BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva merupakan cairan rongga mulut yang terdiri dari sekresi kelenjar saliva dan cairan krevikuler gingiva. Produksi saliva oleh kelenjar mayor sekitar 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar submandibular dan kelenjar sublingual menghasilkan sekresi cairan seromukosa. Sekitar 10% saliva diproduksi oleh kelenjar saliva minor yang terdapat pada mukosa rongga mulut di bagian lingual, labial, bukal, palatinal, dan glossopalatinal (Saputri dkk., 2010). Saliva mengandung beberapa elektrolit (Na+, K+, Cl-, HCO3-, Ca2+, Mg2+, HPO42-, SCN-, dan F-), protein (amilase, musin, histatin, cystatin, peroksidase, lisozim, dan laktoferin), immunoglobulin (sIgA, Ig G, dan Ig M), serta molekul organik (glukosa, asam amino, urea, asam uric, dan lemak) (Saputri dkk., 2010). Saliva berfungsi untuk melindungi jaringan di dalam rongga mulut dengan cara membersihkan secara mekanis untuk mengurangi akumulasi plak, lubrikasi, dan sebagai buffer. Sekresi saliva normal berkisar antara 800-1500 ml/hari dan mempunyai pH antara 6,0-7,0. (Guyton dan Hall, 2006). Dalam kondisi normal, laju aliran saliva terstimulasi berkisar antara 1-3 ml/menit dan saliva yang tidak terstimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit (Almeida dkk., 2008). Ketika laju aliran saliva meningkat, konsentrasi protein, sodium, potassium, klorida, bikarbonat serta pH juga akan mengalami peningkatan, sedangkan konsentrasi fosfat dan magnesium akan menurun (Almeida dkk., 2008). 1 2 Kandungan urea dalam saliva berperan pada pengaturan pH dan kapasitas buffer saliva (Humphrey dan Wiliamson, 2001). Kapasitas buffer saliva adalah kemampuan untuk menetralkan kondisi asam pada rongga mulut sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Dhiman dkk., 2014). Urea akan dihidrolisis oleh bakteri dengan melepaskan ammonia (NH3) dan CO2 yang dapat mengakibatkan kenaikan pH saliva (Edgar, 1992). Konsentrasi urea pada saliva normal antara 2,9-6,8 mmol/l (Nunes dan Macedo, 2013). Komponen klorida dalam saliva berperan dalam proses sekresi saliva. Saat sekresi saliva meningkat, maka kadar klorida dalam saliva juga akan meningkat. Konsentrasi klorida pada saliva normal berkisar antara 5-50 mmol/l (Vasudevan dkk., 2011). Perubahan laju aliran dan komponen saliva dapat dipengaruhi oleh penyakit sistemik, salah satunya diabetes melitus (Almeida dkk., 2008). Diabetes melitus merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kekurangan sekresi insulin atau penurunan sensitifitas jaringan terhadap insulin yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal. Diabetes melitus tipe 2 yang dikenal juga adult-onset diabetes atau non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) merupakan penyakit diabetes yang disebabkan adanya kombinasi antara kekurangan sekresi insulin yang dihasilkan sel Beta di pankreas dan resistensi jaringan terhadap insulin terutama pada otot skeletal dan sel hepar (Pedersen, 2004). Hasil penelitian Mihardja dkk. (2014) menunjukkan bahwa prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia mencapai 4,6% dari 15,332 penduduk berusia 18-55 tahun di daerah perkotaan, terdiri dari 1,1% penderita yang telah terdiagnosis diabetes melitus dan 3,5% 3 penderita diabetes melitus yang belum terdiagnosis. Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus apabila hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 120 mg/dl. Resiko terjadinya diabetes melitus lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan gangguan toleransi terhadap glukosa akan meningkat seiring umur terlebih pada populasi dengan tingkat sosio-ekonomi yang tinggi (Kumar dkk., 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Ben-Aryeh dkk. (1993) menunjukkan bahwa laju aliran saliva tidak terstimulasi pada penderita diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2 lebih rendah secara signifikan dibandingkan orang sehat. Diabetes melitus juga berhubungan dengan perubahan komposisi dan fungsi saliva yang dapat mengganggu homeostasis pada rongga mulut dan memudahkan terjadinya penyakit mulut, seperti gingivitis, abses gingiva, spontaneous gingival bleeding, periodontitis, karies, median rhomboid glossitis, geographic tongue, serta dry mouth (Manfredi dkk., 2004; Holmes dan Alexander, 2004). Oleh karena itu perlu dilakukannya penelitian mengenai kadar urea dan klorida saliva pada penderita diabetes melitus. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana perbandingan kadar urea dan klorida saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol? 4 C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kadar urea dan klorida saliva telah dilakukan oleh Carda dkk. (2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar urea saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2 lebih tinggi secara signifikan dibandingkan orang sehat, sedangkan kadar klorida saliva masih tergolong kategori normal. Penelitian mengenai kadar klorida saliva juga telah dilakukan oleh Lansisi dan Fasanmade (2012). Pada penelitian ini menunjukkan hasil kadar klorida yang lebih tinggi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan orang sehat walaupun tidak signifikan. Penelitian mengenai perbandingan komponen saliva pada penderita diabetes melitus terkontrol dan tidak terkontrol telah dilakukan oleh Panchbhai dkk. (2010). Pada penelitian ini menggunakan subjek dengan rentang usia 13-65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju aliran saliva, salivary amylase, dan salivary total protein pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol lebih rendah dibandingkan penderita diabetes melitus terkontrol, sedangkan kadar salivary glucose menunjukkan angka yang lebih tinggi pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol dibandingkan penderita diabetes terkontrol. Sejauh yang peneliti ketahui belum ada penelitian mengenai studi kadar urea dan klorida saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar urea dan klorida saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol. 5 E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai kadar komponen urea dan klorida saliva pada penderita diabetes melitus tipe 2 sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran penderita diabetes melitus untuk lebih memperhatikan kondisi rongga mulutnya. 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya.