BERITA TERKINI BERITA TERKINI Cefazolin sebagai Profilaksis pada Operasi Sesar Komplikasi inflamasi setelah operasi sesar dapat terjadi pada sekitar 30-85% pasien. Komplikasi yang sering terjadi adalah endometritis, infeksi saluran kemih, infeksi pada luka, dan peritonitis. Prinsip antibiotik untuk mencegah infeksi bedah berdasarkan pada penurunan kontaminasi bakteri endogen dan eksogen selama prosedur pembedahan. Antibiotik profilaksis pada operasi sesar darurat telah terbukti dapat menurunkan infeksi pasca-operasi. Terdapat kontroversi mengenai jenis antibiotik yang digunakan, tetapi literatur-literatur mendukung penggunaan cepha losporin generasi pertama dosis tunggal setelah penjepitan tali pusat. Ceftriaxone vs Cefazolin Dilakukan studi untuk meneliti efikasi dan keamanan pemberian ceftriaxone dan cefazolin pra-operasi dosis tunggal dalam mencegah infeksi intra- dan pasca-operasi pada ibu yang melahirkan tanpa risiko tinggi inflamasi. Studi ini juga bertujuan menilai efek kehamilan pada farmakokinetik ceftriaxone dan cefazolin dosis tunggal setelah operasi sesar dan operasi ginekologi elektif dan memperkirakan konsentrasi antibiotik dalam cairan amnion dan darah bayi baru lahir (tali pusat) untuk menentukan jumlah antibiotik yang masuk ke dalam darah janin dan keamanan antibotik yang diberikan. Dalam studi tersebut, subjek dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 45 wanita hamil dan 4 wanita tidak hamil yang diberi ceftriaxone 2 gram IV, 10 menit sebelum pembedahan yang sudah direncanakan. C DK 1 8 6 / Vo l. 38 no. 5/Jul i -A g us tus 2011 Kelompok kedua terdiri dari 45 wanita hamil dan 4 wanita tidak hamil yang diberi cefazolin 2 gram IV, 10 menit sebelum pembedahan yang sudah direncanakan. Konsentrasi antibiotik diukur segera dan 6 jam setelah operasi, baik konsentrasi dalam cairan amnion maupun dalam darah tali pusat pada kelompok wanita hamil, menggunakan metode kromatografi cair. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik rata-rata setelah operasi sesar elektif adalah sebagai berikut: 22,7 mcg/L untuk ceftriaxone vs 44,8 mcg/L untuk cefazolin. Enam jam kemudian, konsentrasi antibiotik menurun, tetapi konsentrasi cefazolin tetap masih di atas MIC untuk bakteri sensitif. Konsentrasi rata-rata antibiotik dalam darah tali pusat 29,0 mcg/mL untuk ceftriaxone dan 54,3% untuk cefazolin. Hal ini menunjukkan bahwa kedua obat dapat melewati sawar darah plasenta dengan baik dan mungkin dapat memberikan efek negatif pada bayi, sehingga antibiotik profilaksis IV sebaiknya diberikan setelah penjepitan tali pusat. Konsentrasi antibiotik rata-rata setelah bedah ginekologi pada wanita tidak hamil adalah sebagai berikut: 12,0 mcg/L untuk ceftriaxone vs 30,1 mcg/L untuk cefazolin. Enam jam kemudian, konsentrasi antibiotik menurun. dosis tunggal segera setelah penjepitan tali pusat merupakan metode yang optimal dalam profilaksis pra-operasi pada operasi sesar. histerektomi dan 122 wanita yang menjalani operasi sesar. Pasien secara acak mendapat amoxycillinclavulanic acid IV 2,4 g atau cefazolin 2 g 30 menit sebelum histerektomi. Pada wanita dengan operasi sesar, antibiotik diberikan saat penjepitan tali pusat. Setiap hari setiap pasien dinilai adanya bukti status demam dan adanya infeksi pada lokasi infeksi dan saluran kemih. Hasilnya menunjukkan bahwa morbiditas infeksi ditemukan pada 11% pasien histerektomi dengan amoxycillin-clavulanic acid dan 12,5% pasien histerektomi dengan cefazolin, 6 pasien operasi sesar dengan amoxycillin-clavulanic acid dan 4 pasien operasi sesar dengan cefazolin. Disimpulkan bahwa amoxycillin-clavulanic acid tidak lebih unggul dibanding cefazolin dalam mencegah infeksi pasca-operasi saat diberikan sebagai profilaksis pada kasus histerektomi dan operasi sesar. (EKM) REFERENSI: 1. Grujić Z, Popović J, Bogavac M, Grujić I. Preoperative administration of cephalosporins for elective caesarean delivery. Srp Arh Celok Lek. 2010;138 (9-10): 600-3. 2. Jyothi S, Neetha V, Pratap K, Asha K. Antibiotic prophylaxis for hysterectomy and cesarean section: Amoxicillin-clavulanic acid versus cefazolin. J Obstet Gynecol India 2010;60(5):419 - 23. Sitaxentan Ditarik dari Pasaran karena Risiko Hepatotoksisitas Sitaxentan, yang merupakan obat untuk indikasi PAH (Hipertensi Pulmonal), telah ditarik dari pasaran, menyusul dua kasus hepatotoksik fatal setelah pemberian obat ini. Sitaxentan telah dipasarkan di 16 negara di Uni Eropa, Australia dan Kanada. Selain ditarik dari pasaran, uji klinis dengan sitaxentan juga akan dihentikan, pengajuan pemasaran obat di Amerika Serikat juga telah dibatalkan. Sebelumnya, persetujuan pemasaran sitaxentan dilakukan berdasarkan data STRIDE (Sitaxentan To Relieve Impaired Exercise) yang terdiri dari 2 penelitian acak, kontrol plasebo dan multisenter fase III. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa sitaxentan memper- baiki kapasitas latihan pasien PAH. Persetujuan ini disertai peringatan risiko hepatotoksisitas dan karena itu tidak direkomendasikan pemberiannya pada pasien-pasien gangguan hati ringan hingga berat, maupun pada pasien dengan peningkatan enzim aminotransferase hati. Keputusan penarikan obat tersebut dilakukan berdasarkan data keamanan uji klinik serta laporan pascapemasaran. Toksisitas hati memang Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa pemberian cephalosporin generasi pertama (cefazolin) 379 380 merupakan efek samping obat-obat golongan ERA (Endothelin Receptor Antagonist), namun perusahaan pemasar sitaxentan tersebut mengatakan bahwa telah terobservasi risiko hepatotoksisitas idiosinkratik baru pada penggunaan sitaxentan. Karena di pasaran telah tersedia obat-obat alternatif untuk pasienpasien PAH, seperti bosentan dan ambrisentan, maka perusahaan pemasar sitaxentan mengatakan dalam pernyataan resminya bahwa manfaat terapi sitaxentan tidak lagi dapat mengimbangi risiko pemberian obat ini. Pasien yang telah diterapi dengan sitaxentan dapat diberi terapi lain dengan melakukan pergantian obat (transisi) dengan seaman mungkin. Pasien tidak dianjurkan menghentikan terapi sitaxentan sampai berkonsultasi dengan dokter. Setelah pengumuman ini, EMEA (The European Medicines Agency) sedang meninjau profil hepatotoksisitas obat golongan ERA lainnya, yaitu bosentan dan ambrisentan, karena dikhawatirkan bahwa risiko hepatotoksisitas dengan obat golongan ERA adalah class effect. Simpulan: • Sitaxentan telah ditarik dari pasaran menyusul dua kasus hepatotoksik yang fatal setelah pemberian obat ini. • Pasien yang telah diterapi dengan sitaxentan dapat diberi terapi lain dengan melakukan pergantian obat (transisi) seaman mungkin. Pasien tidak dianjurkan menghentikan terapi sitaxentan sebelum berkonsultasi dengan dokter. • Obat golongan ERA lain, seperti bosentan dan ambrisentan, juga sedang ditinjau oleh EMEA, karena dikhawatirkan bahwa risiko hepatotoksisitas obat golongan ERA adalah class effect. (YYA) REFERENSI: 1. Medscape Cardiology. EU Agency to Review Other PAH Drugs. [cited 2011 January 03]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/734617 2. Medscape Cardiology. International Approvals: Thelin, VIG, PDX. [cited 2011 January 03]. Available from: http: //www.medscape.com/viewarticle/558083 3. Medscape Cardiology. Pfizer Pulls PAH Drug Due to Liver Toxicity. [cited 2011 January 03]. http://www. medscape.com/viewarticle/734024 C D K 1 8 6 / V o l . 3 8 n o . 5 / J u l i- Ag u s t u s 2 0 1 1