BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku konsumen

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu,
kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan
bagaimana barang, jasa, ide, dan pengalaman untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan mereka (Kotler dan Keller, 2009). Dari
pengertian itulah dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan dan mempergunakan barang
dan jasa sesuai dengan kebutuhan mereka. Bahan pangan merupakan
barang yang sangat penting dan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia. Salah satu bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi adalah
produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari
adalah jenis daging ayam yang berasal dari ayam pedaging (broiler).
Daging merupakan salah satu sumber protein yang diperlukan oleh
tubuh. Di Indonesia, berbagai macam daging telah dikonsumsi dan
merupakan salah satu bahan pangan pokok untuk memenuhi kebutuhan
gizi. Salah satu daging yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di
Indonesia adalah daging ayam. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah
produksi daging secara nasional, daging ayam yang terbesar dibandingkan
dengan jenis daging lainnya. Perbandingannya dapat dilihat dalam Gambar
1.1.
Produksi Daging Nasional Tahun 2012
Persentase Total Produksi
52,84
18,89
1,32
0,08
2,57
1,75
8,77 10,25
2,38
1,15
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).
Gambar 1.1. Persentase Produksi Daging Nasional Tahun 2012
Selain sebagai sumber protein yang baik untuk tubuh, daging ayam
sangat mudah diperoleh dan harganya yang lebih terjangkau dibandingkan
dengan daging merah (sapi dan kambing).
Tabel 1.1. Tabel Harga Daging Rata-rata Nasional Tahun 2012
Harga Rata-rata Nasional
Jenis Daging
Tahun 2012 (Rp/kg)
Sapi
68.741
Kambing
58.215
Ayam Pedaging (Broiler)
35.333
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012).
Oleh karena alasan ekonomis itulah, dari waktu ke waktu jumlah
konsumsi daging ayam di Indonesia terus meningkat. Permintaan pasar
akan daging ayam terus bertambah seiring dengan waktu dan peningkatan
taraf hidup masyarakat yang sadar akan kesehatan, khususnya untuk
pemenuhan zat protein. Peningkatan konsumsi daging ayam akan
dijelaskan dalam Gambar 1.2.
Rata-rata Pertumbuhan (%)
Grafik Pertumbuhan Konsumsi Rata-rata
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
Daging Sapi
Daging Ayam Ras /
Broiler Meat
Daging Ayam Kampung
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013).
Gambar 1.2. Grafik Pertumbuhan Konsumsi Rata-rata
Meningkatnya permintaan akan daging ayam ini membuat para
produsen terus melakukan segala cara untuk dapat memenuhi permintaan
pasar akan daging ayam. Hal ini selain berdampak positif juga
menimbulkan dampak negatif yaitu munculnya daging ayam yang tidak
sehat serta tidak memenuhi syarat keamanan dan kehalalan pangan.
Munculnya daging ayam yang tidak sehat dan halal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan dan kemampuan produsen dalam memroses
produk daging ayam yang sehat, benar, dan aman.
Banyak daging ayam yang beredar di pasar modern atau pasar
swalayan tak bersertifikat halal. Menurut Himpunan Peternak Unggas
Lokal Indonesia (Himpuli) persentasenya mencapai 90 persen. Menurut
Himpuli, kondisi ayam tersebut tidak sesuai UU Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dari temuan itu daging ayam
dinyatakan tak halal dan sehat. Mestinya produk-produk ini sesuai standar
agama dan undang-undang. Dari segi agama harus disembelih dengan cara
halal dan bersertifikat halal. Dari sisi undang-undang, produk pun mesti
mendapatkan sertifikat sehat. Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan
hal yang sangat berbeda. Karena sebagian besar daging ayam di pasar
modern tidak bersertifikat halal dan sehat (Anonim, 2014).
Salah satu produk olahan daging ayam yang sangat populer di
tengah masyarakat adalah produk ayam goring tepung. Karena permintaan
akan produk ini terus meningkat dan banyak peminatnya, memunculkan
banyak produsen yang mengeluarkan produk sejenis sehingga produk
ayam goreng tepung dapat ditemui dengan mudah di berbagai tempat.
Selain praktis, produk ayam goreng tepung yang dijual oleh produsen
lokal memiliki harga yang relatif terjangkau sehingga masyarakat banyak
yang menggemari produk ini.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama
Islam, seharusnya produsen makanan memperhatikan kehalalan dari
produk yang mereka jual. Menurut sensus penduduk tahun 2010, sebesar
87,2% dari jumlah penduduk Indonesia yaitu 237.641.326 penduduk
adalah pemeluk agama Islam (Badan Pusat Statistik, 2013). Oleh karena
itulah, pengawasan terhadap makanan yang beredar di masyarakat menjadi
hal yang sangat penting mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah
Muslim. Pemerintah khususnya Departemen Agama dengan Majelis
Ulama Indonesia memiliki wewenang dan merupakan lembaga yang
kompeten untuk melakukan penilaian kehalalan produk, baik produk
makanan jadi, setengah jadi, atau bahan mentah mengikuti hukum syariah
agama Islam. Produk yang telah lolos uji kehalalan akan diberikan
Sertifikat Halal dan memiliki label halal di kemasan produknya.
Dalam Kordnaeij et.al (2013), Lada et.al menyatakan bahwa
sebagai agama terakhir dan paling lengkap dengan budayanya yang
berkembang, Islam di kehidupan sosial juga dalam bidang politik dan
ekonomi adalah penting untuk menghormati Halal di segala aspek. Halal
adalah istilah Bahasa Arab dan berdasarkan Al-Qur’an; mengacu pada
sebuah produk yang dikonsumsi adalah sah dalam istilah untuk Muslim.
Label halal pada suatu produk makanan merupakan sumber
informasi yang paling mudah terlihat oleh konsumen sehingga konsumen
tidak merasa kuatir dengan kehalalan produk yang akan dikonsumsi.
Produsen harus memiliki sertifikat halal terlebih dahulu agar dapat
mencantumkan
label
halal
pada
kemasan
produknya,
sehingga
memudahkan konsumen untuk memilih produk halal.
Meski antusiasme masyarakat terhadap produk halal meningkat,
kesadaran masyarakat akan produk halal belum meluas. Penyebabnya,
kurangnya kesiapan infrastruktur yang menunjang Indonesia dalam
menggeliatkan produk halal. Meski mayoritas penduduk Indonesia
Muslim, kita belum bisa mengalahkan Malaysia dalam soal produk halal.
Di Malaysia, pemerintah Malaysia mewajibkan kepada setiap pemilik
usaha makanan dan minuman untuk memperlihatkan sertifikasi halal.
Kalaupun ada yang tidak memiliki sertifikasi halal, pemilik usaha tersebut
akan memberitahukan kepada konsumen bahwa produk yang dijual tidak
terkategori halal. Di Indonesia, restoran yang bersertifikat halal dapat
dihitung dengan jari. Melihat kondisi ini, dukungan berbagai pihak
merupakan solusi efektif (Sasongko, 2014).
Banyaknya Muslim di Indonesia, tidak kemudian otomatis
memiliki kesadaran untuk mengonsumsi produk halal. Nilai dan
pengamalan ajaran agama, sampai pada batas tertentu, dibangun melalui
pembelajaran secara individu dan sosialisasinya dalam kehidupan, yaitu
melalui pendidikan formal dan informal. Pengalaman pendidikan
beragama juga mampu menentukan tingkat kesadaran konsumen untuk
berpihak pada produk halal.
Menganalisa perilaku konsumen terhadap produk halal dan
merumuskan strategi pasar yang tepat bagi pengusahanya menjadi penting.
Jika Indonesia ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan
berinvestasi dalam mengembangkan produk halal, maka harus mengetahui
perilaku Muslim sebagai konsumen produk halal. Sejauh mana Muslim
Indonesia peduli dengan produk halal memang belum diketahui secara
pasti. Namun, mendesak untuk dipelajari apa saja kriteria untuk menilai
produk halal dari sisi persepsi konsumen. Bagi para pengusaha, upaya
menyediakan
produk
halal,
mendekatkannya
kepada
konsumen,
pengetahuan tentang perilaku konsumen yang mendalam dan terpenting
menjaga kepercayaan atas kehalalan produknya, mendesak untuk
diwujudkan. Faktor-faktor tersebutlah yang mempengaruhi keputusan
konsumen untuk mengkonsumsi produk halal, disamping daya beli juga
menentukan. Singkatnya, pengusaha harus
senantiasa mengetahui
perkembangan informasi guna merebut peluang yang tengah meledak di
sektor halal ini (Syahruddin, 2014).
Untuk produk ayam goreng yang banyak beredar di masyarakat,
tidak sedikit yang telah memiliki label halal pada produknya. Dalam hal
ini, penulis melakukan penelitian untuk melihat apakah label halal pada
produk ayam goreng dapat mempengaruhi seseorang untuk berniat
membeli atau mengkonsumsi produk tersebut.
Kabupaten Sleman dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan
jumlah penduduknya terbanyak dibandingkan dengan kabupaten lain yang
berada di Provinsi D.I. Yogyakarta.
Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk menurut Kab/Kota
di DIY
1.200.000
1.100.000
1.000.000
900.000
800.000
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).
2012
Gambar 1.3. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di DIY
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
latar
belakang
diatas,
maka
peneliti
merumuskan masalah yang akan menjadi fokus dalam penelitian, yaitu
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku
konsumen dalam keputusan pembelian produk ayam goreng tepung
berlabel halal MUI, mengetahui faktor yang berpengaruh paling
signifikan, selain itu untuk mengetahui apakah keputusan pembelian dapat
mempengaruhi loyalitas konsumen. Dari analisis yang telah dilakukan
dapat dijadikan sebagai strategi pemasaran untuk dapat meningkatkan
penjualan serta menarik minat konsumen untuk membeli.
1.3. Tujuan
a. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen serta mengetahui faktor yang paling berpengaruh
dalam keputusan pembelian produk ayam goreng tepung berlabel
halal.
b. Mengetahui apakah keputusan pembelian produk ayam goreng tepung
berlabel halal mempengaruhi loyalitas konsumen.
1.4. Batasan Masalah
1. Sertifikat dan label halal outlet ayam goreng tepung dikeluarkan oleh
MUI Yogyakarta.
2. Bahan baku ayam goreng tepung adalah ayam pedaging (broiler).
3. Outlet ayam goreng tepung yang ditetapkan sebagai objek penelitian
merupakan chain lokal. Chain lokal merupakan produk berasal dari
produsen lokal (Kabupaten Sleman).
4. Responden penelitian beragama Islam.
5. Hubungan korelasi dan resiprokal antar variabel laten tidak diukur.
6. Periode pengambilan data dilaksanakan pada Bulan September –
Oktober 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Manfaat penelitian bagi penulis adalah sebagai salah satu syarat untuk
menempuh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Gadjah Mada. Selain itu juga untuk menambah wawasan dan
pengetahuan penulis khususnya di bidang pemasaran dalam hal yang
berkaitan dengan sikap konsumen terhadap produk berlabel halal.
2. Bagi Pihak Produsen
Bagi pihak produsen, penelitian ini bermanfaat sebagai informasi
dalam upaya peningkatan mutu dan untuk mengetahui pentingnya
mendapatkan
sertifikasi
halal
untuk
produknya.
Serta
dapat
merumuskan strategi pemasaran sehingga dapat meningkatkan profit
penjualan.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti lain untuk memberikan
pengetahuan dan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya,
khususnya mengenai sikap konsumen terhadap produk makanan
berlabel halal.
Download