Penanggungjawab: Abetnego Tarigan Dewan Redaksi: Khalisah Khalid, Nurhidayati, Ahmad SH, Pius Ginting, Dedi Ratih, M Islah, Zenzi Suhadi, Tumpak Hutabarat Redaktur Pelaksana: Irhash Ahmady Editor : Febrina Andriasari Design dan Layout: perfarmerLab.Studio Ilustrasi Cover: Anggawedhaswhara Ilustrasi Isi: Anggawedhaswhara & Fajar Ahmad Jawari Penerbit: Walhi Eknas Distributor: Suhardi, Harno Wahana Lingkungan Hidup Indonesia JL. Tegalparang Utara 14, Mampang-Jakarta Selatan 12790 T/F: +6221 79193363/7941673 E: informasi[at]walhi.or.id W: http://www.walhi.or.id Daftar Isi Kata Pengantar ..................................................... I Dari Dapur Redaksi ...................................................... II Pemilu, Politik Transaksional dan Perampasan Sumber Daya Alam FX Adji Samekto , Oki Hajiansyah Wahab dan James Reinaldo ...................................................... 2 Solusi Sosialis Terhadap Problem Kapitalisme Dan Lingkungan Hidup Anto Sangaji ...................................................... 14 Membedah Demokrasi Palsu di Indonesia: Demokrasi yang Tidak Dibutuhkan Buruh dan Tani sebagai Mayoritas Rakyat Indonesia Rudi HB Daman ...................................................... 22 Politisi Alay di tengah Rakyat Galau: “Wahai Partai Politik, Berperanlah!” Arfan Aziz dan Rizki Fitriana ...................................................... 34 Membangun Gerakan Politik Kerakyatan -Refleksi Pengalaman Pemilu Amerika Latin- Afrika Tatiana Lukman ...................................................... 46 Pemilu 2014 dan Agenda Politik Lingkungan Hidup Menemukan Jalan Keadilan Ekologis Khalisah Khalid ...................................................... 60 Tentang Penulis ...................................................... 67 JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Kata Pengantar JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 2014 adalah tahun politik, dimana kontestasi partai memperebutkan suara untuk dapat terpilih dalam pemilu legislative dan memenangkan pemilu presiden. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi mendapat tempat khusus di hati para kontestan Pemilu. Ada yang benar berkeinginan untuk melakukan perubahan, tapi tidak sedikit juga yang hanya mempertahankan kepentingan pribadi dan kelompok masing-masing. Besarnya muatan dan praktek bekerja untuk kepentingan sendiri atau kelompok telah mengantar pada situasi transisi demokrasi yang berkepanjangan dan terasa kian “terseok-seok” untuk mencapai sejatinya demokrasi. Anatomi demokrasi Indonesia berada di titik nadir, dengan bacaan semakin menguatnya tali temali modal dan oligarki politik. Pengusaha menjadi Politisi, aparat penegak hukum menjadi pengusaha, eksekutif menjadi pemilik berbagai bisnis di sektor sumberdaya alam. Sebuah ironi dalam system demokrasi hari ini. Tali temali politisi-pengusaha-pengurus negara telah menjadi penyebab berbagai krisis yang dihadapi rakyat. Perampasan tanah dan monopoli sumberdaya alam menjadi potret Indonesia. Lalu dimana hakikat demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Penguasa ekonomi tidak boleh lagi dibiarkan menjadi penguasa politik yang bias dengan kepentingan kekuasaan politik dan ekonomi segelintir elit. Demokrasi prosedural sejatinya dapat dibarengi dengan demokrasi substansial melalui pemenuhan kesejahteraan dan jaminan keselamatan bagi rakyat dan keberlanjutan lingkungan hidup. Ini menjadi sebuah tantangan yang harus dijawab bersama oleh gerakan masyarakat sipil di Indonesia. Jurnal Tanah Air edisi Pemilu 2014 ini hadir kehadapan ibu/bapak, anggota WALHI, mitra dan sahabat mengusung tema “2014 Tahun Politik: Dimana Demokrasi Rakyat? sebagai sebuah kampanye besar gerakan lingkungan hidup untuk bersih pemerintahan dari para pelaku perusak lingkungan hidup. Tema ini juga diambil sebagai bagian mengetengahkan agenda politik lingkungan hidup kedalam gelanggang politik di nasional dan daerah. Tanah Air merupakan jurnal yang diproduksi oleh WALHI, bukan sebagai media outreach semata. Jurnal Tanah Air ini diharapkan dapat menjadi media transformasi pemikiran dan gagasan tentang Indonesia kedepan. Selain itu, media ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai wahana kelola pengetahuan dari orang perorang menjadi pengetahuan publik sehingga mendorong satu paradigma perubahan terhadap system demokrasi di Indonesia. Yang utama tentu menjadi alat advokasi terhadap pembelaan oleh rakyat atas lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Akhirnya selamat membaca dan menyelami gagasan dan perjuangan yang ada dalam setiap kalimatnya. Salam Adil dan Lestari, Abetnego Tarigan Direktur Eksekutif Nasional WALHI I Dari Dapur Redaksi Dari Dapur Redaksi Demokrasi, sejatinya adalah jalan untuk sebuah pencapaian cita-cita keselamatan dan kesejahteraan bagi rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Faktanya, demokrasi yang kita tempuh hari ini, setidaknya paska reformasi berjarak dengan krisis yang dialami oleh rakyat. Demokrasi politik diterjemahkan dalam kotak suara pemilu tidak membawa manfaat bagi rakyat, jika tidak diikuti dengan ekonomi kerakyatan yakni dengan menyerahkan alat-alat produksi ke tangan rakyat sebagaimana yang dimandatkan dalam konstitusi negara. Oligarki politik ini masih memiliki kekuatan hegemonik yang dominan. Oligarki politik hari ini bercokol di hampir semua partai politik yang ada. Kepentingan tunggal dari semua sekanario politiknya, yakni mempertahan kekuasaan dan share/pembagian sekaligus persaingan kalangan sendiri untuk memperebutkan rente ekonomi dari “menjual” sumber daya alam. Tulisan dalam jurnal Tanah Air Edisi pemilu ini ingin mengupas lebih jauh arah demokrasi Indonesia melalui tema 2014 Tahun Politik;Dimana Demokrasi Rakyat?. Dimana demokrasi prosedural dibajak untuk pelanggengan sistem ekonomi kapitalistik yang menempatkan sumber daya alam sebagai komoditas. Pada sistem politik liberal dengan biaya politik yang begitu tinggi, eksploitasi terhadap manusia dengan upah buruh murah dan eksploitasi terhadap alam menjadi dua alir yang melanggengkan kekuasan tersebut. Bagaimana uraian anatomi pembiayaan pemilu di Indonesia yang berasal dari perampokan sumberdaya alam, yang digambarkan oleh Oky Hajiansyah Wahab sebagai Ongkos politik transaksional dan Perampokan Sumberdaya Alam. System politik ekonomi hari ini menjadikan lingkungan sebagai sumber akumulasi kapital, dan bagaimana oligarki kekuasaan negara korporasi merusak tatanan sosial ekonomi rakyat dan lingkungan hidup yang lestari. Pun demikian, sosialisme dinilai sebagai sebuah jalan keluarnya sebagaimana yang dituliskan oleh Anto Sangaji, bagaimana solusi sosialis terhadap problem kapitalisme lingkungan hidup. Dua problem demokrasi dan politik diatas mengkonrmasi apa yang menjadi analisis Rudi HB Darman dimana menguraikan bagaimana praktek demokrasi prosedural yang disebutnya sebagai demokrasi palsu, yang telah melahirkan sebuah rezim yang fasis dan berwatak feodal yang dengan kekuasannya dibalut dalam kemasan demokrasi bernama pemilu. Menurutnya demokrasi palsu tidak dibutuhkan oleh kaum buruh dan tani karena hakikatnya tidak memberikan perubahan kehidupan kaum tani dan buruh sebagai rakyat paling dominan di negeri ini. Kegelisahan ini kemungkinan besar juga dirasakan oleh rakyat diberbagai lapisan masyarakat, khususnya kelas menengah kebawah yang selama ini menjadi kelompok yang termarjinalkan dalam sistem ekonomi politik kita hari ini. Sementara diruang lain politisinya semakin menunjukkan prilaku yang jauh dari krisis yang dialami oleh rakyat, sebagaimana tulisan yang dipaparkan M. Arfan Aziz dan Rizki Fitriana menggambarkan politisi yang alay ditengah rakyat yang galau. Galau melihat demokrasi semakin jauh dari makna sesungguhnya. Dan mencoba mencari jalan keluar sendiri terhadap krisis yang dihadapinya. II Pada akhirnya, dengan segala kritik terhadap praktek demokrasi yang hari ini berjalan tidak berbeda dengan berbagai negara berkembang lainnya di belahan dunia lain (negara bergantung, jajahan dan setengah jajahan). Pengalaman tersebut dijelaskan secara gamblang oleh Tatiana Lukman dari sebuah reekasi pengalaman pemilu di Amerika Latin dan Afrika. Diakhir tulisan Tatian mencoba menghadirkan gagasan pembangunan gerakan politik kerakyatan, selain menguraikan problem pokok praktek demokrasi Indonesia yang berjalan, sebuah alternatif dan ajakan bersama untuk membangun gerakan politik kerakyatan. Bagi gerakan lingkungan hidup sendiri, pemilu 2014 ini merupakan tantangan bagi agenda penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia. Khalisah Khalid mencoba melihat tantangan ini dalam sebuah dinamika potret kerusakan lingkungan hidup dan penghancuran sumber-sumber kehidupan rakyat, ditengah harapan untuk terus mendorong agenda politik lingkungan hidup sebagai sebuah agenda politik yang harus dijalankan oleh kepemimpinan bangsa kedepan. Membangun kekuatan politik alternatif juga begitu sulit dan memiliki tantangan yang begitu besar. Karenanya, pembangunan kekuatan politik alternatif juga mesti diletakkan pada basis massa yang jelas sebagai tulang punggungnya. Kekuatan politik alternatif rakyat harus segera didorong untuk menjawab krisis demokrasi ekonomi dan demokrasi politik,dimana tugas utamanya adalah mendesakkan diadopsi agenda-agenda rakyat untuk melawan bercokolnya kekuatan ekonomi politik kapitalisme didalam tubuh kekuasaan. Meletakkan landasan bagi model ekonomi-politik pada tata kuasa, tata kelola, tata produksi dan tata konsumsi sumbersumber kehidupan bukan hanya dalam level negara, melainkan harus mampu diturunkan oleh kekuatan komunitas lokal yang berorientasi kepada kemandirian ekonomi, keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Namun mengutuk demokrasi prosedural juga tidak ubahnya seperti mengutuk kegelapan, sehingga menyalakan lilin pada akhirnya menjadi pilihan. Mengutuk demokrasi dan kemudian kembali pada rezim otoritarian juga pilihan yang buruk, karena puluhan tahun rakyat dan bangsa ini sudah mengalami berada dibawah kekuatan rezim otoriter. III Pemilu, Politik Transaksional dan Perampasan Sumber Daya Alam Abstrak I. Pendahuluan Lemahnya fungsi partai politik dalam melakukan pendidikan politik pada akhirnya mendorong penggunaan politik uang untuk meraup suara dalam pemilu. Disisi lain pendanaan partai politik yang abu-abu menjadikan politik kita rentan dengan berbagai potensi pelanggaran aturan. Dalam situasi politik semacam ini, modal nansial pada akhirnya menjadi faktor utama yang menopang aktitas politik di Indonesia. Dalam situasi semacam ini relasi antara pengusaha sebagai pemilik modal dan politisi menjadi tak terelakan. Relasi yang dilandaskan pada kepentingan politisi untuk mengumpulkan biaya politiknya dan kepentingan kalangan pemodal untuk menjaga ketersediaan lahan, bahan baku produksi dan berbagai kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam. Hal ini ditunjukan dengan data terjadinya trend peningkatan berbagai izin, distribusi sumbersumber agraria yang melanggengkan praktekpraktek monopoli dan perampasan sumber daya alam. Relasi semacam ini tak bisa dipungkiri pada akhirnya menjadi salah satu pendorong kerusakan lingkungan. Kedepan, paradigma pengelolaan sumber daya alam sebaiknya berkarakter holistik ekologis yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan dan sense of environment. Guna menumbuhkan sense of the environment ini maka perlu adannya upaya advokasi kepada lembaga legislatif maupun eksekutif untuk mendorong adanya perhatian terhadap environmental rights and justice. Lemahnya fungsi partai politik dalam melakukan pendidikan politik pada akhirnya mendorong penggunaan politik uang untuk meraup suara dalam berbagai level pemilu. Di banyak tempat kita acap mendengar istilah serangan fajar menjelang perhelatan Pemilu maupun Pilkada. Dalam kondisi semacam ini, modal nansial pada akhirnya menjadi faktor utama yang menopang politik. Penggunaan uang dalam pemilu di berbagai level menjadi sebuah keniscayaan yang dilakukan oleh para kontestan pemilu1. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Oleh : FX Adji Samekto , Oki Hariansyah Wahab dan James Reinaldo Mahalnya biaya politik kita misalnya tergambar dalam Data Litbang Kompas tahun 2010 yang menyebutkan bahwa untuk biaya survei tingkat provinsi saja berkisar Rp 100 jutaRp 500. Belum lagi Ongkos iklan politik calon melalui berbagai media massayang mencapai Rp 1 miliar-Rp 5 miliar per bulannya. Biaya pencitraan gur calon gubernur mencapai Rp 20 miliar 2 . Biaya politik yang tinggi untuk menjadi calon legislatif maupun eksekutif pada akhirnya mensyaratkan kekuatan nancial yang besar. Sebagai ilustrasi, meruju data yang dikeluarkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu Demokratis (Perludem), paling tidak pada Pemilu 2004 dana kampanye yang dilaporkan oleh partai-partai duduk di kursi DPR - Golkar , PDI Perjuangan, PKB , PPP , Partai Demokrat , PAN , dan PKS - mencapai Rp 297 miliar dan meningkat pada Pemilu 2009 menjadi Rp 496 miliar3. Kata Kunci : pemilu, politi transaksional, perampasan sumber daya alam 1. Widya P. Setyanto, Representasi Kepentingan Rakyat Pada Pemilu Legislatif 2009 dalam Dinamika Politik Lokal di Indonesia, 2010,hal 95 2. http://www.antikorupsi.org/id/content/ konsultan-politik-biaya-politik-makin-mahal 3. http://www.merdeka.com/khas/duit-siluman-penyokong-partai-dana-kampanye-2.html 2 Pemilu, Politik Transaksional dan Perampasan Sumber Daya Alam Suara rakyat dalam praktiknya tak ubahnya seperti barang yang dapat diperjualbelikan. Kekuatan nancial dari politisi dapat mempengaruhi seberapa besar jumlah suara yang akan didapatkan. Ironisnya, di banyak tempat pola hubungan yang transaksional justru menjadi faktor pendorong para pemilih dalam menggunakan hak politiknya. Sebagaimana di katakan oleh Widya Setyanto karakteristik dari Vote buying antara lain adanya inisiatif dari caleg, namun terkadang ada permintaan dari pemilih sendiri terbangun sebuah hubungan transaksional antara kedua pihak. Pemilih dengan kemauannya sendiri menukar hak pilihnya dengan uang4. Kondisi ini terus terpelihara seiring dengan lemahnya kontrol institusi penyelenggara pemilu dan regulasi perundang-undangan yang kurang tegas dan jelas mengatur mengenai pemberian yang dilakukan oleh para kontestan pemilu. Padahal, tentu saja pemberian segala macam bentuk barang, sembako dan lain sebagainya tidaklah ada yang gratis mengingat pemberian tersebut dilakukan dalam masamasa kampanye politik. Besarnya putaran uang yang terjadi menjelang Pemilu juga dibenarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengatakan bahwa transaksi keuangan di rekening partai politik terjadi dalam jumlah tinggi. www.suarasitaro.com Transaksi tersebut berlangsung sebelum, saat, maupun sesudah pemilu. Ketua PPATK, M. Yusuf mengatakan transaksi setahun sebelum pemilu adalah uang untuk pembiayaan partai politik selama pemilu. Sementara transaksi pada hari pemungutan suara dan setahun sesudah pemilu adalah sebagai upaya balas budi. PPATK sendiri melakukan penelitian transaksi uang di tiga pemilu – Pemilu 2004, 2009, dan kini menjelang 2014. Hasilnya, laporan transaksi mencurigakan dan transaksi tunai cenderung meningkat selama periode pemilu yang mencapai 125 persen5. Besarnya biaya politik yang harus dikeluarkan setiap peserta Pemilu pada akhirnya menyebabkan proses demokrasi kita tumbuh secara tidak sehat. Model demokrasi yang padat modal ini menorong partai maupun para calon untuk mencari segala macam cara guna mengumpulkan logistik untuk pemilu. Tak mengherankan jika partai politik adalah berusaha merekrut elit partai dari kalangan pengusaha berkantong tebal. Mayoritas partai politik di Indonesia tidak memiliki kemandirian keuangan untuk membiayai ongkos politik yang besar. Bukan rahasia lagi jika sumber keuangan parpol di Indonesia lebih banyak bersifat abu-abu. Sumber-sumber keuangan partai politik kita lebih banyak disokong oleh donasi dari pengusaha dan jaringan bisnisnya. Kondisi tersebut pada gilirannya dipercaya akanmenghambat partisipasi politik rakyat karena yang dapat maju dalam pemilihan hanyalah orang-orang yang memiliki kekuatan dana dan mayoritas massa rakyat hanya diperlakukan sebagai penyedia suara. Pada akhirnya dalam iklim demokrasi semacam ini menyebabkan peluang kekuasaan cenderung ada ditangan kaum kaya-raya (Plutokrasi). Plutokratasi politik pada akhirya menjadikan oemilu sebagai sarana mempertahankan serta mengembangkan kekayaan mereka.Pemilu tidak lagi menjadi ajang adu program dan kontestasi gagasan melainkan adu kekuatan nansial, mereka yang memiliki kekuatan nansial yang besarlah yang berpeluang untuk memenangkan pemilu. Berbagai riset menunjukan bahwasannya pundi-pundi pendanaan partai politik di Indonesia salah satunnya diperoleh lewat kolaborasi bersama pemilik-pemilik modal yang bergerak di sektor sumber daya alam.Kolaborasi ini sesungguhnya telah terjadi sejak era Orde Baru. Akibatnya, adagium “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” 4. Widya P. Setyanto, Op Cit 5. http://us.politik.news.viva.co.id/pemilu2014/ news/read/464689-ppatk--ada-modus-ijon-di-balik-transaksi-tinggiparpol-saat-pemilu 3 II. Aliansi Bisnis dan Politik Martin Staniland mengungkapkan, teori mengenai hubungan politik dengan ekonomi.Dari segi hubungan kausal atau bersifat deterministrik, hubungan politik dengan ekonomi dibagi dua.Pertama, kebijakan umum (public policy) atau politisisme yang melihat politik menentukan ekonomi.Kedua, ekonomisme yang liberal maupun Marxis yang melihat ekonomi menentukan politik6. Dalam kosmologi pemilu kita yang segalanya identik dengan uang, membangun sebuah relasi dengan pengusaha merupakan salah satu jalan yang ditempuh guna menyokong kebutuhan nancial kampanye. Pertemuan kepentingan antara politisi, birokrasi pemerintah dan perusahaan menimbulkan keinginan untuk mengambil keuntungan baik secara lega maupun ilegal melalui berbagai praktek suap dan korupsi dalam proses perizinan, konsensi dan hak penguasaan lahan. menawarkan dukungan dana yang kemudian ditukar dengan pengelolan sumber daya alam yang ada. Kasus Hartati Murdaya Poo misalnya yang terbukti memberikan sejumlah uang untuk mendukung pemenangan Bupati Buol, Amran Batalipu menjelang pemilihan kepala daerah (Pemilkada) di Buol misalnya membuktikan bahwa relasi pengusaha dan politisi bukanlah isapan jempol. Dalam persidangan terbukti bahwa PT HIP milik Hartati menyuap Amran dengan uang hingga Rp 3 miliar terkait HGU perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 bergeser menjadi “dari modal, oleh modal, dan untuk modal ”. Rakyat pada akhirnya sekedar sebagai mesin pengumpul suara.Pada akhirnya sulit dipungkiri bahwasannya biaya politik tinggi erat kaitannya dengan patronase politik dan bisnis. Hal serupa juga digambarkan dalam batu bara dan kelapa sawit. Bupati mengontrol hampir tiap suap antara birokrasi dengan pengusaha, yang mengandalkan perizinan alih fungsi lahan baik kepada kerabat maupun pengusaha lainnya sebagai sumber pendanaan, misalnya untuk pilkada7. Dalam rangka mempermudah mendapat hak atas tanah seringkali perusahaan menyogok pekabat-pejabat dan lembaga terkait. Karakter akumulasi, ekspansi dan ekspolitasi yang merupakan unsur instrinsi dari modal dan idiologi yang menyelimutinnya pada akhirnya bertemu dengan para politisi pemburu rente. Politisi dan pengusaha masingmasing memiliki kepentingan, penguasa berkepentingan mengumpulkan pundi-pundi untuk biaya politiknya sedangkan kalangan pemodal berkepentingan untuk menjaga pasokan bahan baku, produksi, dan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam. Para pelaku bisnis amat berkepentingan untuk mendapatkan berbagai kemudahan lewat hak-hak tertent, lisensi yang mendorong kelancaran bisnisnya.Politik transaksional antara pengusaha dan politisi sebagai implikasi dari proses demokrasi yang padat modal pada akhirnya melahirkan simbiosis mutualisme diantara kedua pihak. Hal yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini terus terjadi dan berkembang model serta variasinya.Tak cukup sampai disitu para pengusaha juga tak segan membina dan menempatkan aktor yang akan ditempatkan baik di legislatif maupun eksekutif. Di banyak tempat, para pengusaha yang notabene pemilik modal tak segan memberikan sokongan anggaran ketika masuk musim pilkada dan pemilu. Di Lampung misalnya, perkebunan tebu besar PT Sugar Group mendorong Ridho Ficardo Ketua Partai democrat Lampung yang notabene adalah putra salah satu direksinya untuk maju dalam Pemilihan Gubernur tahun 2014 ini. Lewat cara itu dipastikan ketika calon yang disokong terpilih harapannya akan dapat mengamankan berbagai kepentingan Dalam prakteknya, Pengusaha e k o n o m i p e n g u s u n g n y a . M u l a i d a r i 6. Martin Staniland, What is Political Economy?, 1985, New Haven: Yale University Press,p 6-7 7. Lebih lengkap bisa dilihat dalam hasil peneitian Indonesia Corruption Watch (ICW).Menguras Bumi, Merebut Kursi: 4 Pemilu, Politik Transaksional dan Perampasan Sumber Daya Alam pengurusan izin, rekomendasi perluasan Seb a ga i ma na di ka ta ka n Ma rti n konsesi akan dapat diperoleh dengan mudah S t a n i l a n d r e l a s i k a u s a l y a n g b e r s i f a t m a n a k a l a c a l o n - c a l o n y a n g d i s o k o n g deterministic yang salah satunya melihat perusahaan telah berhasil dimenangkan. bagaimana kekuatan ekonomi menentukan politik. Dalam konteks aliansi bisnis dan politik T e r l e b i h S e j a k d i b e r l a k u k a n n y a ini pada akhirnya adalah pada saat kelompok otonomi daerah pengelolaan sumber daya ini berkuasa maka karakter kebijakan dan a l a m d i s e r a h k a n s e p e n u h n y a p a d a produk hukum yang muncul cenderung daerah.Kedudukan (peran) penting pihak berkarakter pro modal. swasta dalam memajukan kehidupan ekonomi lalu digunakan sebagai pressure untuk Sebagai contoh, kebijakan penataan penerbitan peraturan daerah atau izin-izin ruang daerah misalnya, pada awalnya yang hanya menguntungkan kepentingan diharapkan dapat memenuhi tuntutan pasar tetapi merusak lingkungan.Ironisnya hal berbagai kebutuhan manusia secara adil dan ini juga menjadi sebuah ajang yang digunakan wajar. Dalam konteks penataan ruang ini bagi para pejabat-pejabat daerah dalam perijinan merupakan hal yang sangat sentral memperoleh ongkos politiknya. Aktor-aktor fungsinya sebagai pengendali agar segala lokal dalam beberapa kasus terbukti kuat sesuatunya tetap berjalan dalam koridor yang terlibat dalam peran substansial terhadap telah dituangkan dalam peraturan hukum. evaluasi dan validasi berbagai izin. Akan tetapi di dalam faktanya penetapan ataupun perubahan tata ruang (sering) Belakangan para pemilik modal dan berjalan tanpa dilandasi perimbangan pengusaha yang bergerak di bidang sumber (arahan) yang berwawasan lingkungan. daya alam tak cukup hanya melakukan suap K e p e n t i n g a n - k e p e n t i n g a n e k o n o m i l a h untuk memperlancar kepentingan usahanya, (termasuk peningkatan PAD, peningkatan namun sekarang ini mereka pun ikut turun investasi, pajak) yang seringkali mendorong langsung ke kancah perpolitikan. Dalam Pemilu perubahan tata ruang yang telah disepakati 2009 misalnya kita mengenal DL Sitorus “si Raja sebelumnya. Kebun” yang ikut mendirikan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN). Keterlibatan langsung Disadari atau tidak karakter para pengusaha dalam kancah politik tentu kekuasaan semacam inilah yang justru tak lepas dari tujuan utamanya untuk melahirkan munculnya poor governance. Poor memperkuat berbagai bisnis yang dimilikinya. Governance pada umumnya bersumber pada persoalan domestik yang terkait dengan Kini menjelang Pemilu 2014 para k e p e n t i n g a n e k o n o m i y a n g b e r c o r a k pemilik modal dari berbagai sektor tak m e k a n i s m e p a s a r d a n y a n g terkecuali pengusaha yang bergerak di bidang diimplementasikan dalam berbagai kebijakan p e n g e l o l a a n s u m b e r d a y a a l a m i k u t pemerintah, sekalipun sifatnya memberi bergabung dalam partai-partai politik. JATAM dampak buruk pada lingkungan dan rakyat. melansir bahwa dari 6.700 calon legislatif pada Pemilu 2014, sebanyak 40 persennya adalah Sulit dipungkiri bahwasanya berbagai pengusaha dan 60 persen dari mereka kebijakan, penerbitan izin-izin maupun produk merupakan pengusaha tambang. Menurut hukum sesungguhnya adalah hasil interaksi JATAM , jumlah tersebut meningkat dari sosial (kekuatan institusi penegak pasar bebas periode sebelumnya8. multilateral dengan Indonesia) yang penuh dengan ketidak-seimbangan hubungan (unequal relationship). Di dalam teori sosial ada pendapat: Sekali tercapai kesepakatan dalam hubungan yang tidak seimbang ini maka pihak yang dominan akan mengkonstruksi lebih kuat lagi, semakin mengeras dan akan menolak upaya-upaya perubahan. Pemerintah RI ada dalam posisi lemah, sehingga akan sulit melakukan upaya menolak kebijakan Bank Dunia sebagai pihak yang kuat. Lebih-lebih 8. http://migasreview.com/tahun-politik-tahun-penjarahan-sda.html#sthash.4Zjg2Rlf.dpuf 5 Dalam otonomi daerah pendekatan pluralis muncul sebagai antinomi terhadap pendekatan realis yang memandang pemerintah negara sebagai aktor paling penting dalam memberikan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kekuatankekuatan masyarakat (termasuk korporasi) dianggap memiliki peran yang penting untuk bersama-sama memajukan kesejahteraan masyarakat setempat misalnya melalui JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 apabila kebijakan itu lahir juga karena p em b u k a a n l a p a nga n k erj a b a ru d a n pengaruh kolaborasi: Kekuatan modal penanaman modal. Kecenderungan cara pengusaha dan politisi atau pengusaha. yang terjadi kemudian, demi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Politik lokal, pemilihan umum daerah, kecendrungan mengejar rente terjadilah pemekaran kabupaten atau propinsi di satu sisi, kolaborasi antara modal dan penguasa yang dan pembukaan ijin dan pemberian hak berpotensi merusak lingkungan, mereduksi konsesi atas tanah dan sumber daya adalah sisi sumber daya alam dan akhirnya merugikan lain dari proses-proses yang mengiringinya. masyarakat. Situasi semacam ini melahirkan Pada akhirnya, sebagaimana dikatakan oleh potensi terjadinya hubungan yang tidak Ahmad Sodiki9,het recht als instrument van seimbang (unequal relationship) antara diefstalllen. Berbagai peraturan agraria pada pemerintah – pihak pemilik modal/swasta dan a k h i r n y a m e n j a d i a l a t m e n g h a l a l k a n rakyat menjadi kian terbuka. Pandanan akan “pencurian” harta milik rakyat. pentingnya kedudukan pihak swasta dalam memajukan kehidupan ekonomi digunakan III. Hubungan Tak Seimbang : Pemerintah sebagai pressure untuk penerbitan peraturan –Modal – Masyarakat atau kebijakan yang hanya menguntungkan kepentingan pasar dan modal meskipun Hakekat potensi demokratisasi yang berpotensi merusak lingkungan. diidealkan dari sebuah otonomi daerah adalah bagaimana memunculkan kekuatanUraian di atas cukup menggambarkan kekuatan baru di luar kekuasaan pemerintah bahwa di era otonomi daerah doronganpusat secara merata. Oleh karena itu kebijakan dorongan hitungan ekonomi lebih dominan yang cocok adalah penyelenggaraan daripada dorongan untuk menghargai jasa desentralisasi pusat-pusat pengambilan lingkungan sebagai barang milik publik. keputusan dalam skala wilayah tertentu Penanaman modal daerah, penambangan di dengan cara menerapkan otonomi daerah. daerah (misalnya) seringkali dianggap lebih Dengan otonomi daerah diharapkan terpacu penting karena menghasilkan pajak, retribusi terciptanya suatu daerah menjadi suatu pusat dan bahkan rente tanpa penghitungan pertumbuhan baru yang sesuai dengan ciri manfaat lingkungan.Akibatnya pengabaian geogras dan demogras daerah tertentu. atas hal dan keadilan lingkungan tersebut di Otonomi daerah dengan demikian terutama atas dapat menimbulkan konik-konik sosial ditujukan untuk merangsang serta mendorong yang kompleks. daerah agar berpikir kreatif dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. IV. Politik Penjarahan Sektor SDA Biaya politik yang semakin mahal sebagaimana dibahas diatas pada akhirnya di percaya akan ikut memicu penjarahan SDA untuk. Elit-elit politik sejak jauh-jauh hari bersiap untuk mengerahkan modal yang dimilikinya untuk memenangkan Pemilu. Hary Tanoesoedibjo politisi Hanura misalnya dalam sebuah acara temu kader Partai Hanura di Makasar 19 Maret 2013 lalu mengatakan “Saya punya media, MNC, RCTI, Global TV, jalan tol 9. Ahmad Sodiki, Politik Hukum Agraria, Konstitusi Press, Jakarta, 2013, hlm 32 6 dan tambang batu bara. Untuk bekerja lebih masif, akan melibatkan instrumen yang ada pada saya baik itu perusahaan maupun kekuatan dari diri saya sendiri.”10 Pemilu, Politik Transaksional dan Perampasan Sumber Daya Alam Pernyataan Hary Tanoesoedibjo hanyalah contoh bahwasanya tidak sedikit elitelit parpol yang terlibat dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam seperti perkebunan pertambangan, kehutanan maupun kelautan. Mobilisasi sumber daya dan sumber dana yang dimiliki kalangan pemilik modal dalam momentum pemilu pada gilirannya kelak akan berdampak pada maraknya konik-konik agraria. akhir tahun KOMNASHAM pada 2012 yang menyatakan bahwa dari 5422 berkas pengaduan yang masuk, 1009 berkas diantaranya berisi laporan konik agraria yang terkait dengan perusahaan. Merujuk laporan akhir tahun KPA 2013 , setahun menjelang Pemilu, KPA mencatat 369 konik agraria dengan luasan lahan mencapai 1.281.660,09 hektare dan melibatkan 139.874 keluarga. Apabila dirata-rata per hari, lebih dari satu konik terjadi setiap hari.Hal itu melibatkan 383 keluarga atau 1.532 jiwa, dengan luasan wilayah sekitar 3.512 hektare. Sementara sektor-sektor yang berkaitan dengan konik agrarian menurut catatan KPA persebarannya sebagai berikut; sektor perkebunan sebanyak 180 konik (48,78%), infrastruktur 105 konik (28,46%), pertambangan 38 konik (10,3%), kehutanan 31 konik (8,4%), pesisir/kelautan 9konik (2,44%) dan lainlain 6 konik (1,63%).12 Sebagaimana dikemukakan oleh Noer Fauzy11 bahwasannya pemberian izin konsesi oleh pejabat publik, kepada badanbadan usaha raksasa di bidang produksi, ekstraksi, maupun konservasi pada akhirnya menjadi legitimasi bagi badan-badan usaha tersebut untuk melakukan dominasi dan Data tersebut menunjukan di Sektor e k s p a n s i , g u n a m e n y i n g k i r k a n a k s e s usaha perkebunan misalnya, sampai dengan masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Laporan h a r i i n i t e r u s d i w a r n a i d e n g a n p r o s e s PT. Free Port http://www.islamtimes.org/vglcxxq1.2bqs025a5if82.,.html 10. http://suarapengusaha.com/2013/03/19/ pengusaha-hary-tanoe-bakal-kerahkan-modal-yang-dimiliki-untukmenangkan-hanura/#sthash.hnFKDiho.dpuf 11. Lihat Noer Fauzy, Rantai Penjelas Konik Agraria yang Kronis, Sistemis, dan Meluas, dalam Jurnal Bhumi Nomor 37 Tahun 12, April 2013, hlm. 3. 12. Laporan Akhir Tahun 2013, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) 7 menjelang Pemilu telah melonjak pesat menjadi 11.625 izin pertambangan.16 Lagi-lagi proses penerbitan izin-izin tersebut juga dipengaruhi oleh relasi pemilik modal , politisi dan penguasa lokal di daerah. Aryos Nivada misalnya menggambarkan hubungan atau alur relasi politik yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi pertambangandi Aceh dalam ragaan di bawah ini :17 JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 pengambilalihan lahan lewat pengurusan izin usaha perkebunan melalui suap dan uang pelicin merupakan salah satu sumber uang atau dana politik yang melibatkan kepala daerah. Pengelolaan sumber daya alam yang diberikan sepenuhnya terhadap pemerintah daerah telah membuat penataan perijinan serta peraturan menjadi begitu tumpang tindih. Persoalan ijin-ijin usaha yang dikeluarkan oleh pemda, utamanya ijin usaha pertambangan (IUP) untuk perkebunan skala besar telah menjadi ajang “mendulang” pendapatan bagi para pejabat daerah untuk membiayai ongkos politik yang tinggi. 1 3 Ironisnya Indonesia sampai 2015 merencanakan pada tahun 2015 menyediakan 20 juta hektare perkebunan sawit yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.14 Alur Relasi Ekonomi Pertambangan dan politik. Perusahaan/ Pengusaha Kosensus/ Kepentingan Kepentingan Negara Asing SDA (Tambang) Aktor : Eksekutif/Legislatif Selanjutnya sektor kehutanan merupakan salah satu sektor sumber daya alam yang sejak jaman Orde Baru menjadi lahan korupsi. Riset ICW misalnya menyebutkan bahwa Patronase atau praktik persekongkolan antara penguasa dengan para pemilik modal di daerah telah mendorong deforestasi hutan secara besar-besaran. Momen pilkada maupun pemilu kemudian hanya menjadi momen konsolidasi elit politik dengan pengusaha. Akibatnya terjadi ketimpangan akses yang sangat mencolok antara rakyat dan kalanga pengusaha hutan. Luas Hutan Tanaman Industri (HTI) hingga kini mencapai 9,39 juta hektar dan dikelola oleh 262 unit perusahaan dengan izin hingga 100 tahun, luas HPH di Indonesia 214,9 juta hektar yang dikuasai 303 perusahaan HPH Bandingkan dengan izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR) sampai sekarang hanya seluas 631.628 hektar.15 Kesemuanya ini mengakibatkan semakin habisnya tanah untuk pertanian, khususnya pangan, kaum tani sebagai produsen pangan semakin banyak yang kehilangan tanah akibat perampasan untuk perkebunan, pertambangan maupun proyekproyek infrastruktur dan lain sebagainya.Hal inilah yang menghancurkan kedaulatan pangan di Indonesia.Pertanian pangan sekala besar dibangun di Indonesia tidak diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, tetapi untuk kepentingan monopoli pangan dan untuk pemenuhan pasar dunia. Pada akhirnya berbagai bentuk perampasan tanah dan penjarahan sumber daya alam di berbagai sektor memposisikan rakyat dalam situasi yang sulit. Konik agraria muncul dimana-mana, jumlah petani gurem yang terus meningkat adalah potret yang muncul dari praktekSektor pertambangan juga menjadi praktek perampasan tanah dan sumber daya sektor yang diperebutkan terlebih menjelang alam. pemilihan umum dalam kaitannya dengan Hasil Sensus Pertanian 2013 pendanaan kepentingan politik. Merujuk Data JATAM di akhir 2009 terdapat 2.559 izin menunjukan jumlah perusahaan pertanian tambang dan pada 2013 atau setahun bertambah 1.475 perusahaan, yakni dari 4.011 13. Anna Mariana dkk, 2013, Politik Lokal, Elite Lokal dan Konsesi Pertambangan: Perjuangan Perempuan atas Akses Tanah di Kutai Kertanegara, Laporan Penelitian Sistemati Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, hlm 221 14. Data Ditjen Perkebunan Kementrian Pertanian menyebutkan luas areal lahan kelapa sawit di Indonesia pa 2011 mencapai 8.908.000 ha, sementar pada 2012 telah mencapai 9.271.000.Lihat Anton Poniman dkk, dalam Indonesia Negara Merdeka yang Terjajah, 2013, Fouding Father House, hlm 421. 15. Konik Agraria Semakin Eksesif, Kompas 6 Februari 2011 16. http://migasreview.com/energi-mineral-dijarah-untuk-atm-kampanye parpol.html#sthash.UbgWDo1h.dpuf 17. Aryos Nivada, Pertambangan Aceh “Relasi Kepentingan Ekonomi dan Politik”.Paper dalam Seminar Nasional ”Pengembangan Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia untuk Mewujudkan Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan di Kawasan Pantai Barat Selatan. Diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Teuku Umar. 26-27 Februari 2013 8 Pemilu, Politik Transaksional dan Perampasan Sumber Daya Alam perusahaan per tahun 2003 menjadi 5.486 perusahaan per tahun 2013.Disisi lain Hasil Sensus Pertanian 2013 misalnya menunjukan bahwa bahwa terjadi penyusutan 5,10 juta keluarga tani dari 31,23 juta keluarga per tahun 2003 menjadi 26,14 juta keluarga per tahun 2013. Artinya, selama sepuluh tahun , setiap tahunnya terjadi penurunan 500.000 keluarga petani Jumlah rumah tangga usaha pertanian mengalami penurunan per tahun sebesar 1,75 persen, dengan total penurunan 5,04 juta rumah tangga dari 2003-2013. Hasil sensus tersebut menunjukkan bahwa jumlah keluarga petani di Indonesia semakin berkurang, petani gurem bertambah banyak dan sebaliknya jumlah perusahaan pertanian justru meningkat. Hal yang membuat posisi rakyat semakin sulit adalah konik agraria yang setiap tahunnya terus meningkat. V. Epilog Eratnya kaitan antara sumber daya alam, pemilik modal dan kegiatan politik tak bisa dipungkiri menjadi salah satu pendorong kehancuran lingkungan. Maraknya praktikpenjarahan sumber daya alam terlestarikan akibat praktik-praktik transaksional antara pemilik modal, penguasa maupun politisi.Laju eksploitasi sumber daya alam Indonesia yang terus meningkat justru berbanding terbalik dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.Kenyataan hari ini petani Indonesia harus hidup dalam sistem pertanian yang terbelakang dan secara perlahan kehilangan tanah dan penghidupannya akibat kehadiran pertanian maupun perkebunan skala besar . Karenanya diperlukan sebuah aksi yang nyata dari berbagai pihak baik akademisi, LSM maupun masyarakat untuk melakukan berbagai upaya pencegahan penjarahan berbagai sumber daya alam. Bagaimanapun rakyat harus menyadari bahwa pengelolaan dan pemberdayaan lingkungan haruslah berorientasi pada pembangunan berkelanjutan. Selain masalah ketidak pastian hukum dan tata ruang, penyebab kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam dewasa ini adalah kurangnya kekuatan politik yang memilki sense of the environment (kekuatan politik yang peka terhadap lingkungan).Untuk menumbuhkan sense of the environment ini maka upaya advokasi kepada lembaga legislatif maupun eksekutif untuk mendorong adanya perhatian terhadap environmental rights and justice. Advokasi ini diharapkan akan melahirkan dukungan politik dari pihak legislatif dan eksekutif terhadap upaya perlindungan lingkungan. Mengutip Paulus Yan Olla pembangunan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan dengan membangun sebuah http://mentari-rissa.blogspot.com/2012/02/pernyataan-sikap.html 9 Kedepan kita memerlukan perubahan paradigma baru pengelolaan lingkungan yang berbasis pada etika lingkungan. Kita juga memerlukan pengaturan-pengaturan sumber daya alam dan lingkungan yang bersifat holistik ekologis19 untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan penegakan hukum yang progresif. Pandangan progresif yang dimaksud adalah mengedepankan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat, menggunakan cara-cara progresif yaitu mencari sebuah jalan keluar atau bahkan penafsiran, penemuan, dan penciptaan hukum baru dan penegak hukum yang berani melakukan sebuah lompatan hukum yang dapat mencari dan menerapkan makna dibentuknya peraturan tersebut. Bagaimanapun, merujuk Sudharto PH bahwasannya hukum yang baik sesungguhnya merupakan kontrak sosial diantara pihak-pihak yang berkepentingan yang dirumuskan bersama dan ditaati untuk dilakukan. 2 0 Penyusunan suatu peraturan hukum dengan demikian tidak hanya menyangkut prosedur tetapi juga keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholder). Salah satu stakeholder tersebut adalah masyarakat. Berkaitan dengan kedudukan masyarakat ini maka issu yang muncul adalah tingkat keterwakilan (representativeness); tingkat keterlibatan (degree of participation) dan pengaruh input yang diberikan pada produk akhir dari peraturan perundang-undangan. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 kesadaran etis-politis, sehingga kebijakan politik tidak melahirkan bencana alam yang membahayakan warga. 18 18. Paulinus Yan Olla, “Membayar Ongkos Kebodohan Politik”, Kompas,15 Februari 2014. 19. Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan, 2012, Jakarta Raja Grando, hlm 185-187 20. Sudhato P.Hadi, Dimensi Hukum Pembangunan Berkelanjutan, Badan Penerbit Undip, Semarang, 2002, hlm 11 10 Daftar Pustaka Website Pemilu, Politik Transaksional dan Perampasan Sumber Daya Alam Ahmad Sodiki,Politik Hukum Agraria, Konstitusi http://migasreview.com/energi-mineralPress, Jakarta, 2013. dijarah-untuk-atm-kampanye parpol.html#sthash.UbgWDo1h.dpuf Anna Mariana dkk,Politik Lokal, Elite Lokal dan K o n s e s i P e r t a m b a n g a n : P e r j u a n g a n http://migasreview.com/tahun-politik-tahunPerempuan atas Akses Tanah di Kutai penjarahan-sda.html#sthash.4Zjg2Rlf.dpuf Kertanegara, Laporan Penelitian Sistemati http://suarapengusaha.com/2013/03/19/pen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, 2013. gusaha-hary-tanoe-bakal-kerahkan-modalAryos Nivada.Pertambangan Aceh “Relasi y a n g - d i m i l i k i - u n t u k - m e n a n g k a n Kepentingan Ekonomi dan Politik” Makalah hanura/#sthash.hnFKDiho.dpuf seminar nasional ”Pengembangan Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia untuk http://us.politik.news.viva.co.id/pemilu2014/ne Mewujudkan Pembangunan Ekonomi dan ws/read/464689-ppatk--ada-modus-ijon-diKesejahteraan di Kawasan Pantai Barat balik-transaksi-tinggi-parpol-saat-pemilu Selatan,2013 http://www.antikorupsi.org/id/content/konsult Indonesia Corruption Watch (ICW), Menguras an-politik-biaya-politik-makin-mahal Bumi, Merebut Kursi: Patronase Politik-Bisnis Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Kutai Barat dan http://www.merdeka.com/khas/duit-silumanpenyokong-partai-dana-kampanye-2.html Ketapang,2013 Konik Agraria Semakin Eksesif, Kompas 6 Februari 2011. Laporan Akhir Tahun Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA),2013 Martin Staniland, What is Political Economy?, New Haven, Yale University Press, 1985. Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan, Raja Grando, Jakarta, 2012 Noer Fauzy.Rantai Penjelas Konik Agraria yang Kronis, Sistemis, dan Meluas, dalam Jurnal Bhumi Nomor 37 Tahun 12, April 2013 Paulinus Yan Olla, Membayar Ongkos Kebodohan Politik, Kompas,15 Februari 2014. Sudharto P.Hadi, Dimensi Hukum Pembangunan Berkelanjutan, Badan Penerbit Undip, Semarang, 2002 Widya P. Setyanto, Representasi Kepentingan Rakyat Pada Pemilu Legislatif 2009 dalam Dinamika Politik Lokal di Indonesia., Percik, Salatiga, 2010 11 JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 http://www.portalkbr.com/nusantara/papua/2972185_4263.html 12 Solusi Sosialis Terhadap Problem Kapitalisme Dan Lingkungan Hidup I. PENGANTAR PERCAKAPAN tentang politik dan lingkungan hidup, termasuk yang dilakukan para aktivis organisasi-organisasi lingkungan, kerap bersifat a-historis. Politik dan lingkungan hidup selalu dilihat sebagai soal yang terpisah dari bangunan nyata ekonomi politik. Kita tidak menemukan, terutama di Indonesia, percakapan soal politik dan lingkungan hidup sebagai bagian dari problem pokok sistem sosial yang dominan saat ini, yakni kapitalisme. Para akademisi dan aktivis lebih doyan bicara soal oligarki politik dan oligarki ekonomi. Kapitalisme diterima sebagai sesuatu yang tidak bisa ditolak, bersifat alamiah, dan oligarki politik dan ekonomi hanya semacam distorsi saja. Dengan menghilangkan oligarki, semua pasti beres. Tulisan ini meletakkan soal politik dan lingkungan hidup sebagai bagian dari problem pokok kapitalisme. Untuk itu, tulisan ini akan menjelaskan bagaimana kapitalisme bekerja dan bagaimana problem lingkungan harus dipandang sebagai sesuatu yang bersifat internal di dalam sistem ini. Di bagian akhir, tulisan ini menganjurkan sosialisme sebagai alternatif terhadap kapitalisme dan krisis ekologi yang tertanam di dalamnya. II. AKUMULASI KAPITAL DAN HIDUP LINGKUNGAN KITA perlu memulai dengan melihat bagaimana kapitalisme bekerja secara logik. Sebagai sebuah sistem sosial, kapitalisme berbasis pada apa yang disebut dengan akumulasi kapital. Marx menggambarkan formula umum dari akumulasi kapital: M – C – M', di mana M adalah uang (money), C adalah komoditi (commodity), dan M' adalah uang (money) yang lebih besar, yang meliputi nilai awal uang (M) dan surplus ('). Marx menerjemahkan lebih lanjut ke dalam sirkuit kapital: M – C {MP,LP}...P...C' – M', di mana MP adalah alat-alat produksi (means of production), LP adalah tenaga kerja (labour power), P adalah proses produksi, dan C' adalah komoditi baru yang dihasilkan dari proses produksi. Formula umum berarti pemilik kapital, yakni kelas kapitalis melakukan investasi uang (M) untuk membeli dua bentuk komoditi (C), yakni alat-alat produksi (misalnya, mesin, energi, dan bahan baku) dan tenaga kerja untuk memproduksi (P) komoditi baru (C'), yang kemudian akan dijual untuk menjadi uang yang lebih banyak (M'). Marx menyebut perbedaan antara M dan M' adalah nilai lebih (“surplus-value”). Pemilik kapital akan menguasai sebagian dari M' sebagai prot (keuntungan) dan sebagian lagi akan diserahkan kepada bank sebagai bunga pinjaman (interest) dan sebagian diberikan kepada pemilik tanah atau negara sebagai sewa (rent). Sebagian dari prot akan dimanfaatkan oleh pemilik kapital untuk konsumsi pribadi termasuk mengkonsumsi barang-barang mewah dan sebagian akan diinvestasikan ulang untuk memperluas atau memperbesar skala produksi. Proses investasi ulang prot inilah yang dikenal sebagai akumulasi (Karl Marx, 1981; Steven Kettell, 2006). Di bawah logik sirkuit M-C-M', akumulasi bermakna sebagai suatu proses ekspansi kapital yang tidak pernah berakhir. Secara empiris, itu berarti, bahwa tanpa melakukan ekspansi ke ruang-ruang yang baru atau tanpa menciptakan ruang-ruang yang baru, akumulasi akan menjadi mandeg dan jatuh dalam krisis. Kapitalisme bakal punah tanpa akumulasi secara terus-menerus. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Anto Sangaji Setiap fase sirkuit kapital memiliki bentuk-bentuk spasial tersendiri tetapi saling berkaitan. Ada ruang produksi (space of production), yakni ruang produksi komoditikomoditi. Tak lain dan tak bukan ini adalah 14 Solusi Sosialis Terhadap Problem Kapitalisme Dan Lingkungan Hidup: 15 ruang eksploitasi tenaga kerja oleh kelas kapitalis; ruang realisasi (space of realization) di mana kapital mewujudkan surplus atau prot setelah menjual komoditi dan; ruang akumulasi (space of accumulation), di mana sebagian dari surplus atau prot diinvestasi ulang. Aspek penting dari ruang-ruang tersebut adalah keterkaitan antara ketiganya: sebuah komoditi, katakanlah nickel matte diproduksi di Indonesia (ruang produksi), lantas dijual ke Jepang (ruang sirkulasi), dan prot yang dihasilkan mungkin diinvestasi ulang di Amerika Utara (ruang akumulasi). Dari sirkuit itu, nilai lebih dihasilkan di negeri yang kurang berkembang melalui eksploitasi tenaga kerjanya, lantas ditransfer ke negeri-negeri yang relatif lebih maju untuk melakukan akumulasi lebih lanjut. Secara spasial, ini adalah contoh perkembangan yang tidak merata (uneven development) antar bangsabangsa. Uneven development artinya beberapa ruang lebih maju dan sebaliknya ruang-ruang yang lain tidak atau kurang berkembang. Logika (perampasan) nilai – yakni, logika yang memaksa kelas kapitalis untuk memproduksi komoditi-komoditi pada harga yang kompetitif – mensyaratkan adanya sebuah jaringan spasial (spatial network). Sebuah komoditi, katakanlah minyak sawit dihasilkan melalui eksploitasi tenaga kerja yang berlangsung di suatu tempat (place) tertentu, tetapi dalam waktu bersamaan harus terhubung secara keruangan dengan aktivitas-aktivitas pertukaran/penjualan, dengan menimbang jaringan spasial ini kita bisa menghitung rata-rata ongkos produksi. Tetapi, bagi kapital, tidak cukup hanya “mensyaratkan” adanya sebuah jaringan spasial, tetapi bagaimana kapital “memproduksi” jaringan spasial tersebut. Mari kita tengok kembali sirkuit kapital. Sirkulasi kapital dari M sampai dengan M' harus berlangsung dalam batasan waktu tertentu, yang terdiri dari dua komponen. Pertama adalah waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah komoditi, yakni waktu produksi. Bagi setiap kelas kapitalis, produksi harus berlangsung tanpa henti dan dalam waktu cepat dengan kuantitas komoditi yang lebih banyak; kedua adalah waktu yang dihabiskan dalam sirkulasi komoditi, yakni waktu sirkulasi. Tak lain adalah waktu yang dihabiskan untuk perpindahan komoditi dari pusat produksi hingga konsumen akhir yang melibatkan peran sentral lembaga-lembaga perantara (mata rantai pedagang besar, retailer, bank, asuransi, dan sebagainya) yang memfasilitasi komoditi sampai ke tangan konsumen. Kompetisi antara kapital – melalui aplikasi teknologi terbaru dan penyesuaian organisasi (misalnya, merger dan akuisisi) – memicu tekanan ke arah upaya pengurangan kedua komponen waktu. Artinya, waktu produksi mesti berlangsung cepat. Karena, seperti dikatakan Marx (1976: 709), “syarat akumulasi yang pertama adalah bahwa kaum kapitalis harus berjuang untuk menjual komoditi-komoditi mereka, dan mengonversikannya ke dalam kapital porsi uang yang lebih besar yang mereka peroleh dari hasil penjualan,” maka waktu sirkulasi komoditi harus berlangsung dalam tempo yang secepat-cepatnya. Bahan-bahan baku, barang-barang jadi dan uang harus berputar dari suatu ruang ke ruang lain dan dalam waktu sesingkat mungkin. Jantung dari kapital adalah proses sirkulasi antara produksi dan realisasi/penjualan. Di Grundrisse, Marx (1973) bilang, di satu sisi, kapital mesti berjuang untuk menaklukkan setiap hambatan spasial, di sisi lain, kapital berjuang untuk menyingkirkan hambatan spasial ini dengan kecepatan waktu. Keharusan melakukan akumulasi, oleh karena itu identik dengan keharusan menyelesaikan hambatan-hambatan spasial (spatial barriers). Proses sirkulasi harus terus-menerus mengalami perluasan geogras, yang artinya akumulasi harus terus berlangsung secara konstan dan progresif. Suatu keharusan untuk menciptakan lansekap geogras untuk memfasilitasi akumulasi melalui produksi dan realisasi. Sirkulasi memiliki dua aspek pokok: 1. Perputaran komoditi secara sik dari ruang produksi ke ruang realisasi atau ruang konsumsi. Kunci dari aspek ini adalah industri transportasi dan telekomunikasi yang merupakan bagian integral dari proses produksi dan oleh karena itu merupakan aspek yang menghasilkan nilai (productive value). Dikatakan bahwa industri ini menghasilkan nilai karena secara ekonomi merupakan syarat spasial yang membawa produk (komoditi) ke pasar. Sebuah produk atau komoditi benar-benar sudah dianggap berada pada tahapan akhir hanya ketika sudah mencapai pasar; 2. Biaya-biaya aktual dan implisit yang harus dikeluarkan baik karena waktu yang dihabiskan untuk perpindahan komoditi dan peran sentral lembaga-lembaga Penjelasan-penjelasan di atas mengantar kita untuk mengerti bagaimana sifat kontradiksi dari kapitalisme. Ahli geogra marxisme Raju J. Das (2009) menyebut satu kontradiksi sistem ini dalam hubungan dengan lingkungan hidup. Pertama, di satu sisi, akumulasi kapital mensyaratkan lingkungan hidup (environment) sebagai salah satu sumber bahan baku dan energi dan sekaligus ruang untuk membuang limbah, tetapi di sisi lain, akumulasi kapital mengakibatkan degradasi serius terhadap lingkungan hidup karena hasrat buta kapital untuk meraup prot. Karena dalam kapitalisme, produksi yang berbasis pada pemanfaatan alam tidak berdasarkan kepada perencanaan sosial, tetapi melalui kompetisi antara rma-rma kapitalis untuk mengeksploitasi tenaga kerja dan alam untuk maksimasi prot, maka akumulasi kapital telah menghancurkan lingkungan secara serius. Kompetisi memaksa setiap individu kapitalis di sektor sumber daya alam berpacu untuk mengeruk minyak, gas, batubara, dan mineral dari perut bumi, menggunduli hutan-hutan alam secara cepat. Kompetisi juga memaksa setiap individu kapitalis, baik di sektor industri berbasis sumber daya alam dan bukan industri berbasis sumber daya alam berlomba mengkonsumsi bahan bakar fosil dalam jumlah besar untuk mengoperasikan mesin-mesin dalam proses produksi. Dan kompetisi juga memaksa setiap individu kapitalis beradu cepat mengangkut komoditi yang dihasilkan dari poin produksi ke poin konsumsi dalam hitungan jam setiap hari, bahkan di dalam jarak antar benua. Angkutan komoditi di bawah logik kompetisi kapitalis ini mensyaratkan konsumsi besar-besaran bahan bakar fosil. Akibatnya, kapitalisme dengan sifat kompetisi yang anarkis telah terbukti menghancurkan lingkungan dalam skala global yang tidak pernah tertandingi dalam sejarah keberadaan planet bumi. Isu perubahan iklim jelas-jelas menunjukkan itu. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), pada 2007, memberikan indikasi bahwa aktivitas manusia—terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan di bidang pertanian— menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosr. Konsentrasi C02 dan suhu global mengalami peningkatan lebih cepat semenjak 50 tahun lalu, dan akan terus mengalami peningkatan lebih cepat dalam beberapa dekade mendatang. Hal ini telah menambah ketidak-seimbangan ekologi yang lebih serius, dengan efek-efek yang mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup lain di planet ini. Ketidak seimbangan itu telah mengakibatkan perubahan-perubahan ekstrim pola iklim, terjadi kekeringan, banjir, kehilangan keanekaragaman hayati, kenaikan permukaan air laut, kesulitan air bersih, gagal panen, kemerosotan produksi pertanian, dll. Fenomena-fenomena ini kemudian mengakibatkan terjadi krisis pangan, kelaparan, dan kematian (Anonymous, 2010). JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 perantara (mata rantai pedagang besar, retailer, bank, asuransi, dsb) yang memfasilitasi komoditi sampai ke konsumen akhir. Peran transportasi di sini kembali menjadi penting, karena harga bahan baku dan produk atau komoditi akhir sangat sensitif terhadap ongkos transportasi dan kemampuan untuk mengirim bahan baku dan produk akhir ke pasar pada jarak tertentu dipengaruhi oleh ongkos tersebut. Ongkos sirkulasi dapat ditekan melalui transportasi yang lebih baik, lebih murah dan lebih cepat. Oleh karena itu, perbaikan transportasi dan komunikasi, jika dilihat dari sisi akumulasi kapital merupakan suatu keharusan. Sayang, IPCC tidak (mau) menyebut kapitalisme, sistem yang mewadahi aktivitasaktivitas penggunaan bahan bakar fosil dan pertanian, sebagai akar masalah. Padahal, sangat mudah memahami soal lingkungan global ini dari proses produksi dan sirkulasi komoditas yang sarat beban lingkungan sejak dari skala paling lokal hingga global. Tak heran, sosiolog John Bellamy Foster (2009) menyatakan, problem planet ini bukan berakar pada alam, melainkan pada struktur relasi masyarakat, khususnya bagaimana masyarakat diorganisasikan dalam hubungan dengan alam. Dalam kritiknya terhadap kapitalisme, dia menyatakan krisis ekologi adalah buah dari penghambaan terhadap akumulasi kapital. 16 Solusi Sosialis Terhadap Problem Kapitalisme Dan Lingkungan Hidup: Sekurangnya ada dua argumentasi melandasi anggapan tentang masalah lingkungan hidup yang tertanam di dalam kapitalisme. Pertama, dengan berbasis kompetisi, karakter utama sistem ini adalah perlombaan produksi komoditas semurah mungkin, di mana sumber daya alam disubordinasikan ke dalam logika ini. Tidak heran eksploitasi dan karenanya destruksi terhadap alam (dan juga buruh) menjadi keharusan. Karakter kedua sistem ini adalah keharusan akumulasi tanpa batas melalui ekspansi spasial yang progresif. Korporasikorporasi transnasional bergerak leluasa melintasi tembok-tembok negara untuk mengonversi semua permukaan bumi untuk industri ekstraktif. Pada masa lalu, praktiknya melalui kolonialisme, dan dalam 40 tahun terakhir, berlangsung di bawah rubrik neoliberalisme. Bukan saja sebagai class project', tetapi juga sebagai ecology project, seperti disebut ahli geogra Jason W Moore (2009), neoliberalisme mempercepat perusakan lingkungan dengan dampak multiskalar, dari lokal ke global. China merupakan contoh empiris yang terang. Pertumbuhan luar biasa setelah menerapkan ekonomi pasar, dicapai berkat ongkos produksi rendah, melalui eksploitasi buruh murah yang melimpah ruah dan mengabaikan lingkungan hidup. Sejumlah pengamat memprediksi, dengan terus mempertahankan model pertumbuhan ekonomi tidak berkelanjutan seperti sekarang, dalam waktu tidak lama China bakal terperangkap krisis energi, kemerosotan drastis produksi bahan pangan, dan bencana alam dahsyat (Minqi Li & Dale Wen, 2007). Pengalaman empiris yang sama juga terjadi di Indonesia yang menempuh jalan kapitalisme. Ekonomi politik krisis lingkungan global menempatkan Indonesia pada isu deforestasi, isu yang multi-tafsir dalam penanganannya. Menurut PBB, deforestasi dan perusakan hutan setiap tahun menyumbang sekitar 20 persen emisi karbon secara global, dan Indonesia, salah satu pemilik hutan tropik terbesar di dunia, adalah penyumbang utama. Sebagai ilustrasi, laporan Forest Watch Indonesia (FWI) (2011) menyatakan bahwa sampai dengan Juni 2010, 2,8 juta kawasan hutan dibongkar demi ekspansi sawit, sementara realisasi tanaman hanya mencapai 1,11 juta hektar. Pemerintah menuding perusahaan-perusahaan perkebunan sawit menerapkan praktik pembukaan lahan dengan cara membakar hutan di Sumatera yang menyebarkan kabur asap hingga ke Singapore dan Malaysia. 1 Sementara itu, sebagai negeri penghasil crude palm oil (CPO) dengan luas kebun sawit terbesar di dunia, berbagai inisiatif dilakukan oleh kelas kapitalis untuk memberi citra bahwa Indonesia sudah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perkebunan sawit yang ramah lingkungan termasuk melalui apa yang disebut dengan certied sustainability of palm oil (CSPO) atau sertikasi perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan. 2 Tetapi, dalam kompetisi kapitalisme global yang ketat, produk minyak sawit tetap dianggap bermasalah. Di forum ekonomi regional Asia Pacic Economic Cooperation (APEC), Indonesia gagal memasukkan minyak sawit ke dalam APEC Environmental Goods List (EGL), karena ditentang dengan keras terutama oleh Amerika Serikat (AS). Sejak awal tahun 2012, AS secara resmi menolak produk sawit Indonesia karena dianggap tidak sesuai dengan standar tingkat emisi karbon (Gatra, 2 Oktober, 2013). Industri pertambangan kapitalis sebagai salah satu motor utama ekonomi modern di Indonesia juga punya wajah horor yang sama. Telah banyak dilaporkan bahwa kegiatan penambangan Freeport merusak lingkungan hidup secara luas seperti karena pembuangan tailing ke sungai (Denis Leith, 1. Sony Partono, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan menyatakan praktik pembakaran hutan yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan dengan modus. Pertama, perusahaan mensubkontrakkan pembersihan hutan kepada pihak ketiga yang kemudian kerap mengambil jalan pintas dengan membuka lahan dengan cara membakar; Kedua, perusahaan secara diam-diam memanfaatkan warga untuk membakar lahan yang biasanya dilakukan di malam hari. Akibat kebakaran yang menyebarkan asap ke negeri tetangga, membuat Presiden SBY meminta maaf kepada Malaysia dan Singapura yang sebelumnya melayangkan protes kepada Indonesia. Tetapi, Rico Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau bilang bahwa pemerintah Indonesia tidak perlu minta maaf, karena kebakaran hutan di Riau tidak terlepas dari ekspansi perusahaan-perusahaan sawit asal Malaysia dan Singapura. Lihat Kontan, 1-7 Juli 2013 2. Hingga Juli 2013, luas lahan produksi CSPO sekitar 1.861.273 hektar, meningkat dari 264.952 hektar pada Desember 2009. Lihat Bisnis Indonesia, 31 Oktober, 2013. Tahun 2012, jumlah produksi CPO Indonesia mencapai 25 juta ton dan diperkirakan menjadi 40 juta ton pada tahun 2016. Lihat Bisnis Indonesia, 14 November, 2013. 17 Brunnengraber, 2007) jadi contoh terang bagaimana proses-proses negosiasi antarnegara berjalan alot dan mencapai kompromi-kompromi yang lunak karena kepentingan memajukan kapital. Jalan keluar yang ditawarkan lantas terintegrasi ke dalam logika pasar, seperti pada ide carbon trade, carbon offsets, dan carbon tax. Di Indonesia, program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD), program kerja sama antara UNDP, FAO, dan UNEP untuk mengerem laju kerusakan hutan secara global menggambarkan itu. Tanpa menyentuh akar masalah, yakni kontradiksi antara kapital dan alam, inisiatifinisiatif di atas tidak lebih sebagai siasat para baron karbon saja. Apa pun programnya, tidak menyelesaikan krisis, kecuali mengakui prosesproses perusakan lingkungan hidup sebagai problem yang tertanam dalam kapitalisme. Dengan kata lain, mengabaikan aspek ekonomi politik ini dalam rencana aksi adalah bukan jalan keluar. Oleh karena itu, ikhtiar memajukan lingkungan hidup global yang sehat harus dimulai bersamaan dengan memajukan sebuah tatanan masyarakat global yang adil, tanpa eksploitasi. Dengan kata lain, kita memerlukan sebuah agenda perubahan sistem. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 2013). Juga, ketika masih beroperasi, PT Newmont Minahasa Raya (NMR) dituding membuang tailing sebanyak 2.000 ton setiap hari di Teluk Buyat, Sulawesi Utara, sejak 1996 (Tempo, 12 September 2004; Petrominer, September 15, 2013). Penambangan biji besi di Pantai Selatan Jawa (Kulon Progo, Jepara, Kebumen, Jember, Ciamis) dan di Sulawesi Utara (Bolaang Mongondow Timur) juga telah merusak lingkungan yang serius (Kompas, 29 Oktober 2013). Di Kalimantan Timur, akibat aktivitas pengerukan dan pengangkutan batubara yang ramai melalui Sungai Mahakam diduga menjadi faktor penyebab pesut mahakam (Orcaella brevirostris) – mamalia air tawar yang hanya bisa hidup di Sungai Mahakam – kini menjadi langka (Tambang, September 2013). Dari Pulau Bangka, Organisasi lingkungan hidup terkemuka di Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menuding kegiatan penambangan timah telah merusak 65% hutan di pulau itu dan 70% terumbu karang di sekitarnya. Juga, 15 sungai tercemar oleh limbah dari kegiatan penambangan (Tambang, Mei, 2013).3 Penambangan di areal hutan sudah jadi soal serius. Tahun 2012 saja, Kementerian Kehutanan mencatat terjadi 1.707 kasus di sektor pertambangan, dengan total penyalah-gunaan hutan mencapai 8 juta hektar, sehingga perkiraan kerugian negara mencapai IDR 362 triliun (Tambang, Mei 2013). Tetapi, soal degradasi lingkungan yang timbul dari produksi kapitalis tidak saja berskala lokal, tetapi juga regional dan global semenjak deforestasi menyumbang terhadap problem perubahan iklim. Apalagi laju deforestasi di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan signikan: dari 10.000 km2/tahun dari tahun 2000 ke tahun 2003 menjadi 20.000 km2/tahun dari tahun 2011 ke tahun 2012. (M.C. Hansen, et.al., 2013). Tak salah lagi, industri ekstraktif menjadi penyumbang utama deforestasi di negeri ini, termasuk karena metode penambangan terbuka yang tumbuh subur semenjak terbitnya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Jalan keluar krisis lingkungan hidup global juga terkerangkeng dalam skema geopolitik kapitalisme. Protokol Kyoto (lihat Achim III. PERUBAHAN SISTEM, BUKAN PERGANTIAN REGIM ELEKTORAL BORJUIS DEWASA ini, di tengah hiruk pikuk politik elektoral 2014, kita menyaksikan antusiasme terhadap perebutan kekuasaan di antara partai-partai politik borjuis. Jajak-jajak pendapat dilakukan oleh berbagai lembagalembaga bisnis jajak pendapat atau oleh lembaga-lembaga penelitian yang didanai oleh kelas kapitalis yang mengisyaratkan kemenangan atau kekalahan partai A, B, atau C. Dalam waktu yang sama percakapan soal pemilihan umum sama sekali menghindar dari debat yang menyoal kapitalisme dan akibat turunannya, termasuk soal atau krisis lingkungan hidup. 3. Karena dampak pertambangan timah yang meluas ini telah mendorong lahirnya sebuah kampanye internasional yang dimotori oleh Friends of the Earth. Organisasi ini berhasil mengajak 15.000 orang di seluruh penjuru dunia untuk mengirim surat protes ke Samsung, perusahaan asal Korea Selatan, produsen (di antaranya) Galaxy Tab dan Galaxy Note. Samsung menjadi sasaran protes, karena perusahaan yang juga mensponsori klub sepakbola terkenal Inggris Liverpool mengakui sebagai salah satu importir timah dari Pulau Bangka. Samsung juga mengakui penambangan di Pulau Bangka dilakukan dengan cara yang membahayakan lingkungan dan masyarakat. Perusahaan ini lantas berjanji untuk menginvestigasi rantai pasokan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan di mana peran Samsung. Lihat Tambang, Mei, 2013. 18 Solusi Sosialis Terhadap Problem Kapitalisme Dan Lingkungan Hidup: Ini menunjukkan bahwa kapitalisme dipandang sebagai sesuatu yang given, tak bisa dihindari, dan tak tergantikan. Kita tidak memiliki partai politik yang memiliki agenda untuk mengganti sistem kapitalis, tetapi memiliki partai politik borjuis yang bertarung untuk mentransfer kekuasaan dari satu partai borjuis ke partai borjuis lain. Dalam situasi seperti itu, kita tidak bisa berharap terhadap partai-partai politik yang ada untuk mengusung isu-isu lingkungan hidup yang radikal. Lebih dari itu, tanpa mengusung agenda untuk penggantian sistem kapitalisme, kita hanya akan berurusan dengan partaipartai politik yang mengusung isu-isu lingkungan yang dangkal. Manifestasi kedangkalan isu lingkungan hidup misalnya dalam wujud green capitalism, yang memandang kapitalisme sebagai sesuatu yang baik, jika bersifat hijau. Atas dasar itu, maka dalam Pemilu 2014, kita jangan terilusi dengan klaim tentang partai-partai politik yang pro lingkungan. pendekatan “steady state economy”5 terhadap negeri-negeri atau wilayah-wilayah di mana pertumbuhan ekonomi sudah mengalami tingkat kemajuan yang tinggi memerlukan suatu periode “de-growth”, sampai pada fase di mana negeri-negeri atau wilayah-wilayah itu sampai pada pendapatan perkapita dalam penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan di level “steady”. Di lain sisi, negeri-negeri atau wilayah-wilayah yang terkebelakang atau miskin memerlukan suatu strategi periode pertumbuhan berkelanjutan yang membuat mereka berada di level yang setara dengan negeri-negeri atau wilayah-wilayah yang sudah maju. Kedua, untuk memenuhi soal pertama di atas, maka sebuah masyarakat baru harus mengembangkan program-program yang berbasis kepada kepentingan sosial di dalam seluruh sektor produksi, termasuk sektor produksi yang berbasis pada penggunaan sumber daya alam, di bawah payung program-program berskala nasional. Berbasis pada perencanaan yang dilakukan secara bersama-sama, maka program nasional ini membantu untuk mewujudkan kebutuhankebutuhan sosial atau kepentingan rakyat secara keseluruhan, baik kebutuhan yang bersifat material maupun kultural, ke dalam semua sektor produksi. Produksi, oleh karena itu, bertujuan untuk kepentingan semua, bukan B a g a i m a n a p u n , k i t a t i d a k b i s a kepentingan segelintir minoritas kelas yang mengharapkan sebuah lingkungan yang baik mengeksploitasi, yakni kelas kapitalis seperti dan berkelanjutan di bawah sistem kapitalisme. dalam kapitalisme. Alternatif politik lingkungan mesti berbasis pada sistem sosial alternatif, yakni sosialisme. Ketiga, keseluruhan program sosial itu Alternatif ini harus berbasis pada dua hal, yakni harus berlandaskan pada kepemilikan publik penghilangan eksploitasi terhadap manusia, atas alat-alat produksi sosialis. Kepemilikan atau lebih konkrit terhadap kelas pekerja, dan publik memadukan antara alat-alat produksi eksploitasi terhadap alam. Untuk itu politik dan pekerja, sehingga menghilangkan sifatalternatif lingkungan mesti memiliki prinsip- sifat dominan alat produksi dalam sistem prinsip:4 kapitalis, dengan demikian membebaskan para pekerja dari eksploitasi. Para pekerja Pertama, politik alternatif mesti lantas dapat bekerja menurut kebutuhanmempromosikan kesamaan akses terhadap kebutuhan mereka sendiri dan kebutuhan penggunaan sumber daya ekologi melalui sosial secara lebih luas. Karenanya, programredistribusi sumber daya alam secara adil, baik program sosial mesti menempatkan para antar negara maupun di dalam suatu negara. pekerja sebagai tuan dan memajukan Untuk itu, sebuah alternatif ekonomi berbasis kepentingan-kepentingan utama mereka. perencanaan sosial (social planning) harus Penyatuan antara alat-alat produksi dan para d i p e r k e n a l k a n d e n g a n t e k a n a n p a d a pekerja harus berlangsung dalam dua 4. Prinsip-prinsip di bawah ini diadopsi dari sebuah simposium tentang “Designing Socialism: Visions, projections, models”, yang dimuat dalam jurnal ilmiah Marxisme terkemuka, Science & Society, volume 76 (2), 2012. 5. “A steady state economy” tidak identik dengan masyarakat dan ekonomi yang statis dan tidak berubah. “Steady” berarti, penggunaan sumber daya alam pada tingkat kuantitatif sebagai input dalam produksi harus tetap berada pada level yang berkelanjutan secara ekologi dan lingkungan hidup. 19 DAFTAR PUSTAKA Achim Brunnengraber. 2007. “Political Economy of the Kyoto Protocol.” Socialist Register: 213-30. Anonymous. 2010. “System Change, Not Climate Change.” Capitalism Nature Socialism, 21(1): 28-35. Chiara Piovani1 and Minqi Li. 2013. “Climate Change and the Limits to Growth-Oriented Model of Development: The case of China and India.” Review of Radical Political Economy, XX (X): 1-7. Denis Leith. 2003. The Politics of Power: Freeport in Suharto's Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press. Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Kehutanan Indonesia Periode Tahun 2000-2009. Bogor: FWI. Jason W. Moore. 2009. “Ecology and the Accumulation of Capital.” Paper disajikan dalam the workshop, Food, Energy, Environment: Crisis of the Modern World-System, Fernand Braudel Center, Binghamton University, 9-10 October John B. Foster. 2009. The Ecological Revolution. New York: Monthly Review Press. Karl Marx. 1981. Capital volume II. London, New York: Penguin Books. Karl Marx. 1976. Capital volume I. London, New York: Penguin Books. Karl Marx. 1973. Grundrisse. London, New York: Penguin Books. Minqi Li & Dale Wen. 2007. “China: Hyperdevelopment and environmental crisis.” Socialist Register. M.C. Hansen et.al., 2013. “High-Resolution Global Maps of 21st-Century Forest Cover Change.” Science 342: 850 – 853. Raju J. Das. 2009. 'Capital and Space', in Kitchin, R, Thrift N (eds) International Encyclopedia of Human Geography. Volume 1: 375-381. Oxford: Elsevier. Steven Kettell. 2006. “Circuit of Capital and Overproduction: A Marxist analysis of the present world economic crisis.” Review of Radical Political Economic 38 (1): 24 – 44 JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 tingkatan, yakni di tingkat unit produksi dari perusahaan-perusahaan sosialis dan di tingkat masyarakat secara keseluruhan. Di level perusahaan-perusahaan sosialis, penyatuan antara alat-alat produksi dan pekerja mengambil bentuk pembagian kerja antara para pekerja langsung, ahli-ahli mesin, pengelola administrasi dan para pemimpin mereka melalui mekanisme musyawarah yang demokratis. Sementara di tingkat masyarakat lebih luas, penyatuan ini bermakna para pekerja di seluruh sektor menghasilkan dan mendistribusikan secara bersama-sama kekayaan-kekayaan material dan spritual sosialis dan memperbaiki bersama-sama perkembangan ekonomi, kebudayaan, dan masyarakat sosialis. 20 Membedah Demokrasi Palsu Di Indonesia: Demokrasi yang Tidak Dibutuhkan Buruh dan Tani sebagai Mayoritas Rakyat Indonesia Oleh : Rudi HB Daman Abstrak I. Pendahuluan Pasca Reformasi 98, euforia demokrasi begitu terasa di berbagai lini. Berbagai partai politik bermunculan dengan mengusung platform politik atas nama kepentingan rakyat. Namun lebih dari satu dekade, angin perubahan kehidupan rakyat tidak kunjung datang. Persoalan yang dihadapi rakyat semakin komplek. Berbagai perampasan tanah terjadi diberbagai sektor, baik berbasis sumberdaya alam seperti perkebunan sawit, HTI dan Industri pertambangan lainnya, sampai pada persoalan perampasan tanah produktif petani untuk kepentingan pembangunan di Indonesia. Berbagai proyek infrastruktur terus dikembangakan untuk memenuhi kepentingan investasi asing di Indonesia. Disisi lain produktivitas rakyat digenjot dengan berbagai kebijakan sektor perburuhan, legalisasi perampasan upah dengan memberikan kebijakan politik upah murah adalah realitas yang dihadapi kaum buruh Indonesia, selain persoalan outsoursing lainnya. Jika demokrasi dimaknai sebagai upaya mensejahterakan rakyat, pertanyaannya apakah demokasi seperti ini yang diharapkan oleh jutaan rakyat, kaum tani dan buruh pemilik sah negeri ini?. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan hakekat dan perkembangan demokrasi yang di Indonesia. Fokus tulisan ini terletak pada aspek yang membentuk sistem demokrasi dan kedudukan negara sebagai pelaksana sistem tersebut. Dalam menjelaskan masalah itu, penulis menekankan bagaimana perkembangan demokrasi dalam sistem politik neo-kolonial. Dengan penjelasan tentang sejarah perjuangan tersebut maka dapat mengetahui dasar yang membentuk sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia dewasa ini dan kepentingan yang ingin dicapai dengan sistem tersebut. Let the bourgeoisie continue to keep the entire apparatus of state power in their hands, let a handful of exploiters continue to use the former, bourgeois, state machine! Elections held in such circumstances are lauded by the bourgeoisie, for very good reasons, as being "free", "equal", "democratic" and "universal". These words are designed to conceal the truth, to conceal the fact that the means of production and political power remain in the hands of the exploiters, and that therefore real freedom and real equality for the exploited, that is, for the vast majority of the population, are out of the question.2 JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 1 Sistem demokrasi di Indonesia saat ini, di tengah berlangsungnya krisis umum dari kapitalisme monopoli (imperialisme), telah membawa kerusakan ekonomi, politik dan kebudayaan yang serius bagi rakyat Indonesia. Periodesasi ledakan krisis yang dialami oleh negeri-negeri imperialis berlangsung semakin pendek dengan dampak kerusakan yang tidak kalah hebat. Sementara bagi negeri-negeri jajahan, setengah jajahan hingga negeri tergantung hidup dalam krisis yang semakin akut memiskinkan dan menenggelamkan rakyat dalam jurang kehinaan akibat ekspoitasi yang dilakukan oleh kapitalisme monopoli dalam berbagai lapangan. Sistem demokrasi di era imperialisme, tidak berbeda dengan kebebasan di era Yunani Kuno yaitu kebebasan bagi pemilik budak “ Freedom in capitalist society always remains about the same as it was in ancient Greek republics : Freedom for slave owners”.3 Jadi hanya kapitalis monopoli dunia saja yang akan menikmati demokrasi dengan cara memperbudak seluruh rakyat tertindas dan 1. Adalah Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) dan Koordinator Front Perjuangan Rakyat (FPR) 2. Lenin, “democracy” and dictatorship, collected works vol 28, rst published January 3, 1919. 3. Lenin, state and revolution.1917 22 Membedah Demokrasi Palsu Di Indonesia: Demokrasi yang Tidak Dibutuhkan Buruh dan Tani sebagai Mayoritas Rakyat Indonesia: terhisap di berbagai negeri. Dibawah komando AS, mereka melancarkan perampokan terhadap berbagai negeri berdaulat untuk mencaplok sumberdaya alam dan menindas rakyatnya. Derajat penindasan dan penghisapan super besar ini berlangsung dan semakin barbar sebagai solusi atas krisis yang dialami oleh neger-negeri imperialis. 23 Promosi demokrasi palsu dilakukan demi memelihara dominasi diberbagai negeri melalui pemerintahan boneka. Hal ini dilakukan untuk memastikan seluruh kepentingan imperialis bisa dijalankan berdasarkan berbagai regulasi di negeri tersebut yang telah disesuaikan dengan kepentingan mereka. politik dan keamanan telah menjadi bagian dalam kerjasama komperehensif antara Indonesia dan Amerika Serikat (USA). Dalam komperehensif partnership Indonesia-USA, Indonesia jelas diharapkan untuk menjadi role model bagi demokrasi dan good governance. 5 Bahkan tanpa malu, dibandingkan dengan beberapa negara lain dikawasan Asia Tenggara. Singapura misalnya disebutkan sebagai model yang baik dalam good governance tapi bukan untuk soal demokrasi, atau Philipina dengan demokrasi yang cukup baik akan tetapi bukan contoh yang baik dalam good governance. Tahun 2014 ini saja telah ditandatangani kerjasama beberapa hal terkait isu demokrasi, diantaranya kerjasama soal dukungan untuk program Open Governance Partnership (OGP), Civil Society Concultation termasuk juga program Election Training Session dengan sasaran utama 972 perempuan yang akan dilatih sebagai elective ofce. Sedangkan untuk etalase dan promosi pengembangan demokrasi, Indonesia diberi panggung untuk memimpin forum demokrasi dengan nama Bali Democracy Forum/Forum Demokrasi Bali (BDF) yang dibiayai penuh kapasitasnya oleh USA dan Australia. Pasca resesi besar tahun 2008 yang menghantam AS dan Eropa, imperialis AS terus memberikan perhatian yang lebih besar lagi terhadap kawasan Asia-Pasik. 4 AS jelas memberikan pernyataan bagaimana pentingnya kawasan ini bagi kelangsungan hidup mereka. Dengan kekayaan sumber daya alam dan besarnya sumber daya manusia yang tersedia, Asia-Pasic merupakan wilayah yang sangat penting bagi imperialisme AS. Konsentrasi militer AS jelas diarahkan ke wilayah ini melalui USPACOM, yang secara bertahap akan terus ditambah personel dan peralatan militernya hingga 60 persen di II. Politik Neo-Koloni Membuat Demokrasi di bandingkan 40 persen Armada Atlantik. Indonesia Menjadi Demokrasi Palsu Indonesia merupakan kepingan penting milik imperialisme AS di kawasan, dengan politik neo-koloni Indonesia dikontrol serta didorong untuk memainkan peranan yang penting dalam kestabilan di Asia dan Pasik. Dengan luas wilayah, kekuatan sumber daya manusia hingga besarnya kekayaan alam, tidak di sanggah lagi Indonesia akan mempunyai pengaruh yang besar dalam geopolitik Asia dan Pasic ditengah krisis dan berbagai ketegangan yang terus muncul dalam beberapa waktu kebelakang. Bersama India, Indonesia menjadi kekuatan pengimbang bagi kekuatan negeri-negeri berdaulat yang tidak berhasil dijajah seperti Republik Rakyat Tiongkok dan Korea Utara. Dengan krisis overproduksi barang-barang teknologi tinggi, termasuk didalamnya senjata dan peralatan militer lainnya, maka provokasi kestabilan dan keamanan wilayah dan kawasan akan menjadi isu penting dalam perdagangan senjata global. Isu demokrasi, Pa da ha keka tny a demokra s i di Indonesia adalah sebuah manipulasi yang diberikan oleh rejim boneka dalam negeri atas dukungan imperialisme. Perjalanan panjang sistem demokrasi di Indonesia tidak lepas dari pertentangan klas antara klas penindas dan penghisap didalam negeri yang didukung oleh imperialisme melawan aspirasi demokratis rakyat Indonesia disisi yang lain. Perjalanan panjang sistem demokrasi di Indonesia merupakan hasil dari perjuangan rakyat dalam melawan sistem penghisapan dan penindasan. Sebuah perjalanan sejarah yang keras, panjang dan penuh pengorbanan dari rakyat untuk demokrasi dan keadilan sosial. Karena klas penindas tidak akan pernah bersedia dengan sukarela untuk melepaskan sistem yang menguntungkan dirinya secara politik, ekonomi dan kebudayaan. Demokrasi bagi rakyat Indonesia berarti sistem demokrasi yang anti terhadap penindasan dan 4. Pidato Leon Panetta, Sekretaris Pertahanan AS, hotel Shangri-La, Singapura 2012. 5. Tentang kerjasama komperehensiv bisa dibaca, The Indonesia-United States Comperehensive Partnership dalam www.state.gov. Di awal revolusi kemerdekaan 17 Agustus 1945, seiring dengan aspirasi atas kedaulatan sejati rakyat gerakan rakyat juga menunjukan bagaimana seharusnya kedaulatan politik dan demokrasi bagi Indonesia. Gerakan anti feodalisme tumbuh meluas dan menjadikan bangsawanbangsawan yang merupakan tuan tanah jahat menjadi sasaran gerakan rakyat anti swa-praja di berbagai wilayah di Indonesia. Kaum tani dan klas buruh bergerak dengan kekuatannya sendiri mengambil-alih perusahaanperusahaan milik Belanda dan Jepang serta milik imperialis lainnya. Bangsawan-bangsawan feodal tersebut ialah kaki tangan kapitalisme asing yang telah memeras dan menghisap tenaga buruh perkebunan dan kaum tani dalam usia panjang kolonialisme. Buruh dan kaum tani melakukan serangkaian perlawanan, merampas aset klas penghisap tersebut, bahkan menghukum mereka. Buah perjuangan dalam lapangan ekonomi adalah berhasil mensita perkebunan-perkebunan besar (ondernaming), mensita tanah milik kesultanan feodal dan dibagi di kalangan rakyat yang tak bertanah, penghapusan bentuk-bentuk penghisapan feodalisme (sistem lintah darat dan sewa tanah yang tinggi), mensita tanah-tanah partikulir. Di lapangan politik, gerakan anti feodal telah berhasil membubarkan pemerintahan swapraja6 (seperti di Surakarta, Karasidenan Pekalongan, Banten dan Sumatera Timur) dan menghapus hak istimewa keraton, menghukum bangsawan dan tuan tanah jahat, mengganti pamong desa yang merugikan rakyat, membentuk dewan desa sebagai pemerintah desa, berdirinya badan keamanan dan pertahanan desa yang dikuasai rakyat, serta menghapus kebiasaan budaya feodal. Di sisi lain, aspirasi revolusioner rakyat tidak mendapatkan tempat bagi pemerintah baru. Sikap pemerintah ini tidak lepas dari masih bercokolnya kekuatan lama yang mewakili klas feodal dan unsur-unsur yang bimbang dan takluk (kapitulasionis) terhadap imperialis. Pada awalnya, Indonesia memiliki parlemen pertama kali yakni Komite Nasional Pusat (KNIP) yang terdiri dari lima orang pada 29 Agustus 1945 dan melahirkan kabinet pertama, 5 September 1945, yang bersifat presidensial. Meski demikian, susunan kekuasaan di pusat dan daerah tidak mengalami perubahan dibandingkan pada masa kolonialisme imperialis Belanda dan imperialis fasis Jepang. Demikian halnya dengan orang-orang yang menduduki jabatan di pemerintah daerah, para gubernur, merupakan perwakilan kekuatan tuan tanah besar dan pro Belanda sebelumnya. Pemerintahan tidak mewakili mayoritas rakyat yang dicirikan tidak adanya perwakilan dari klas pekerja, kaum tani, dan elemen progresif lainnya. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 penghisapan, dan demokrasi semacam itu hanya bisa didapatkan melalui perjuangan rakyat yang keras dan bukan hasil pemberian hadiah atau kedermawanan dari siapapun terlebih jika klas yang berkuasa adalah klas penindas anti rakyat. Usaha untuk mendominasi politik Indonesia juga dilakukan dengan memaksakan perubahan sistem pemerintahan dari presidensil menjadi parlementer oleh AS kepada Soekarno sebagai presiden Indonesia pertama. Dukungan diberikan kepada Hatta dan Syahrir untuk memimpin sistem parlementer di Indonesia. Di bawah pemerintahan kedua orang tersebut berusaha melakukan segala usaha untuk menempuh jalan yang ditawarkan imperialis yakni adanya peralihan damai dari kekuasaan Belanda yang berkuasa kembali ke tangan dominasi imperialis AS. Artinya, imperialis ingin membangun pemerintah boneka yang efektif dikontrol. Hal ini sesuai dengan politik AS untuk 6. Baca, Anton Lucas ; One soul one struggle :peristiwa tiga daerah dalam revolusi Indonesia, Resist Book. 2004. 24 membendung pengaruh gerakan revolusioner di Asia, dengan menjalankan politik pembendungan (containment policy), dengan petugas utamanya Merle Cochran di bantu J. Camphell. Membedah Demokrasi Palsu Di Indonesia: Demokrasi yang Tidak Dibutuhkan Buruh dan Tani sebagai Mayoritas Rakyat Indonesia: salah satunya terlihat ketika membubarkan kontituante (parlemen) dan memilih untuk menjalankan demokrasi terpimpin dengan karakter anti imperialisme dan anti-feodalisme. Meskipun demikian pertentangan di antara klik reaksi yang anti rakyat tetap terjadi, kaki Dengan wewenang yang dipegang, tangan imperialis AS didalam birokrasi Syahrir mengajukan berbagai perundingan pemerintahan dan partai politik melawan yang merugikan rakyat Indonesia. Keadaan itu rakyat disisi lain. melahirkan perlawanan rakyat menentang kebijakan dan memilih mempertahankan Puncaknya adalah dikeluarkannya UU republik Indonesia dengan jalan perang rakyat. PA 1960 dan UU Bagi Hasil 1960 yang Perlawanan rakyat yang luar biasa memaksa menghambat kekuatan feudalisme yang AS melakukan intervensi melalui Perserikatan merugikan rakyat. Selain itu Soekarno dengan Bangsa-bangsa (PBB) dan memaksa Belanda terus menyuarakan keadilan bagi berbagai u n t u k b e r u n d i n g . T u j u a n A S a d a l a h negeri, menolak dominasi imperialisme serta menghadang berkembangnya aspirasi m e n e n t a n g b e r b a g a i p e r a n g a g r e s i revolusioner rakyat untuk demokrasi sejati imperialisme melalui Konferensi Rakyat Asiadapat terwujud karena akan mengancam Afrika. Begitu juga dukungan rakyat atas politik kesempatannya untuk dapat mengontrol S o e k a r n o m e n e n t a n g n e g a r a b o n e k a Indonesia sepenuhnya melalui penjajahan imperialis, yakni Malaysia, dengan menjadi gaya baru. Akhirnya, tindakan kapitulasi sukarelawan yang dikirim untuk bertempur. (takluk) pemerintah ini berpuncak pada Rakyat sangat menentang seluruh tindakan penerimaan syarat penyerahan kedaulatan agresi termasuk kebudayaan imperialis, seperti pada KMB. Seluruh syarat dalam hasil-hasil KMB penentangan agresi militer AS ke Vietnam dan sangat memberatkan rakyat yakni: Pertama, pemboikotan atas lm-lm Amerika serta Jaminan bagi perusahaan Belanda dan milik mengusir Peace Corps AS. Kesadaran politik imperialis lainnya untuk beroperasi di Indonesia. r a k y a t m u n g k i n j a u h l e b i h b a i k j i k a Kedua, Kesediaan pemerintah Indonesia dibandingkan dengan masa setelah Soekarno, mengambil alih utang pemerintah jajahan hingga sekarang. Hindia Belanda sebesar $ 1,3 Milyar AS yang sebagian besar adalah utang Belanda untuk kepentingan militer menghadapi perang kemerdekaan. Meskipun kemudian pemerintah mencabut diri dari kesepakatan KMB, akibat penolakan yang luas dari rakyat atas hasil KMB. Akan tetapi kekuatan imperialis masih beroperasi di Indonesia melalui perkebunanperkebunan besar feudal, pertambangan besar, perusahaan manufaktur, serta bankbank. Melihat kecenderungan pemerintahan Soekarno yang berwatak nasionalis anti imperialis, ditambah AS yang cemas melihat perkembangan gerakan rakyat di Asia dan Indonesia berkehendak untuk menstabilkan pemerintahan Indonesia melalui rejim boneka pilihan mereka. AS kemudian menyokong berbagai gerakan bersenjata anti rakyat melalui PRRI/Permesta maupun DI/TII. Sedangkan politik anti Soekarno juga dilakukan melalui kaki tangan mereka yang ada di Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Karakter nasionalis Soekarno semakin kuat, 25 Politik progresif Soekarno dan majunya gerakan demokratis rakyat menjadikan imperialis AS semakin melipatgandakan usahanya untuk menjadikan Indonesa dapat didominasi sepenuhnya. Kemajuan gerakan demokratis menjadi ancaman bagi kontrolnya atas Asia terlebih majunya gerakan revolusioner di Vietnam dan sikap pemerintah Republic Rakyat China (RRC) yang mendukung gerakan rakyat di berbagai negeri di Asia. Karena itu, ia melakukan operasi Orde baru dibutuhkan imperialisme untuk mengendalikan Indonesia, ditengah kegagalan imperialisme AS dalam perang Vietnam. Bahkan Presiden AS, Nixon menyebut Indonesia sebagai “hadiah terbesar di Asia Tenggara”. Kestabilan politik Indonesia menjadi sangat penting bagi kepentingan geopolitik AS di Asia, ditengah-tengah kemenangan gerakan rakyat diberbagai negeri Asia seperti yang terjadi di Vietnam dan Tiongkok. Untuk mengamankan skema penghisapan dan penindasan maka rejim fasis mendirikan bangunan politik yang mengokohkan pemerintahan otokratiknya. Cirinya terletak pada pemusatan kekuasaan legislasi dan yudikasi di tangan presiden sebagai mandataris MPR. Selain itu, tentara menjadi kekuatan inti dalam pemerintahan fasis di setiap tingkatan dengan doktrin Dwifungsinya—yakni memiliki peran dalam militer dan sosial politik. Langkah-langkah yang dilakukan agar menunjang kekuasaan otokratisnya adalah pelarangan PKI dan ajaran komunisme, menjadikan Golongan Karya (GOLKAR) sebagai mesin politik, penyederhanaan partai-partai, pewadahtunggalan organisasi-organisasi, penerapan asas tungggal, penerapan politik massa mengambang (oating mass), dan depolitisasi kehidupan kampus. Tak hanya itu, kontrol rejim fasis menjangkau kehidupan sehari-hari dalam lingkungan tempat tinggal dengan mempertahankan sistem torigami pada masa pendudukan fasis Jepang yakni lembaga Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Negara RI dibawah kekuasaan fasis Soeharto membuat kebijakan atau undang-undang untuk mengatur seluruh soal yang mencerminkan Indonesia berada dalam kontrol kekuatan militer sepenuhnya. Krisis kronis dan tindasan Orde Baru, Soeharto memantapkan tegaknya sistem produksi setengah feudal. Sejak awal kekuasaannya, ia sudah langsung mengubah seluruh kebijakan lama Soekarno yang nasionalis dengan kemudahan investasi asing masuk ke dalam negeri melalui Undangundang No.1 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967. Dengan Pembangunanisme (developmentalism) sebagai konsep pembangunan ekonominya, Soeharto mencanangkan rencana ekonomi dengan basis utamanya adalah pembangunan perkebunan dan pertambangan besar, industri berorientasi ekspor, dan memproduksi barang substitusi impor. Membodohi rakyat guna menguatkan sistem setengah jajahan dengan meluncurkan program didukung Bank Dunia, yakni transmigrasi dan revolusi hijau. Program transmigrasi bertujuan untuk memobilisasi tenaga murah bagi perkebunan besar. Revolusi Hijau merupakan program peningkatan produksi a la imperialis yang memaksakan petani menggunakan sarana produksi (bibit, petisida, herbisida) yang dikuasai oleh perusahaan monopoli milik imperialis. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 penjungkalan Soekarno dan penghancuran gerakan demokratis rakyat melalui operatoroperator kaki tangannya di militer dan sipil. Jenderal Soeharto mengambil dan memimpin operasi itu yang menghasilkan pembunuhan massal ratusan ribu dan pemenjaraan jutaan kekuatan progresif dan demokratis. Kemudian, Soeharto membuka lembar kediktaturannya yang dinamakan Orde Baru dan berwatak fasis. Kediktaturan fasis Soeharto adalah kekuasaan terror terbuka sebuah klik reaksioner yang mewakili kepentingan borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar. Ia memiliki ciri utama: Pertama, Penggunaan kekuatan militer secara terbuka dan semena-mena untuk menindas rakyat. Pemerintah Suharto tampak pada permukaannya sebagai pemerintahan sipil tetapi dalam prakteknya pemerintahan yang dibangun adalah pemerintahan militerisme fasis. Kedua, Watak atau karakter klas di dalamnya yakni membela kepentingan imperialis, klas borjuasi besar komprador, dan tuan tanah besar. Rejim Orde Baru mengoperasikan mesin kebudayaannya untuk menjalankan fascism melalui pendidikan, seni dan sastra, bahasa, institusi agama, dan lain-lain. Untuk itu, pemerintah fasis getol menyelenggarakan acara Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P-4) yang diikuti siswa sekolah menengah (SMP dan SMA), mahasiswa, dan seluruh rakyat yang bekerja dalam institusi pemerintah dan swasta. Rakyat dididik dengan gaya bahasa politik fasis untuk menutupi kebrutalan fasisnya seperti istilah-istilah: ditatar, dibina, diamankan, ditunggangi, aktor intelektual, dan lain-lain. Sistem yang menindas ini melahirkan perjuangan klas dari seluruh rakyat. Gerakan buruh di awal 1990-an mulai tumbuh seperti 26 sebagai Mayoritas Rakyat Indonesia: Membedah Demokrasi Palsu Di Indonesia: Demokrasi yang Tidak Dibutuhkan Buruh dan Tani 27 pemogokan buruh Gajah Tunggal Tanggerang kritis dibreidel sepanjang 1980-an. (1991) yang memobilisasi 14.000 buruh, di perusahaan PATAL Maligi, di Medan pada tahun 1994 dengan melibatkan 3.000 ribu buruh (yang dikenal sebutan Medan Berdarah), di Great River Bogor,7 Tandes Surabaya (1996),8 dan lain-lain. Begitu juga dengan perlawanan petani di berbagai tempat seperti: di Cibereum di Jawa Barat, Petani Kedung Ombo di Jawa Tengah, Petani Jenggawa di Jawa Timur, Petani Cimacan di Jawa Barat, dan lainlain. Demikian halnya juga perlawanan suku bangsa minoritas (seperti orang-orang Dayak pedalaman, Anak Dalam, Papua, Sakai, Kaili, dll) yang bertarung dengan berani dengan senjata yang dimiliki untuk mengusir tuan tanah besar dan imperialis yang ingin membangun pertambangan besar (seperti perusahaanFreeport McMoran di Papua), http://www.indonesia-pusaka.com/2300suharto.htm perkebunan besar dan hutan (seperti di Soeharto kemudian tumbang akibat Kalamantan dan Sumatera). gerakan massa, bersamaan dengan krisis Krisis kronis juga telah menjadikan moneter yang terjadi di kawasan Asia. Akan kaum borjuasi kecil dan semi proletar tetapi bukan berarti kemudian struktur mengalami beban hidup yang semakin berat kekuasaan imperialisme di Indonesia ikut dan tindasan politik yang kejam. Kaum tumbang. Secara politik Soeharto hanyalah intelektual dan jurnalis kritis mengalami pion yang bisa diganti kapan saja oleh tindasan atas hak-hak demokratis.Gerakan imperialis AS jika dianggap tidak sanggup lagi d e m o k r a t i s o l e h k a u m i n t e l e k t u a l d a n menjalankan skema mereka. Memang sempat professional juga di-cap dengan jargon seperti: terjadi reorganisasi dari klas-klas komprador di Setan gundul, Organisasi Tanpa Bentuk (OTB), Indonesia yang terpecah-pecah pasca makar, provokator, “ditunggangi” dan tentu bangkitnya gerakan massa demokratis di mei saja komunis gaya baru. Media massa yang 1998, yang dicirikan bagaimana pertarungan 7. www.indonesiaindonesia.com/f/52978-manufaktur-buruh-industri/ 8. Diolah dari www.dokumentasi.elsam.or.id/mobile/report/view/305?c=57&p=1 Masa transisi ini cukup penting karena masih mewarisi semangat dari gerakan demokratis 1998, yang jika dibiarkan maka bisa berkembang lebih besar dengan aspirasi yang lebih maju lagi. Hal ini tentu mengancam kepentingan ekonomi-politik dari imperialisme AS, dilain sisi reorganisasi kekuatan komprador dan kapitalis birokrasi pasca gerakan 1998 pasca berantakannya mesin operasional utama mereka selama Orde baru yaitu dalam tubuh Golkar, ABRI dan Birokrasi. Untuk meredam aspirasi maju dari rakyat, salah satu kebijakan yang cukup penting saat itu ialah dengan membuka aspirasi “kebebasan” politik dalam pemilu 1999. Sistem multi partai kembali digunakan di Indonesia pada pemilu 1999, yang saat itu diikuti oleh 27 partai politik.9 Fakta yang menarik dalam pemilu tersebut adalah kemampuan Golkar untuk bertahan, bahkan mampu memperoleh suara terbanyak kedua setelah PDI-P dengan 23.741.749. Hal tersebut menjelaskan betapa kuatnya mesin-mesin komprador dalam struktur partai yang menjadi mesin mobilisasi suara politik orde baru, bertahannya Golkar pada masa tersebut merupakan sebuah “turning poin” untuk mereka di kancah politik Indonesia selanjutnya. Kanalisasi aspirasi maju rakyat dalam politik elekctoral merupakan langkah yang paling efektiv, ditengah masih kecilnya gerakan massa sejati yang memimpin perjuangan massa. Beriringan dengan hal tersebut kebijakan otonomi daerah dijalankan secara bertahap oleh pemerintah. Kebijakan tersebut merupakan strategi ampuh untuk meredam gejolak daerah dengan memecahnya dalam sistem politik yang tidak lagi berpusar pada Jakarta. Pasca turunnya Gusdur, maka sebenarnya rerorganisasi atau regrouping barisan komprador di Indonesia telah kembali menemukan kestabilannya. Dengan sistem multi partai yang ada, klas-klas komprador lebih merata tersebar memimpin berbagai partai besar yang ada di Indonesia. Bukan menjadi masalah bagi siapapun yang memimpin Indonesia, selama skema neoliberal dalam ekonomi dan pemerintahan neokoloni sanggup dipertahankan di Indonesia. Demokrasi electoral menjadi hanya menjadi Di sisi lain, mereka seolah-olah memberikan tempat bagi aspirasi rakyat melalui instrumen dan regulasi yang disediakan, tetapi sesungguhnya membatasi dan mengerdilkan ruang bagi rakyat sehingga dapat melanggengkan kontrol dan kepentingan klas berkuasa. Sejarah menunjukkan negara menyediakan sarana demokrasi dengan segala prosedur formal yang tampak seolah-olah demokratis tetapi seluruhnya ditujukan bagi eksisnya sistem lama yang menghisap dan menindas dan tidak memberikan kesempatan bagi perubahan sistem secara fundamental yang mencerminkan demokrasi sejati di aspek ekonomi, politik, dan kebudayaan. Dengan demikian, kita tidak dapat mengatakan negara sebagai instrumen yang berwatak netral dan menjadi mewakili seluruh aspirasi rakyat atau menjadi wasit yang memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia. Negara sesungguhnya adalah instrumen klas yang berkuasa (ekonomi dan politik) untuk melanggengkan kepentingannya dengan cara menindas klas-klas lainnya yang mewakili kepentingan dan aspirasi yang berbeda atau berseberangan. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 antar elit dalam klik reaksi yang cukup keras dagangan bagi kaki tangan imperialisme untuk dalam periode transisi pasca kejatuhan berebut pengaruh untuk bisa dipilih menjadi rejim boneka. Soeharto. Negara tidak mungkin dapat menjalankan landreform sejati dan pembangunan industri nasional yang mandiri di saat basis sosial yang berlaku monopoli tanah dalam sistem agraris terbelakang yang melanggengkan penghisapan feodalisme. Begitu juga negara tidak mungkin dapat menjalankan kedua aspirasi demokratis tersebut di saat sistem ekonominya terintegrasi dengan kapitalisme monopoli asing yang selalu menghambat perkembangan kekuatan produktif rakyat Indonesia. Pada aspek sistem politik dengan sistem yang lama tentu akan menghasilkan tindasan, dirampasnya kebebasan demokratis, dan pelanggaran HAM yang berat. Begitu juga halnya di aspek kebudayaan yang akan mengalami keterbelakangan terus menerus. Sistem politik dalam kekuasaan yang berlangsung pasti akan mengabdi pada kepentingan ekonomi klas berkuasa yang 9. Lihat, www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=42 28 sebagai Mayoritas Rakyat Indonesia: Membedah Demokrasi Palsu Di Indonesia: Demokrasi yang Tidak Dibutuhkan Buruh dan Tani 29 sepenuhnya mengontrol negara. Tentunya, sistem dibuat berdasarkan tujuan-tujuan kekuatan klas yang berkuasa untuk mempertahankan kepentingan dan masa depan klas tersebut. Jika negara itu adalah kediktaturan bersama borjuasi komprador dan tuan tanah yang merepresentasikan kepentingan imperialisme yang anti rakyat dan anti demokrasi maka sistem politik yang ada haruslah menjaga hegemoni kekuatan klas tersebut. Kepalsuan atas demokrasi telah menjadi sebuah keniscayaan dalam watak politik klas kapitalis monopoli. Semenjak kapitalisme memasuki tahap tertingginya yaitu monopoli kapitalisme di akhir abad 19.10 Maka sistem demokrasi telah menjadi alat bagi mereka untuk menyelubungi watak agressor dan fasis dari imperialisme itu sendiri. Ditangan rejim boneka dan komprador, maka demokrasi menjadi alat manipulatif untuk menumpulkan aspirasi rakyat. LOST CY A R C O M DE yang monolitik. Adanya perubahanperubahan tersebut menjadi bagian kepentingan imperialisme yang menghadapi krisis yang berkepanjangan. Mereka membutuhkan rejim kaki tangannya untuk memastikan adanya kestabilan politik dan keamanan sehingga dapat menjalankan skema besar imperialisme atas Indonesia. Tujuaanya tak lain adalah memastikan Indonesia dapat menjadi negeri yang dapat menanggung bebas krisisnya yang berlipat ganda melalui intensitas perampokan kekayaan alam, tenaga kerja murah, dan menjadikan Indonesia sebagai pasar strategis bagi produk mereka yang mengalami overproduksi. Dalam soal sistem politik, negara telah menghasilkan perundangan politik (UU Pemilu, UU Susduk, UU Pemilu Presiden dan Wakil, UU Pemilu, UU Majelis Konstitusi, UU Parpol) sebagai sarana strategis bagi borjuasi besar komprador, tuan tanah besar dan kapitalis birokrat menduduki jabatan penting dan membuat kebijakan anti rakyat dan demokrasi. Hanya klas-klas berkuasa besar saja yang dapat memenuhi syarat-syarat tersebut karena mereka mendapatkan bantuan langsung dari imperialis. Di sisi lain, klas-klas berkuasa yang minor kekuatannya dirugikan dan dipaksa untuk bergabung ke salah satu klik besar jika ingin eksis dalam politik nasional. Kepalsuan pelaksanaan demokrasi palsu juga terjadi di lembaga birokrasi dan TNI/POLRI. Reformasi di kelembagaan itu hanya memenuhi syarat-syarat formil demokrasi dan tidak berkorelasi dengan kemajuan pelaksanaan demokrasi dan pemenuhan hakhak demokratis rakyat. Watak korup dalam kelembagaan birokrasi pemerintahan termasuk puluhan lembaga pemerintahan non struktural (seperti KPK, KY, Komnas Ham/Perempuan, KIP, Kompolnas, KPU, KPI, dll) melekat dalam dirinya karena berdiri dalam sistem yang korup. Birokrasi pemerintahan nasional sampai tingkat kabupaten/kota merupakan penentu dan pelaksana kebijakan utama dan pelaku kapitalis birokrat yang memanfaatkan keuntungan besar jabatannya untuk korupsi. Dalam lebih dari sepuluh tahun terakhir ini, negara telah menghasilkan banyak undang-undang dan regulasi lainnya demi perbaikan kehidupan demokrasi walaupun tidak membawa aspirasi rakyat sejati dan mengubah keadaan demokrasi menjadi lebih baik. Beberapa regulasi dan perubahan Demi politik pencitraan, Presiden Susilo tersebut hakekatnya penyempurnaan Bambang Yudhoyono (SBY) memakai meningkatnya fasis dalam bentuk terselubung lembaga peradilan dan KPK untuk mengatasi dan mengarah pada pembentukan politik masalah korupsi. Fakta menunjukkan banyak 10. Lihat V.I lenin dalam buku imperialism, The Highest Stage of Capitalism, Progress Publisher, Moscow 1975. Dalam kekuasaan klas berkuasa tumbuh sumbur kapitalisme birokrat yang merupakan manifestasi sifat korosif dalam sistem setengah jajahan yang memanfaatkan keuntungan dari kekuasaan. Kapitalisme birokrasi adalah pada dasarnya adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum birokrat karena memegang simpul-simpul kekuasaan untuk diri sendiri dan keluarga, dan klik kekuasaannya dengan memberikan fasilitas dan sumber daya terutama ekonomi kepada mereka karena mendukung posisinya di birokrasi. Para kapitalis birokrat menjadi pembantu yang efektif bagi kekuasaan imperialisme, borjuasi besar, dan tuan tanah besar. Begitu juga di tubuh TNI dan POLRI. Reformasi institusi tersebut hanya ditujukan pada aspek formil yakni ketidakterlibatannya dalam bisnis yang dikelolanya dan peran politik. Kenyataan tidak demikian. TNI selalu bersembunyi di balik UU TNI Pasal 7 tentang Tugas Pokok yakni mengamankan obyek vital strategis nasional untuk melegitimasi keterlibatannya dalam mengamankan perusahaan-perusahaan tambang milik imperialis dan perkebunan besar. tanah dalam bentuk perkebunan besar, pertambangan, hingga negara memiliki kepentingan yang sama atas sumber daya alam, yaitu sebagai komoditi penting bagi monopoli kapitalis. Perampasan tanah rakyat adalah sebuah fenomena besar di negeri agraris seperti Indonesia. berbagai kebijakan pengembangan pertanian, perkebunan hingga pengembangan koridor ekonomi mengorbankan rakyat sebagai pesakitan. Sebagian besar konik rakyat yang bersinggungan dengan kebijakan pemerintah dibidang perkebunan besar, taman nasional hingga pertambangan menggunakan instrumen kekerasan, manipulasi, penipuan, kriminalisasi, hingga pemaksaan terhadap penduduk yang menolak menyerahkan tanahnya. Salah satunya adalah konik yang timbul dalam kebijakan penetapan koridor ekonomi MP3EI pemerintah yaitu: 1. Sumatera, Banten Utara: Pusat produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional dengan fokus sektor pada minyak kelapa sawit/CPO, karet dan batubara. 2. Jawa: Pendorong industri dan jasa nasional dengan fokus sektor pada produk makanan, tekstil dan industri alat angkut. 3. Kalimantan: Pusat produksi dan pengolahan hasil tambang, lumbung energi nasional dengan fokus pada sektor migas, minyak kelapa sawit dan batubara. 4. Sulawesi, Maluku Utara: Pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan nasional, dengan fokus pada tanaman pangan, perkebunan dan pertambangan nikel. 5. Bali, Nusa Tenggara: Pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional dengan fokus pada sektor pariwisata serta pertanian dan peternakan. 6. Papua, Maluku: Pengolahan sumber daya alam dan SDM dengan fokus pada pertambangan, pertanian dan perkebunan. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 gubernur dan bupati terkena kasus korupsi dan berstatus tersangka termasuk anggota DPR dan DPRD. Bahkan seluruh anggota DPRD tersangkut kasus korupsi. Akan tetapi, usaha tersebut bukan kesungguhan komitmen pemerintahannya anti korupsi melainkan suatu politik pencitraan a la fasis dengan menekan klik klas berkuasa lainnya. Semua dilakukan untuk memastikan klik-klik klas berkuasa lainnya patuh terhadap kekuasaan politik monolitik. Pseudo democracy (demokrasi palsu) hakekatnya sangat terlihat jika kita memperbandingkannya dengan bagaimana perkembangan kehidupan politik-ekonomi rakyat diberbagai klas dan golongan. Bagaimana aspirasi politik rakyat terus dibatasi dalam berbagai bentuk reguasi yang mencerminkan akar fasisme dalam tubuh Mega proyek MP3EI ini menjadi sarana demokrasi di Indonesia. Undang-undang seperti UU Penanganan Konik Sosial (PKS), UU ampuh melakukan perampasan tanah rakyat. Ormas, UU Intelijen merupakan salah payung di Papua saja paling tidak satu juta hektar tanah rakyat dirampas untuk kepentingan “pembenar” untuk menindas rakyat. pertanian dan korporasi raksasa. Sebaran Dalam negara setengah jajahan dan konik agraria mencapai 98 kabupaten/kota di setengah feudal, sektor agraria adalah sektor 22 provinsi dengan luas lahan mencapai 11 yang panas mengingat kepentingan tuan 2.043.287. Penurunan kualitas penghidupan 11. Diolah dari data dalam jurnal Bhumi no 37, April 2013. 30 Membedah Demokrasi Palsu Di Indonesia: Demokrasi yang Tidak Dibutuhkan Buruh dan Tani sebagai Mayoritas Rakyat Indonesia: juga terjadi secara jelas, nilai upah riil buruh pada juni 2013 menurut BPS hanya sebesar 1.107.100, sedangkan kaum tani upah riil perharinya hanya 39.372 pada februari 2014 atau jauh lebih rendah dari upah nominalnya sebesar Rp 43.992 perhari. Hal ini membuktikan bagaimana sistem demokrasi di Indonesia sama sekali tidak berjalan searah dengan kesejahteraan dan hak-hak ekonomi rakyat. 31 Diperkotaan praktek-praktek pengabaian atas hak-hak demokrasi juga terus terjadi. Bagaimana klas semi-proletariat menghadapi berbagai tindasan fasis, seperti penggusuran pemukiman dan tempat usaha. Sedangkan buruh menghadapi tidasan atas perampasan upah yang begitu masif dalam berbagai metode. Mulai dari pemberangusan serikat buruh (Union Busting), penangguhan upah, hingga sistem kerja yang merugikan buruh sebagai akibat pelaksanaan dari UU Ketenagakerjaan tahun 2003. Dari keadaan itu maka gerakan rakyat demokratis yang berwatak anti imperialisme, feodalisme, dan kapitalis birokrat yang massif menjadi syarat bagi pencapaian perubahan demokrasi yang fundamental. Gerakan ini harus terdiri atas lapisan mayoritas rakyat tertindas dan terhisap yang bersatu dan berjuang di bawah kepemimpinan klas buruh. Perjuangan rakyat harus dapat memblejeti keboborokan sistem demokrasi palsu dan mengajukan tuntutan-tuntutan demokratis bagi perbaikan di aspek ekonomi, politik, dan kebudayaan yang terus dikembangkan menjadi tuntutan atas perubahan fundamental. Perjuangan yang massif hanya dapat dilakukan jika mayoritas rakyat dapat dibangkitkan, diorganisasikan ke dalam organisasi yang berwatak demokratis dan patriotis. Inilah jawaban fundamental atas problem demokrasi palsu yang tengah berlangsung di Indonesia sekarang. ### Daftar Pustaka III. Kobarkan Gerakan Rakyat Demokratis dan Patriotis Melawan Kekuasaan Negara Anti 1. F r a n c e s G o u d a a n d T h i j s B r o c a d e s , Demokrasi dan Boneka Imperialisme AS Indonesia merdeka karena Belanda , Penerbit PT Serambi Ilmu Semesta, 2008 Dari uraian yang disampaikan maka 2. M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200rakyat tidak bisa menggantungkan perubahan 2008, Penerbit PT Serambi Ilmu sejati dan nasibnya kepada perubahanSemesta,Jakarta, 2008. perubahan politik yang dikendalikan oleh klas- 3. Supeno, Sejarah Singkat Gerakan Rakyat Indonesia untuk Kebebasan, 1982, tidak klas yang berkuasa dalam kekuasaan politik dipublikasikan. negara hari ini. Sejarah pengalaman perjuangan rakyat membuktikan bahwa 4. Wertheim, W.F, Masyarakat Indonesia dalam Transisi, Studi Perubahan Sosial, Penerbit Tiara perubahan dan hasil-hasilnya merupakan Wacana, Yogyakarta, 1999 buah perjuangan yang keras dan panjang. 5. Antonio Gramsci, Democracy and Fasism, 1924. Rakyat telah menghadapi banyak tindasan politik dan kekerasan dari hari ke hari 6. V.I. Lenin, Imperialism The Highest Stage of Capitalism, Progress Publisher, Moscow 1925. di seluruh negeri. Rakyat telah melawan tindasan dengan berbagai bentuk mulai dari 7. Tatiana Lukman, Alternatif, 2013. kata-kata protes, aksi massa spontanitas, 8. V.I Lenin. Democracy and Dictatorship, 1919. Collected Work, Vol 28. sampai aksi perlawanan yang terpimpin dan terorganisasi. Krisis dan tindasan yang 9. Jurnal Bhumi, no 17 April 2013. PPPM-STPN. ditanggung rakyat berbuah perlawanan di 10. www.kpu.go.id s a a t m e r e k a m e l i h a t d a n m e r a s a k a n 11. www.elsam.or.id penghisapan, ketidakadilan, kekerasan 12. http://csis.org/les/publication/120814_ FINAL_PACOM_optimized.pdf negara, diskriminasi, korupsi, kemiskinan, kebohongan rejim dalam kehidupan sehari- 13. http://bdf.kemlu.go.id hari yang berkepanjangan. Tidak sulit bagi 14. http://m.news.viva.co.id/news/read/38888 -kenapa-militer-as-dipusatkan-ke-asiarakyat memahami kenyataan yang dialaminya pasik-dan-indonesia dan mengerti bahwa hari demi hari tindasan fasis semakin meningkat yang menabur benih 15. http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2014/ 02/221714.htm?goMobile=0 perjuangan semakin berkembang seiring krisis ekonomi yang semakin kronis. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 http://walhimalut.blogspot.com/2012_01_01_archive.html 32 Politisi Alay di tengah Rakyat Galau: Wahai Partai Politik, Berperanlah! Executive Summary I. Pendahuluan Mengamati tingkahlaku politisi melalui media massa akan menerangkan apa sesungguhnya jenis partai politik yang melahirkan mereka dan bagaimana keadaan partai politik Indonesia dewasa ini. “Itu barang sudah masuk” dan “ngeri-ngeri sedap” adalah ungkapan terkenal dari seorang politisi bernama Sutan Bhatoegana. Politisi partai demokrat ini nampaknya lebih populer dengan ungkapan baru itu daripada kemampuannya dalam bidang energi, komisi DPR RI yang dipimpinnya. Bahkan, setelah kasus “terpeleset” membuat pernyataan yang menyinggung almarhum Gus Dur, Sutan malah menjadi saksi dan kemungkinan tersangka untuk kasus korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Apa yang terlihat pada dirinya di televisi ketika terjadi pemeriksaan rumahnya oleh KPK lebih menakjubkan. Sutan memakai kawat gigi berwarna kebiruan ketika diwawancara wartawan. Persis perilaku sebagian anak muda Indonesia kini yang ingin tampil warna-warni dan menjadi pusat perhatian. This paper explores some sources and observes the behavior of some politicians in Senayan and behavior of political parties during the reform era. The point is the relationship between the behavior of politicians with a new Indonesian young people culture who were called “alay”. Reection underlying this paper is notions from Ignatius Wibowo, Adhyaksa Dault and Yudi Latif about the presence of bandits democracy, Indonesia's potency as a failed state and longtime waiting for the birth of the craving leader for the demos. Political parties who should responsible for producing the true politicians, in fact bore pro alay politicians who are more concerned with personal enjoyment (will to pleasure), appearance, image and as the limelight with new expressions and weird attitude. In fact, siding with the interests of the demos, replaced with the smooth way for the investor group or industry . As evidence , the laws that produced by Parliament during 2009 to 2014 sued to the constitutional court by civil society groups. The series of political events in 2014 will be the year that makes people upset Ruhut Sitompul adalah contoh lain and nauseating if political parties still promoting alay politicians and marginalize candidates politisi yang kerap jadi perhatian. Sebelum dan sesudah berhadapan dengan laporan media who were born from the womb of the demos. tentang masa lalu dengan keluarganya, Ruhut Keywords: democracy, election, political tetap menjadi politisi yang memamerkan sikap parties, alay culture. berlebihan, seenaknya, tidak sopan, mencaci orang yang mengkritik1 dan lawan politik tapi “Kelas Borjuis dengan kemampuan nansial memuja-muji setinggi-tingginya ketua dewan yang besar dapat “membeli” negara dan pembina partainya. 2 Ruhut ditolak oleh menjadikan negara tidak ubah sebagai panitia koleganya di DPR menggantikan Gede Pasek yang menjalankan perintah dan kehendak Suardika menjadi Ketua Komisi III. Secara borjuis” (I. Wibowo 2010) penampilan pula, Ruhut menggunakan mobil super mewah seperti yang digunakan miliarder mantan pesepakbola Inggeris David Beckham.3 JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Oleh : Arfan Aziz & Rizki Fitriana 1. http://nasional.kompas.com/read/2014/01/ 10/1604083/Ruhut.Didemo.Soal.Sikap.Rasis. Diakses 22/02/2014. 2. http://politik.news.viva.co.id/news/read/ 446480-diminta-tak-lagi-puji-sby--apa-tanggapan-ruhut-. Diakses 22/02/2014. 3. http://m.radarbangka.co.id/rubrik/detail/ features/1541/menyorot-perilaku-dan-tunggangan-mewah-politisisenayan-tidak-peka-ada-yang-berkilah-sudah-lahir-kaya.html. Diakses 22/02/2014. 34 Politisi Alay di tengah Rakyat Galau : Wahai Partai Politik, Berperanlah! Akan tetapi, tidak hanya Sutan dan Ruhut yang nampaknya menganut faham berlebih-lebihan, ingin menjadi pusat perhatian –yang menjadi sendi budaya post modern yang bernama 'alay'-, beberapa politisi lain setidak-tidaknya menampilkan kelakuan yang sama: mobil mewah merek terbaru, jam canggih, cincin besar dan berkilau di jari, bingkai kacamata bulat/petak-modis dan berwarna, hingga rumah yang megah seolah hasil dari profesi sebagai pengusaha milyarder. Alay tidak hanya soal bahasa, namun juga soal prilaku. Prilaku yang melebihkan-lebihkan diri, branding personal agar dianggap eksis, sukses, hebat, gaul dan menjadi pusat perhatian. Budaya alay di sisi lain jelas merupakan keuntungan bagi kapitalisme. Gonta-ganti model penampilan dan merek memberi keuntungan lebih kepada pihak industri; interaksi budaya baru lokal itu dengan sistem ekonomi internasional bernama kapitalisme moderen. Karenanya dapat disimpulkan, walau secara tidak langsung, alay adalah produk borjuis pengumpul keuntungan, dan juga hinggap di sektor politik.4 Mulanya, seorang budayawan kolega menganggap bahwa fenomena alay adalah satu fakta sosial kebahasaan di kalangan pemuda-pemudi kelas menengah Indonesia yang mengkhawatirkan, merusak tatanan dan sepatutnya dibuat tindakan untuk mencegah dan menghentikan penyebarannya. Faktanya, fenomena alay itu juga wujud tidak di kalangan kaum muda, dan tidak hanya soal bahasa, tetapi dalam banyak hal, termasuk dalam perpolitikan Indonesia dewasa ini. Bahkan, budaya pop (pop culture) alay menghinggapi partai politik dan politisi yang dilahirkannya, yang sepatutnya serius memikirkan negara, bukan penampilan diri pribadi atau kelompok oligarki dalam partai. Sebaliknya, politisi yang serius sejenis Tri Rismaharini semakin dipinggirkan.5 Maka, disebabkan partai politik adalah tempat berkumpulnya para politisi, partai politik yang terhinggapi “sindrom” alay tentu saja menjadi semacam ruang pamer atau show room para politisi alay. Apa sesungguhnya alay itu? Kata Alay tidak akan ditemukan jika kita mencarinya di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bak hantu, dia tidak diperhitungkan secara sik tapi ada di tengah-tengah kehidupan kekinian. Ada yang menyebutnya akronim Anak Layangan, ada pula menyatakan alay itu akronim Anak Melayu, atau bisa berarti juga Anak muda yang Jarang dibelai dan seterusnya. Apapun, Alay bagi kalangan kaum muda saat ini dapat ditafsirkan sebagai tindakan (bahasa lisan, tulisan dan sikap) manifestasi eksistensi mereka ditengah-tengah dunia dan umat manusia yang semakin berkembang modern. Jikalau diterjemahkan ke dalam tindakan yang lebih kongkrit lagi, Alay adalah bahasa yang sengaja dibuat-dibuat, dia miskin tapi berpenampilan seperti orang kaya, sepatu dan pakaiannya warna-warni, kata-kata dan kalimatnya diatur agar seperti bicara anak orang kaya gaul. Bahasa SMSnya kerap menampilkan huruf-huruf dan kata-kata membingungkan. Penuh percaya diri dan ingin diperhatikan. Tentu saja itu menunjukkan ketidaksamaan antara apa yang diperlihatkan dengan apa yang mereka miliki, tidak sesuai antara citra dengan fakta. Tapi, dalam ilmu politik modern cara ini kemudian dihalalkan dengan istilah branding dan 'politik pencitraan'. Bukan menonjolkan kelebihan, tetapi hakikatnya ialah suatu yang diadaadakan, pembohongan. Sejak Susilo Bambang Yudoyono berkuasa jurus politik pencitraan menjadi semakin populer.6 Trik politik pencitraan itu disisi lain (kalau tidak ingin dikatakan sebab) bersanding dengan kemarahan alam yang semakin menjadi-jadi. Gunung meletus, banjir, semburan lumpur, gempa: telah menjadikan rakyat Indonesia galau dan gundah gulana. Tulisan ini tentu tidak bermaksud menghilangkan alayisme -jika bisa dikatakan demikian- yang tengah menghinggapi partai politik plus politisi dan tidak pula ingin memberi obat mujarab untuk mengurangi kegalauan rakyat, akan tetapi dimaksudkan menjadi satu gambaran dan kritik kepada partai politik agar kembali kepada khittah, menjadi padepokan untuk membentuk kadernya berwatak politisi berintegritas dan jujur, sebelum mereka sampai 4. Walau terbaca terbatas, penelitian Hizkia Yosie Polimpung bertajuk 'Alayscape dan Posisi Indonesia di Kancah Kapitalisme Global'. (http://postfordisthighway.wordpress.com/tag/kapitalisme/) akan menjadi rujukan menarik untuk mengawali ide tulisan ini tentang relasi budaya pop, ekonomi kapitalisme dan partai politik. 5. http://www.republika.co.id/berita/kolom/ resonansi/14/02/21/n1aidz-risma-menanglah-sebagai-marhaen-sejati Diakses 25/02/2014. 6. Wisnu Nugroho. 2010. Pak Beye dan Politiknya: Tetralogi Sisi Lain SBY. Jakarta: Buku Kompas. Hal. XI. 35 ke kursi kekuasaan, entah sebagai wakil rakyat, bupati, walikota, gubernur, menteri atau pun presiden. Karenanya, esai ini akan lebih bersifat deskriptif dan “ringan-ringan saja” agar juga tidak menambah kegalauan. angka golput memang sudah nampak jelas tergerus. Pada tahun 1999 angka golput berkisar 6,1%, pemilu 2004 golput mencapai angka 15,1%, serta pemilu 2009 angka golput meningkat menjadi 29,01%. 9 Sebelum pemilihan umum tahun 2004 Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh DPR, tapi sejak ada amandemen keempat UUD 1945, pemilihan umum 2004 dua jabatan perdana Republik Indonesia itu dipilih secara langsung oleh rakyat. Bahkan, wakil rakyat juga sudah mulai dipilih dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka. Pelaksanaan pemilihan umum langsung ini adalah suatu kemajuan yang orientasinya jelas menginginkan setiap warga negara mempunyai peran menentukan pemimpin yang berpihak kepada mereka dan ikut menentukan nasib negara di masa datang. Tetapi tujuan ideal perubahan format pemilihan umum berbanding terbalik dengan respons masyarakat terhadap pemilihan umum era reformasi yang semakin mengalami penurunan pemilih. Menjadi wacana umum bahwa sebagian rakyat tengah muak dengan politik. Rasa muak itu terutamanya ditujukan kepada anggota DPR atau kepala daerah yang dianggap melupakan nasib konstituennya setelah mereka terpilih menjadi wakil rakyat atau bupati/walikota.7 Setelah terpilih, mereka yang dipilih seolah berpesta sendiri merayakan kemenangan, menumpuk harta, mengoleksi berbagai merek mewah pakaian, aksesoris hingga kendaraan dan melupakan janji dan bujuk rayu yang dilancarkan sebelum terpilih. Karenanya, dapat dimengerti kemuakan itu bertransformasi menjadi penurunan partisipasi pada pemilihan umum. Estimasi pengamat politik LIPI, Siti Zuhro, jumlah pemilih yang tidak akan ikut serta pada pemilihan umum 2014 diperkirakan berada di atas 30%.8 Padahal, pada tiga pemilihan umum sebelumnya trend Penurunan angka pemilih jika merujuk kepada argumentasi Ignatius Wibowo adalah disebabkan cita-cita demokrasi (dari rakyat untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat) melalui pemilihan umum telah terbelok –kalau tidak sengaja dibelokkan- menjadi jalur membuat kaya politisi dan membonceng kepentingan borjuis. Alih-alih membuka pintu gerbang kemakmuran, pemilihan umum DPR maupun kepala daerah dan presiden, menjadi pintu gerbang politisi melakukan akumulasi kekayaan.10 Kata Ignatius11, demokrasi pada era globalisasi hanya berarti sebuah metode pemilihan pemimpin lewat voting, tidak ada hubungannya dengan kedaulatan rakyat atau warga negara, karena hanya menguntungkan pelaku politik yang sebagiannya telah menjadi bandit demokrasi. Lalu, apakah pemilihan umum sebagai instrumen utama demokrasi masih relevan? Sekalipun angka Golput menyiratkan penolakan terhadap instrumen sirkulasi kursi kekuasaan ini, seperti optimisme Paul Rowland dan Adhyaksa Dault,12 nampaknya cuma pemilihan umumlah satusatunya jalan hingga hari ini untuk membuat negara terus menerus –belajar- demokratis dan partai politik tetap menjadi pilar utamanya. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 II. Pemilu dan Partai Politik 7. http://nasional.kompas.com/read/2013/07/ 23/1743098/Makin.Sering.Ikuti.Berita.Masyarakat.Makin.Muak. pada.Politik. Diakses 22/02/2014. 8. http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/214/002/05/peneliti-lipi-perkirakan-angka-golput-pemilu-2014-bakal di-atas-30-persen, diakses 22/02/2014. 9. Lembaga Survei Indonesia. Pemilih Mengambang dan Prospek Perubahan Kekuatan Partai Politik. Survei Nasional, 15-25 Mei 2011. 10. Kompas, 6 Agustus 2008, Inilah Zaman Bandit Berkeliaran. 11. Kompas, 8 Oktober 2003, Demokrasi untuk Indonesia?. 12. Paul Rowland. One Pillar of Democracy: the Importance of Political Parties. Presentasi pada acara ‘Kader Bangsa Fellowship Program’, Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan. Jakarta, 6 Juli 2011; Adhyaksa Dault. 2012. Menghadang Negara Gagal, Sebuah Ijtihad Politik. Jakarta: Rene Book. hlm. 200. 36 Politisi Alay di tengah Rakyat Galau : Wahai Partai Politik, Berperanlah! Belajar demokrasi di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sebelum Indonesia merdeka. Musyawarah berbagai golongan seumpama pertemuan Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan Jong Ambon, dan berbagai agama untuk mencapai mufakat telah dilaksanakan. Bermimpi memiliki negara Indonesia yang demokratis juga sudah ada sejak pertemuan para pemuda tahun 1928 dan mencapai kemufakatan isi sumpah yang kemudian diproklamirkan. Cita-cita negara demokratis semakin eksis ketika Pemilihan Umum pertama tahun 1955 terlaksana. 172 partai politik ikut serta, Namun tiada keributan tercipta, menjaga negara yang masih berusia muda, 10 tahun.13 PNI, Masyumi, NU dan PKI menjadi empat partai dengan peroleh suara di atas 10 %. Berikutnya, Pemilihan Umum kedua baru dilakukan pada era Orde Baru tahun 1971 dan diteruskan tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Total Indonesia sudah berpengalaman melaksanakan 10 kali pemilihan umum, termasuk pemilihan umum pada era reformasi tahun 1999, 2004 dan 2009. Pertanyaan berikutnya, apakah dengan persiapan pra Republik dan 10 kali pemilihan umum dalam kondisi telah menjadi Republik itu Indonesia belum juga belajar demokrasi? Jawabannya tentu sudah. Namun, akhir-akhir ini Indonesia semakin mahir mempraktekkan demokrasi liberal yang tersandera oleh kerakusan pasar dan kepentingan kartel bisnis, tidak hanya oleh para politisi tetapi juga para pemilik modal yang membonceng para politisi yang masuk ke parlemen. Akibatnya, ketika para politisi ini duduk di parlemen, pasal-pasal dalam undang-undang yang ditetapkan oleh politisi produk pemilihan umum itu menjadi milik para pemodal. Pendaftaran revisi undang-undang strategis hasil kerja DPR oleh organisasi masyarakat sivil melalui Mahkamah Konstitusi adalah manifestasi adanya jual beli pasal di DPR.14 Keadaan ini semakin menjauhi semangat 'eka sila' gotong royong, hasil peras dari Pancasila, seperti yang dikemukakan Bung Karno ketika sidang BPU PKI tentang dasar negara pada 1 Juni 1945.15 Apapun, sebelum membahas sikap rakus tersebut, teori politik tentang pemilihan umum dan partai politik penting juga diuraikan terlebih dahulu. Secara teori, pemilihan umum sebenarnya merupakan sarana menunjukkan rakyat berdaulat. Pemilihan umum yang berkualitas dapat diukur dari dua sisi, proses dan hasil pemilihan umum itu sendiri. Dari sisi proses pemilihannya, taat kepada asas demokratis, aman, tertib, lancar serta jujur dan adil. Sedangkan dari sisi hasil, pemilihan umum berkualitas adalah yang menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin yang mampu menyejahterakan rakyat serta mampu mengangkat martabat bangsa di mata dunia. 16 Artinya, pemerintahan demokrasi seharusnya adalah pemerintah yang takluk kepada persetujuan mayoritas rakyat dan menjalankan tugas-tugas dan kebijakannya untuk melaksanakan kehendak rakyat dengan memperhatikan perasaan kelompok minoritas. Prasyarat demokrasi sebegini adalah adanya suasana yang lebih terbuka untuk berpolitik dimana rakyat dapat melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan politik, termasuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Namun, menurut Milbrath17 seseorang akan merasa peka dan melibatkan diri dalam kegiatan politik apabila telah mempunyai sikap, persepsi, minat, dan pemahaman yang cukup mengenai politik. Sikap, persepsi dan pemahaman tentang politik rakyat ditentukan oleh berperan atau tidaknya partai politik dalam melakukan dan mempraktekkan politik ideologis dan ideal. Sayangnya, peran itu belum –untuk mengatakan tidak- dilakukan oleh partai politik. Pendidikan politik hanya dilakukan oleh media informasi atau aktoraktor politik lokal yang bersifat patronase. Keterlibatan seseorang dalam kegiatan politik seperti memasuki organisasi politik dan dapat mengikuti perkembangan politik sepenuhnya bergantung kepada media massa. Padahal, media terkadang juga dikawal oleh kepentingan partai tertentu yang sudah terlanjur alay dan pragmatis. 13.Menurut Adhyaksa Dault. 2012. Menghadang Negara.. hlm. 106: “ Bahkan, Ketua Umum Partai Masyumi M. Natsir dan Ketua Komite Sentral (CC) PKI DN. Aidit, yang secara ideologis sangat berseberangan pun, di luar urusan politik mereka tetap bisa menjalin tali silaturrahim…mereka sering minum kopi bersama di kafe DPR..”. 14. http://mediaumat.com/media-utama/ 3564-71-jual-beli-pasal-membela-yang-bayar.html. Diakses 21/02/2014. 15. Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2012. Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI. 16. Rozali Abdullah. 2009. Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas. Jakarta: PT. Raja Grando, hlm.3. 17. Milbrath, Lester. 1965. Political Participation, How and Way, Do get Involved in Politics. Chicago: Rand McNally, hlm.68. 37 JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Maka bagi seseorang yang menyerap “ilmu politik” dari media, terutama ilmu trik pencitraan, nampak akan cenderung menjadi politisi alay dan pragmatis. Oleh karena itu, substansi pemilihan umum yang demokratis akan ditentukan oleh partai politik yang berkualitas. Partai politik tetap menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi penentuan kekuasaan dan kepemimpinan politik masa datang. penguasaan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil. (A political, party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benets and advantages); Kedua, menurut R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka; Ketiga, Sigmund Neumann dalam bukunya modern political parties mendenisikan Partai Politik sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk mendapat kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham (A political party is the articulate organization of society's active political agents; those who are concerned with the control of governmental polity power, and who compete for popular support with other group or groups holding divergent views). Miriam Budiardjo sendiri membuat kesimpulan bahwa partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Pelaksanaan pemilihan umum Indonesia instrumen utamanya jelas partai politik. Undang-Undang nomor 2 tahun 2008 pasal 1 mendenisikan partai politik sebagai “..organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, rakyat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Maka, partai politik seperti juga cita-cita dilaksanakannya pemilihan umum adalah untuk menegakkan Dari beberapa denisi ini, dapat keberpihakan kepada rakyat Indonesia secara disimpulkan bahwa partai politik sepatutnya umum. menjadi organisasi yang dibentuk oleh sekumpulan orang yang memiliki cita-cita yang Secara ideal, partai politik merupakan sama untuk benar-benar memperjuangkan wahana bagi kumpulan individu yang memiliki dan membela kepentingan politik rakyat, aspirasi politik yang sama untuk mempengaruhi bangsa dan negara, serta memelihara jalannya pemerintahan.18 Miriam Budiardjo19 keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD menguraikan beberapa pengertian partai 1945. politik sebagai berikut: Pertama, menurut Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok Secara teori pula, menurut Miriam manusia yang terorganisir secara stabil dengan Budiarjo,20 partai politik juga memiliki empat tujuan merebut atau mempertahankan fungsi, yaitu: 18. Adhyaksa Dault. 2012. Menghadang Negara.., hlm. 199. 19. Miriam Budiardjo. 2000. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, hlm. 161. 20. Miriam Budiardjo. 2000. Pengantar Ilmu.., hlm. 163-164. 38 Politisi Alay di tengah Rakyat Galau : Wahai Partai Politik, Berperanlah! (i) Sebagai sarana komunikasi politik, dengan landasan bahwa sistem politik yang sehat harus didukung oleh komunikasi politik yang dijalankan dan digiatkan oleh partai-partai politik. Fungsi komunikasi politik ini adalah fungsi utama partai politik seperti yang diungkap Gabriel Almond:21 “all the function performed in the political system – political socialization and recruitment, interest articulation, interest agregration, rule making, rule application, and rule adjudication – are performed by means of communication. (Semua fungsi yang terdapat dalam sistem politik –sosialisasi dan rekrutmen politik, perumusan kepentingan, penggabungan kepentingan, yang dapat menghasilkan peraturan serta kemudian menjalankan peraturan tersebut- adalah merupakan bagian dari kajian komunikasi). Secara sederhana fungsi komunikasi politik partai politik artinya partai berperan sebagai jembatan antara pemerintah dan rakyat. Partai politik menampung aspirasi, tuntutan dan protes rakyat, agar dapat dirumuskan dan disampaikan melalui kader-kader partai kepada pemerintah atau yang menjabat s eb a ga i p em eri nta h. S el a i n i tu, f ungs i komunikasi politik bermaksud bahwa partai sebagai pembicara dan transalator untuk menterjemahkan kebijakan pemerintah yang menggunakan bahasa teknis kedalam bahasa yang mudah dipahami rakyat dan menyebarluaskan apa yang merupakan rencana atau kebijakan umum kepada rakyat. (ii) Fungsi partai politik juga sebagai alat sosialisasi politik yang artinya partai politik berorientasi membangun pemikiran rakyat akan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Dalam metode penyampaiannya, sosialisasi politik yang dilakukan oleh sebuah partai politik dibagi menjadi dua cara: pertama, proses sosialisasi dialogis antara pemberi pesan dan penerima pesan. Melalui proses ini, rakyat akan mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, simbolsimbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sebuah sistem politik. Pendidikan politik dialogis juga dipandang sebagai proses interaksi antara pendidik (sekolah, pemerintah, partai politik) dan peserta didik (rakyat) dalam rangka pemahaman dan pengamalan nilainilai, norma-norma dan simbol-simbol politik yang dianggap ideal dan baik. Partai politik dalam sistem politik yang demokratis, melaksanakan fungsi sosialisasi politik seperti ini; Kedua, proses sosialisasi yang bersifat indoktrinasi atau proses sepihak dimana penguasa memobilisasi dan memanipulasi rakyat untuk menerima nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol yang dianggap oleh yang sedang berkuasa sebagai sesuatu yang ideal dan baik. Melalui proses peng-arahan yang bersifat psikologis, partai politik dalam sistem politik yang totaliter dan diktatorial melaksanakan fungsi sosialisasi politik dengan bentuk ini. (iii) Partai sebagai alat rekrutmen dan kaderisasi yang bermaksud bahwa partai politik sebagai sarana meningkatkan partisipasi politik rakyat atau memiliki andil dalam hal: menyiapkan kader-kader pimpinan politik; melakukan seleksi terhadap kader-kader baru; serta perjuangan untuk menempatkan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari rakyat pada jabatan-jabatan politik yang bersifat strategis. Makin besar andil partai politik dalam memperjuangkan kader yang terpercaya, maka makin berhasil partai politik meningkatkan posisi tawarnya untuk memenangkan perjuangan politik jangka panjang serta menunjukkan indikasi bahwa peran partai politik sebagai sarana rekrutmen politik berjalan secara efektif (iv) Partai sebagai sarana penyelesai konik. Dalam situasi sosial yang bersifat heterogen seperti Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam etnis, agama dan lapisan ekonomi, akan terdapat celah munculnya konik. Peran partai politik sangat diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau sekurangkurangnya meminimalisasi sebab-sebab gesekan dan konik yang akan muncul. Dari empat fungsi partai politik ini, fungsi kaderisasi dan rekrutmen adalah yang paling utama. Kaderisasi menentukan kualitas partai politik dan politisi juga menghadirkan pemilihan umum yang benar-benar bermanfaat bagi rakyat. Sayangnya, rekrutmen politisi oleh partai politik di Indonesia kebanyakan terjadi setelah pemilihan umum semakin dekat. Tidak pernah ada waktu lama untuk melaksanakan kursus-kursus politik. Tiada pembekalan berjenjang. Apalagi evaluasi pembacaan terhadap kapasitas dan integritas kader baru yang terkadang hanyalah “kutu 21. Almond, Gabriel A., & James S. Coleman (Ed.). 1960. The Politics Of The Developing Areas. Princenton NJ: Princenton University Press. 39 Rumusan teoritiknya, setiap anggota partai belum tentu dapat menjadi kader. Hanya kaderlah yang patut dimajukan sebagai calon legislatif atau pemimpin eksekutif. Untuk menjadi seorang kader partai politik, maka seseorang harus mengikuti proses seleksi ketat menjadi kader. Proses seleksi ini berbentuk pendidikan politik yang tujuannya meningkatkan kualitas dan karakter kader sebagai calon pemimpin. Proses pendidikan ini dapat dibagi dalam tiga fase, antara lain:26 fase pemahaman arti organisasi, penanaman loyalitas dan dedikasi; fase membuka wawasan berpikir yang berdasarkan ideologi partai, dan menyatukannya dengan dinamika dan kreativitas dalam pengembangan organisasi; dan fase membentuk individu yang memiliki kemampuan konseptual, berkir sistematis dan strategis, mampu menganalisis peristiwa politik serta mampu merancang strategi ke depan. Jenjang terakhir diperuntukan bagi calon-calon politisi. Pada fase ini kader akan digodok menjadi caloncalon politisi yang akan menduduki jabatan legislatif maupun eksekutif. Apakah Sutan dan Ruhut sudah diproses dalam fase-fase ini? Tentu saja bukan hanya partai demokrat yang alpa kaderisasi, partai-partai lain juga berperangai sama, menampilkan “kader-kader” yang terjun bebas dalam kancah politik. Akibatnya adalah menimbulkan kegalauan politik dan kebangsaan. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 loncat” politik, terbang dari satu partai ke partai lainnya. Fungsi partai hanya menjadi wadah rekrutmen politisi dadakan untuk memenuhi syarat dan logistik partai menjelang pemilihan umum. Padahal partai politik sungguh perlu melakukan proses kaderisasi yang bertujuan untuk membentuk kader-kader partai yang berkualitas. Sekali lagi, hanya dengan memiliki kader-kader yang berkualitas maka sebuah partai politik bisa mempunyai kesempatan yang besar untuk mengembangkan partai lebih besar lagi. Kamus Umum bidang hukum dan politik22 mengartikan kaderisasi sebagai proses, cara, membentuk seorang kader. Sedangkan kader itu sendiri memiliki dua pengertian23 (i) orang yang disiapkan untuk memegang jabatan penting dalam pemerintahan, partai, unit kerja dan sebagainya; (ii) Kader adalah orang yang diharapkan bakal mampu memangku jabatan yang penting dikemudian hari. Singkatnya, kaderisasi merupakan sebuah proses penyiapan sumber daya manusia agar kelak mereka menjadi para pemimpin yang mampu membangun peran dan fungsi organisasi secara lebih bagus. 2 4 Dalam pengkaderan itu sendiri terdapat dua persoalan penting. 25 Pertama, bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk meningkatkan kemampuan anggota, baik keterampilan maupun pengetahuan; Kedua, adalah kemampuan untuk menyediakan stok kader atau individu yang dikhususkan ditempati oleh kalangan muda. Kemampuan sebuah partai politik untuk melakukan proses kaderisasi terhadap anggota-anggotanya sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengurus sebuah partai politik dalam menyediakan pendidikan dan pelatihan secara intensif pada bidang-bidang tertentu terhadap kader-kadernya. Sejumlah artis ikut serta menjadi politikus dadakan III. Kegalauan Rakyat Indonesia Berbeda dengan alay, kata galau walau saat ini menjadi semakin tenar, kata itu ada dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI galau berarti kacau tidak 22. Zainul Bahri. 1996. Kamus Umum, Khususnya Bidang Hukum dan Politik. Bandung: Angkasa. 23. Peter Salim. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. 24. Koirudin. 2004. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.113 25. Koirudin. 2004. Partai Politik.., hlm. 114 26.Rochayat Harun dan Sumarno. 2006. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung: Mandar. 40 ? ? ? ? ? Politisi Alay di tengah Rakyat Galau : Wahai Partai Politik, Berperanlah! keruan (pikiran).27 Dalam pengertian sederhana galau juga berarti: suasana hati dan kiran yang kacau atau tidak karuan, karena menghadapi satu atau banyak masalah. Suasana hati dan kiran inilah yang sebenarnya sedang dihadapi oleh rakyat Indonesia saat ini. Rakyat galau karena terlampau banyak masalah. Di tengah kehadiran bencana alam yang silih berganti, kasus-kasus korupsi yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi memperlihatkan bahwa mereka yang tertangkap, politisi elit-elit negeri produk pemilihan umum dan pilkada, seolah sedang berdendang dan menari-nari mengumpulkan harta hasil korupsi. Berbagai merek kendaraan dikoleksi, dari Innova hingga Ferrari. Dari Harley Davidson hingga Lamborghini. Sedangkan di sisi lain masalah dihadapi rakyat semakin hari semakin menjadi-jadi. Tidak hanya bencana alam; lapangan pekerjaan, tanah yang dimonopoli perusahaan-perusahaan besar, pendidikan dan kesehatan yang katanya gratis tetapi berbayar, telah membuat rakyat semakin rusuh hati sambil terus menjadi penonton akrobat politisi. Kegalauan rakyat semakin menemui titik kulminasi ketika produk perundangan yang dihasilkan lebih menyebelah pihak industri dan korporasi daripada mendorong terwujudnya ekonomi kerakyatan. Adanya UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air, UU No 27/2003 tentang Panas Bumi (Geothermal), UU No 5/1960 tentang Agraria, dan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No 9/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang pasal-pasalnya masih memberi peluang terjadinya penghisapan kaum modal dan berpunya terhadap rakyat miskin, kaum tani, buruh dan nelayan menjadi bukti. Produk DPR yang akan digugat kelompok masyarakat sivil ke Mahkamah Konstitusi adalah sinyal bahwa undang-undang yang dihasilkan cacat sosial, tidak beralaskan keadaan sosial ekonomi rakyat yang memilih mereka.28 Kegalauan rakyat semakin beralasan jika melihat perebutan tanah yang terjadi antara kaum tani miskin dengan negara plus korporasi. Laporan HuMa 2012, sepanjang enam tahun sudah terjadi konik perebutan tanah dan sumber daya alam yang manifest di 22 provinsi dan 98 kabupaten di Indonesia.29 Dominasi korporasi perkebunan, kehutanan dan pertambangan atas tanah membawa derita kepada rakyat Indonesia, terutama kaum tani agraris. Pemerintah dan legislatif yang dihasilkan melalui partai politik dan pemilihan umum seakan lebih berpihak kepada korporasi daripada membela rakyat. Padahal, sebelumnya rakyat terus menerus distimulus untuk berpartisipasi pada setiap pemilihan umum. Rakyat dimotivasi untuk datang ke bilik pencoblosan, tapi hak-hak ekonomi dan sosialnya masih saja diabaikan oleh negara. Para politisi –seperti digambarkanoleh almarhum Ignatius Wibowo, 3 0 yang meminjam tesis Mancur Olson, 3 1 sudah menunjukkan karakternya menjadi banditbandit demokrasi, baik bandit menetap (stationary bandits) maupun bandit mengembara (roving bandits). Kedua jenis bandit demokrasi itu membahayakan negara dan rakyat yang telah memilih demokrasi, pemilu dan partai ppolitik sebagai pilihan cara sirkulasi kekuasaan. Atau, seperti dinyatakan oleh Yudi Latif, keberpihakan politisi yang menjadi pemimpin dan wakil rakyat itu adalah hanya kepada elit-elit partainya (ashobiyah/fundamentalisme kelompok) dan kepada pasar (fundamentalisme pasar), kecenderungannya hanya kekuasaan (the will to power) dan kesenangan (the will to pleasure), bukan membela demos sebagai inti demokrasi.32 Demokrasi sejati tidak tercipta dan 27. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV (2008). Hal: 407 28. http://muslimdaily.net/berita/ekonomi/ setelah-uu-migas-muhammadiyah-siap-menggugat-uu-minerba.html diakses 25/02/2014 29. http://www.mongabay.co.id/2013/02/16/ tersebar-di-98-kabupaten-konik-agraria-didominasi-sektorperkebunan-dan-kehutanan/. Diakses 22/02/2014. 30. Kompas, 8 Oktober 2003, Demokrasi untuk Indonesia?. 31. Mancur Olson. 2000. Power and Prosperity. New York: Basic Book. 32. http://www.republika.co.id/berita/kolom/ resonansi/14/02/18/n16out-pimpinan-idaman. Diakses 22/02/2014 41 ? JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 justru Indonesia menuju kepada kemungkinan tugasnya menciptakan wakil rakyat sejati. negara gagal. 33 Rakyat sangat mampu menghukum partai politik jika perangai partai dan politisi yang Kegalauan rakyat yang juga menjadi diproduksinya tetap tidak berubah. Seperti kegalauan sebagian pemikir seperti Ignatius kata David moon tentang voting behaviour, Wibowo, Yudi Latif dan Adhyaksa Dault rakyat pemilih dapat menghitung lagi sepatutnya menjadi perhatian para praktisi keuntungan dan kerugian atas keputusan politik menjelang pemilihan umum legislatif mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih.34 April 2014 ini. Walaupun sah seorang artis, orang kaya dan keturunan keluarga terpandang Karena partai politik seharusnya menjadi politisi, dan sah juga apabila Sutan menjadi sarana membangun kesadaran dan Ruhut dan politisi sejenisnya mencalonkan anggotanya tentang politik ideologis, maka diri di pemilihan umum, kebimbangan tugas partai juga membuat mereka dapat terhadap kemampuan mereka menjadi wakil berprilaku berbangsa dan bernegara yang dan menyuarakan rintihan derita rakyat tetap benar melalui pendidikan politik dan karakter meragukan. Mereka lebih memihak partai dan ideal di internal partai. pasar. Point departure mereka adalah kelompok warga negara yang biasa hidup IV. Penutup tanpa masalah karena pengakuan mereka Pemilihan umum 2014 tinggal sudah dilahirkan kaya. Jika memang mereka terpaksa diterima menjadi politisi maka disinilah menghitung hari. Kegalauan rakyat tetap harus pentingnya peran partai politik, membentuk dijawab dengan solusi. Partai politik berperan karakter mereka menjadi wakil rakyat sejati, penting memberi jawaban kepada rakyat bukan memberdayakan mereka semata-mata dengan memproduksi sebanyak mungkin sebagai pusat perhatian atau model cantik orang-orang baik, jujur, sederhana dan dan tampan untuk menjadi pendulang suara m e m b a w a s o l u s i . P a r t a i p o l i t i k j u g a bertanggung jawab untuk mencampakkan (vote gathering). jauh-jauh orang yang pernah terlibat dalam Partai politik juga harus berhenti partainya tapi terbukti terkait korupsi atau merekrut anak-anak orang kaya demi t e r b u k t i b e r k o n s p i r a s i m e n g h i a n a t i kepentingan menambah pundi logistik partai. kepercayaan rakyat dan kepercayaan partai Partai politik dan pemimpin partai sepatutnya yang mencalonkannya. insaf bahwa loyalitas terhadap organisasi akan Akhirnya, kegundahan Ignatius ditunjukkan dengan kesediaan anggotanya memberikan sumbangan atau berkorban Wibowo tentang semakin merajalelanya untuk organisasi, samaada nansial, tenaga bandit-bandit demokrasi di Indonesia dan maupun kiran. Kalau seorang politisi loyal kekhawatiran Adhyaksa Dault tentang negara terhadap marhaenisme PDIP tentu dia akan Indonesia yang berpotensi menjadi negara berkorban untuk tegaknya ideologi itu, atau gagal, serta kerinduan Yudi Latif kepada kalau dia loyal terhadap politik Islami PPP dan Pemimpin Idaman, harus menjadi tantangan partai sejenisnya tentu dia akan berkorban bagi partai politik melaksanakan fungsi untuk menegakan ide-ide sistem politik yang kaderisasi dan penyelesai masalah, serta Islami. Rakyat pasti inginkan wakil rakyat yang menegakkan khittah asalnya sebagai kawah merupakan produk partai politik adalah candradimuka melahirkan politisi yang dicintai personal yang rela berkorban, jujur, sederhana rakyat. Partai Politik demos akan melahirkan dan menjadi solusi bagi problem rakyat, bukan politisi demos. Sebaliknya, politisi alay jangan personal yang alay, menumpuk-numpuk, diberi ruang lagi. Jika partai masih memberikan orang-orang alay kesempatan, seperti pesan pamer harta dan cari perhatian. Nabi Muhammad ketika berdialog dengan Rakyat akan semakin memperlihatkan para sahabatnya, kita akan menunggu saja kuasanya jika partai politik dan para politisi “apabila sesuatu urusan diserahkan kepada semakin sibuk berhias, melakukan branding diri b u k a n a h l i n y a , m a k a t u n g g u l a h s a a t menjelang pemilihan umum dan melupakan kehancurannya” (HR. Bukhari). 33. Ignatius WIbowo. 2010. Negara dan Bandit Demokrasi. Jakarta: Kompas; Adhyaksa Dault. 2012. Menghadang Negara Gagal: Sebuah ijtihad politik. Jakarta: Renebook. 34. Hasanuddin M. Saleh. Perilaku Tidak Memilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung Di Riau: Suatu Bahasan Awal. Makalah pada seminar yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana Universitas 42 Politisi Alay di tengah Rakyat Galau : Wahai Partai Politik, Berperanlah! 43 DAFTAR PUSTAKA Sumber Laman Internet: Adhyaksa Dault. 2012. Menghadang Negara Gagal, Sebuah Ijtihad Politik. Jakarta: Rene Book. Almond, Gabriel A., & James S. Coleman (Ed.). 1960. The Politics Of The Developing Areas. Princenton NJ: Princenton University Press. Miriam Budiardjo. 2000. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Hasanuddin M. Saleh, Perilaku Tidak Memilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung Di Riau: Suatu Bahasan Awal, Makalah pada seminar yang diselenggarakan Program Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana Universitas Riau, 2 September 2007 di Pekanbaru Ignatius WIbowo. 2010. Negara dan Bandit Demokrasi. Jakarta: Kompas. Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 Kompas, 6 Agustus 2008, Inilah Zaman Bandit Berkeliaran. Kompas, 8 Oktober 2003, Demokrasi untuk Indonesia? Lembaga Survei Indonesia. Pemilih Mengambang dan Prospek Perubahan Kekuatan Partai Politik. Survei Nasional, 15-25 Mei 2011. Mancur Olson. 2000. Power and Prosperity. New York: Basic Book. Milbrath, Lester. 1965. Political Partisipation, How And Way, Do Get Involved In Politics. Chicago: Rand Mcnally. Wisnu Nugroho. 2010. Pak Beye dan Politiknya: Tetralogi Sisi Lain SBY. Jakarta: Buku Kompas. Paul Rowland. One Pillar of Democracy: the Importance of Political Parties. Presentasi pada acara 'Kader Bangsa Fellowship Program', Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan. Jakarta, 6 Juli 2011 Peter Salim. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2012. Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI. Rochayat Harun & Sumarno. Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung: Mandar Rozali Abdullah. 2009. Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas. Jakarta: PT. Raja Grando. Zainul Bahri. 1996. Kamus Umum, Khususnya Bidang Hukum Dan Politik. Bandung: Angkasa. http://muslimdaily.net/berita/ekonomi/setelah -uu-migas-muhammadiyah-siap-menggugatuu-minerba.html. Diakses 25/02/2014 Diakses 22/02/2014. http://www.mongabay.co.id/2013/02/16/ters ebar-di-98-kabupaten-konik-agrariadidominasi-sektor-perkebunan-dankehutanan/. Diakses 22/02/2014. Diakses 22/02/2014. http://www.republika.co.id/berita/kolom/reso nansi/14/02/21/n1aidz-risma-menanglahsebagai-marhaen-sejati Diakses 25/02/2014. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 http://www.urbancult.net/2013/04/25/06042013-0913-wib-08042013-2258-wib/ 44 8. Miles de personas protestan en Brasil por alza del transporte público EFE, Jueves, 13 de Junio 2013 | 10:15 pm 9. video.es.msn.com/...manifestacion... brasilenos/x9dpvg...Telesur, La Senal Informativa de America Latina Membangun Gerakan Politik Kerakyatan -Refleksi Pengalaman Pemilu Amerika Latin- Afrika handful of elite representing the interests of bureaucratic and comprador capitalists and The article begins by describing a little about landlords who serve the foreign capital and the the political game and the hypocrisy of the elite imperialist forces headed by the United States. class who unscrupulously acted against the will of the people reected in the votes cast for PDI- The last part of the article introduces Arundhati P in the 1999 elections, in order to safeguard the Roy, a prominent Indian intellectual who interests of the dominant class in Indonesia. The exposes the real meaning of "democracy" concerns of the reactionary click about the practiced in her country. The reality over the last policies which could have been taken by 50 years which has proved that the people of Megawati as President were totally groundless India have no access to the "democratic" state and it had been proved by the absence of any institutions led her to believe that the only noteworthy change when the chairwoman of solution is a systemic change. the PDI-P held ofce as president. The vast majority of the people are the one most This article does not pretend to explain in detail interested that there is a fundamental change the electoral system in force in Latin American which will bring about a genuine people's and African countries. What I would like to democracy where their rights and interests will emphasize is the similarity that is clearly visible in be protected. Therefore, it is only the people the policies and practices of the social themselves who will be able to make it happen. democratic presidents who came to power Thus, there is no other way except to gradually after their parties won the election in countries b u i l d a s t r o n g a n d i n d e p e n d e n t m a s s like Paraguay, Brazil and South Africa. Social movement involving millions of peasants, democratic parties have failed to solve the workers, urban poor, shermen and other fundamental problems faced by semi-feudal working class to ght together to free semi-colonial countries, namely the problem of themselves from exploitation and repression. peasants and the issue of land. The failure of solving this key issue makes it impossible to move I. Permainan politik dan konspirasi mengabdi further to deal with poverty, the gap between kepentingan klas yg berdominasi the poor who have nothing and the few who Ketika Suharto lengser tahun 1998, have everything and other social problems banyak orang mengharapkan sebuah inherent in a society based on exploitation. perubahan besar terjadi dengan apa yang To explain the similarities in the "results" dinamakan era reformasi. Berbagai macam a c h i e v e d b y t h e s o c i a l d e m o c r a t i c partai politik bermunculan, berlomba dalam governments, it is necessary to refer to the pemilihan umum legislatif. Dalam pemilu 1999 notion of base and superstructure. The di mana turut serta 43 partai politik, PDI-P superstructure is the whole of legal and political berhasil menjadi partai terbesar dengan institutions, religion, ideology and culture which memenang-kan 33.74% dari suara pemilih are founded on the economic structure/base. (data dari Wikipedia). Namun suara mayoritas The legislation and presidential election system rakyat dengan terang-terangan diabaikan could be different from one country to another. dan melalui lobi-lobi di antara apa yang However, as part of the superstructure, its class d i n a m a k a n “ p o r o s t e n g a h ” M e g a w a t i nature could only be two: on the side of the Sukarnoputri digagalkan untuk menduduki majority of the people or on the side of a jabatan Presiden. Hasil dari kompromi akhirnya Executive Summary JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Oleh Tatiana Lukman 46 Membangun Gerakan Politik Kerakyatan -Refleksi Pengalaman Pemilu Amerika Latin- Afrika menaikkan Gus Dur yang partainya hanya pekerja lainnya. Demokrasi borjuis atau meraih suara 12,61%. demokrasi semu memang bukan demokrasi yang memberi ruang partisipasi seluas-luasnya Dengan kekuasaan di tangannya, Gus kepada rakyat jelata. Hasil pemilu yang lahir dur menjalankan politik cukup positif yang dari demokrasi semu itupun bisa diabaikan merugikan kekuatan klik reaksioner, kaum Islam dan dimanipulasi. Belum lagi korupsi dan politik fundamentalis dan golongan militer kanan uang yang selalu bergandengan tangan erat yang ingin mempertahankan Dwifungsi dan dengan pemilu. Semua ini sudah menjadi dominasinya. Pernyataan permintaan maaf pengetahuan umum. kepada para korban dan keluarga pembunuhan 1965 serta seruannya untuk II . Sosial Demokrasi di Amerika Latin menghapus Tap MPRS No.25/MPRS/1966 melahirkan kontraversi bahkan di kalangan pendukung partainya sendiri. Dari segi struktur ekonomi tidak ada perubahan apapun. Pemerintahan Gus Dur memenuhi semua komitment dengan IMF dan Bank Dunia. Pembayaran hutang dan proses privatisasi jalan terus. Kepentingan kaum buruh, kaum tani dan rakyat pekerja lainnya sama sekali tidak mendapat perhatiannya. Walaupun demikian, kebijakannya yang agak positif sudah cukup untuk membuat koalisi yang dulu telah mengusungnya ke Istana Merdeka berkonspirasi kembali guna menjatuhkannya. Penggunaan kasus dana Sultan Brunai, pembongkaran korupsi Gokar di Bulog serta pengerahan massa mahasiswa yang berada dibawah pengaruh klik reaksioner, seperti KAMMI (Komite Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), Gerakan Pemuda Ka'bah, berhasil memaksa Gus Dur turung panggung. Megawati yang tadinya dijegal oleh poros tengah, akhirnya menjadi Presiden. Selama masa jabatan Megawati, rakyat yang telah memberi suara dan mengharapkan satu perubahan yang menguntungkan kepentingannya, sangat dikecewakan. IMF, Bank Dunia dan lembagalembaga imperialis lainnya terus menikmati kedudukan yang dihormati; kaum borjuis birokrat dan komprador terus mengabdi kepentingan kantong-nya sendiri dan korporasi-korporasi multinasional; kekayaan alam tanah air terus dirampok dan dibawa keuntungannya ke luar negeri. Jangankan melawan kaum imperialis dan neo-kolonialis, merehabilitasi ayahnya sendiri saja Megawati tidak berani! Sistim pemilihan Presiden di Paraguay menetapkan seorang calon dapat terpilih menjadi presiden kalau Partainya mampu meraih paling sedikit 1 suara lebih dari suara yang dicapai calon Partai lainnya. Calon Presiden tidak harus mencapai 50% suara, oleh karena itu pemilihan hanya dilakukan satu putaran saja. Jadi seorang calon presiden bisa menang hanya dengan 20% suara, selama tidak ada calon lainnya yang mencapai lebih dari itu.1 Sedangkan Kongres Nasional yang terdiri dari dua badan yaitu Dewan Senator Tak satupun di antara lebih dari 40 dan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan partai politik yang turut dalam pemilu ketika itu badan kekuasaan legislatif. mewakili kepentingan kaum tani, kaum buruh, Fernando Lugo, sebelum terpilih kaum nelayan, kaum miskin kota dan klas sebagai presiden dalam pemilu tahun 2008, 1. Sumber: http://elecciones.pyglobal.com 47 II.1. Kasus Paraguay Fernando Lugo http://www.taringa.net/posts/info/15068954/ Palabras-de-Fernando-Lugo.html presiden yang dianggap “kiri” ternyata tidak menghasilkan apa yang diharapkan oleh rakyat jelata yang sudah mendukung dan mengantarkannya ke kursi kekuasaan. Lugo tidak saja tidak memenuhi janjinya kepada rakyat tani, ia malah tidak ragu-ragu melahirkan undang-undang yang menindas mereka yang menagih dan mempersoalkan janji-janji yang tidak ia penuhi. Setelah satu tahun menunggu keadilan dari pemerintahan “kiri” Lugo yang tak kunjung datang, kaum tani mengambil keputusan untuk memulai kembali gerakan menduduki tanah untuk bisa terus hidup. 85% dari tanah (sekitar 30 juta hektar) dimiliki oleh 2% dari seluruh pemilik tanah. Mayoritas pemilik tanah terlibat dalam produksi extraktif (pertambangan) dan spekulasi tanah.3 Sedikit tanah yang masih dimiliki kaum tani mendapat serangan dari kaum kapitalis Brazil yang datang dengan kapitalnya untuk ditanam dalam pertanian kacang kedelai yang genetiknya sudah dimodikasi. Gerakan luas kaum tani menduduki tanah sekarang tidak mendapat dukungan Lugo. Sebaliknya Lugo mengirim tentara dan polisinya untuk menindas, menangkap dan membunuh mereka yang berani menuntut keadilan. Berkali-kali terjadi bentrokan dan kekerasan dari pihak yang berkuasa yang mengakibatkan banyak korban. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 adalah uskup roman katolik di Keuskupan San Pedro. Ketika itu ia mendapat julukan “Uskupnya orang-orang miskin”, karena kegiatannya yang mendukung tuntutan landreform kaum tani. Untuk turut serta dalam pemilihan presiden, Lugo masuk Partai Kristen Demokrat. Pencalonan Lugo sebagai presiden dalam pemilu didukung oleh “Aliansi Patriotik untuk Perubahan” yang terdiri dari partai-partai oposisi sosial demokrat, tengah-kanan dan gerakan rakyat luas dengan kaum tani sebagai faktor yang paling kuat. Kaum tani dengan gerakannya yang menuntut keadilan dan demokrasi selalu membuat pusing kepala diktator Stroessner2 dan kaum tuan tanah besar yang diwakili oleh Partai Colorado. Keberhasilan Lugo dalam mengalahkan calon dari Partai Colorado yang selalu berdominasi dalam sejarah politik Paraguay dan mewakili kaum tuan tanah besar dan kaum imperialisme, disambut dengan antusias oleh kaum kiri yang melihatnya sebagai solusi terhadap masalah kemiskinan dan keterbelakangan rakyat Paraguay. Begitu antusiasnya dan merasa mendapat contoh kongkrit tentang jalan tepat yang harus diambil untuk mengatasi kemiskinan, sampai-sampai Budiman Sudjatmiko pergi untuk menghadiri pengangkatan Lugo sebagai presiden pada bulan Agustus 2008. Kebijakan dan sepak terjang Pemerintahan Lugo yang semakin lama semakin menguntungkan kaum kanan bisa dimengerti kalau kita menganalisi komposisi klas dari partai dan grup yang ada dalam “Aliansi Patriotik Untuk Perubahan”. Salah satu partai dalam Aliansi adalah Partai Liberal Radikal Otentik (PLRO), sebuah partai dengan ideologi identik dengan Partai Colorado yang menempatkan wakilnya, Federico Franco, sebagai Wakil Presiden. Bagaimana mungkin merekonsiliasi kepentingan klas oligarki yang diwakili oleh PLRO dengan kepentingan klas kaum tani? Ini membuktikan bahwa selama masyarakat terbagi dalam klas, perjuangan Ketika masih menjabat Uksup di San klas tak dapat dihindarkan. Pedro, Lugo bersumpah untuk memperjuangkan landreform dan tuntutanLugo hanya punya jabatan sebagai tuntutan rakyat petani lainnya. Namun presiden. Selain dari itu, ia sama sekali tidak kenyataaan menunjukkan, duduknya seorang punya apa-apa, tidak punya alat untuk 2. Diktator Alfredo Stroessner berkuasa setelah melakukan kudeta pada tahun 1954. Tahun 1989 ia dijatuhkan oleh sebuah kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Andrés Rodríguez www.nytimes.com/2006/08/16/world/ a mericas/16cnd-stroessner.html?... 3. Censo Agropecuario Nacional 2008. 4-http://www.abc.com.py/edicion-impre… 48 Membangun Gerakan Politik Kerakyatan -Refleksi Pengalaman Pemilu Amerika Latin- Afrika memenuhi janjinya kepada rakyat petani dan tidak punya alat untuk melawan atau menolak permintaan dan tuntutan kaum imperialis melalui kaki tangan dalam negeri yang sama sekali belum dilucuti kekuasaannya. Kenyataan menunjukkan Lugo memilih menerima tuntutan kaum imperialis dari pada memenuhi janji-janjinya kepada kaum tani. Maka itu lahir dan disetujui undang-undang anti-teroris yang digunakan untuk memiliterisasi Paraguay bagian utara dengan penangkapan sewenang-wenang terhadap ratusan petani dan kriminalisasi terhadap gerakan petani dan para pemimpinnya. Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan polisi Paraguay, Lugo tidak ragu-ragu menerima kolaborasi para instruktur badan intelijen Kolombia yang terkenal kejahatan dan kekejiannya dalam menumpas gerakan rakyat. Ketegangan dan bentrokan antara kaum tani dan kaum tuan tanah yang selalu mendapat dukungan tentara dan polisi makin lama makin sering terjadi dalam skala semakin besar. Puncak dari kekerasan aparat kepolisian dalam usaha untuk mengusir kaum tani dan perlawanan kaum tani terjadi bulan juni 2012 di tanah milik mantan senator Partai Colorado, Blas Riquelme yang mengakibatkan 11 petani dan 6 polisi mati. Kejadian di Curuguaty yang terletak di Paraguay utara itu telah digunakan oleh kaum kanan yang berdominasi dalam Dewan Senat untuk melakukan “impeachment” terhadap Lugo. Pemungutan suara di Kongres yang menghasilkan 39 senator setuju dan hanya 4 yang menolak, memaksa Lugo untuk turun panggung. Dominasi politik Partai Colorado selama 61 tahun hanya diinterupsi selama 1376 hari. II.2. Kasus Brazil Berlainan dengan sistim pemilu di Paraguay, di Brazil sejak 1988 calon presiden baru diakui kemenangannya kalau ia mendapat suara mayoritas absolut dalam putaran pertama. Seandainya tidak ada calon presiden yang mencapai suara mayoritas absolut dalam putaran pertama, maka dua calon yang paling banyak menerima suara akan berlomba lagi di putaran kedua. Semua partai yang turut serta dalam pemilu, sepanjang putaran pertama berlangsung, diberi hak untuk mempromosi calonnya di kanal-kanal TV nasional selama 590 menit. Dalam putaran kedua setiap calon punya hak bicara untuk mempromosikan programnya selama 20 menit setiap hari. Pelayanan ini di subsidi oleh negara. Di samping itu, warta berita setiap kanal juga diwajibkan untuk meliput calon dan partainya selama 10 menit. Penggunaan media massa secara gratis ini dianggap sebagai sesuatu yang paling maju di Amerika Latin. Namun, patut ditambahkan bahwa setiap partai tak dibatasi waktu penggunaan radio dan televisi yang bisa mereka beli dengan sumber keuangannya sendiri.5 Dalam pemilu tahun 2002 dan 2006, Luiz Inácio Lula da Silva, ketua Partido de los Trabajadores (PT, sebuah partai sosial demokrat) muncul sebagai pemenang dalam putaran kedua. Dalam putaran pertama ia tidak berhasil mendapat suara lebih dari 50%. Kudeta kilat Paraguay menunjukkan sekali lagi bahwa kaum imperialisme dan kaum oligarki kanan lokal tidak akan pernah berhenti bersekongkol dan berkampanye untuk menciptakan situasi yang memberinya Luiz Inacio Lula da Silva kesempatan untuk mencegah terjadinya http://famosos.culturamix.com/historicos/ luiz-inacio-lula-da-silva reform-reform, sekalipun kecil, yang Lula berasal dari keluarga petani menguntungkan rakyat miskin. El Che pernah bilang “ En el imperialisme no se puede conar miskin dan semasa mudanya bekerja sebagai ni tantito asi....( Sedikitpun tak bisa kita percaya buruh pabrik metal, aktivis serikat buruh, promotor berbagai pemogokan dan kepada Imperialisme....). 4 demonstrasi besar buruh melawan kediktaturan dan pendiri PT. Logislah, dengan latar belakang seperti itu, rakyat pekerja 4.http://www.youtube.com/ watch?feature=player_detailpage&v=1HyWwijT2oU 5. Brasil - Instituto Federal Electoral www.ife.org.mx/documentos/DECEYEC/brasil.htm 49 Pada pemilu berikutnya, oktober 2010, PT mengajukan Dilma Vana Rousseff sebagai calon presiden. Ayah, seorang entrepreneur dari Bulgaria, Dilma Rousseff tumbuh besar dalam sebuah keluarga klas menengah atas.7 Namun, setelah terjadi kudeta militer 1964, Dilma sempat aktif dalam sebuah grup gerilya kota yang membawanya ke penjara dari 1970 sampai 1972. Diberitakan ia menderita penyiksaan algojo-algojo fasis militer. Sebelum diajukan menjadi calon presiden, Dilma pernah menjabat sebagai Menteri Energi dalam kabinetnya Lula dan kemudian dari 2005 sampai 2010 , Kepala Staf. Di bawah pemerintahan Lula selama dua periode, pada umumnya orang sudah tahu tidak ada perubahan berarti yang patut dicatat sebagai jasanya. Namun, ketika Dilma terpilih, berarti untuk ketiga kalinya Brazil dipimpin seorang politikus dari partai yang sama, masih ada saja orang yang berilusi Dalam artikelnya yang berjudul kepadanya, mengingat kegiatannya dulu “ D e c l a r a c i o n d e v o t o ” ( “ P e r n y a t a a n sebagai gerilya kota dan penderitaannya di pemberian suara”), Frei Betto,6 yang pada hadapan para algojo fasis. pemilu 2002 dengan sangat antusias mendukung pencalonan Lula, menderetkan karakteristik calon presiden yang ia cari dan kepada siapa ia ingin berikan suaranya. Antara lain, ia menginginkan seorang calon presiden yang dengan teguh dan tegas menjalankan reform struktural yang selalu dijanjikan namun tidak pernah diimplementasi; yang akan merevolusionerkan pelayanan kesehatan dan pendidikan; yang bersedia mengontrol dengan keras emisi karbon dioksida dan melindungi lingkungan seperti Amazon; yang bersedia mengubah politik ekonomi yang pada tahun 2008 telah mengalirkan 100.000 juta dolar Amerika untuk melunasi hutang Dilma Vana Rousseff dalam dan luar negeri, sedangkan untuk http://mulheresquehonramorole.blogspot.com/ 2011/12/dilma-rousseff.html pelayanan kesehatan hanya memberi 20.000 Tahun 2012, untuk mengatasi stagnasi juta (kongkritnya: 30% dari anggaran belanja untuk pasar nans, hanya 5% untuk pelayanan agar ekonomi pulih dan bisa tumbuh kembali, kesehatan, 3% untuk pendidikan dan 12% untuk D i l m a m e n g a m b i l k e p u t u s a n u n t u k s e l u r u h b i d a n g s o s i a l ) ; y a n g b e r s e d i a memprivatisasi infrastruktur yang telah m e m b e n t u k K o m i s i K e b e n a r a n u n t u k menelan jutaan dolar dari anggaran belanja membuka le Angkatan Bersenjata selama negara dan mengajukan sebuah program berlangsung kediktaturan militer, mengadili yang memberi konsesi besar kepada sektor kejahatan yang dilakukan atas nama negara swasta supaya menanam modalnya di bidang dan mengungkapkan tempat di mana infrastruktur, pembangunan pelabuhan dan akhirnya orang-orang yang diculik dan lapangan terbang dengan keuntungan ekonomi yang dijamin negara. dihilangkan. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 menaruh harapan besar kepada Lula, ketika ia memulai jabatan presidennya bulan Januari 2003. Namun, pengikut dan juga lawan-lawan politik kanannya dibuat terkejut dan tidak mengerti ketika Lula menunjuk Henrique Meirelles untuk memimpin Bank Sentral Brazil. Padahal orang tahu bahwa Henrique Meirelles adalah presiden Bank Boston AS dan penganut politik ekonomi tradisional kanan yang dengan sendirinya selalu membela kepentingan modal besar. Setelah kejutan pertama itu, perlahanlahan harapan akan sebuah perubahan yang sungguh-sungguh akan membebaskan rakyat jelata dari penghisapan dan penindasan lenyap. Lula tidak mengubah sedikitpun model ekonomi yang dijalankan oleh presiden yang mendahuluinya. Kebijakan suku bunga, sistim perpajakan, tanggung jawab skal, hubungan antara pemerintah dengan Bank Sentral dan Dana Moneter Internasional tetap seperti semula. Bulan juni 2013, selama satu minggu 6. Frei Betto: biarawan penganut teologi pembebasan, aktivis politik dan penulis dari Brazil 7. Bennett, Allen."Dilma Rousseff biography" Agência Brasil, 9 August 2010. 50 Membangun Gerakan Politik Kerakyatan -Refleksi Pengalaman Pemilu Amerika Latin- Afrika Brazil digoncangkan oleh manifestasi besarbesaran yang dimulai di Rio de Janeiro dan Sao Paolo, dua kota terbesar, untuk menolak kenaikan tarif angkutan umum dan menuntut pelayanan transport umum yang lebih baik. Demonstrasi menjalar ke kota-kota lain. Ribuan demonstran berjalan ke pusat-pusat kota dan akhirnya berhadapan dengan kekuatan polisi yang dengan cepat datang menindas dan melakukan penangkapan.8 Menurut berita dari La prensa.hn buruh kereta api juga melakukan aksi mogok selama beberapa jam. Sejak itu setiap bulan di berbagai kota Brazil rakyat turun ke jalan-jalan untuk, misalnya, menentang korupsi dan menuntut gubernur Rio de Janeiro yang dianggap telah mengabaikan p e l a y a n a n s o s i a l u n t u k mempertanggungjawabkan biaya jutaan yg dikeluarkan untuk mendatangkan Paus; menentang pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan Kejuaraan Sepak Bola Dunia 2014 dan Olimpiade 2016 yang akan menggusur tempat tinggal kira-kira 19200 keluarga, mendukung tuntutan kenaikan gajih dan kondisi kerja lebih baik bagi kaum pengajar sekolah-sekolah umum dan lain sebagainya.9 Dilma Roussef, dalam menanggapi demonstrasi besar-besaran, berkata bahwa ber-demonstrasi secara damai adalah sesuatu yang syah dan sesuai dengan demokrasi; adalah wajar anak-anak muda melakukan demonstrasi. Tapi sebagai presiden ia tidak mampu atau tidak mau menghentikan penindasan polisi terhadap mereka yang berdemonstrasi yang mengakibatkan satu orang mati, 62 orang luka-luka dan 10 orang ditangkap. Guna meredam kemarahan rakyat, Dilma mengusulkan referendum untuk reform politik. Hari ini (14 Februari 2014) diberitakan ribuan rakyat turun kembali ke jalan-jalan di Sao Paulo, Brasilia, Porto Alegre, Belo Horizonte memprotes Kejuaraan Sepak Bola Dunia dan Olimpiade 2016. Kaum demonstran menganggap absurd Brazil mengorganisasi Kejuaraan Sepak Bola Dunia sedangkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan perumahan menghadapi masalah yang serius. III. Sosial Demokrasi di Afrika Selatan Perlawanan rakyat Afrika Selatan yang tidak bisa dipukul mundur dengan penindasan brutal dan keadaan darurat serta tekanan dunia internasional telah memaksa PM terakhir rejim apartheid, De Klerk, untuk membebaskan Nelson Mandela pada bulan Februari 1990, mencabut pelarangan terhadap ANC dan Partai Komunis Afrika Selatan. Setelah itu menyusul beberapa perundingan multipartai yang akhirnya melahirkan persetujuan untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional pertama yang berdasarkan pada prinsip oneperson one vote pada tanggal 27 April 1994. Dengan demikian secara resmi rejim apartheid dihapuskan. Demonstrators gather during a protest to demand better public services, in Rio de Janeiro http://www.dailymail.co.uk/news/ article-2345600/Brazil-riots-One-million-protestgovernment-spending-18billion-World-Cup.html 8. http://www.20minutos.es/noticia/1842453/0/brasil-protestas/transporte-publico/passe- livre/#xtor=AD15&xts=467263 Miles de personas protestan en Brasil por alza del transporte público EFE, Jueves, 13 de Junio 2013 | 10:15 pm 9. video.es.msn.com/...manifestacion...brasilenos/x9dpvg...Telesur, La Senal Informativa de America Latina 51 Singkatnya, dalam pemilu tahun 1994, 1999, 2004 dan 2009, ANC keluar sebagai pemenang dengan 62,65%; 66,35%; 69,69% dan 65,9% suara. Rejim apartheid minoritas kulit putih sudah tumbang dan orang-orang kulit hitam dengan partainya, ANC, memegang kekuasaan politik. Namun sepanjang pengetahuan saya, setelah ANC berkuasa, tak pernah saya dengar adanya gerakan untuk membagi dan memberi tanah kepada kaum tani tak bertanah, atau penyitaan pabrik, perusahaan atau pertambangan untuk membebaskan kaum buruh dari penghisapan dan perbudakan kapital sehingga kwalitas hidupnya dapat diperbaiki. 80% dari tanah tetap dimiliki oleh tuan tanah kulit putih, pertambangan tetap dimiliki dan dieksplotasi oleh korporasi besar Amerika dan Inggris dan buruhnya bekerja dengan kondisi kerja sangat buruk yang sering sekali menyebabkan kematian karena kecelakaan. Berita dan bahan bacaan yang saya dapat, menggambarkan, di satu pihak, bagaimana sebuah klas menengah orang kulit hitam perlahan-lahan terbentuk dan naik untuk menempati jenjang yang mapan dalam masyarakat dan menikmati kehidupan material yang memisahkan mereka dari sesama warga yang masih tetap berada di bawah. Kita temukan bahkan beberapa konglomerat kulit hitam, seperti misalnya, Patrice Tlhopane Motsepe, pemilik perusahaan “African Rainbow Minerals” yang menguasai saham di pertambangan emas, platinum, logam yang mengandung besi (ferrous metals). Ia juga duduk di dewan direksi beberapa perusahaan lain seperti Greene and Partners, sebuah Perusahaan Investasi besar yang berbasis di Afrika Selatan. Kekayaannya pada tahun 2011 diperkirakan mencapai $3.28 bilion. Adik perempuannya, Bridgette Radebe, termasuk wanita kulit hitam terkaya di Afrika Selatan. Sedangkan, mereka yang berada di jenjang paling bawah dalam masyarakat tak dapat turut serta dan menikmati hasil yang dicapai dalam “pembangunan” di bawah rejim ANC dan aliansinya. Di lain pihak, informasi menggambarkan kampung-kampung penduduk rakyat kulit hitam yang tetap tak memenuhi syarat-syarat higiene minimum, dengan penduduknya yang terus hidup dalam kemiskinan dan menderita penghisapan dan penghinaan. Kehidupan mereka boleh dibilang tak tersentuh sama sekali oleh “perubahan” yang terjadi di tingkat pemerintahan, yaitu naiknya orang-orang kulit hitam yang menggantikan orang-orang kulit putih. Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan para pejabat ANC santer terdengar. Kesenjangan antara klas elite kulit hitam, kulit putih dan klas pekerja kulit hitam dan juga kulit putih makin lama makin lebar. Pada tahun 2005 didirikan “Abahlali Base Mjondolo” (ABM), sebuah gerakan penduduk perkampungan kumuh kota Durban yang bertujuan membantu penduduk untuk mempertahankan rumah dan melindungi komunitasnya melawan pengusiran dan penggusuran yang dilegalisasi oleh Keputusan Pemerintah 2007 tentang perkampungan kumuh. Jubir ABM, Mnikelo berkata bahwa ia tidak pernah menyangka dirinya menjadi seorang aktivis yang memperjuangan sesuatu yang sudah dijanjikan sejak ANC dan Nelson Mandela dipilih menjadi presiden tahun 1994. Begitu juga dengan Mazwi, yang baru berumur 14 tahun, namun kehidupan dan perjuangan komunitasnya sudah membentuknya sebagai seorang aktivis. Mazwi berkata, sejak 1994, keluarganya sudah ada di daftar orang-orang yang menunggu giliran untuk mendapat rumah layak. Sampai sekarang mereka masih tinggal di penampungan sementara. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Pemilihan Parlemen dan badan legislatif tingkat provinsi diselenggarakan bersamaan waktunya, tapi dengan kartu pemungutan suara terpisah dan menggunakan sistim Proportional Representation (Perwakilan Proporsional). Tiap partai mengajukan daftar calon yang sudah tentu disusun berdasarkan pada kedudukan tiap calon dalam hierarchi partainya. Jumlah kursi sesuai dengan banyaknya suara yang dicapai dalam pemilu. Parlemen yang lahir dari hasil pemilu akan memilih presiden, sedangkan Perdana Menteri dipilih oleh Parlemen tingkat provinsi. Dalam menjalankan tugas pengabdiannya kepada gerakan, Mnikelo membeberkan bagaimana para aktivis menghadapi kekerasan dan persekusi aparat negara. Kehidupan dan perjuangan di “bawah tanah” terpaksa harus dilakukan. Penduduk perkampungan kumuh hidup dengan ketakutan yang sama akutnya seperti yang mereka alami dulu ketika pemerintah apartheid kulit putih datang dengan buldozernya dan menghancurkan semuanya. 52 Membangun Gerakan Politik Kerakyatan -Refleksi Pengalaman Pemilu Amerika Latin- Afrika Perjuangan yang dipimpin ANC yang berideologi sosial demokrat sama sekali tidak membawa rakyat Afrika Selaran ke pembebasan dari penghisapan dan penindasan. Yang terjadi adalah sistim apartheid yang didasarkan kepada ras digantikan oleh sistim apartheid ekonomi. Mazwi berkata:”Keputusan tentang perkampungan kumuh sama dengan apa yang terjadi dalam jaman Apartheid..., memisahkan orang miskin dari orang kaya”. Berkuasanya ANC juga tidak memberi keadilan kepada para korban pembunuhan, penculikan, penghilangan, penyiksaan yang dilakukan seluruh aparat militer dan legal rejim apartheid. Dalam kenyataannya apa yang dinamakan “Truth and Reconciliation Commission” adalah impunitas terhadap para penjahat melawan kemanusiaan. Bayang-kan seorang agen polisi hanya diminta untuk menceritakan proses penyiksaan dan pembunuhan yang ia lakukan terhadap 6 orang, dan setelah itu.... bebas! Dengan menyandang julukan “the honorable assasin” ia bahkan masuk dalam kategori celebrity dan diundang ke sebuah talkshow yang sangat populer! Persis seperti talkshow yang mengundang Anwar Kongo yang merasa bangga atas kejahatan melawan kemanusiaan yang ia lakukan terhadap puluhan atau bahkan ratusan (?) manusia yang sama sekali tidak pernah dibuktikan kesalahannya. http://harryvanbommel.sp.nl/weblog/ 2009/04/27/almacht-anc-gebroken/ IV. Bangunan Bawah dan Bangunan Atas Uraian di atas tentang berbagai sistim pemilu di berbagai negeri dan hasilnya menunjukkan satu persamaan, yaitu harapan massa rakyat akan sebuah pemerintahan yang berpihak dan membela kepentingannya tak 53 dipenuhi oleh partai dan wakil-wakil yang terpilih. Sistim pemilihan badan legislatif dan presiden bisa berlainan dari satu negeri ke negeri lain. Namun sebagai bagian dari bangunan atas yang merupakan pencerminan dari bangunan bawah atau basis ekonomi yang berdominasi di negeri itu, hakekat atau watak klas ( artinya kepada grup atau klas mana ia berpihak) hanya ada dua: apakah ia berpihak kepada mayoritas rakyat yang terdiri dari kaum buruh, kaum tani, kaum nelayan, kaum miskin kota dan klas pekerja lainnya atau berpihak kepada segelintir elit yang mewakili kepentingan kaum kapitalis birokrat, kapitalis komprador dan tuan tanah yang merupakan kepanjangan tangan dari kaum modal asing dan kaum imperialis yang dikepalai oleh AS. Tidak ada posisi netral. Struktur masyarakat sebuah negeri dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan bawah dan bangunan atas. Bangunan bawah adalah struktur ekonomi dan merupakan kesatuan dari hubungan produksi dan tenaga produktif. Yang dimaksud dengan hubung-an produksi adalah hubungan antara manusia dalam proses produksi. Sifat dari hubungan produksi ditentukan oleh siapa yang memiliki alat produksi. Artinya apakah alat produksi itu dimiliki dan digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menghisap demi pencapaian keuntungan atau milik rakyat dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Ketika kita mengatakan sistim/struktur ekonomi sebuah negeri adalah kapitalis, artinya hubungan produksinya bersifat kapitalis di mana ada sekelompok kecil orang memiliki alat produksi (pabrik, tanah, infrastruktur, sumber alam, dll) yang digunakan untuk memberi pekerjaan kepada mayoritas dengan tujuan mencapai keuntungan semaksimal mungkin. Sedangkan tenaga produktif adalah tenaga kerja (kemampuan mental dan sik manusia untuk bekerja) dan alat produksi ( alat kerja misalnya tanah, pabrik dengan mesinmesinnya, gedung, infrastruktur, hutan, bahan baku, etc, dan objek atau sasaran dari kerja manusia). Sementara itu bangunan atas adalah semua aparat, lembaga politik, kebudayaan dan hukum, adat istiadat, agama dan ideologi yang berdominasi dalam masyarakat. Ia merupakan pencerminan dari bangunan bawah. Oleh karena itu tidak perduli bagaimana kongkritnya sistim pemilu sebuah Mengapa hasil pemilu di Indonesia, Paraguay, Brazil, Afrika Selatan, pada hakekatnya sama, dalam arti tidak dapat melahirkan sebuah masyarakat yang lebih adil dan makmur bagi mayoritas massa rakyatnya? Karena sifat masyarakat di negeri-negeri itu pada hakekatnya sama, yaitu setengah jajahan setengah feodal di mana Pemerintahnya mewakili kepentingan kaum kapitalis birokrat, kapitalis komprador dan tuan tanah yang mengabdi sepenuhnya kepada modal asing dan kaum imperialis. Bahkan pemerintahan yang dipimpin oleh Partai sosial demokrat seperti di Brazil dan Afrika Selatan telah dibuktikan tidak membela dan berpihak kepada mayoritas rakyat pekerja. Seperti rekan-rekannya di Eropa Barat, ideologi sosdem memang tidak bermaksud merombak susunan ekonomi yang berdasarkan kepada penghisapan manusia atas manusia. Pemilu digunakan untuk melanggengkan statusquo, bukan untuk merombak masyarakat yang tidak adil dan membangun masyarakat baru yang berkeadilan sosial. Mengapa ketika Nelson Mandela meninggal, presiden AS, Obama, turut datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada tokoh yang dianggap sebagai “Bapak Afrika Selatan”? Seandainya Mandela melakukan perombakan struktur ekonomi seperti yang dilakukan Fidel Castro di Kuba, menasionalisasi semua perusahaan asing, melakukan reforma agraria supaya kaum tani mendapat tanah untuk digarap, menyetop explotasi pertambangan yang hanya menguntungkan modal asing, pasti tak seorangpun tokoh pemerintahan imperialis akan mengeluarkan pernyataan berduka cita, apalagi datang memberi penghormatan terakhir. Ingatlah kalau apa yang kita kerjakan dipuji oleh musuh rakyat, berarti yang kita kerjakan itu salah dan bertentangan dengan kepentingan rakyat. Sebaliknya kalau musuh membenci dan memusuhi apa yang kita lakukan, bergembiralah kita karena itu berarti yang kita kerjakan adalah benar dan sesuai dengan kepentingan rakyat. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 negeri, selama sistim ekonominya dikarakterisasi oleh pemilikan alat produksi oleh segelintir orang sedangkan mayoritas massa rakyat hanya punya tenaga kerja yang harus ia jual kepada pemilik alat produksi untuk dapat melangsungkan hidupnya, hasil pemilu akan mencerminkan ketimpangan yang ada dalam struktur ekonomi. Dalam sejarah belum pernah terjadi pemilu dapat merubah sistim atau struktur ekonomi sebuah negeri. http://poskotanews.com/2013/12/10/obama-dan-tiga-mantan-presiden-as-melayat-nelson-mandela/ 54 Membangun Gerakan Politik Kerakyatan -Refleksi Pengalaman Pemilu Amerika Latin- Afrika V. India, Demokrasi dan Solusi Demokrasi, seperti sistim pemilu, juga merupakan bagian dari bangunan atas. Manifestasi atau pencerminan kongkrit dari apa yang dinamakan demokrasi bisa bermacam-macam dan bisa berbeda dari satu negeri ke negeri lain. Sering terjadi demokrasi yang diterapkan di negeri-negeri Barat dijadikan contoh sebagai demokrasi yang paling baik dan model yang harus ditiru. Patokan untuk mengukur ada atau tidaknya demokrasi adalah ada atau tidaknya sistim multipartai yang secara periodik turut serta dalam pemilu dan sistim ekonomi bebas/pasar. Dari situlah ketika Suharto lengser dan dimulai era “reformasi” yang melahirkan puluhan partai politik untuk berlomba dalam pemilu, datanglah pujian dari negeri-negeri Barat bahwa di Indonesia sudah ada dan berfungsi “demokrasi”. Dalam artikelnya “Democracy”, Arundhati Roy10 membelejeti apa sebenarnya arti demokrasi di India, sebuah negeri yg mendapat julukan “Demokrasi Terbesar” di dunia. Roy mengutuk pembunuhan biadab yang dilakukan oleh Vishwa Hindu Parishad (VHP= organisasi Hindu kanan) dan Bajrang Dal (organisasi pemudanya VHP) di Negara Bagian Gujarat, pada tahun 2002, terhadap minoritas Islam. Sumber resmi mengakui 800 orang yang mati, tapi sumber tak resmi memberi angka 2000 yang mati. Lebih dari 150.000 orang dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya dan tinggal di kemah-kemah pengungsi. 250 dargah (kuburan yang dianggap suci oleh orang Islam) dan 180 mesjid dirusak; toko, rumah, hotel, mobil, pendeknya barang milik orang Islam dirusak dan habis dibakar. Sebagai akibatnya, ratusan ribu orang hilang pekerjaannya. Kekuatan polisi sama sekali tidak bergerak untuk melindungi kaum Muslim, warga negara India yang sebenarnya punya hak sama dengan warga negara yang beragama hindu untuk dilindungi keamanan dan nyawanya. Dan apa yang dilakukan Pemerintah lokal maupun nasional terhadap para pelaku kejahatan itu? Sama sekali tidak ada. Artinya impunitas. Di bagian lain Roy bicara tentang bagaimana selama 50 tahun terakhir ini harapan rakyat jelata untuk hidup layak, aman dan bebas dari kemelaratan hilang lenyap. Rakyat sama sekali tidak punya akses kepada lembaga-lembaga negara “demokratis” yang dalam kenyataannyapun tidak tertarik atau tidak mampu untuk menerapkan keadilan sosial. Setiap strategi untuk sebuah perubahan sosial, seperti reforma agraria, pendidikan, pelayanan kesehatan, distribusi adil atas sumber alam, dengan licik dapat selalu dimanipulasi dan dibuat tidak efektif oleh mereka yang berdominasi dalam politik. Arundathy Roy hanya melihat satu jalan keluar, yaitu solusi sistemik. Dengan kata lain mengubah sama sekali sistimnya. Bagaimana rakyat bisa merubah sebuah sistim ekonomi, politik dan sosial yang ternyata sama sekali tidak memberinya kehidupan layak, keamanan, ketentraman dan keadilan? Dari contoh-contoh di atas, kita lihat bagaimana lembaga-lembaga negara yang katanya demokratis sama sekali tidak memberi hak dan ruang kepada massa rakyat luas untuk turut serta dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan ekonomi dan politik negara. Wakil-wakil yang terpilih untuk duduk dalam lembaga-lembaga legislatif dan exekutif pun tidak pernah memenuhi janji-janji pemilunya. Karena massa rakyat pekerja yang membutuhkan perubahan sistim maka logislah kalau mereka sendirilah yang harus 10. Arundhati Roy: penulis dan aktivis dari India. Roman pertamanya yang berjudul “The God of Small Things” memenangkan hadiah Booker Prize pada tahun 1997.“The God of Small Things” adalah satu-satunya roman yang ditulisnya sampai sekarang. Sejak hadiah Booker Prize, tulisan Arundhati terpusat pada isu-isu politik. Misalnya, ia menulis tentang Senjata Nuklir India, proyek Waduk Narmada, tentang kegiatan perusahaan energi Enron di India. Akhir-akhir ini kritik terhadap Arundhati terpusat pada sikapnya yang menolak untuk mengutuk perlawanan bersenjata kaum gerilya Maois. Arundhati berpendapat “kekerasan adalah sebuah kata yang perlu didenisi”. “Apakah politik yang mendorong 800 juta rakyat ke dalam kemiskinan, kekerasan? Apakah orang dari departamen kehutanan yang diijinkan masuk kedalam hutan dan mengambil perempuan dan memperkosanya, kekerasan?Di sini kekerasan adalah sebuah kata yang tidak tepat. Saya bicara tentang perjuangan bersenjata. Dan saya sering bicara tentang keragaman dalam perlawanan; perjuangan bersenjata hanyalah salah satu bagian dari perlawanan itu.”. 55 Semua perjuangan massa buruh, tani, nelayan, penduduk miskin kota, mahasiswa, pemuda, perempuan untuk menuntut upah layak, kondisi kerja dan perlakuan manusiawi, pendidikan murah dan ilmiah, dan lain sebagainya adalah penting. Namun pendidikan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran politik dan kesadaran klas sehingga akhirnya mampu meningkatkan perjuangan ekonomi dan sosialnya menjadi perjuangan politik yang menyasar kepada kaum imperialis serta antek-antek lokalnya yang merupakan biang keladi dari semua kemiskinan dan ketidak-adilan dan penghambat pokok bagi kemajuan dan kemakmuran rakyat. Rakyat yang terorganisasi dan berkesadaran klas akhirnya akan mampu mengalahkan musuhmusuhnya karena perjuangannya sesuai dengan hukum sejarah perkembangan masyarakat umat manusia. Daftar Pustaka 1. James Petra : “El golpe en Paraguay surge por las debilidades de Lugo”. 28/6/12, www. Radio36.com.uy Extractado por La Haine. Org 2 “Monsanto golpea en Paraguay: Los muertos de Curuguaty y el juicio político a Lugo.” por Idilio Méndez Grimaldi (Wartawan, Peneliti dan penganalis. Anggota Perhimpunan Ekonomi Politik Paraguay. Penulis buku “Herederos deStroessner ) http://paraguayresiste.com/monsantogolpea-en-paraguay-poridilio-mendez3. ¿Por qué derrocaron a Lugo? Por Atilio Boron www.atilioboron.com.ar/.../porque-derrocaron-lugo.... 4. “Declaracion de voto” por Frei Betto, 26-042010. ALAI, América Latina en Movimiento http://alainet.org/active/37619 5. “Golpe de timón hacia el sector privado” por Raúl Zibechi, 28/08/2012 http://alainet.org/active/57529 6. Brazil conmovido por el futbol y la represión www.pagina12.com.ar/.../4- 222498-2013-0618.html 7. Election Resources on the Internet: The Republic of South Africa Electoral System by Manuel Álvarez... electionresources.org/za/system 8. A Better Electoral System for South Africa? University of Iowa www.uiowa.edu/~electdis/SouthAfrica.htm 9. John Pilger: Nelson Mandela and the ANC JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 berorganisasi dan bergerak untuk membebaskan dirinya dari penghisapan dan penindasan yang menghimpitnya. Tidak mungkin diharapkan adanya juru selamat yang akan menghadiahkan kebebasan. Kita lihat di negeri-negeri AL, bahkan di negeri kita sendiri, bagaimana massa tani bangkit dan melawan perampasan tanahnya oleh kaum pengusaha swasta dan pemerintah yang ingin membebaskan tanah bagi peluasan perkebunan kelapa sawit. Kita lihat di Afrika Selatan bagaimana buruh tambang bangkit dan mengorganisasi dirinya untuk menuntut upah, kondisi kerja layak dan perlakuan yang manusiawi. http://www.youtube.com/watch?feature=pla yer_detailpage&v=9dmjZ41yKXo1101 10. John Pilger: Apartheid did not die http://www.youtube.com/watch?v=oRlh2nU Wrzs&feature=player_detailpage 11. “Democracy” by Arundhati Roy www.outlookindia.com/article.aspx?215477. 12. What Have We Done to Democracy? By Arundhati Roy www.hufngtonpost.com/arundhatiroy/what-have-we-done-to-demo_b... 13. The Base and the Superstructure | (mass)think/Other(wise) massthink.wordpress.com/2007/06/03/thebase-and-the-superstructure/ 14. Marx - luke cuddy.www.neophilosophy.com/Phil101Week13.html 15. Base and superstructure - Socialist Worker socialistworker.co.uk/art/28892/ Base+and+superstructure 56 Pemilu 2014 dan Agenda Politik Lingkungan Hidup Menemukan Jalan Keadilan Ekologis Oleh: Khalisah Khalid Abstrak Sejak reformasi 1998 yang dilanjutkan dengan pemilu yang memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 1999, konsolidasi gerakan lingkungan hidup begitu kuat untuk mendorong agenda reformasi pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Tonggak konsolidasi antara gerakan lingkungan hidup dan agraria ditemukan dalam sebuah agenda politik bersama yang dimanifestasikan melalui TAP MPR No. IX/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, dimana agenda politik reformasi lingkungan hidup dan SDA termaktub dalam TAP MPR RI ini. Sayangnya, Tap MPR ini mandek, dan RUU PSDA sampai hari ini tidak diketahui dimana rimbanya. berbagai produk kebijakan yang memberikan jalan mulus bagi korporasi untuk menguasai hajat hidup orang banyak, dan semakin memarjinalkan kelompok-kelompok masyarakat yang jauh dari akses kekuasaan. Kekuatan politik uang telah membunuh demokrasi, dimana elit politik adalah juga elit ekonomi sehingga demokrasi dikorbankan untuk mewujudkan kekuasaan politik yang di dalamnya bersemayam kepentingan penguasaan ekonomi. Sebagai bagian dari gerakan lingkungan hidup yang memperjuangkan keadilan sumber daya alam dan agraria, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai penting untuk merebut kembali momentum pemilu 2014 ini, sebagai sebuah jalan untuk menghidupkan kembali sebuah agenda politik lingkungan hidup, menemukan UU No. 32/2009 tentang perlindungan jalan keadilan ekologis. dan pengelolaan lingkungan hidup yang dinilai oleh gerakan lingkungan sebagai sebuah UU I. Pengantar yang jauh lebih progressif dibandingkan UU Enam puluh delapan tahun sejak sebelumnya, sejak disahkan terganjal di Peraturan Pemerintahnya yang hingga hari ini kemerdekaan diproklamirkan oleh para pendiri terseok-seok. Isu lingkungan hidup kembali bangsa, perjalanan menuju negara-bangsa berada di jalan sunyi dan nyaris terlupakan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan ditengah gempuran berbagai kebijakan makmur sebagaimana tercantum dalam sektoral sumber daya alam yang semakin rakus. Pembukaan UUD 1945 masih jauh dari harapan, bahkan harus menempuh jalan yang terjal. Akumulasi pengerukan kekayaan Dekade-dekade pembangunan yang dimulai alam dan penghisapan tenaga-tenaga rakyat sejak Orde Baru harus dibayar dengan telah menyebabkan terjadinya berbagai krisis akumulasi berbagai krisis multidimensional -yang sulit dipulihkan. Krisis-krisis ini pada krisis politik, ekonomi, sosial-budaya, dan gilirannya telah mengancam kelangsungan ekologis. Pembangunan dilakukan dengan sumber-sumber kehidupan rakyat dan m e n g e r u k k e k a y a a n a l a m d a n mengakibatkan bencana ekologis di seluruh mengeksploitasi tenaga-tenaga rakyat yang penjuru nusantara. Krisis politik-ekonomi terjadi b e r u j u n g p a d a k e m i s k i n a n s t r u k t u r a l , karena pemerintah dan wakil-wakil rakyat kesenjangan sosial serta kerusakan lingkungan sejatinya tidak lagi mengemban amanat dan hidup. mewakili kepentingan rakyat banyak. Tahun 2013, bencana ekologis Pemerintah dan wakil-wakil rakyat membuat JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 1 1. Penulis saat ini beraktitas di Eksekutif Nasional WALHI sebagai Kepala Departemen Jaringan dan Pengembangan Sumber Daya. 60 Pemilu 2014 dan Agenda Politik Lingkungan Hidup Menemukan Jalan Keadilan Ekologis! mengalami peningkatan yang sangat tinggi, baik frekwensi, intensitas dan sebaran telah menunjukan kolapnya ekosistem. Daerahdaerah yang masif melakukan eksploitasi hutan untuk tambang dan perkebunan skala besar, terbukti paling banyak dilanda bencana ekologis. Dari pengalaman advokasi yang kami lakukan, khususnya di sepanjang tahun 2013 ini, korporasi menempati angka tertinggi sebagai aktor/pelaku perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, dengan prosentase 82,5%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri ekstrakif seperti tambang dan perkebunan sawit skala besar merupakan predator puncak ekologis. Kekayaan negara hanya dikuasai oleh segelintir orang dan korporasi. Korporasi multinasional raksasa menggunakan kekuatan politik pemerintah negara asalnya untuk menekan pemerintah Indonesia agar dapat melakukan ekspansi modal dan pengerukan keuntungan semaksimal mungkin dari kekayaan alam dan tenaga-tenaga rakyat Indonesia. Pemberian ijin dan kontrak-kontrak konsesi skala besar kepada korporasi multinasional asing dan domestik secara sistematis menghilangkan aset produksi rakyat dan menghancurkan sistem ekonomi rakyat. Sistem ekonomi politik yang menjadi paradigma pembangunan bangsa ini dari rejim orde baru sampai saat ini, juga semakin meminggirkan fungsi dan peran negara dalam memastikan terpenuhinya hak-hak dasar warga negara, termasuk hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana amanat Konstitusi. Demokrasi yang sejatinya menjadi jalan untuk mewujudkan amanat Konstitusi, dimanipulasi dan dibajak. Pun demikian, menyerahkan nasib kita pada elit politik hari ini juga sama buruknya. Dalam konsep ideal demokrasi ekologi yang hendak didorong, kebijakan yang menyangkut perlindungan dan pengelolaan lingkungan tak bisa hanya diserahkan pengurusannya kepada segelintir elit yang sering justru menjadi aktor dari perusakan lingkungan hidup. II. Kelindan Penguasa Ekonomi dan Politik Situasi ekonomi politik bangsa hari ini semakin menunjukkan kemunduran dalam konteks bangunan kebangsaan. Politik yang akomodatif terhadap kepentingan investasi skala besar internasional telah membuka praktik buruk korupsi. http://borneoclimatechange.org/berita-388-emisi-karbon-kalimantan-disebabkan-perkebunan-kelapa-sawit-.html 2. Usman Hamid, Tambang Pulau Bangka Jelang Pemilu, Opini Kompas, 26 Februari 2014 3. http://www.tribunnews.com/nasional/ 2013/07/05/icw-44-persen-anggota-dpr-berlatar-belakang-pengusaha 61 Oligarki politik hari ini bercokol dihampir semua partai politik yang ada hari ini. Kepentingannya tunggal, yakni mempertahan kekuasaan dan share/pembagian sekaligus persaingan kalangan sendiri untuk memperebutkan rente ekonomi dari penggadaian kekayaan alam negeri ini. Kehidupan mesin partai lalu bergantung pada gur satu-dua orang pemodal besar, yang mengontrol partai sepenuhnya. Partai tak lagi menarik secara ideologi atau paradigma berpikir. Mekanisme demokratis, termasuk aspirasi kader terbaik, sosok berintegritas, bukanlah penentu. Money talks. Karena uang segalanya, kekuasaan menjadi korup. Kekuasaan yang korup menggunakan kekerasan sebagai bahasa politiknya.2 Meskipun ada KPK, korupsi terus berlangsung yang terus menggerogoti anggaran negara dan rakyat seperti menguak dalam tumpukan jerami yang begitu rumit, tali temali yang kuat antara bisnis dan politik semakin melihatkan urainya. Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam hasil pemantauan pelaksanaan pilkada di 244 daerah di Indonesia selama tahun 2010, ada 10 orang tersangka dugaan kasus korupsi, justru terpilih kembali menjadi kepala daerah pada periode 2010-2014.5 Data lain dari investigasi dan monitoring dari Save Our Borneo dan analisis WALHI Kalteng menemukan relasi yang kuat antara 15 perusahaan perkebunan sawit dengan Bupati Seruyan periode 2008-2013 dengan keluarga dan kerabatnya melalui ijinijin yang dikeluarkan oleh Bupati pada saat Penguasa ekonomi sekaligus menjadi menjabat.6 penguasa politik. 44 persen anggota DPR pengusaha. Pengusaha masuk parlemen, Yang akan dikorbankan dalam seluruh agendanya bisnis. Kasus korupsi yang terjadi cerita politik transaksional ini, jawabannya berlatar belakang bisnis.3 Ini merupakan buah sebagian besar mengarah kepada sumber dari langgengnya ologarki politik dan sistem daya alam yang akan dijadikan sebagai politik yang berbiaya tinggi. Bahkan pada “komoditas” yang paling cepat untuk diperjual pemilu 2004-2009 sebelumnya, Data ICW belikan dalam sebuah sistem ekonomi politik menyebutkan latar belakang para anggota transaksional, belum lagi aktor-aktor yang ada DPR menunjukkan 71,6 persen anggota DPR RI dalam kekuatan korporasi justru masuk dan adalah mewakiliki kekuatan status quo. bercokol di parlemen atau memimpin partai Besarnya kekuatan tersebut dikhawatirkan politik. Hasil dari praktek politik transaksional ini akan melanggengkan praktek-praktek lama sudah dapat ditebak dan faktanya sudah warisan Orde Baru, seperti korupsi dan politik dirasakan dampaknya oleh rakyat, yakni uang, serta tidak kritis terhadap aspirasi kerusakan lingkungan dan bencana ekologis JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 konstituen, dan berpihak kepada kepentingan pemilik modal, urainya. Data ICW juga memperlihatkan adanya peningkatan jumlah pengusaha yang menjadi anggota DPR. Pada DPR periode 1999-2004 ada 33,6 persen pengusaha, sedangkan pada periode 20042009 ada 39,09 persen. Mereka ini kebanyakan berada di komisi-komisi yang membidangi masalah perekonomian, perdagangan, atau keuangan dan perbankan, seperti Komisi IV, V, VI, VII, dan XI.4 4. http://www.antikorupsi.org/id/content/dpr-didominasi-status-quo-5-komisinya-mayoritas-pengusaha 5. Agustam Rachman, Melawan Sang Koruptor, Bergerak untuk Daulat, Perkumpulan Praxis, Desember 2012, hlm 33 6. Abetnego Tarigan, Peran Korporasi dalam Kejahatan Kehutanan, Pertanggungjwawaban Korporasi di Sektor Kehutanan, Kemitraan-ICW, Oktober 2013, hlm 21 62 Pemilu 2014 dan Agenda Politik Lingkungan Hidup Menemukan Jalan Keadilan Ekologis! yang semakin massif akibat semakin maraknya ijin pada industri ekstrakstif yang dikeluarkan, konik agraria yang tidak pernah dapat diselesaikan karena elit politiknya menjadi bagian dari konik itu sendiri. 63 lebih hanya sebagai sebuah kemenangan dari politik prosedural, dan hanya memberi kesempatan kepada kekuatan neoliberal dan predatoris untuk bergantian menguasai lembaga-lembaga negara. Kekuatan korporatokrasi telah mampu mempengaruhi Hasil dari praktek politik transaksional agenda-agenda politik mulai dari tingkatan ini sudah dapat ditebak dan faktanya sudah Pilkada hingga Pemilu Legislatif dan Pilpres. dirasakan dampaknya oleh rakyat, yakni kerusakan lingkungan dan bencana ekologis Pembajakan demokrasi oleh yang semakin massif akibat semakin maraknya kelompok-kelompok elit pro status quo ini ijin pada industri ekstrakstif yang dikeluarkan, sebagaimana yang termuat dalam riset yang konik agraria yang tidak pernah dapat dilakukan oleh Demos, harus segera direspon diselesaikan karena elit politiknya menjadi secara serius oleh gerakan masyarakat sipil pro bagian dari konik itu sendiri. Kebijakan demokrasi, agar agenda-agenda reformasi lingkungan yang diproduksi oleh Pemerintah dan demokrasi tidak semakin jauh dan d a n D P R / D P R D y a n g d i d o m i n a s i o l e h melenceng dari arahnya. pengusaha yang terlibat dalam ekstraksi Karenanya menjadi penting untuk sumber daya alam saat ini masih bercorak monopoli, eksploitatif, liberal yang tunduk memutus tali temali penguasa ekonomi dan sekaligus penguasa politik ini untuk terus kepada kepentingan pasar global. berkelindan memperkuat kekuasaan mereka, Yang semakin mengkhawatirkan, dengan mengatasnamakan demokrasi melalui sistem politik atau pemilu yang transaksional ini kerja-kerja politik yang membumi dan a k a n s e m a k i n m e n u t u p p e l u a n g b a g i membasis. kelompok lemah namun cukup progresif. Orang-orang yang baik dan idealis serta III. Pemilu 2014 dan Perubahan memiliki cita-cita dan visi misi untuk Tahun 2014 adalah tahun politik, memperbaiki nasib bangsa yang diharapkan bisa menjadi calon pemimpin alternative. perhelatan demokrasi akan dilakukan secara Mereka ini akan berhadapan dengan sistem serentak di tanah air, diawali dengan pemilihan politik dan partai politik yang berbiaya tinggi legislatif pada bulan April dan dilanjutkan karena ketiadaan nansial untuk menutup dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. biaya politik yang sangat mahal. Belum lagi Kali kesekian rakyat dihadapkan pada satu pragmatisme di tingkat rakyat yang semakin konsekwensi untuk memilih, memilih wakil-wakil apatis dengan perbaikan nasib bangsa melalui yang akan duduk di parlemen dan memilih pemilu, di sisi yang lain pendidikan politik rakyat pimpinannya. yang sesungguhnya menjadi salah satu tugas Tahun 2014 ini merupakan tahun partai politik juga diabaikan, yang sesungguhnya juga menjadi bagian dari spiral “tantangan” dan sekaligus “ancaman” bagi kejahatan korporasi dalam pengelolaan rakyat, karena elit politik di tahun 2014 akan sibuk dengan urusan kekuasaan, dan agendasumber daya alam. agenda rakyat tidak lebih hanya akan Dari paparan diatas mengkonrmasi dijadikan sebagai “komoditas” politik. Disisi bahwa pemilu hanya sekedar menjadi satu yang lain, ini juga sekaligus tantangan bagi proses untuk mendapatkan kekuasaan dan gerakan masyarakat sipil untuk menentukan mendistribusikan kekuasaan itu sendiri. Dari sikap politiknya jelang pemilu 2014. proses yang sedang berkembang maka Persoalan lingkungan hidup adalah harapan menuju perubahan sesungguhnya masih cukup jauh, disaat semua politisi dan persoalan politik. Buat pengkaji ekologi politik penguasa masih sibuk dengan platform perubahan lingkungan (baik kerusakan “merampok dan menjarah”, dan sumber daya maupun upaya perbaikannya) adalah alam sebagai dana politik yang tak habis- merupakan hasil dari kebijakan ekonomi dan politik yang muncul dari hasil pergumulan habisnya dikeruk. berbagai aktor di dalam konteks suatu negara, D e m o k r a s i y a n g t e r p u s a t p a d a interaksinya diantara negara, dan dalam 7 pemilihan umum (electoral democracy), tidak konteks perkembangan kapitalisme global. melakukan kerja-kerja politik bersama seluruh elemen masyarakat sipil agar pemilu 2014 menjadi momentum perubahan, antara lain: Terbangunnya kesadaran politik lingkungan hidup di tingkat masyarakat/warga negara. Masyarakat dapat membangun persepsinya terhadap model pengelolaan lingkungan hidup di wilayahnya, termasuk didalamnya menentukan kepemimpinan negara yang berpihak kepada lingkungan hidup dan rakyat. Harapan ini juga dilatarbelakangi dari hasil analisis laporan triwulan WALHI terkait dengan kondisi kepengurusan lingkungan hidup, dimana salah satu yang dikaji adalah bagaimana bentuk protes warga negara terhadap kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Dalam tuntutan protes warga negara, desakan yang diharapkan oleh publik yang tertinggi adalah perubahan kebijakan sebagaimana tabel berikut ini. 9 Di awal tahun 2014 ini, WALHI meluncurkan kampanye nasional membangun gerakan untuk memilih penyelenggara negara yang mengarusutamakan keadilan ekologis, sekaligus mendorong pemerintahan yang bersih dari para pelaku perusak lingkungan hidup. Sebagai organisasi lingkungan hidup, WALHI tentu saja memiliki kepentingan terhadap momentum pemilu 2014 dan pilkada di daerah, mengingat hasil dari pemilu ini akan menjadi legislator dan pemimpin yang akan menghasilkan produk politik yang akan menentukan nasib lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat. Pada forum Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) WALHI 2013 dan 2014, beberapa rekomendasi politik organisasi telah dilahirkan sebagai bentuk respon situasi dan dinamika politik ekonomi eksternal salah satunya pemilu 2014, dimana WALHI secara nasional akan mengintervensi momentum pemiu 2014 sebagai sebuah kerja-kerja politik yang dimaksudkan untuk mendorong kembalinya peran dan fungsi negara dalam pengelolaan Didasari atas situasi krisis lingkungan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat yang berkeadilan dan hidup yang semakin memprihatinkan, ditandai dengan bencana ekologis dan menurunnya berkelanjutan.8 daya dukung lingkungan hidup. WALHI menilai W A L H I b e r h a r a p d a n b e r u p a y a bahwa biang kerok dari kerusakan lingkungan JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Dengan bacaan tersebut, sejak reformasi 1998, WALHI sudah melakukan berbagai kerja-kerja politik di tingkat masyarakat. Mulai dari pendidikan untuk pemilih yang secara massif dilakukan jelang pemilu 1999, pendidikan politik terkait dengan kebijakan negara di basis-basis yang menjadi dampingan WALHI, kampanye anti politisi busuk yang digagas bersama-sama dengan gerakan masyarakat sipil lain. 7. Suraya Aff, Pendekatan Ekologi Politik, Jurnal Tanah Air Edisi Ekologi Politik, WALHI, 2009, hlm 27 8. Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup (KNLH) merupakan pengambilan keputusan organisasi yang dilakukan setiap satu tahun sekali, yang dihadiri oleh seluruh komponen fungsionaris WALHI baik di nasional maupun daerah. 9. Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2014 “Pemilu 2014:Utamakan Keadilan Ekologis” diluncurkan pada tanggal 15 Januari 2014. 64 Pemilu 2014 dan Agenda Politik Lingkungan Hidup Menemukan Jalan Keadilan Ekologis! hidup dan menurunnya kualitas hidup rakyat adalah produk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan, termasuk salah satunya DPR RI. Isu lingkungan hidup merupakan isu politik. Realitas politik lainnya, publik hampir tidak mengenal calon wakilnya yang akan duduk di parlemen, apalagi yang kita harapkan menyuarakan nasib rakyat dan lingkungan hidup. Dalam kajian indeks caleg DPR RI, WALHI menggunakan variabel penilaian meliputi kompetensi yang meliputi pengetahuan dan keahlian tiga fungsi utama DPR, yakni menyusun UU, anggaran negara dan pengawasan eksekutif, serta kompetensi caleg terkait isu lingkungan hidup. Variabel lainnya adalah kepemimpinan, yang dilihat melalui jejaknya dalam memperjuangan isu-isu lingkungan hidup, kemanusiaan, HAM, gender, buruh, petani, nelayan, dan masyarakat adat. Studi ini juga melihat komitmen caleg terhadap perjuangan isu-isu lingkungan hidup dan kepentingan publik dan integritasnya, dengan melihat rekam jejak apakah pernah menjadi pelaku atau pendukung perusak lingkungan hidup, serta pernah atau tidaknya terlibat tindak pidana korupsi. Dalam studi indeks kualitas Caleg DPR RI ini, tidak lebih dari 7% calon wakil rakyat di DPR RI yang pro lingkungan hidup. Caleg berintegritas rendah bahkan menunjukkan angka yang sangat signikan yakni 82,6%, ditambah Caleg yang tidak berintegritas (terindikasi kasus korupsi, kejahatan lingkungan hidup dan pebisnis tambang dan perkebunan skala besar) yang sebagian besar dari incumbent yang kembali maju dalam pemilu 2014. Temuan studi indeks caleg DPR RI ini,10 calon legislatif yang punya komitmen yang kuat terhadap isu lingkungan hidup tetap marjinal dan isu lingkungan hidup tidak menjadi agenda politik utama. Dari aspek integritas, temuan studi ini menunjukkan bahwa integritas caleg dipertanyakan, terutama karena caleg incumbent yang hampir sebagian besar tidak memiliki komitmen dan integritas terhadap lingkungan hidup dan persoalan rakyat lainnya. Salah satu penilaian dilihat dari bisnis yang dimiliki atau keterkaitan caleg dengan industri ekstraktif (seperti tambang dan sawit) yang dalam Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2014 merupakan predator tertinggi dari keadilan ekologis dan praktik korupsi yang saling bertali-temali satu sama lain. Temuan ini juga mencerminkan keprihatinan yang mendalam karena dapat mengancam kemampuan pemerintahan ke depan dalam menjawab permasalahan lingkungan hidup Indonesia, termasuk menjawab tantangan krisis lingkungan hidup global seperti perubahan iklim. Banyak politisi yang belum memahami substansi dari politik lingkungan hidup. Padahal sebagai sebuah hak asasi, lingkungan hidup yang bersih dan sehat menentukan kualitas hidup manusia saat ini dan generasi yang akan datang. Lalu bagaimana dengan partai politik sendiri, yang menjadi kendaraan bagi para 10. Studi indeks Caleg DPR RI dilakukan oleh WALHI dan WALHI Institute yang dilakukan sejak Desember 2013 – Maret 2014. Studi ini menyusuri CV 6.561 orang caleg DPR RI dari 12 parpol dengan berbasiskan pada data yang tersedia di KPU pada tahap pertamanya. 65 Agenda lingkungan memang sudah masuk dalam agenda partai politik, setidaknya itu terkuak dalam dokumen 11 partai politik nasional baik dalam AD-ART, manifesto, platform maupun program di partai politik. Sayangnya, dari kajian terhadap dokumen parpol, dapat disimpulkan bahwa parpol tidak memahami akar persoalan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang begitu kompleks dan rumit. Selain mengkaji dokumen parpol terhadap isu lingkungan hidup, kajian juga dilakukan dengan mengkomparasikannya dengan produk kebijakan yang dikeluarkan oleh partai politik melalui kader-kadernya di parlemen maupun eksekutif yang menyangkut lingkungan hidup dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Bagi WALHI, tidak cukup hanya melihat dokumen organisasi sebagai sebuah basis argumentasi untuk memilih, karena jika lingkungan hidup dimaknai sebagai sebuah ideologi, maka seharusnya partai-partai yang sudah menempatkan lingkungan hidup sebagai agenda partainya, juga menurunkannya pada tahapan tindakan politik yang tertuang dalam berbagai produk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan yang berkuasa. Melihat kondisi kualitas lingkungan hidup yang semakin buruk, ditambah dengan bencana ekologis yang terus berlanjut, dokumen organisasi partai tidaklah cukup, tetapi juga perubahan mendasar atas tatanan ekonomi politik yang akan dipilih kedepannya. Untuk yang satu ini, saya menilai tidak ada partai yang berani menawarkan agenda perubahan mendasar, dengan merombak tata kuasa yang diturunkan pada sebuah nilai demokrasi kerakyatan, tata kelola untuk menjamin kedaulatan, tata produksi dan tata konsumsi yang dapat memastikan terwujudnya keberlanjutan lingkungan hidup. Dari hasil kajian WALHI terhadap dokumen 12 partai politik nasional peserta pemilu, ditemui kenyataan bahwa agenda politik lingkungan hidu belum menjadi agenda prioritas bagi partai politik dan bahkan diversuskan dengan persoalan rakyat lainnya seperti urusan perut dan bahkan soal nasionalisme buta. Partai politik masih menempatkan agenda “hijau” sebagai sebuah wacana, yang bisa diabaikan jika tidak menguntungkan kepentingan ekonomi politik mereka melalui transaksi yang berkedok demokrasi prosedural. Apalagi kita semua sangat paham, ongkos politik begitu mahal dan yang paling mungkin untuk dilirik adalah sumber daya alam. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 caleg dan kader-kader politiknya dalam memandang isu lingkungan hidup? Untuk mendapatkan jawaban ini, WALHI telah melakukan kajian terhadap dokumen partai politik nasional, dengan menggunakan isu lingkungan hidup sebagai basis utama penilaiannya. Kajian ini untuk melihat sejauhmana partai politik memahami akar persolan lingkungan hidup yang semakin rumit dan kompleks. Dari kajian yang dilakukan, minus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), 11 Partai Politik Nasional telah mencantumkan isu lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam dokumen mereka. 66 Pemilu 2014 dan Agenda Politik Lingkungan Hidup Menemukan Jalan Keadilan Ekologis! Dari partai politik nasional yang mencantumkan secara jelas isu lingkungan hidup dan soal-soal rakyat lainnya tetap tidak berpengaruh dengan kebijakan yang dihasilkan. Dari produk kebijakan yang dikeluarkan oleh Parlemen, terlihat bahwa tidak ada relasi antara visi misi dan platform partai politik, dengan kebijakan yang dikeluarkan sebagai pengambil keputusan politik negeri ini. Dokumen organisasi partai politik juga belum dijadikan sebagai sebuah panduan bagi kader parpol ketika dia menjadi pejabat publik dalam melakukan tindakan politiknya. Artinya, partai politik telah gagal menginternalisasi visi misi lingkungan hidup mereka kepada para kadernya. Situasi ini terkonrmasi dari tabel yang memperlihatkan kebijakan partai politik terkait dengan kebijakan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang diproduksi oleh DPR RI sebagai sebuah produk kebijakan.11 Salah satunya adalah revisi terhadap UU No. 27/2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Revisi yang disetujui oleh semua partai politik yang ada di parlemen ini akan mengancam pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia yang dibolehkan untuk ditambang. Lalu bagaimana dengan partai politik baru atau yang belum sempat berkuasa, seperti partai Nasional Demokrat dan PKP Indonesia. Tidak ada indikator berbasis pengalaman dalam hal kebijakan untuk menilai dua partai ini, yang pasti mereka belum teruji. Namun kita juga bisa memiliki indikator yang lain dengan menyusuri rekam jejak sejauhmana peran tokoh politiknya berkecimpung di industri ekstraktif yang ini telah menyebabkan krisis ekologis dan kedaulatan. terlebih sebagaimana yang disampaikan di atas, bahwa partai politik saat ini sangat tergantung pada gur satu dua orang pemegang modal yang mendanai parpol. melangkah menuju masyarakat yang adilmakmur yang sejati? WALHI memandang bahwa reformasi harus dilakukan dalam sebuah makna yang benar, bukan reformasi tambal sulam maupun reformasi yang hanya mengganti sekrupsekrup kapal tua yang sama. Dengan demikian kita tidak perlu membatasi gagasan-gagasan dan pikiran dalam perubahan yang berkembang untuk menyiapkan tatanan Indonesia baru yang lebih baik kedepannya. Dengan dasar pikiran bahwa persoalan pengelolaan sumberdaya dan lingkungan adalah persoalan politik, maka WALHI memandang reformasi politik merupakan dasar reformasi dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dengan dasar pikiran bahwa persoalan pengelolaan sumberdaya dan lingkungan adalah persoalan politik, maka WALHI memandang reformasi politik merupakan dasar reformasi dalam bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Prinsip keadilan ekologis tidak hanya ingin memastikan keadilan kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat di dalam satu generasi (keadilan intra-generasi), tetapi juga memastikan adanya keadilan kehidupan dan penghidupan bagi anak-cucu kita, generasi bangsa Indonesia masa depan (keadilan intergenerasi). Sebagai pelopor gerakan lingkungan hidup nasional di Indonesia, WALHI memiliki kepentingan agar pemerintahan lima tahun ke depan benar-benar mengarusutamakan keadilan ekologis dalam strategi pembangunannya. Selama beberapa dekade sejak dibentuk di tahun 1980, WALHI secara konsisten bekerja bersama kelompokk el om p ok m a s y a ra k a t d a n k om uni ta s komunitas di seluruh Indonesia, baik di kampung-kampung maupun di kota-kota, IV. Tahun 2014: Jalan Keadilan Ekologis mendorong pengarusutamaan keadilan Pemilu 2014 merupakan momentum ekologis dalam proses perubahan sosial dan yang sangat penting bagi rakyat Indonesia kebijakan. untuk memilih, apakah ingin tetap berada Selama kurun waktu tersebut WALHI dalam kebanggaan semu sebagai warga negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi juga menjadi saksi bagaimana inisiatif-inisiatif tinggi dan berkubang dalam bencana masyarakat, baik cakupannya lokal, nasional ekologis yang berkelanjutan, ataukah ingin maupun global, bisa setidaknya menahan laju keluar dari jebakan bencana dan mulai p e r u s a k a n s o s i a l d a n e k o l o g i s a k i b a t 11. Tabel ini diolah dari berbagai sumber, yang merupakan hasil monitoring kebijakan yang dilakukan oleh WALHI 67 Ada lima agenda politik strategis yang didorong oleh gerakan lingkungan hidup yang akan terus disuarakan oleh WALHI bersama dengan gerakan lingkungan hidup lainnya, dan akan disebarluaskan kepada gerakan sosial demokrasi serta komponen masyarakat lainnya, yaitu: (1) Pengembalian Mandat Negara sebagai Benteng Hak Asasi Manusia dengan Peran-peran Perlindungan, Pencegahan, dan Promosi; (2) Penataan Ulang Relasi antara Negara, Modal, dan Rakyat; (3) Penyelesaian Konik Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup; (4) Pemulihan Keseimbangan Ekologis dan Perlindungan Lingkungan Hidup; (5) Penyelesaian Persoalan Utang Luar Negeri, Mengembangkan Kemandirian, dan Basis Perekonomian Rakyat.12 mewujudkan keadilan ekologis. Tentu ini bukanlah pekerjaan yang mudah ditengah sistem politik kita yang masih dikuasai oleh partai politik dominan hari ini, dan masih mengebiri lahirnya sebuah kekuatan politik alternatif. WALHI meyakini, hakikatnya demokrasi prosedural dan substansial ini tidak akan berarti tanpa dukungan dari publik sebagai warga negara yang memiliki hak politik. Karenanya, WALHI mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menggunakan momentum pemilu 2014 ini untuk menjadi warga negara dan pemilih yang cerdas dan kritis. Karena bagaimanapun, ini akan menentukan nasib pengelolaan lingkungan hidup kita dan pengelolaan kehidupan bangsa ini kedepan, yang kita semua harapkan bisa lebih baik dari situasi bangsa hari ini untuk inter dan antar generasi. WALHI akan terus mengkonsolidasikan organisasi masyarakat sipil, masyarakat korban pembangunan, petani, nelayan, perempuan, masyarakat lokal, masyarakat adat, buruh untuk memastikan agar agenda politik lingkungan hidup yang berkeadilan menjadi agenda politik yang didengar dan disuarakan oleh kepemimpinan Indonesia kedepan sebagai sebuah perubahan struktural Negara ke arah yang berkeadilan demi keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Yang perlu diingat, bahwa pemilu hanyalah salah satu bentuk pengejewantahan dari demokrasi. Namun di luar pemilu, menjadi penting bagi warga negara untuk mempraktekkan hak demokrasinya dalam menentukan nasib dan ruang hidupnya. JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI 2014 - APRIL 2014 paradigma pembangunan yang eksploitatif. WALHI ingin pemerintahan ke depan memberikan perlindungan bagi komunitaskomunitas pengelola kekayaan alam, dan memberikan proporsi yang adil dan setara bagi keterlibatan sejati masyarakat/warga negara dalam setiap proses pembangunan, berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial dan ekologis. Platform politik gerakan lingkungan hidup Indonesia, dirumuskan dari sebuah proses panjang advokasi yang dilakukan oleh WALHI selama 33 tahun berjibaku dengan berbagai konik lingkungan hidup dan sumber daya alam dan advokasi kebijakan negara. Dokumen ini bersandarkan pijakannya pada Statuta dan manifesto WALHI, serta diekstraksi dari berbagai dokumen penting organisasi terkait dengan agenda politik yang diperjuangkan oleh WALHI antara lain dokumen kertas kebijakan reformasi pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang dikeluarkan pada momentum reformasi, dan dokumen terakhir Pulihkan Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 2011. V. Penutup Ditengah momentum pemilu 2014, dimana arah bangsa ini kedepan akan dipengaruhi oleh hasil pemilu 2014 yang akan segera berlangsung, WALHI mendesak agar kepemimpinan bangsa ini kedepan memiliki agenda politik lingkungan hidup untuk 12. Platform politik gerakan lingkungan hidup Indonesia dideklarasikan pada tanggal 11 Maret 2014 pada Rapat Akbar Gerakan Lingkungan Hidup di Tennis Indoor Senayan Jakarta, yang dihadiri oleh ribuan masyarakat pejuang LH, korban pembangunan, aktis gerakan masyarakat sipil dan tokoh politik nasional, serta para musisi. 68 Tengang Penulis Tentang Penulis Anto Sangaji adalah kandidat doktor geogra dari York University, Toronto, Kanada, menjadi aktivis sekaligus intelektual yang mencurahkan seluruh pikiran dan tindakan u n t u k m e m b e l a kepentingan rakyat. Merupakan pendiri Lembaga Yayasan Tanah Merdeka ( YTM ) yang berada di Sulawesi Tengah, juga merupakan anggota Walhi Sulawesi Tengah. Merupakan penganut Marxisme tulen yang karyanya sudah tersebar dimana-mana. Arfan Aziz Pemuda asal Jambi ini, menamatkan studi sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sulthan Thaha Saifuddin, Jambi, Indonesia (2002). Meraih gelar Master of Social Science (Anthropology and Sociology) di Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan Universiti Kebangsaan Malaysia (2007) dan kini tengah menyelesaikan program Doktoral (PhD Cand. Anhtropology and Sociology) juga di Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan UKM. Memulai pekerjaan sebagai community organizer di Sarolangun dan menjadi report assistant untuk Proyek Penelitian WALHI Jambi (2001, DfID) yang bertema Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Skala Besar Terhadap Masyarakat Lokal di Jambi', Ia juga pernah menjadi asisten lokal untuk proyek penelitian DEMOS: MasalahMasalah dan Pilihan-Pilihan Demokrasi di Indonesia (2004) sambil menjadi peneliti dan fasilitator di Pusat Dukungan Kebijakan Publik dan Pemerintahan yang Baik KBH YPBHI Jambi, Indonesia (2003-2005, Friedrich Naumann Stiftung & Uni Eropa). Di samping mengikuti kuliah pasca sarjana, bersama Diana Wong Ing Boh, Arfan terlibat dalam proyek penelitian Social Science Research Council bertema Migrant Minority Religious live (2007-2009, Ford 67 Foundation). Kini dia menetap di Jambi dan kembali kepada almamaternya sebagai staf di Pusat Penelitian IAIN Sulthan Thaha Saifuddin dan menjadi redaktur jurnal sosial keagamaan 'Kontekstualita'. Arfan dapat dihubungi melalui email: [email protected]. Khalisah Khalid Lahir di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 1978. Menyelesaikan studi di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mengenal isu lingkungan hidup sejak aktif di Kelompok Pencinta Alam (KPA) Arkadia UIN Jakarta, dan mulai aktif di WALHI dari relawan sejak tahun 1997, hingga saat ini sebagai Kepala Departemen Jaringan dan Pengembangan Sumber Daya Eksekutif Nasional WALHI periode 2012-2016. Sebelumnya pada tahun 2008-2012 menjadi Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup periode 2008-212. Selain di WALHI nasional, juga pernah aktif bersama WALHI Jakarta dan WALHI Aceh. Bergelut pada kerja-kerja pengorganisasian bersama komunitas yang menjadi korban kebijakan negara, melakukan riset dan kajian terkait dengan isu lingkungan hidup dan menyuarakan persoalan lingkungan hidup kepada publik melalui kampanye populer menjadi aktitas yang dilakoni di WALHI, termasuk didalamnya membangun komunikasi dengan jaringan masyarakat sipil. Selain menekuni aktitas keseharian di WALHI, menulis berbagai artikel di media dilakukan sebagai bagian dari kampanye tentang isuisu lingkungan hidup, politik dan perempuan. Artikelnya telah dimuat di berbagai media massa nasional seperti Kompas dan Koran Tempo. Berbagai artikel tersebut dapat diunduh di www.sangperempuan.web.id. Untuk komunikasi dapat melalui email di [email protected] atau [email protected] Rizki Fitriana Perempuan tangguh asal Muaro Bungo Jambi ini meretas jalan aktivisme sebagai mahasiswi mandiri di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Selain aktif di organisasi mahasiswa, Rizki juga bergiat dalam diskusi membangkitkan kesadaran mahasiswa tentang khittahnya menjadi pelopor transformasi sosial. Rudi HB Daman Laki-laki kelahiran Sukabum, 07 Agustus 1978 ini pernah bekerja di pabrik menjadi buruh di pabrik Sepatu selama 3 tahun. Pada tahun 1998 Di PHK karena ambil bagian dalam pemogokan dan pengorganisasian untuk pembangunan Serikat Buruh Independen di bawah tanah. Tahun 1997 di tangkap oleh pihak Kepolisian dan Tentara (hanya 1 hari mendekam di kantor Polisi) karena melakukan pertemuanpertemuan di kalangan kaum buruh serta di tuduh menggalang kekuatan untuk melakukan pemogokan di pabrik. Sejak April tahun 1998 aktif dalam kerja pengorganisasian kaum buruh di wilayah Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi. Pada tahun 1998 juga ambil bagian dalam aksi-aksi mahasiswa dan juga kaum buruh dalam menggulingkan rezim otoriter Soeharto. Pernah menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Buruh Pabrik Sepatu (DPP. PERBUPAS) Sejak tahun 2000 s/d 2001. Perbupas adalah Federasi Serikat Buruh anggota GSBI di sektor Alaskaki (sepatu dan perlengkapannya). Organisasi ini pertama kali didirikan di Bogor Indonesia pada 26 Desember 1996. Pada tahun 2001 s/d 2006 Menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Independen (DPP GSBI) . Sejak 2006 sampai sekarang menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Independen (DPP GSBI) . Sejak 1 Mei 2008 sampai dengan sekarang menjadi Koordinator Front Perjuangan Rakyat (FPR). FPR adalah aliansi luas dari organisasiorganisasi masyarakat sipil Indonesia dan organisasi-organisasi Sosial serta Individu. FPR menyandarkan diri pada prinsip aliansi dasar klas buruh dan kaum tani sebagai komponen pokok perubahan sosial. Selain melakukan aksi-aksi, FPR juga menggelar diskusi-diskusi yang mengulas berbagai persoalan sosial di masyarakat. Dalam politiknya, FPR berpegang pada prinsip kebebasan dalam inisiatif dan kemandirian dalam politik. Sejak 15 Agutus 2010 s/d sekarang menjadi Ketua ILPS Indonesia. Sampai saat ini masih ambil bagian dalam usaha penyatuan gerakan buruh dan gerakan rakyat di Indonesia, terlibat dalam memimpin dan mengorganisasikan aksi-aksi, pemogokan mengenai perjuangan persoalan-persoalan kaum buruh dan rakyat serta aktvitas-aktivitas organisasi massa lainnya. Pernah juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan Internasional seperti menghadiri pertemuanpertemuan, seminar, konfrensi baik yang diselenggarakan oleh serikat buruh ataupun LSM. Tatiana Lukman Adalah anak sulung dari lima bersaudara, pasangan M.H. Lukman (1920-1965) dengan Siti Niswati. M.H. Lukman adalah orang kedua di teras pimpinan PKI dan Wakil Ketua DPR Gotong R o y o n g d a l a m pemerintahan Presiden Sukarno di era enam puluhan. Tatiana meninggalkan tanah air di akhir tahun 1964 untuk belajar ke Tiongkok. Karena Revolusi Besar Kebudayaan Proletar tahun 1964, ia tidak dapat melanjutkan dan menyelesaikan kuliahnja. Ia hijrah ke Kuba di mana berhasil menyelesaikan kuliahnya di Universitas Havana dalam jurusan Bahasa dan Sastra Spanyol (1978), kemudian Linguistik Perancis (1981). Ia sempat bekerdja sebagai guru bahasa Perancis di Institut Nasional Turisme selama hampir 12 tahun.Sekarang ia tinggal dan bekerja di Negeri Belanda. Bulan November 2013, telah terbit “Alternatif”, karyanja yang ketiga. Karya pertamanja adalah “Panta Rhei” (2008) dan yang kedua “Pelangi” (2010). JURNAL TANAH AIR / FEBRUARI - APRIL 2014 Oki Hariansyah Wahab Kandidat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro, minat studinya pada sosiologi hukum dan hukum agraria,bergiat di Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hak Asasi manusia (PKKPHAM) FH Unila 68