KONSEP DAN INTERPRETASI AYAT-AYAT GENDER DALAM WACANA SOSIAL POLITIK Syafiuddin Al Ayubi Pondok Pesantren al-Istiqomah Bandung Jl. Pacet – Ciparay Bandung Email: [email protected] Abstrak: Studi ini menelaah konsep gender yang diusung para feminis, dan melakukan telaah terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan landasan dalam menyuarakan konsep-konsep gender yang berkaitan dengan bidang sosial dan politik. Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik yang bersifat tematis. Langkah awal yang digunakan dengan cara menjelaskan konsep gender yang diusung, kemudian menguraikan ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi sumber perdebatan, dan konteks yang mempengaruhi, serta pandangan Islam secara umum terhadap konsep gender. Setelah itu, penulis menguraikan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dasar atas konsep gender dalam bidang politik. Hasil analisis terhadap beberapa penafsiran terhadap ayatayat yang berkaitan dengan gender menunjukkan bahwa anggapan para feminis yang menyatakan bahwa sumber-sumber diskriminasi terhadap perempuan dalam masyarakat Islam tidak berasal dari ajaran dasar agama, melainkan lebih pada kesalahan penafsiran dan pemahaman terhadap agama. Oleh karena itu, beberapa reformis Islam kontemporer menekankan keharusan untuk melakukan pembaharuan terhadap pemahaman keagamaan, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran dasar agama dapat terus-menerus diterapkan dan sesuai dengan konteks yang ada. Al-Qur’an selalu mengajarkan akan kesetaraan dan persamaan kedudukan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan di segala bidang dalam aspek kehidupan; bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan lainnya. Abstract: this study reveals the concept of gender which is held by the feminists, and this study also discusses the interpretations of verses in al–Qur’an which become the foundation for the feminists to advocate concept of gender in politic and social realm. This research applies thematically hermeneutic approach. The first step of this research is making an explanation through explaining concept of gender which is held by the feminist and then deciphering the verses in al-Qur’an of which becoming the source of debates; this research also reveals the context that influences of the verses, and also Islam weltanschauung upon the concept of gender. The second is the writer deciphers the interpretation of verses in al–Qur’an of which are made to be political ground for the concept of gender. The result of the analysis upon these verses dealing with concept of gender is assumption of the feminists who said that woman abuse in Islam society is not originally coming from basic Islamic teaching but the abuse is coming from an erroneous interpretation of Islamic teaching. Some contemporary Islamic reformers therefore emphasize an obligation to reform such erroneous understanding in order to apply the right values and teaching of Islam. This effort also becomes the way to continually adjust the existing context with Islamic teaching. al–Qur’an invariably teaches the equality of every Muslim before Allah, both men and women in every aspects of human lives; such as in politics, economy, social, education, etc. Kata Kunci: gender, hermeneutik, feminisme, sosial politik, emansipasi 131 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 131-144 PENDAHULUAN Perbincangan dan kajian mengenai kesetaraan gender dalam Islam pada era kontemporer sekarang ini merupakan sebuah kajian dan perdebatan yang tak kunjung ada habisnya. Bermula dari munculnya istilah feminisme,1 fenomena yang mulai sering dibahas sejak munculnya istilah tersebut, awal munculnya perdebataan ini pada tahun 1990-an.2 Istilah gender3 pun mulai diperkenalkan dan disosialisasikan oleh kelompok feminis di London sebagai konsep sosiologi sejak paruh kedua abad ke-20, tepatnya pada tahun 1977, dan sejak itu pula kelompok feminis tidak lagi menggunakan isu-isu patriarkal atau sexist sebagai sosialisasi atas teori mereka, melainkan menggunakan isu gender.4 Sebagai sebuah pembahasan yang membahas persoalan hubungan kemitraan lakilaki dan perempuan yang merujuk pada sumber ajaran Islam, pembahasan ini rentan akan timbulnya perbedaan pendapat, antara yang setuju atau pun menolak. Wacana gender masuk ke dunia Islam bertepatan dengan masuknya budaya modernitas Eropa ke dunia Islam pada awal abad ke-19. Budaya kebangsaan Eropa tersebut memunculkan perubahan dalam bidang politik, ekonomi, dan kultural yang secara perlahan-lahan mengangkat derajat perempuan.5 Berkaitan dengan hal tersebut, bagaimana pandangan Islam mengenai gender. Benarkah Islam atau al-Qur’an telah mendasari penyadaran integratif tentang eksistensi perempuan dalam beberapa hal sebagai mitra sejajar laki-laki. Sementara realitas yang terjadi saat ini di berbagai negara menampilkan pemandangan kontradiktif. Wanita tidak boleh menjadi pemimpin (presiden), tidak boleh menduduki jabatan strategis, haram menuntut hak-hak politik dan sebagainya.6 Menurut Nasaruddin Umar, secara sosio-historis, Islam yang sejak awal menegaskan bahwasanya diskriminasi peran dan relasi gender adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang harus dieliminir. Islam memberikan amanah manusia untuk memperhatikan konsep keserasian, keselarasan, keseimbangan, keutuhan; baik sesama manusia maupun lingkunganya. Dalam Islam diperkenalkan konsep kesetaraan gender yang mengacu pada ayat-ayat al-Qur’an subtantif, yang sekaligus menjadi tujuan umum syari’ah, antara lain; (QS. al-Nahl, 16:90) mewujudkan keadilan dan kebajikan, 1 Feminisme adalah: Le fe>minisme est une doctrine, mouvement qui pre>conise i’extension des droits du ro>le de la femme dans la socie>te> : Feminisme merupakan doktrin, gerakan yang membela perluasan hakhak dan peran perempuan dalam masyarakat. Lihat, (Dictionnaire Le Petit Robert1, 1995), 291 2 Anitta Kynsilehto, ed., Feminisme Islam; Berbagai Perspektif , (Finland: Juvenes Print, 2008), 9. 3 Pengertian paham kesetaraan jender --seperti yang dikutip Nasaruddin Umar dari Women's StudiesEncyclopedia--, adalah "konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan ( distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembangdalam masyarakat". Helen Tierney, ed., Women's Studies Encyclopedia, (New York: Green Wood Press), 153. dalam Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur'an, (Jakarta: Paramadina, 2001), 33-34. 4 Elain Showalter, ed., Speaking of Gender, (Routledge, New York: 1989). 5 Kadarusman, Agama, Relasi gender dan Feminisme, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), 61. 6 L. Satria Jagat, AL-Qur’an Berbicara Kesetaraan Jender, dalam Sahiron Syamsuddin, ed., Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2010), 127-128. 132 Konsep dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender (Syafiuddin Al Ayubi) (QS. al-Nisa’, 4:58) keamanan dan ketentraman, (QS. Ali ‘Imron, 3:104) menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan.7 Pada masa Rasulullah kaum perempuan digambarkan sebagai perempuan yang aktif, sopan dan terpelihara akhlaknya. Bahkan dalam al-Qur’an figur ideal seorang muslimah digambarkan sebagai pribadi yang memiliki kemandirian dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya; pertama, kemandirian dalam bidang politik, al-istiqlal alsiyasah (QS. al-Mumtahanah, 60:12), mengizinkan kaum perempuan untuk melakukan gerakan ‚oposisi‛ terhadap kebrobrokan yang ada dan menyampaikan kebenaran (QS. alTaubah, 9:71). Kedua, kemandirian dalam bidang ekonomi, al-istiqlal al-iqtishadi (QS. alNahl, 16:97). Tidaklah mengherankan jika pada masa Rasulullah ditemukan sederetan nama kaum perempuan yang memiliki prestasi cemerlang, perempuan dengan leluasa masuk pada berbagai macam sektor kehidupan, termasuk politik, ekonomi dan berbagai sektor kehidupan lainnya.8 Pembahasan gender yang merupakan sebuah analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat tersebut. Perdebatan mengenai Gender pun tak luput dari laki-laki, hanya saja, yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial.9 Ketimpangan peran sosial berdasarkan gender masih tetap dipertahankan dengan dalih doktrin agama. Agama dilibatkan untuk melestarikan kondisi di mana kaum perempuan tidak menganggap dirinya sejajar dengan laki-laki. Tidak mustahil di balik "kesadaran" teologis ini terjadi manipulasi antropologis bertujuan untuk memapankan struktur patriarki, yang secara umum merugikan kaum perempuan dan hanya menguntungkan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat.10 Perdebatan pun ditemukan pada kajian seputar stagnasi dalam perkembangan sosial dan moral yang merupakan karakter suatu masa yang mendahului datangnya abad kolonialisme, realitas sosial kemudian pudar dan begitu jauh dari pesan-pesan ideal al-Qur’an dan Sunnah. Bersamaan dengan upaya penemuan-penemuan kembali nilai-nilai Islam itulah, maka pembahasan seputar gender mulai dikaji kembali.11 7 PengantarNasaruddin Umar, pada Ziatunah Subhan, Rekontruksi Pemahaman Jender dalam Islam; Agenda Sosio-Kultural dan Politik Peran Perempuan. (Jakarta: el-Kahfi, 2002), 11. 8 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: Kibar Press, 2007). 61. 9 Lihat, pengantar Abdul Jamil, dalam Sri Suhandjati, ed., Bias Jender dalam Pemahaman Islam, (Yogyakarta: LKis, 1999), 10. 10 Nasaruddin Umar, ‚ Perspektif Jender Dalam Islam‛, Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, (2001) 11 Halimah Krausen, Kepribadian Perempuan Dalam Al-Qur’an dan Refleksi Al-Qur’an Mengenai Perempuan Dalam Sejarah Islam,dalam Ali Hosein Hakiem, et. al., Membela Perempuan; Menakar Feminisme Dengan Nalar Agama, (Jakarta: Al-huda, 2005), 102. 133 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 131-144 Diakui atau tidak, dehumanisasi terhadap kaum perempuan pernah terjadi pada lukisan sejarah, bahkan mungkin sampai sekarang, baik di dunia Islam maupun Barat. Padahal al-Qur’an sebagai kitab suci secara normatif sangat menghargai kaum perempuan, terlihat dari bagaimana al-Qur’an secara tegas memandang laki-laki dan perempuan secara equal (al-musawah).12 Ajaran-ajaran Islam yang begitu ideal dan luhur, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan kesetaraan gender atau relasi antara lakilaki dan perempuan tidak terimplementasi dengan baik dalam realitas. Para sosiolog para penganutnya, praktek umat Islam yang berkaitan dengan posisi perempuan pada umumnya cenderung distortif dan bias. Hal tersebut dikarenakan pemahaman yang begitu harfiyah terhadap teks.13 Bahkan kenyataan seperti ini masih kita jumpai sampai sekarang. Ajaran Islam seputar keadilan antara laki-laki dan perempuan inilah yang seringkali menjadi kekhawatiran para tokoh wanita. Pada masa sekarang, ketika penglihatan tersebut disandarkan pada keterpurukan yang dialami muslimah di segala bidang. Hal ini mendorong mereka untuk mengkaji dan mencari sumber keterpurukan tersebut dengan melihat penafsiran sumber utama Islam yang berhubungan dengan perempuan.14 Tuntutan hak-hak perempuan dalam aspek sosial maupun politik begitu lantang dan gigih disuarakan oleh para feminis, baik di kalangan Islam atau Barat. Pada kawasan Timur Tengah di antaranya; Qasim Amin dalam Tahrir al- Mar’ah, bahkan para feminis sebelumnya, baik dari Mesir, Lebanon, dan Suriah, Maroko, seperti Aisha alTaimuriya (1840-1902), Warda al-Yazigi (1838 -1924), dan Zainab Fawwaz (1850-1914), Khannatha Bannuna menulis al-Nar wa al-Ikhtiyar (Api dan Pilihan, 1969), Suriah Ghadaal-Samman (lahir 1942),yang berkontribusi menyebarkan ide-ide pemikiranya melalui puisi, artikel, dan esai dalam sebuah majalah. Meskipun publikasi yang meraka lakukan terbilang klasik dalam bentuk (ghazal, Ritha, madih).15 Sebagaimana telah diuraikan di atas beberapa alasan yang menjadi landasan dasar dari tulisan ini, maka tulisan ini bermaksud untuk memuat tinjauan ulang mengenai perspektif Islam secara umum mengenai konsep kesetaraan gender, dan secara khusus akan mengkaji serta membahas pemahaman seputar penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan kesetaraan gender dalam bingkai sosial politik. METODE PENELITIAN Tema ayat-ayat gender dalam studi dipandang memiliki relasi teks dan konteks. Menguatnya isu gender di satu sisi, dan adanya keragaman penafsiran terhadap ayat-ayat yang relevan, mencerminkan adanya dielaktika antara keduanya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik yang bersifat tematis. Langkah awal yang digunakan 12 Achmad Ainur Ridho, Hermeneutika Qur’an Versi Amina Wadud Muhsin , dalam Sahiron Syamsuddin, ed.,Hermeneutika Al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: elSAQ Press, 2010), 175-176. 13 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, 61. 14 Alam Sriyanto, Kedudukan Perempuan Dalam Al-Qur’an, dalam Sahiron Syamsuddin, ed., Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep, 142. 15 Miriam Cooke, “ ‘ Telling Their Lives ’ : A Hundred Years of Arab Women's Writings. ‛, Literatures of the Middle East: A FertileCrescent, 2 (1986) : 212. 134 Konsep dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender (Syafiuddin Al Ayubi) dengan cara menjelaskan konsep gender yang diusung, kemudian menguraikan ayat-ayat alQur’an yang menjadi sumber perdebatan, dan konteks yang mempengaruhi, serta pandangan Islam secara umum terhadap konsep gender. Setelah itu, penulis menguraikan penafsiran ayatayat al-Qur’an yang dijadikan dasar atas konsep gender dalam bidang sosial politik. HASIL DAN PEMBAHASAN KRITIK PENAFSIRAN DAN PERSPEKTIF GENDER Penafsiran Distortif dan Bias Gender Sumber ajaran Islam adalah kitab suci al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan sumber utama yang tidak diragukan sedikitpun kebenarannya. Al-Qur’an memiliki otoritas absolut, sebagai risalah Tuhan yang otentik dan tanpa perubahan.16 Al-Qur’an memberikan pandangan optimistik terhadap kedudukan dan keberadaan perempuan. Tidak sedikit ayat-ayat al-Qur’an yang membahas persoalan laki-laki dan perempuan. Namun pada realitanya, penafsiran al-Qur’an masih sering dijadikan sebagai dasar atas penolakan kesetaraan gender, dengan berbagai macam penasfiran dan pemahaman terhadap agama tersebut berakibat menempatkan perempuan pada posisi second class.17 Dalam pembahasan ini, penulis mencoba menyuguhkan beberapa contoh ayat alQur’an yang berkaitan dengan pemahaman dan penafsiran Islam yang distortif dan bias gender, penafsiran-penafsiran tersebut begitu mudah ditemukan di dalam kitab-kitab tafsir, baik yang klasik maupun kontemporer. Penafsiran tersebut diantaranya; pertama, penafsiran dan pemahaman pertama mengenai asal usul diciptakanya manusia pada awal surat al-Nisa’; ِ َّ ِس و ِ ث ِمْن ُه َما ِر َج ًال ََِِ ًًرا َونِ ََاًً َواتَّ ُقوا َّ َاح َدةٍ َو َخلَ َق ِمْن َها َزْو َج َها َوب َ ٍ َّاس اتَّ ُقوا َربَّ ُك ُم الذي َخلَ َق ُك ْم م ْن نَ ْف ُ يَا أَي َها الن اللَّوَ الَّ ِذي تَ ََاًَلُو َن بِِو َو ْاْل َْر َح َام إِ َّن اللَّوَ ََا َن َعلَْي ُك ْم َرقِيبًا ‚Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasanganya (Hawa) dari (diri) nya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.‛ (QS. al-Nisa’: 1). Penafsiran mengenai asal usul penciptaan manusia menjelaskan bahwasanya manusia pertama yang diciptakan dimuka bumi adalah Adam a.s. Pemahaman seperti ini mengacu pada pengertian harfiah ayat pertama surat al-Nisa’ di atas, dan pemahaman ini 16 Ziatunah Subhan, Rekontruksi Pemahaman Jender dalam Islam; Agenda Sosio-Kultural dan Politik Peran Perempuan, 69. 17 Buni Amin, Konsep Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an, dalam Sahiron Syamsuddin, ed., Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep, 192. 135 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 131-144 membawa dampak yang luas dalam kehidupan sosial masyarakat dan berakibat pada termarginalkannya kaum perempuan.18 Kedua, pemahaman mengenai diturunkanya Adam dan Hawa dari surga; ِ ِ ِِ ِ َّجَرةِ إَِّل أَ ْن َ َي َعْن ُه َما ِم ْن َس ْوآَِتِِ َما َوق َ ال َما نَ َها َُ َما َرب ُك َما َع ْن َىذه الش َ ي ََلَُما َما ُوور َ س ََلَُما الشَّْيطَا ُن ليُْبد َ فَ َو ْس َو ِ ِ ْ ْي أَو تَ ُكونَا ِمن ين ْ ِ ْ تَ ُكونَا َملَ َك َ اْلَالد َ ‚Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepada merekaagar menampakkan auratn mereka (yang selama ini tertutup). Dan (setan) berkata, "Tuhan hanya melarang kamu berdua mendekati pohon ini, agar kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga).‛ (QS. al-A’ra>f: 20). Pemahaman ini dalam masyarakat disosialisasikan bahwa diturunkanya Adam dari surga akibat dari godaan Hawa yang terlebih dahulu jatuh pada godaan Iblis. Implikasi dari pemahaman ini adalah bahwa hakikatnya seorang perempuan adalah penggoda yang dekat dengan Iblis. 19 Ketiga, penafsiran dan pemahaman yang menjelaskan mengenai kepemimpinan perempuan dalam lingkup sosial masyarakat; ِ ِ َّ َض وِِبا أَنْ َف ُقوا ِمن أَمواَلِِم ف ِ ِ ِ ال قَ َّوامو َن علَى الن ات َ َ ٍ ض ُه ْم َعلَى بَ ْع ٌ َت َحافظ ٌ ات قَانتَا َ َّل اللَّوُ بَ ْع َ ُ ُ ِّلر َج ُ َالصاِل ْ َْ ْ َ َ َِّاً ِبَا فَض ِ الَّلِِت ََتافُو َن نُشوزى َّن فَعِظُوى َّن واىجروى َّن ِِف الْم ِ لِْلغَْي وى َّن فَِإ ْن أَطَ ْعنَ ُك ْم فَ ََّل تَْب غُوا َعلَْي ِه َّن َسبِ ًيَّل َ ب ِِبَا َح ِف ْ ضاج ِع َو َ َّ ظ اللَّوُ َو َ َ ُ ُاض ِرب ُ ُُ ْ َ ُ َُ ُ إِ َّن اللَّوَ ََا َن َعلِيًّا ََبِ ًًرا ‚Kaum laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan yang saleh, adalah mereka yang (taat kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha besar.‛ (QS. al-Nisa>’: 34). Dalam kehidupan masyarakat, asumsi yang berkembang atas ajaran yang disampaikan adalah bahwa kaum perempuan tidak layak menjadi seorang pemimpin disebabkan sifat biologis yang begitu lembut, mempunyai daya pikir yang lemah, dan sifat yang begitu halus pada kaum perempuan dikhawatirkan tidak akan mampu dalam mengambil keputusan yang tegas.20 18 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, 55. Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, 55. 20 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, 55. 19 136 Konsep dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender (Syafiuddin Al Ayubi) Dari ketiga contoh penafsiran dan pemahaman yang berkaitan dengan posisi atau kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat tersebut, menunjukkan bahwasanya pada dasarnya posisi atau kedudukan perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi laki-laki dalam tatanan masyarakat sosial. Pemahaman yang bias akan gender ini, justru begitu berkembang dan dianut oleh mayoritas umat Islam. Gender dalam Perspektif Islam Jauh sebelum al-Qur’an diturunkan dan Islam berkembang, sejarah mencatat bahwasanya terdapat sekian banyak peradaban dunia, yaitu; Yunani, Romawi, India, dan Cina. Dalam peradaban Yunani, kalangan elit perempuan disekap dalam istana-istana, berbeda dengan perempuan dari kalangan bawah yang hidupnya begitu menderita. Pada peradaban Romawi posisi perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya, peradaban Hindu dan Cina pun tak jauh beda dengan peradaban Yunani dan Romawi. Di mana hak hidup seorang wanita yang bersuami harus berakhir pada kematian suaminya, istri harus dibakar hidup-hidup disaat proses pembakaran mayat suaminya. Begitupula dengan wacana yang berkembang pada masyarakat Arab saat itu. Kebudayaan jahiliyah yang sarat akan budaya triarchal, di mana sebuah budaya dibangun atas dominasi kaum laki-laki dan pengalaman dari kaum laki-laki dipandang sebagai sebuah norma. Sebuah kebudayaan yang memandang kaum perempuan tak ubahnya hanya sebagai reproduksi laki-laki tanpa mengenal fungsi yang lain.21 Dari uraian ini dapat kita ketahui bahwa jauh sebelum Islam hadir, menunjukkan betapa termarginalkanya kaum perempuan. Kaum perempuan sama sekali tidak dapat menyuarakan hak mereka. Islam adalah agama yang sangat menekankan pentingnya penghormatan sesama manusia. Hal ini terlihat dari ajaran-ajaran yang disampaikan Islam sangatlah akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan\ bentuk dari elaborasi kemanusiaan tersebut nampak pada pengakuan terhadap kesamaan dan kesetaraan manusia. Al-Qur’an menguraikan hakhak perempuan pada surat al-Nisa>’ ayat 32, yang secara umum menjadi rujukan; ِ ص ِ ِ صيب ِِمَّا ا َْتََبوا ولِلن ِ ِ ِ ٍ وَل تَتَمنَّوا ما فَضَّل اللَّو بِِو ب عض ُكم علَى ب ع َ ْ ََ َيب ِمَّا ا َْت َْ َ ْ َ َْ ُ َ َاسأَلُوا اللَّو ْ ْب َو َ َْ َ ٌ ََِّاً ن ٌ َض ل ِّلر َجال ن َ َ َُ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ْ َِمن ف يما ْ ً ضلو إ َّن اللَّوَ ََا َن ب ُك ِّل َش ْيً َعل ‚Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allah Maha mengetahui segala sesuatu.‛ (QS. al-Nisa>’: 32). Dari apa yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya secara tegas alQur’an menjelaskan akan hak perempuan, seperti, hak waris, hak di luar rumah, hak memperolah pekerjaan, hak politik, hak memberikan kesaksian, hak memilih jodoh, hak 21 Alam Sriyanto, Kedudukan Perempuan Dalam Al-Qur’an, dalam Sahiron Syamsuddin, ed., Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep, 144-145. 137 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 131-144 menentukan pendidikan dan lainnya.22 Salah satu bentuk pengakuan Islam akan kesaamaan dan kesetaraan tersebut disandarkan pada pengakuan akan posisi laki-laki dan perempuan dipandang dari derajat ketakwaannya tanpa membedakan jenis kelamin manusia.23 Hal senada diungkapkan oleh Nurcholis Madjid, menurutnya, semua manusia dipandang sama dalam harkat dan martabat, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, kesukuan ataupun lainnya. Satu-satunya aspek yang membedakan antara manusia satu dengan lainnya adalah ketakwaannya.24 Menurut Mohsin Araki, dalam Islam terdapat lima prinsip mengenai status perempuan; 1. Kesetaraan laki-laki dan perempuan di hadapan Tuhan Semua manusia sama dihadapan Allah Swt. dan tidak terdapat perbedaan di antara laki-laki dan perempuan. Manusia karena fitrahnya mampu mendaki rangkaian tingkattingkat kesempurnaan spiritual yang berpuncak pada kedekatan maksimum dihadapan Tuhan. 2. Hak-hak yang sama dalam hubunganya dengan alam Relasi antara manusia dengan alam begitu jelas diuraikan di dalam al-Qur’an, sebagaimana yang termuat dalam ayat: ِ َّ وس َّخر لَ ُكم ما ِِف ِ ِ ِ ات وما ِِف ْاْلَر ُض ََج ًيعا منْو ْ َ َ الَ َم َاو َ ْ َ ََ ‚Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di Langit dan apa yang di Bumi semuanya, (sebgai rahmat) dari-Nya....‛ (QS. al-Ja>thiyah:13). Allah menegaskan bahwa pemanfaatan dan penguasaan alam haruslah disandingkan dengan rasa tanggungjawab terhadap lingkungan fisik seseorang. Seorang manusia mempunyai hak dalam memanfaatkan alam, tetapi juga harus bertanggungajwab atas keberlangsungan dan tanggungjawabnya. 3. Posisi perempuan dalam struktur sosial Laki-laki dan perempuan mempunyai tanggungjawab terhadap lingkungan di mana mereka hidup. Laki-laki dan perempuan mempunyai peran aktif dan menikmati hak-hak sosialnya, sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an: ِ َّ ضنَا ْاْلَمانَةَ علَى ِ ِْ ض و ِْ ْي أَ ْن ََْي ِم ْلنَ َها َوأَ ْش َف ْق َن ِمْن َها َو ََحَلَ َها اْلنْ ََا ُن َ َ ْ إِنَّا َعَر َ ْ َاْلبَال فَأَب َ ِ الَ َم َاوات َو ْاْل َْر ‚Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada Langit, Bumi, dan Gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia....‛ (QS. al-Ah}za>b: 72). 22 Alam Sriyanto, Kedudukan Perempuan Dalam Al-Qur’an, dalam Sahiron Syamsuddin, ed., Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep, 152. 23 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, 60. 24 Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta; Paramadina, 2000), 102. 138 Konsep dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender (Syafiuddin Al Ayubi) Laki-laki tidak lebih superior dibandingkan perempuan, karena keduaanya mempunyai tanggungjawab dan hak-hak sosial yang sama. Tugas-tugas kemasyarakatan haruslah dialokasikan kepada semua jenis seks sesuai dengan kapabilitas dan kapasitas masing-masing. 4. Keberagaman dalam kesatuan Pemahaman yang ada adalah pandangan dunia ini meyakini bahwa dunia yang dihuni manusia merupakan sesuatu yang beragam dan kompleks, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an: اس إِنَّا َخلَ ْقنَا َُ ْم ِم ْن ذَ ََ ٍر َوأُنَِْى َو َج َعلْنَا َُ ْم ُش ُعوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع َارفُوا ُ َّيَا أَي َها الن ‚Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal....‛ (QS. al-Hujura>t: 13). 5. Dunia penciptaan bersifat permanen dan sempurna meski beragam Kesatuan ini mempunyai tujuan tunggal, semuanya berada dalam sebuah pergerakan permanen dan harmonis sejak awal hingga akhir, saling melengkapi satu sama lain dalam proses tersebut. Harmoni dinamis ini diperoleh melalui pelaksanaan hukum Tuhan. Dari sudut pandang al-Qur’an, manusia (baik laki-laki maupun perempuan) mempunyai tanggungjawab untuk mengatur dunia agar dapat mencapai tujuan akhir; tugas memimpin ciptaan-ciptaan lain menuju Tuhan yang Maha Kuasa.25 Berdasarkan uraian di atas; dalam pemahaman mengenai kitab suci khususnya mengenai gender, jika terdapat pernyataan yang mengandung unsur ketidakadilan dan persamaan, maka harus diselesaikan dengan dua hal; pertama, membaca ulang kitab suci secara komprehensif, namun jika jelas dan tegas, maka hal kedua yang harus dilakukan adalah mengkaji ulang terhadap pemahaman atau penafsiran atas definisi yang dicetuskan dalam konsep keadilan.26 KONSEP GENDER DALAM RANAH SOSIAL POLITIK Perempuan dan Hak Politik Dalam bidang politik, hak untuk berpolitik adalah hak untuk berpendapat untuk menjadi anggota lembaga perwakilan.27 Dalam pembahasan politik, nilai yang terselip adalah nilai kekuasaan, kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk terjun dan berperan aktif di dalamnya.28 Sejarah menjelaskan bahwa pada periode abad pertengahan awal dapat disinyalir bahwasanya perempuan memainkan peran penting dalam berbagai bidang. Mulai dari puisi sampai pada urusan negara, bahkan sebelum 25 Mohsin Araki, Status Perempuan dalam Pemikiran Islam , dalam Ali Hosein Hakiem, et. al., Membela Perempuan; Menakar Feminisme Dengan Nalar Agama, 39-45 26 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme; Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, 246. 27 Muhammad Anis Qasim, Perempuan dan Kekuasaan; Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam, (Bandung: Zaman, 1998), 36. 28 Ziatunah Subhan, Rekontruksi Pemahaman Jender dalam Islam; Agenda Sosio-Kultural dan Politik Peran Perempuan, 69. 139 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 131-144 Islam, peran perempuan Arab terlepas dari tanggungjawab domestik, termasuk mendorong suami mereka untuk memperjuangkan suku atau komunitas.29 Perbincangan dan seruan kaum perempuan akan tuntutan hak-hak mereka dalam bidang politik tak hanya kita jumpai dalam kehidupan riil yang kita jalani. Namun, pada hakikatnya hak mereka sebenarnya telah diuraikan di dalam al-Qur’an, yaitu; 1. Hak untuk memimpin, sebagaimana firman Allah Swt; ِ ٍ ِ ِ ِ ك س ِريع الْعِ َق ِ ٍ ض ُك ْم فَ ْو َق بَ ْع ِ ف ْاْل َْر اب َ ض َوَرفَ َع بَ ْع َ َوُى َو الَّذي َج َعلَ ُك ْم َخ ََّلئ ُ َ َ َّض َد َر َجات ليَْب لُ َوَُ ْم ِِف َما آَتَا َُ ْم إ َّن َرب ِ وإِنَّو لَغَ ُف يم ٌ ُ َ ٌ ور َرح ‚Dan Dia lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di Bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.‛ (QS. al-An’a>m: 165). Kata khalifah pada ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah satu dari jenis kelamin ataupun kelompok etnis terntentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan bertanggungjawab di Bumi sebagai khalifah sebagaimana mereka bertanggungjawab kepada Tuhan.30 Al-Qur’an tidak menganut paham the second sex yang memberikan keutamaan kepada kaum jenis kelamin terntentu atau the firts etnic yang mengistimewakan suku tententu. Laki-laki dan perempuan mempunyai potensi yang sama untuk menjadi ‘a>bid atau khalifah.31 2. Hak- hak untuk berpolitik Hak kaum perempuan untuk melakukan gerakan oposisi terhadap berbagai kebobrokan dan menyampaikan kebenaran, sebagaimana yang tertulis dan diuraikan di dalam al-Qur’an; ِ ِ ِ ِ ِ َّ الص ََّلةَ َويُ ْؤتُو َن ٍ ض ُه ْم أ َْولِيَاًُ بَ ْع َّ يمو َن َالزََاة ُ ات بَ ْع ُ ََوالْ ُم ْؤمنُو َن َوالْ ُم ْؤمن ُ ض يَأْ ُمُرو َن بالْ َم ْعُروف َويَْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر َويُق ِ ِ يم َ َِويُ ِط ُيعو َن اللَّوَ َوَر ُسولَوُ أُولَئ ٌ ك َسيَ ْر ََحُ ُه ُم اللَّوُ إ َّن اللَّوَ َع ِز ٌيز َحك ‚Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.‛ (QS. al-Taubah: 71). 3. Mempunyai kemandirian politik (al-istiqlalal-siyasah); 29 Margot Badran, Mariam Cooke, ed., ‚ ‘Opening the Gates’: A Century of Arab Feminist Writing, Contemporary Chinese Literature (Summer, 1991) : 540. 30 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender; Perspektif Al-Qur’an, 252. 31 L. Satria Jagat, AL-Qur’an Berbicara Kesetaraan Jender, dalam Sahiron Syamsuddin, ed., Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep, 132-133. 140 Konsep dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender (Syafiuddin Al Ayubi) ِ ِ ِ ْي َوَل يَ ْقتُ ْل َن أ َْوَل َد ُى َّن َوَل َ َات يُبَايِ ْعن َ ك َعلَى أَ ْن َل يُ ْش ِرَْ َن بِاللَّو َشْيئًا َوَل يَ َْ ِرقْ َن َوَل يَْزن ُ َيَا أَي َها النَِِّب إِ َذا َجاًَ َك الْ ُم ْؤمن ٍ ِ وف فَبايِعه َّن واست ْغ ِفر ََل َّن اللَّو إِ َّن اللَّو ََ ُف ِ ِ ان ي ْف َِتينَو ب ْي أَي ِدي ِه َّن وأَرجلِ ِه َّن وَل ي ع ٍ يم َ َصين َ يَأْت َْ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ك ِِف َم ْعُر ْ َ ْ َ ُ َ َ َْي بِبُ ْهت ٌ َ ٌ ور َرح ‚Wahai Nabi! apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan bai’at (janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepadan Allah. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.‛ (QS. al-Mumtahanah: 12). Sejauh hukum syariat tidak mengingkari peran perempuan dalam masyarakat dan mendelegasikan mereka posisi yang netral, dan sejauh al-Qur’an dan Sunnah menyuarakan kesetaraan gender dalam ruang sosial, perempuan mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam ruang politik. Perempuan bebas mengekpresikan pandangan dan memberikan persetujuan serta kritikanya terhadap pemerintah. Namun, perdebatan mengenai peran perempuan ini masih sering kita jumpai, pada bidang fikih, pertentangan di antara ulama fikih mengenai peran perempuan dalam politik masih terjadi hingga saat ini, sebagian besar berkutit pada persoalan potensi kaum perempuan bagi kepemimpinan politik.32 Menurut Amina Wadud Muhsin,33 selama ini konsep kepemimpinan yang berkembang dan dipraktekkan dalam budaya masyarakat Arab tradisonal dan modern menggunakan sistem patriarki yang memberikan keistimewaan tertentu bagi kaum laki-laki. Dan yang menjadi penyebab sempitnya hak-hak perempuan dan dibatasinya hukum-hukum yang berkaitan dengan perempuan adalah penafsiran dan pemahaman terhadap nas} al-Qur’an.34 Perempuan dalam Agenda Sosial Pengaruh gender dalam aspek sosial dapat ditinjau dari budaya pada suatu masyarakat. Dalam perspektif budaya, setiap orang dilahirkan dengan kategori budaya; laki-laki atau perempuan. Dominasi kaum laki-laki dalam masyarakat menurut Allan G. Johnson bukan hanya karena mereka laki-laki, tapi lebih dari itu karena mereka 32 Asyraf Borujerdi, Sekilas Tentang Peran Sosial-Politik Perempuan dalam Pemerintahan Islam, dalam Ali Hosein Hakiem, et. al., Membela Perempuan; Menakar Feminisme Dengan Nalar Agama, 128. 33 Amina Wadud Muhsin adalah salah satu pemikir feminis kelahiran Malaysia. Dia menamatkanstudinya dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi di Malaysia. Dia menamatkan sarjananya dariUniversitas Antar Bangsa, masternya dari University of Michigan Amerika Serikat tahun 1989, gelar doktornya dari Harvard University tahun 1991-1993. Setelah menamatkan studinya, ia kembali ke Malaysiauntuk mengabdikan ilmunya melalui lembaga-lembaga pendidikan dan melalui tulisantulisannya.Sekarang ia tinggal di Amerika Serikat menjabat salah satu gurubesar di Departemen Filsafat dan StudiAgama pada Universitas Commenwelth di Virginia. Salah satu tulisannya adalah Qur’an and Woman, Kuala Lumpur,Penerbit Fajar Bakti SDN. BHD., 1992.Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Wanita di Dalam al-Quran dan diterbitkan oleh Pustaka Bandung (1984). Biografi ini penulis dapatkan dari makalah Dr. Marzuki. M. Ag., dalam Tinjauan Hukum Islam Tentang Wanita. 34 Amina Wadud Muhsin, Wanita Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1994). 118 141 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 131-144 mempunyai sekian banyak relasi kepada kekuasaaan untuk memperoleh kekuasaan. Misalnya mereka dominan dalam lembaga-lembaga hukum, pemilik sumber produksi, menguasai organisasi keagamaan, dan lembaga-lembaga perguruan tinggi. Sementara perempuan ditempatkan pada posisi inferior, sehingga akses untuk memperoleh kekuasaan sangat terbatas dan mengakibatkan perempuan berada pada status yang lebih rendah dari laki-laki.35 Realitas isu-isu gender masih sering terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat maupun institusi negara dengan berbagai ragam dan variasi yang dialami kaum perempuan, khususnya ditempat kerja, ketidakadilan dan kesetaraan gender bahkan mengarah pada kekerasan fisik, psikis, pelecehan seksual, perkosaan, dan merendahkan martabat kaum perempuan.36 Stagnasi dalam perkembangan sosial dan dekadensi moral merupakan karakter suatu masa yang persis mendahului datangnya abad kolonialisme. Realitas sosial kemudian lenyap dan jauh dari nilai-nilai ideal al-Qur’an dan Sunnah.37 Kesetaraan gender dalam bidang sosial atau peran perempuan dalam Islam tidak dialarang untuk andil dalam persoalan-persoalan sosial atas dasar dua prinsip; pertama, seorang perempuan tidak diperbolehkan mengrobakan tanggungjawab dan tugasnya sebagai pengatur keluarga dan pendidik anak-anak. Salah satu tanggungjawab krusial kaum perempuan dalam Islam adalah sebagai sosok ibu. Prinsip kedua, seorang perempuan melalui perhiasan dan kosmetik tidak diperbolehkan menjadikan dirinya boneka yang dapat dimanfaatkan, mengiklankan produk, menarik pelanggan, memenuhi hasrat amoral pria.38 Penulis mencoba menguraikan penafsiran dan pemahaman yang berkaitan dengan gender dalam aspek sosial, diantaranya adalah hak untuk memperolah perkerjaan sesuai dengan minat dan profesi yang diinginkan, dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Tuhan mewajibkan setiap manusia untuk bekerja sekaligus memelihara pekerjaannya, karena dengan demikian setiap manusia akan mendapatkan penghidupan yang layak.39 Firman Allah Swt; ِ اِل الْغَْي ِ وقُ ِل ْاعملُوا فََيَرى اللَّوُ َعملَ ُكم ور ُسولُوُ والْم ْؤِمنُو َن و َستُردو َن إِ ََل َع َّه َادةِ فَيُنَبِّئُ ُك ْم ِِبَا َُْنتُ ْم تَ ْع َملُو َن َ ب َوالش ُ َ ََ ْ َ َ َ َ ََ َ ‚Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.‛ (QS. al-Taubah: 105). 35 Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender; Perspektif Al-Qur’an, 252. Ziatunah Subhan, Rekontruksi Pemahaman Jender dalam Islam; Agenda Sosio-Kultural dan Politik Peran Perempuan, 102. 37 Halimah Krausen, Kepribadian Perempuan Dalam Al-Qur’an dan Refleksi Al-Qur’an Mengenai Perempuan Dalam Sejarah Islam,dalam Ali Hosein Hakiem, et. al., Membela Perempuan; Menakar Feminisme Dengan Nalar Agama, 102. 38 Asyraf Borujerdi, Sekilas Tentang Peran Sosial-Politik Perempuan dalam Pemerintahan Islam, dalam Ali Hosein Hakiem, et. al., Membela Perempuan; Menakar Feminisme Dengan Nalar Agama, 144. 39 Muhammad Ali Lintuhaseng, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, dalamSahiron Syamsuddin, ed., Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep, 120-121. 36 142 Konsep dan Interpretasi Ayat-Ayat Gender (Syafiuddin Al Ayubi) Al-Qur’an menguraikan atas diperbolehkannya kaum perempuan bekerja atau beraktifitas di sektor publik; ِ ِ ِ ِْ َسلَ ْمنَا َولَ َّما يَ ْد ُخ ِل اْلميَا ُن ِِف قُلُوبِ ُك ْم َوإِ ْن تُ ِط ُيعوا اللَّوَ َوَر ُسولَوُ َل يَلِْت ُك ْم ْ اب آَ َمنَّا قُ ْل َِلْ تُ ْؤمنُوا َولَك ْن قُولُوا أ ُ قَالَت ْاْل َْعَر ِ ِمن أَعمالِ ُكم َشيئا إِ َّن اللَّو ََ ُف يم ًْ ْ َ ْ ْ ٌ َ ٌ ور َرح ‚Wahai manusia! sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha mengetahui, Maha Meneliti.‛ (QS. al-Hujura>t: 13). Ayat tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya larangan bagi kaum perempuan untuk beraktivitas di sektor publik. Oleh karena itu pada prinsipnya perempuan tidak dilarang bekerja atau beraktifitas di sektor publik, bahkan menunjukkan kedudukan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam beraktivitas.40 Komitmen Islam pada persoalan sosial dan ekonomi adalah sejauh mana aktifitas manusia pada sektor tersebut sesuai dengan norma-norma dan moral etiknya.41 SIMPULAN Pemaknaan gender yang selama ini masih didengungkan setidaknya sudah mengalami pemahaman yang begitu luas dan merambah pada kawasan intelektual. Pemahaman dan persoalan yang sampai sekarang masih menjadi perdebatan, khususnya di kalangan ulama’ fikih, sedikit banyak telah menunjukkan stigma positif. Walaupun pada realitanya praktek atas teori yang diusung para feminis ini belum diterapkan sepenuhnya dalam tatanan hidup bermasyarakat di kalangan Islam pada khususnya. Respon atas teori ini telah memunculkan berbagai macam perspektif, baik ditinjau dari segi hukum, sosial, politik maupun aspek kehidupan lainnya. Konsep gender mengalami perkembangan yang begitu signifikan di kalangan umat Islam. Persetujuan atas teori tersebut dilandaskan pada pembacaan ulang atas apa yang ditafsirkan para ulama’ klasik, mengkaji ulang secara mendalam terhadap faktor-faktor sosial-kultural ataupun sosial-politik yang dimungkinkan dapat memunculkan penafsiran yang tidak sesuai dengan konsep masyarakat era modern sekarang ini. Anggapan para feminis yang menyatakan bahwa sumber-sumber diskriminasi terhadap perempuan dalam masyarakat Islam tidak berasal dari ajaran dasar agama, melainkan lebih pada kesalahan penafsiran dan pemahaman terhadap agama. Oleh karena itu, beberapa reformis Islam kontemporer menekankan keharusan untuk melakukan pembaharuan terhadap pemahaman keagamaan, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran dasar agama dapat terus-menerus diterapkan dan sesuai dengan konteks 40 Buni Amin, Konsep Kesetaraan Gender Dalam Islam, dalamSahiron Syamsuddin, ed., Studi AlQur’an; Metode dan Konsep, 120-121. 41 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: Lkis, 2001), 119. 143 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 2, Juli 2015: 131-144 yang ada. Al-Qur’an selalu mengajarkan akan kesetaraan dan persamaan kedudukan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan di segala bidang dalam aspek kehidupan; bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Badran, Margot. dan Cooke, Mariam. (ed). ‚ ‘Opening the Gates’: A Century of Arab Feminist Writing. Contemporary Chinese Literature. Summer, 1991. Cooke, Miriam.‚ ‘ Telling Their Lives ’ : A Hundred Years of Arab Women's Writings. ‛. Literatures of the Middle East: A FertileCrescent. 1986. Dictionnaire Le Petit Robert1, 1995 Departemen Agama Republik Indonesia, AL-Qur’anul-Karim; Terjemah dan Tajwid. Hosein Hakiem, Ali. (et). (al). Membela Perempuan; Menakar Feminisme Dengan Nalar Agama. Jakarta: Al-huda, 2005. Kadarusman. Agama, Relasi gender dan Feminism. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005. Kynsilehto, Anitta. (ed).Feminisme Islam; Berbagai Perspektif . Finland: Juvenes Print, 2008. Madjid, Nurcholis. Masyarakat Religius. Jakarta; Paramadina, 2000. Maksum, Ali. Pluralisme dan Multikulturalisme; Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Yogyakarta: 2011. Marzuki. Tinjauan Hukum Islam Tentang Wanita. Makalah. Musdah Mulia, Siti. Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender. Yogyakarta: Kibar Press, 2007. Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender\. Yogyakarta: Lkis, 2001. Muhsin, Amina Wadud. Wanita Dalam Al-Qur’an. Bandung: Pustaka, 1994. Qasim, Muhammad Anis. Perempuan dan Kekuasaan; Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam. Bandung: Zaman, 1998. Sasongko, Sri Sundari. Konsep dan Teori Gender. Jakarta: BKKBN, 2009. Showalter, Elain . (ed). Speaking of Gender. Routledge, New York: 1989. Subhan, Ziatunah. Rekontruksi Pemahaman Jender dalam Islam; Agenda Sosio-Kultural dan Politik Peran Perempuan. Jakarta: el-Kahfi, 2002. Suhandjati, Sri. (ed). Bias Jender dalam Pemahaman Islam. Yogyakarta: LKis, 1999. Syamsuddin, Sahiron. (ed). Studi Al-Qur’an; Metode dan Konsep. Yogyakarta: elSAQ Press, 2010. __________. (ed). Hermeneutika Al-Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: elSAQ Press, 2010. Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur'an. Jakarta: Paramadina, 2000. __________.‚ Perspektif Jender Dalam Islam ‛. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina 2001. Yaqin, M. Ainul, Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2007. 144