NA dan NB = perbandingan
populasi
tanaman
A
dan
B
yang
ditumpangsarikan; N’A dan N’B = banyaknya
jumlah tanaman A dan B yang dibutuhkan untuk
memberikan hasil yang sama dengan satu unit
tanaman A dan B dalam sistem monokultur .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peubah Pertumbuhan
Berdasarkan hasil pengamatan peubah
pertumbuhan tinggi tanaman jagung dan kacang
tanah pada umur 4 mst di lapang menunjukkan
bahwa penundaan waktu tanam jagung ternyata
menekan pertumbuhan tinggi tanaman jagung
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128
63
dilapang, yaitu tinggi tanaman jagung semakin
tertekan pada saat penundaan waktu tanam
sampai dua minggu. Namun jika dibandingkan
dengan tinggi tanaman jagung monokultur,
maka tinggi tanaman jagung tumpangsari relatif
lebih rendah. Kejadian ini sama pada
pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah baik
yang ditanam secara monokultur maupun secara
tumpangsari pada umur 4 mst di lapang (Tabel 1
dan 2).
Tabel 1. Rerata tinggi tanaman (cm) jagung
monokultur dan tinggi tanaman
tumpangsari jagung dan kacang tanah
pada umur 4 mst
Waktu tanam
Rerata
Serentak tanam
jagung+k.tanah
Tunda jagung satu minggu
Tunda jagung dua minggu
Jagung monokultur
72,6 a
BNJ
5%
3,34
70,0 a
55,9 b
86,75
Ketetangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak
berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Berdasarkan hasil pengamatan peubah
pertumbuhan (Tabel 1 dan 2) dan peubah
produksi (Tabel 3, 4, 5, 6 dan 7) menunjukkan
bahwa penundaan waktu tanaman jagung
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
pertumbuhan dan produksi jagung dan kacang
tanah yang ditanam dengan sistem tumpangsari.
Sedangkan perlakuan kerapatan tanaman dan
interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata baik
terhadap pertumbuhan dan produksi jagung dan
kacang tanah sistem tupangsari.
Peningkatan pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung dan kacang tanah yang ditanam
sistem tumpangsari dapat diukur dengan
menggunakan besaran, yaitu NKL (Nisbah
Kesetaraan Lahan) atau LER (Land Equivalent
Ratio). Sebagai contoh nilai LER pada
perlakuan penundaan waktu tanaman jagung
satu minggu dengan nilai LER = 1,39 artinya
bahwa untuk mendapatkan produksi yang sama
dengan 1 ha diperlukan 1,39 ha pertanaman
secara monokultur.
Salah satu cara untuk menilai manfaat
dari tumbuh dua atau lebih tanaman bersama-
sama, atau tumpangsari, adalah untuk mengukur
produktivitas dengan menggunakan NKL
(Nisbah Kesetaraan Lahan) atau LER (Land
Equivalent Ratio). LER membandingkan hasil
dari dua atau lebih tanaman yang tumbuh
bersama-sama sistem tumpangsari dengan
membandingkan hasil dari masing-masing
tanaman yang ditanam secara monokultur. Bila
LER > 1, berarti pertanaman tumpangsari lebih
efisien dalam penggunaan lahan dari pada
pertanaman monokultur (Wibowo, 2009) Agar
diperoleh hasil yang maksimal, maka tanaman
yang ditumpangsarikan harus dipilih sedemikian
rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan
waktu seefisien mungkin serta dapat
menurunkan pengaruh kompetisi bagi tanaman.
Dengan demikian jenis tanaman yang digunakan
dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan
yang berbeda (Atmojo, S.W., 2008).
Tabel 2. Rerata tinggi tanaman (cm) kacang
tanah monokultur dan tinggi tanaman
kacang tanah yang ditumpangsarikan
dengan jagung pada umur 4 mst
Waktu tanam
Rerata
Serentak tanam
jagung+k.tanah
Tunda tanam jagung satu
minggu
Tunda tanam jagung dua
minggu
Kacang tanah monokultur
27,8 a
BNJ
5%
1,51
25,7 b
23,2 c
28,0
Keterangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak
berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Tabel 1 dan 2 peubah pertumbuhan
jagung dan kacang tanah yang ditanam secara
tumpangsari menunjukkan bahwa tinggi
tanaman tertinggi diperoleh pada tanaman
jagung dan kacang tanah yang ditanam secara
serentak. Dari hasil ini ditemukan bahwa ada
indikasi baik jagung maupun kacang tanah
bersaing untuk tumbuh sehingga tinggi tanaman
jagung maupun kacang tanah akan mencapai
tinggi maksimum bila dibandingkan dengan
penundaan satu minggu dan dua minggu.
Diduga bahwa kedua jenis tanaman tersebut
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128
64
merupakan jenis tanaman yang menghidari
naungan dengan laju pertumbuhan yang lebih
cepat. Smith (1981) mengklasifikasikan
tanaman tersebut sebagai jenis tanaman shade
avoiders, yaitu tanaman yang menghindari
naungan dengan respons dalam bentuk
terjadinya peningkatan laju pertumbuhan,
sehingga tinggi tanaman bertambah.
Peubah Produksi
Berdasarkan hasil uji BNJ 5% pada
berbagai waktu tanam jagung per petak efektif
dan hasil jagung per hektar sangat dipengaruhi
oleh wakrtu tanam jagung. Pengamatan peubah
produksi tumpangsari dan monokultur jagung
dan kacang tanah dapat dilihat pada Tebel 3, 4
dan 5. Sedangkan nilai Land Equivalent Rario
dan Indeks Kompetisi dapat dilihat pada Tabel 6
dan 7.
Tabel 3. Rerata hasil biji kering (g) tumpangsari
dan monokultur tanaman jagung
Waktu tanam
Rerata
Serentak
tanam
jagung+k.tanah
Tunda tanam Jagung satu
minggu
Tunda tanam jagung dua
minggu
Jagung monokultur
2520,98 a
BNJ
5%
424,89
2393,02 ab
Oetami (2009), pertumbuhan tanaman yang
lebih tinggi dan perkembangan luas daun yang
lebih baik akan menyebabkan bobot kering
tanaman lebih besar, sehingga hal ini akan
meningkatkan laju tumbuh tanaman.
Tabel 4. Rerata hasil biji jagung kering per
petak efektif dan hasil biji per hektar
Waktu tanam
Serentak tanam
jagung+k.tanah
Tunda tanam jagung satu
minggu
Tunda tanam jagung dua
minggu
Kacang tanah monokultur
Keterangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak
berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Tertekannya pertumbuhan tanaman
jagung akibat penundaan waktu tanam jagung
selama dua minggu, mungkin akibat penaungan
tanaman jagung terjadi pada periode kritis dari
fase pertumbuhannya, seperti yang dinyatakan
oleh Murcado (1979) bahwa periode ktiris pada
tanaman berkisar antara sepertiga sampai
setengah umur pertama tanaman. Sejalan
dengan hal tersebut diatas maka tanaman yang
mendapatkan
cukup
cahaya
matahari
menyebabkan berat kering tanaman akan
berlipat ganda dibanding dengan tanaman yang
ternaungi (Warsoko et al., 1987). Keadaan ini
dapat dilihat pada pengamatan peubah produksi
(Tabel 3, 4, 5, 6 dan 7). Menurut Budi dan
2393,02
2,5
2028,70
2,1
3826,95
3,5
Tabel 5. Rerata hasil biji kacang tanah kering
per petak efektif dan hasil biji per
hektar
Waktu tanam
2028,70 b
3826,95
Hasil biji Hasil biji
kering per kering
petak per hektar
(ton)
(g)
2520,98
2,6
Serentak tanam
jagung+k.tanah
Tunda tanam jagung satu
minggu
Tunda tanam jagung dua
minggu
Kacang tanah monokultur
Hasil biji Hasil biji
kering per kering
per hektar
petak
(g)
(ton)
912,6
1,0
1129,7
1,2
1248,3
1,3
1403,1
1,6
Terjadinya penundaan waktu tanam
jagung menyebabkan pertumbuhan dan
produksi berbeda. Hal ini diduga karena adanya
perbedaan intensitas cahaya yang tersedia bagi
tanaman kacang tanah maupun jagung yang
ditanam dalam sistem tumpangsari. Kejadian ini
diebabkan karena kompetisi jagung terhadap
kacang tanah semakin menurun dengan semakin
lamanya penundaan waktu tanam jagung.
Sebaliknya efek kompetisi kacang tanah
semakin meningkat. Selanjutnya penurunan
hasil selain disebabkan kompetisi di atas tanah,
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128
65
juga diduga karena terjadi kompetisi di dalam
tanah, seperti ketersediaan air didalam tanah.
Sebagaimana dikemukaan oleh Tisdale dan
Nelson (1975) bahwa pada saat penundaan
waktu tanam jagung dua minggu air yang
tersedia untuk pertumbuhan kedua jenis
tanaman tersebut dalam keadaan terbatas
sehingga terjadi kompetisi dalam memperoleh
kebutuhan bersama, menyebabkan pertumbuhan
jagung tertekan dan produksinya menurun.
Tabel 6. Rerata hasil biji
tumpangsari
dan
tanaman kacang tanah
Waktu tanam
kering (g)
monokultur
Rerata
Serentak
tanam 912,6 a
jagung+k.tanah
Tunda tanam jagung satu 1129,7 b
minggu
Tunda tanam jagung dua 1248,3 b
minggu
Kacang tanah monokultur
1493,1
BNJ
5%
169,30
Masalah lain yang timbul dalam sistem
tumpangsari antara lain, terjadinya persaingan
anatar tanaman dalam pengambilan air, unsur
hara dan pemanfaatan cahaya matahari. Hasil
pengamatan kompetisi jagung terhadap kacang
tanah semakin menurun dengan semakin
lamanya penundaan waktu tanam jagung,
sebaliknya efek kompetisi kacang tanah
semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada
penundaan waktu tanam jagung dua minggu
dengan nilai Indeks Kompetisi sebesar 0,9775
dan terendah diperoleh pada penundaan waktu
tanam jagung satu minggu dengan Indeks
Kompetisi sebesar 0,9756 (Tabel 7). Hal ini
diduga pada saat penundaan waktu tanam
jagung dua minggu ketersediaan air di dalam
tanah semakin berkurang menyebabkan
persaingan yang lebih besar akan terjadi dalam
hal pemanfaatan air yang tersedia bagi tanaman
jagung dan kacang tanah sistem tumpangsari.
Keterangan: Angka rerata diikuti huruf sama tidak
berbeda nyata pada uji BNJ 5%
Tabel 7. Rerata Land Equivalent Rasio (LER) dan Indeks Kompetisi (IK) tumpangsari jagung+kacang
tanah
Waktu tanam
Serentak tanam jagung+k.tanah
Tunda tanam jagung satu minggu
Tunda tanam jagung dua minggu
Monokultur jagung
Monokultur kacang tanah
Hasil per petak (g)
Jagung
Kacang Tanah
2520,98
912,60
2393,02
1129,65
2028,70
1248,25
3826,95
1493,1
Tisdale dan Nelson (1975), menjelaskan
bahwa persaingan tanaman yang tumbuh
berdekatan diduga terjadi dalam tiga tingkatan,
tetapi apabila jarak tanam cukup lebar maka
tidak terjadi tumpang tindih daerah absorpsi
akar, maka tidak akan terjadi persaingan baik
terhadap unsur hara maupun air. Sejalan dengan
hal tersebut Sutidjo (1986) mengemukakan
bahwa saat terjadinya persaingan tergantung
pada sifat komunitas tanaman, populasi tanaman
dan jarak pengaturan tanaman. Selanjutnya
kerapatan populasi tanaman mempunyai
LER
IK
1,27
1,39
1,37
0,9759
0,9756
0,9775
pengaruh yang cukup besar terhadap produksi
tanaman.
Menurut Gardner et al. (1991)
kerapatan tanaman merupakan faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena
penyerapan energi matahari oleh permukaan
daun sangat menentukan pertumbuhan tanaman.
Keadaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3, 4,
5, 6 dan 7 menunjukkan bahwa hasil jagung dan
kacang tanah berbeda akibat perlakuan
penundaan waktu tanam jagung. Namun
perlakuan jarak tanam jagung berpengaruh tidak
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128
66
nyata terhadap pertumbuhan dan produksi
jagung maupun kacang tanah sistem
tumpangsari. Hal ini dapat disebabkan karena
jarak tanam jagung relatif lebar walaupun
pengaturan jarak tanamnya berbeda yaitu
200cmx20cm dan 100cmx40cm, namun
populasinya sama, yaitu 25.000 tanaman per
hektar sehingga tidak terjadi persaingan dalam
memperebutkan air dan unsur yang dibutuhkan
untuk menunjang pertumbuhan dan produksi
jagung dan kacang tanah.
Effendi (1977) mengemukakan bahwa
kerapatan populasi tanaman dan jarak tanam
merupakan faktor penting untuk mendapatkan
produksi yang tinggi. Selanjutnya Rahayu
(2008), mengemukakan bahwa produktivitas
tanaman kedelai sangat tergantung pada
teknologi produksi, panen dan pasca panen. Di
samping itu kondisi lingkungan makro, seperti
tinggi tempat, jenis tanah, suhu, kelembaban
dan curah hujan maupun kondisi lingkungan
mikro seperti pemupukan dan jarak tanam,
pengelolaan OPT yang optimal dapat
meningkatkan produktivitas kedelai.
Disarankan bahwa untuk menghindari
efek kompetisi jagung terhadap kacang tanah
dan sebalik efek kompetisi kacang tanah
terhadap jagung yang ditanam dengan sistem
tumpangsari, maka sebaiknya penundaan tanam
jagung tidak lebih dari dua minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, S.W., 2008. Pola Usahatani
Konservasi. Fakultas Pertanian UNS,
Solo.
http://google.com/search?q=
bertanam+ganda. Diakses pada tanggal
30 Juli 2010.
Balitkabi. 2008. Pengaturan Jarak Tanam
Ubikayu dan Kacang Tanah untuk
Meningkatkan Indeks Pertanaman di
Lahan Kering Masam. JURNAL
LITBANG
PROVINSI
JAWA
TENGAH-VOL 7 NO. 2 DESEMBER
2009. http://www.balitbangjateng.go.id/
jurnal_litbang/v7n2des2009/02-GayuhVarietas_kedelai.pdf, diakses pada
tanggal 20 Juli 2010.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka
disimpulkan bahwa: 1) Penundaan waktu tanam
jagung memberikan perbedaan intensitas cahaya
yang diterima tanaman kacang tanah sehingga
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
pertumbuhan dan hasil kacang tanah maupun
jagung sistem tumpangsari. Makin lama
penundaan waktu tanam jagung efek kompetisi
jagung terhadap kacang tanah semakin
menurun, tetapi efek kacang tanah terhadap
jagung
semakin
meningkat.
2)
Ada
ketergantungan hasil jagung dan kacang tanah
sistem tumpangsari. Produksi jagung meningkat
apabila bersamaan di tanam jagung-kacang
tanah, tetapi produksi kacang tanah menurun.
Sebaliknya produksi kacang tanah meningkat
apabila penanaman jagung ditunda dua minggu,
tetapi produksi jagung menurun. 3) Indeks
kompetisi terendah diperoleh pada penundaan
waktu tanam jagung satu minggu, yaitu IK
0,9756 dan nilai LER tertinggi yaitu 1,39.
Budi, G. P., dan Oetami D. H., 2009.
Kemampuan
Kompetisi
beberapa
Varietas Kedelai (Glycine max L.)
terhadap Gulma Alang-Alang (Imperata
cylindrica)
dan
Teki
(Cyperus
rotundus). Jurnal Litbang Provinsi Jawa
Tengah Vol.7 No.2 Desember 2009.
http://www.balitbangjateng.go.id/jurnal
_litbang/v7n2des2009/02-GayuhVarietas_kedelai.pdf, diakses pada
tanggal 20 Juli 2010.
Effendi, 1977. Cropping System Suatu Usaha
untuk Stabilisasi Produksi Pertanian di
Indonesia. Penataran PPS Bidang
Agronomi dalam Pola Bertanam
Agronomi, LPP, Bogor.
Gardner, F.P., R. Brent Pearce., dan Roger L.
Mitchell, 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. UI Press, Jakarta.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128
67
Heddy, S., Wahono, H.S., dan Metty Kurniati,
1994. Pengantar Produksi Tanaman dan
Penanganan Pasca Panen. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Murcado, B.L., 1979. Introduction to Weed Sci.
Searca Published Laguna, Phil.
Rahayu, M., 2008. Teknologi Budidaya Intensif
Tanaman Kedelai di Lahan Sawah
setelah Padi di Kecamatan Kempo,
Kabupaten Dompu, http://www.ntb.
litbang.deptan.go.id/index.php?option=
com_conten&task=wiew&id=120&hem
id=141<?xmlversion=”1,0”encoding=
”iso-8859-1, diakses pada tanggal 26
Agustus 2010.
Sutidjo, 1986. Pengantar Sistem Produksi
Tanaman Agronomi. Jurusan Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian, Bogor.
Smith, H., 1981. Adaptation to Shade. In
Proceeding
Physiological
Prosses
Limiting
Plant
Productivity.
Butterworths. London.
Tisdale, S.L. and W.L. Nelson. 1975. Soil
Fertility and Fertiliziers. Macmillan
Publishing Co. New York.
Warsoko, W., Suharto, P., Hesti Rahayu HS.,
1987. Agronomi Tanaman Semusim.
Departemen Kebudayaan Republik
Indonesia. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Wibowo, L., 2009. Multiple Cropping
http://wibowo19.wordpress.com/2009/1
0/28/multiple-cropping, diakses pada
tanggal 31 Juli 2010.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari 2011, ISSN 0854-0128
Download