Masalah Tuberkulosis di Indonesia Kuman Tuberkulosis (Tb) telah meng‐infeksi 1/3 penduduk dunia (±2,2 milyar), diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB dunia, terjadi pada negara‐negara berkembang. Kematian wanita karena TB lebih banyak daripada kematian karena hamil, nifas persalinan, dan 75% pasien TB adalah kelompok usia produktif (15‐50tahun). Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah dahak dari pasien yang mengandung kuman Tb. Bila tidak diobati, maka penderita dapat meninggal dunia. Sekitar 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah (preventable death) terjadi akibat Tb. Di Indonesia kasus baru Tb hampir separuhnya adalah wanita. Data lain dari Indonesia lebih mencengangkan lagi. Setiap satu menit muncul satu penderita baru Tb Paru. Setiap dua menit muncul satu penderita baru Tb paru yang menular dan setiap empat menit satu orang meninggal akibat Tb di Indonesia. Negara kita adalah penyumbang kasus Tb terbesar ke tiga di dunia. Berdasarkan perhitungan ekonomi kesehatan yang menggunakan indikator DALY (disability adjusted life year) yang diperkenalkan oleh World Bank, Tb merupakan 7,7% dari total disease burden di Indonesia, perhitungan terbaru bahkan menunjukkan angka lebih tinggi lagi. Angka 7,7% ini lebih tinggi dari berbagai negara Asia lain yang hanya 4%. Dewasa ini Tb dapat disembuhkan dengan baik. Masalahnya obat untuk Tb harus dimakan sedikitnya enam bulan. Biasanya setelah makan obat selama dua bulan, maka keluhan pasien akan hilang, dan penderita malas makan obat lagi. Kalau pengobatan berhenti di tengah jalan, maka bukan saja penyakitnya tidak sembuh, tetapi juga obat yang ada akan jadi tidak ampuh lagi. Masalah TB Di Jawa Barat Kontribusi Jabar dalam jumlah penderita TB di Tingkat Nasional nomor 1 (± 18%). Penderita TB tersebar di 26 Kabupaten/Kota. Penemuan Kasus Baru (2008) : 68,7%, sementara target penemuan kasus baru di Jabar (2009) : 85%. Distribusi penderita TB Anak cenderung meningkat, tahun 2008 : 11.650 = 18,96%, lebih tinggi dari angka yang diperkirakan WHO (11%). RS yang melaksanakan DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) baru sekitar ± 20%, 43 RS DOTS dari 206 RS di Jawa Barat. Program DOTS Agar Tb dapat ditanggulangi dari suatu negara maka, WHO mensyaratkan bahwa setidaknya 70% pasien Tb dapat ditemukan dan diobati dengan angka kesembuhan sedikitnya 85%. Untuk Indonesia angka kesembuhan sudah mencapai sekitar 85%, tetapi cakupan belum lagi 70%, mungkin kini sekitar 47% kendati di beberapa provinsi sudah jauh di atas target WHO. Tampaknya berbagai upaya yang dilakukan telah meningkatkan angka penemuan penderita ini dari waktu ke waktu. Upaya‐upaya tersebut terkoordinasi dalam suatu program yang disebut sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) yang terdiri dari lima komponen, yaitu adanya komitmen politik, diagnosis dengan mikroskopik, pengobatan dengan obat jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawasan menelan obat (PMO), jaminan ketersediaan obat serta sistem pencatatan dan pelaporan yang baik dan seragam. Strategi DOTS telah dibuktikan dengan berbagai uji coba lapangan dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost effective. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa setiap US$1 yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan Tb akan menghemat sebesar US$55 selama 20 tahun. Tetapi, pada kenyataannya masih dijumpai berbagai masalah di lapangan. Program DOTS yang kini masih dititikberatkan di puskesmas harus diperluas ke rumah sakit dan mungkin juga dokter praktik. Sebab, pasien Tb bukan hanya datang ke puskesmas, melainkan juga ke rumah sakit dan dokter praktik swasta. Masalahnya tentu keterbatasan rumah sakit yang umumnya tidak mempunyai petugas yang dapat melacak penderita yang mangkir berobat, dan karena perlu ada suatu mekanisme yang baik.