BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat umum mengenal intelligence sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Gambaran individu yang memiliki inteligensi tinggi, biasanya merupakan cerminan individu yang pintar dan pandai dalam studinya. Pada umumnya orang berpendapat bahwa anak yang pintar atau dikatakan memiliki IQ tinggi pasti akan sukses dalam menjalani kehidupannya, terutama dalam kehidupan akademiknya. Anggapan tersebut dipatahkan oleh Daniel Goleman yang telah mempopulerkan kecerdasan emosional. Menurutnya peranan IQ menempati posisi kedua sesudah kecerdasan emosional dalam peralihan puncak prestasi di dunia kerja. Kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan potensi seseorang untuk mempelajari keterampilan, yaitu keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsur kecerdasan emosional, yang terdiri atas mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, emosi sangat penting bagi rasionalitas. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi merupakan siswa yang terampil dalam kecerdasan sosial, yang dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan baik, mengerti perasaan orang lain, mampu memimpin dan mengorganisir serta menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia. Siswa seperti inilah yang disukai oleh orang di sekitarnya karena secara emosional ia mampu membuat orang lain merasa nyaman. Siswa yang cerdas secara emosional bukan hanya memiliki emosi atau perasaan, tetapi juga mampu memahami apa makna dari rasa tersebut dan memiliki rasa empati terhadap orang lain. Di dalam dunia pendidikan, kita menyadari bahwa untuk meraih prestasi di sekolah maupun di luar sekolah, ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh siswa. Selain anak didik harus unggul dalam kecerdasan akademik dan kecerdasan emosionalnya, anak didik juga harus mempunyai perilaku disiplin yang kuat. Hal itu dikarenakan disiplin merupakan suatu aturan pendidikan yang menunjuk pada sejenis keterlibatan aturan dalam mencapai standar yang tepat atau mengikuti peraturan yang tepat dalam berperilaku atau melakukan aktivitas. Kedisiplinan merupakan ketaatan dan kepatuhan seseorang terhadap tata tertib, kaidah-kaidah serta aturan-aturan yang berlaku. Disiplin merupakan hal yang sangat penting dalam berbagai aktivitas manusia karena sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan. Kedisiplinan yang ditetapkan di sekolah bertujuan untuk membina, mendorong, dan melatih anak didik agar dapat mengendalikan dan mengarahkan tingkah laku dirinya dalam lingkungan sekolah maupun di lingkungan luar sekolah, sehingga timbul rasa tanggung jawab dan kematangan diri, yang menjadikan proses belajar siswa berjalan dengan lancar. Kedisiplinan merupakan salah satu sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap individu (siswa) demi kelancaran dalam menjalankan berbagai aktivitas kehidupan. Kecerdasan emosional memiliki relevansi yang positif dengan perilaku disiplin. Hal ini karena kecerdasan emosional membantu seseorang dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain, untuk berperilaku tepat dalam menjalani kehidupan. Disiplin dalam berperilaku, seperti menaati peraturan dan tata tertib sekolah, merupakan salah satu cara dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah memiliki peraturan-peraturan yang tentunya mengandung tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut bisa tercapai dengan maksimal apabila semua komponen sekolah menaati peraturan yang berlaku di sekolah itu. Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa kecerdasan emosional yang memiliki lima dasar kemampuan yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain ada hubungannya terhadap perilaku disiplin belajar di sekolah. Sehubungan dengan simpulan tersebut, maka ketika peneliti melakukan PPL di SMP Negeri 2 Kupang, peneliti memperoleh data bahwa pada umumnya di SMP Negeri 2 Kupang khususnya di kelas VIIIi kurang disiplin masuk dan keluar sekolah, kurang disiplin mengikuti pelajaran tanpa bolos dan kurang disiplin mengerjakan tugas tepat waktu. Berpijak dari uraian latar belakang di atas maka, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku disiplin belajar di sekolah (Studi Deskriptif Kuantitatif Pada Siswa Kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang Tahun Pelajaran 2015/2016)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku disiplin belajar di sekolah pada siswa kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang Tahun Pelajaran 2015/2016”? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku disiplin belajar di sekolah pada Siswa Kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang Tahun Pelajaran 2015/2016. 2. Manfaat penelitian Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan dan terjawabnya rumusan masalah secara akurat. Dalam penelitian ini dikemukakan manfaat penelitian bagi pihak-pihak terkait sebagai berikut: a. Kepala Sekolah Hasil penelitian ini berguna bagi kepala sekolah untuk lebih mengkoordinir personil sekolah agar lebih memperhatikan siswa- siswi terutama kecerdasan emosional sehingga dapat merubah perilaku disiplin belajar. b. Guru BK Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi guru BK menentukan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk lebih dalam membina dan mengembangkan latihan kecerdasan emosional. c. Bagi Siswa Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan yang positif bagi siswasiswi agar lebih pandai mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain sehingga dapat merubah sikap kurang disiplin belajar di kelas menjadi lebih disiplin belajar. D. Anggapan Dasar dan Hipotesis Penelitian 1. Anggapan Dasar Menurut Arikunto (2010:65), “Anggapan dasar merupakan sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik, dimana setiap penyelidik dapat merumuskan postulat yang berbeda”. Lebih lanjut Arikunto (2010:65), menjelaskan bahwa perlunya anggapan dasar dalam penelitian adalah : a. Agar ada dasar berpijak yang kokoh bagi masalah yang akan diteliti. b. Untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat perhatian penelitian. c. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa anggapan dasar merupakan titik tolak atau pedoman kerja yang kokoh untuk mempertegas variabel guna menentukan dan merumuskan hipotesis dalam penelitian. Mengacu pada pernyataan tersebut maka anggapan dasar dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1) Kedisiplinan belajar siswa di sekolah, bervariasi karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah kecerdasan emosional. 2) Semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa, maka semakin tinggi pula kedisiplinan belajar siswa. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional yang dimiliki siswa, maka semakin rendah pula kedisiplinan belajar siswa. 2. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah suatu jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji melalui penelitian. Sebagaimana dikatakan oleh Arikunto (2010:15), “Hipotesis merupakan pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja dan panduan dalam verifikasi”. Arikunto (2010:70), merumuskan bahwa berdasarkan isi dan rumusannya yang bermacam-macam, hipotesis dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : a. Hipotesis Nol (Ho) Hipotesis nol (Ho) sering juga disebut hipotesis statistik yang diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol (Ho) menyatakan tidak ada hubungan antar variabel X dan Y. b. Hipotesis Kerja (Ha) Hipotesis kerja (Ha) menyatakan ada hubungan antara variabel X dan Y. Berdasarkan pendapat Arikunto ini maka : a. Hipotesis nol dalam penelitian ini adalah: Tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku disiplin belajar di sekolah pada siswa kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang Tahun Pelajaran 2015/2016). b. Hipotesis kerja (Ha) adalah: ada hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku disiplin belajar di sekolah pada siswa kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang Tahun Pelajaran 2015/2016). E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mengacu pada hal-hal khusus yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti. Hal ini dimaksud agar hal-hal yang diteliti terarah pada fokus penelitian. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat (1985: 17), yang mengatakan bahwa kalau masalah sudah terpilih selanjutnya perlu ditetapkan ruang lingkup penelitiannya. Hal ini sangat penting supaya peneliti tidak bimbang dalam menghadapi berbagai hal yang berhubungan dengan apa yang hendak diteliti. Berdasarkan pendapat tersebut, pembatasan ruang lingkup penelitian diperlukan untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Penelitian Adapun Variabel penelitian ini terdiri atas: a. Variabel bebas (X) : Kecerdasan Emosional b. Variabel terikat (Y) : Perilaku Disiplin Belajar 2. Populasi dan Sampel a. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang yang berjumlah 30 siswa. b. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang yang berjumlah 30 siswa. 3. Lokasi penelitian : SMP Negeri 2, Jln. Tom Pello No. 33 Kupang. 4. Waktu penelitian : Penelitian ini berlangsung dari bulan Nopember 2015 sampai Mei 2016 (7 Bulan). F. Penegasan Konsep Menurut Efendi (1989:32) “Penegasan konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian, kelompok atau individu tertentu”. Penegasan konsep yang dijelaskan merupakan titik tolak dalam merumuskan teori mengenai penelitian ini. Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahan mengenai judul ini, peneliti menegaskan konsep-konsep penelitian yaitu : a. Kecerdasan Emosional Goleman (2009:57) menyatakan, ”Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), dan kemampuan untuk membina hubungan (kerja sama) dengan orang lain”. Menurut Mayer dan Salovey (2006:15), Kecerdasan emosional sebagai suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan individu dalam memantau baik emosi dirinya maupun emosi orang lain, dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. Terkait penelitian ini, maka yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa-siswi di kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. b. Perilaku Disiplin Belajar Menurut Agus (2004 : 17) , Perilaku disiplin belajar adalah suatu sikap mental untuk mematuhi aturan, tata tertib, dan sekaligus mengendalikan diri, menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan yang berasal dari luar sekalipun yang mengekang dan menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban. Menurut Degunarso (1986:12), Perilaku disiplin belajar adalah proses seseorang melalui tahapan latihan atau belajar. Disiplin belajar awalnya memang berat namun apabila sudah berhasil mempelajari atau berlatih, kita akan dapat mengikuti dengan sendirinya tanpa merasa tertekan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan tersebut maka, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku disiplin belajar adalah suatu sikap, mental untuk mematuhi peraturan, tata tertib, dan sekaligus mengendalikan diri, menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan yang berasal dari luar sekalipun yang mengekang dan menunjukkan kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban. Terkait penelitian ini, maka yang dimaksud dengan perilaku disiplin belajar di sekolah adalah tindakan siswa kelas VIIIi SMP Negeri 2 Kupang dalam memenuhi aturan yang berlaku di sekolah seperti masuk keluar sekolah tepat waktu, mengikuti pelajaran tanpa bolos, mengerjakan tugas tepat waktu.