Mulut adalah gerbang utama masuknya segala macam

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mulut adalah gerbang utama masuknya segala macam penyakit. Keadaan
rongga mulut yang tidak sehat dapat menyebabkan kelainan pada organ lain.
Infeksi masuk lewat gigi dan mulut dan kemudian menjalar ke organ-organ lain.
Di dalam rongga mulut terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan
rongga mulut, salah satunya saliva.
Saliva merupakan cairan mulut yang disekresikan oleh kelenjar saliva dan
dikeluarkan di dalam rongga mulut dan disebarkan dari peredaran darah melalui
sulkus gingivalis. Berdasarkan penelitian mengenai komposisi, fisiologis serta
sifat biokimia daripada saliva, diketahui bahwa saliva memegang peranan penting
berkaitan dengan proses biologis yang terjadi di dalam rongga mulut. Saliva
memiliki fungsi yang kompleks, meliputi: perlindungan permukaan mulut, baik
mukosa maupun elemen gigi-geligi; pengaturan kandungan air; pengeluaran virusvirus dan produk metabolisme organisme sendiri dan dari mikroorganisme;
pencernaan makanan dan kesadaran pengecapan; deferensiasi dan pertumbuhan
sel-sel kulit, epitel, dan saraf (Amerongen, 1992).
Salah satu keluhan di rongga mulut yang berhubungan dengan berkurangnya
aliran saliva adalah xerostomia, yang secara harfiah berarti mulut kering.
Xerostomia umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva dari
kelenjar saliva, namun adakalanya jumlah atau aliran saliva normal tetapi
seseorang tetap mengeluh bahwa mulutnya kering. Keadaan ini dapat terjadi akut
2
atau kronis, sementara atau permanen dan kurang atau agak sempurna.
Xerostomia diperkirakan terjadi pada berjuta-juta masyarakat Amerika, dan pada
penelitian ditemukan 17 hingga 29% pada populasi sampel, berdasarkan laporan
perorangan
atau
pemeriksaan
laju
aliran
saliva
(Lukisari
dan
Kusharjanti, 2011).
Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul tergantung dari penyebabnya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti terapi radiasi pada
daerah leher dan kepala, Sjogren Sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek
samping obat-obatan, stres, dan juga usia lanjut (Hasibuan, 2002).
Pada 2010, jumlah usia lanjut diprediksi naik menjadi 9,58% dengan usia
harapan hidup 67,4 tahun (Agoes dkk, 2011). WHO pada tahun 1988, menentukan
bahwa yang termasuk usia lanjut adalah orang yang telah berumur 60 tahun ke
atas. Departemen Kesehatan RI dalam penggolongan usia lanjut memakai batasan
program yang didasarkan atas Undang-Undang tahun 1965 yaitu 55 tahun.
Depkes mengelompokkan program kesehatan yaitu: (1) Kelompok pertengahan
umum, kelompok persiapan menuju usia lanjut dengan usia 45-54 tahun (2)
Kelompok usia lanjut dini, kelompok usia masa presenium, yaitu kelompok yang
mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun), dan
(3) Kelompok usia lanjut,
kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi 65 tahun ke atas (Tarigan,
2005;Surdayanto dan Irdawati, 2008).
Proses menua merupakan proses yang terjadi di dalam tubuh yang berjalan
perlahan-lahan tapi pasti, pada proses menua terjadi penurunan fungsi tubuh
secara berangsur-angsur dan akhirnya menjadi manusia dengan usia lanjut
(Sunariani dkk, 2007). Transisi demografi ke arah menua akan diikuti oleh transisi
3
epidemiologi ke arah penyakit degeneratif seperti rematik, diabetes, hipertensi,
jantung koroner, dan neoplasma. Angka kesakitan penduduk usia lanjut tahun
2009 sebesar 30,46% (Anonim, 2010).
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini
disebabkan oleh adanya perubahan berupa atropi pada kelenjar saliva sesuai
dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan sedikit
mengubah komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses
penuaan (aging). Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva,
dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan
penyambung, lining sel ductus intermediate mengalami atropi (Sonis dkk, 1995;
Nanci, 2003). Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.
Selain itu, penyakit-penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obatobatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan
pengaruh mulut kering pada usia lanjut (Hasibuan, 2002).
Diperkirakan 30% dari pasien yang berusia 65 tahun dan yang lebih tua
menderita kelainan ini. Mulut kering yang disebabkan oleh adanya suatu
pengobatan merupakan yang paling umum ditemukan, karena sebagian besar
pasien usia lanjut pasti pernah mengalami perawatan yang menggunakan obat
yang dapat menyebabkan hipofungsi saliva (Turner dan Ship, 2007). Prevalensi
dari xerostomia meningkat sampai 60% pada pasien yang hidup dengan
pengobatan jangka panjang, seperti pada pasien yang menggunakan obat psikiatri,
anti hipertensi, atau kelainan ginjal (Anggarini, 2010).
Terdapat kurang lebih 400 jenis obat-obatan yang dapat menyebabkan
xerostomia. Golongan-golongan utama dari obat-obatan tersebut adalah
4
antihistamin, antidepresan, antikolinergik, anti anorexia, anti hipertensi, anti
psikotik, anti parkinson, diuresis, dan sedatif. Sebagian besar efek xerogenik dari
obat-obatan tersebut bersifat sementara (Bartels, 2005).
.
Keadaan mulut yang kering dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Berbagai
masalah akan timbul bagi penderita xerostomia contohnya mukosa mulut yang
kering dapat menyebabkan iritasi pada rongga mulut, sukar berbicara, mulut
terasa terbakar, gangguan pengecapan, karies gigi meningkat, plak meningkat,
halitosis, perubahan jaringan lunak, radang periodonsium, dan persoalan pada
protesa (Amerongen, 1992; Ganong, 2010). Keadaan mulut yang kering dapat
terlihat berupa kesulitan mengunyah dan menelan, atau kesulitan dalam
mempergunakan gigi tiruan. Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi
tiruan tidak menyenangkan, karena gagal untuk membentuk selapis tipis mukous
untuk tempat gigi tiruan melayang pada permukaannya, dan dengan tegangan
permukaan yang berkurang untuk retensi gigi tiruan atas dalam menahan tekanan
kunyah. Bila daerah pendukung gigi tiruan telah terasa nyeri, trauma dapat
berlangsung terus (Gayford dan Haskell, 1990).
Dewasa ini belum ada satupun terapi xerostomia yang memadai, tetapi
perawatan
secara
komprehensif
dapat
diusahakan
dalam
meningkatkan
kenyamanan dan fungsi daerah oral pasien dan mencegah meluasnya kerusakan
gigi. Perawatan yang dapat dilakukan adalah dengan cara merangsang sekresi
saliva, baik dengan cara mekanis (mengunyah makanan keras atau permen karet),
kimiawi oleh rangsangan rasa (asam, manis, asin, pahit, pedas), ataupun dengan
perangsangan neuronal (melalui sistem saraf otonom, baik simpatis maupun
parasimpatis) (Amerongen, 1992).
5
Perawatan dengan obat-obatan yang dapat merangsang sistem saraf
parasimpatis sudah banyak digunakan, tetapi obat-obatan tersebut memiliki kontra
indikasi dan efek samping. Pilocarpine memiliki kontra indikasi pada pasien
asma, narrow-angel glaucoma atau iritis. Selain itu, pilocarpine memiliki efek
samping meningkatkan ekskresi keringat, gangguan gastrointestinal, hipotensi,
rhinitis, diare, dan gangguan penglihatan. Selain pilocarpine, perawatan
xerostomia dengan menggunakan cevimeline dan anethole trithione juga memiliki
berbagai kontra indikasi dan efek samping. Penggunaan saliva buatan dinilai
kurang menyelesaikan masalah karena belum ada satupun larutan yang memiliki
komposisi yang persis sama dengan saliva. Saliva buatan juga tidak memiliki
durasi yang lama oleh karena terus-menerus ditelan (Bartel, 2005).
Oleh karena belum tersedianya perawatan xerostomia yang memadai, maka
pengembangan terapi xerostomia dipandang perlu untuk terus dilakukan, terutama
perawatan yang tidak mempunyai kontra indikasi dan efek samping.
Penggunaan jenis musik tertentu sebagai media terapi saat ini diteliti secara
serius dan terus dikembangkan oleh para ahli kesehatan. Terapi musik mulai
berkembang di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, bahkan di Indonesia sudah
ada klinik terapi musik dan penelitian musik sudah mulai dikembangkan. Hal ini
menunjukkan bahwa musik selain memiliki aspek estetika, juga aspek terapetik,
sehingga musik banyak digunakan untuk membantu penyembuhan, menenangkan,
dan
memperbaiki
kondisi
fisiologis
pasien
maupun
tenaga
medis
(Halim, 2003).
Musik dapat menjadi sebuah alternatif karena memberikan kesenangan dan
kegembiraan (Djohan, 2005). Musik memiliki beberapa kelebihan, seperti musik
6
bersifat universal, nyaman, menyenangkan, dan berstruktur (Turana, 2008). Musik
dapat digunakan sebagai fasilitas perangsang relaksasi non farmasi yang aman,
murah, dan efektif. Musik juga tidak memiliki potensi untuk menyebabkan
ketergantungan seperti halnya obat-obatan farmakologis (Prasetyo, 2008). Musik
adalah sebuah set informasi, yang berupa impuls, dan mencapai sistem saraf pusat
(Olszewska dan Zarow, 2010) dan menurut Bassano (2001), musik merupakan
bentuk seni yang tersulit tetapi memiliki pengaruh pada sistem saraf pusat serta
sistem saraf perifer (simpatis dan parasimpatis) baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Salah satu dari jenis musik yang biasa dipakai sebagai terapi dalam kesehatan
adalah musik klasik. Musik klasik adalah musik yang berada pada zaman klasik
(1750-1825). Komponis yang paling terkenal dari zaman ini adalah Wolfgang
Amadeus Mozart dan Ludwig van Beethoven (Hoffer, 1992; Anonim, 2011)
Beberapa kelebihan yang terdapat dalam musik klasik ini membuat para ahli
terus memperdalam penelitiannya mengenai jenis musik ini untuk dikembangkan
sebagai media terapi. Musik klasik memiliki frekuensi nada dominan sedang
sampai tinggi dan artikulasi yang jelas. Konsentrasi pikiran manusia lebih mudah
terfokus pada musik instrumen yang memiliki frekuensi sedang (750-3000 Hz)
hingga tinggi (3000-8000 Hz) terlebih lagi apabila memiliki artikulasi musik yang
jelas (Campbell, 2002).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hasegawa,dkk (2004), musik klasik
dapat meningkatkan sekresi saliva pada partisipan dengan usia rata-rata 25 tahun,
yang sebelumnya diberikan stressor. Jumlah sekresi saliva cenderung meningkat
melalui sistem saraf parasimpatis.. Dinyatakan bahwa corticotrophin releasing
7
hormone (CRH) mengaktifkan sistem sympathetic-adrenal medullary. Dengan
memberikan musik maka akan menghambat pelepasan CRH oleh hipotalamus,
sehingga sistem saraf simpatis menjadi inaktif. Oleh karena itu, maka disimpulkan
bahwa peningkatan jumlah sekresi saliva karena sistem saraf simpatis inaktif.
Bali sebagai pulau yang kaya akan seni juga memiliki musik tradisional yang
beraneka ragam. Dalam mendiskusikan kesenian Bali, perhatian orang tidak
pernah lepas dari seni kerawitan khususnya gamelan. Hal ini disebabkan karena di
Bali hingga saat ini terdapat puluhan jenis perangkat gamelan, dimana salah
satunya adalah gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu (Sugiartha, 2008). Gamelan
Semar Pegulingan Saih Pitu memiliki sajian instrumental yang sarat bobot
musikal dengan variasi jelajah modulasinya dan merupakan seni karawitan yang
bernuansa klasik (Suartaya, 2004)
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang timbul
adalah:
1. Apakah musik klasik barat dapat meningkatkan sekresi saliva penderita
xerostomia?
2. Apakah musik tradisional bali dapat meningkatkan sekresi saliva penderita
xerostomia?
3. Manakah dari kedua jenis musik tersebut yang lebih baik dalam
meningkatkan sekresi saliva penderita xerostomia?
8
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh musik terhadap peningkatan sekresi saliva
penderita xerostomia
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal berikut
ini:
1. Pengaruh musik klasik barat terhadap peningkatan sekresi saliva penderita
xerostomia.
2. Pengaruh musik tradisional bali terhadap peningkatan sekresi saliva
penderita xerostomia.
3. Perbedaan dari kedua jenis musik tersebut dalam meningkatkan sekresi
saliva penderita xerostomia.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat ilmiah
Informasi yang didapatkan menambah khasanah ilmu yang telah ada
khususnya pada penderita xerostomia dengan mendengarkan musik klasik barat
dan musik tradisional bali.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi penderita xerostomia agar dapat memilih mendengarkan musik yang
dapat meningkatkan sekresi salivanya sebagai perawatan alternatif.
2. Bagi dokter gigi agar lebih menyosialisasikan mendengarkan musik
sebagai perawatan alternatif pada penderita xerostomia.
Download