Saat Memulai Terapi Antiretroviral pada Pasien HIV-AIDS

advertisement
PRAKTIS
Saat Memulai Terapi Antiretroviral
pada Pasien HIV-AIDS
Lina Yohanes
Eka Hospital, BSD Tangerang, Indonesia
ABSTRAK
Setelah diagnosis HIV-AIDS ditegakkan, sangat penting mengetahui saat tepat untuk memulai terapi antiretroviral (ART). Hal ini karena
pengobatan HIV-AIDS tidak sama dengan pengobatan penyakit lain, selain itu obat ARV harus diminum dalam jangka panjang atau
seumur hidup sehingga membutuhkan tingkat kepatuhan tinggi. Untuk memulai terapi ARV, digunakan acuan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang nilai CD4.
Kata Kunci: HIV-AIDS, terapi antiretroviral, CD4
ABSTRACT
After diagnosis of HIV-AIDS is established, the important thing is the timing to initiate antiretroviral therapy. This is because the treatment
of HIV-AIDS is not the same as the treatment of other diseases, in addition to the ARV drugs must be taken in long term basis or even lifelong, so compliance is very important. Clinical condition and laboratory value (CD4) are used as a guide to start ARV treatment. Lina Yohanes.
When to Start Antiretroviral Therapy in Patient with HIV-AIDS.
Keywords: HIV-AIDS, antiretroviral therapy, CD4
PENDAHULUAN
Kepedulian pemerintah dan masyarakat
mengenai penyakit HIV-AIDS makin meningkat mengingat HIV-AIDS merupakan
masalah kesehatan yang sangat kompleks
dengan perjalanan penyakit yang panjang.
HIV-AIDS menyebabkan sistem imunitas
menurun secara progresif sehingga mengakibatkan munculnya infeksi oportunistik.
Oleh karena itu perjalanan penyakit menjadi
berat apabila tidak dilakukan penatalaksaan
dengan baik dan menyebabkan tingginya
tingkat penularan. Seluruh tenaga kesehatan
harus siap menghadapi tantangan ini.
terdapat:
- TBC aktif
- Ko-infeksi Hepatitis B disertai penyakit
hati kronis
- Wanita HIV(+) hamil dan menyusui
- Individu HIV (+) yang mempunyai
serodiscordant partner (untuk mengurangi
risiko transmisi HIV)
SAAT MEMULAI ART BERDASARKAN
USIA1
A. Dewasa dan Remaja ≥10 tahun
I. Mulai ART bila nilai CD4 ≤500 sel/mm3
Prioritas adalah semua individu dengan
severe/advanced HIV (WHO stadium klinis 3
atau 4) atau nilai CD4 ≤350 sel/mm3.
II. Mulai ART tanpa mempertimbangkan
nilai CD4 bila terdapat:
- WHO stadium klinis 3 atau 4
- TBC aktif
II. Mulai ART tanpa mempertimbangkan
stadium klinis WHO ataupun nilai CD4 bila
Alamat korespondensi
870
B. Anak ≥5 tahun
I. Mulai ART bila nilai CD4 ≤500 sel/mm3
Prioritas adalah semua individu dengan
severe/advanced HIV (WHO stadium klinis 3
atau 4) atau nilai CD4 ≤350 sel/mm3.
C. Anak 1-5 tahun
ART dimulai tanpa memperhatikan stadium
klinis WHO maupun nilai CD 4.
Sebagai prioritas, mulai ART pada semua
anak berumur 1-2 tahun yang terinfeksi HIV
atau dengan severe/advanced HIV (WHO
stadium klinis 3 atau 4) atau dengan nilai CD4
≤750 sel/mm3 atau <25%, yang mana yang
lebih rendah.
D. Bayi ≤1 tahun
Mulai ART pada semua bayi tanpa mempertimbangkan stadium klinis maupun nilai
CD4.
INISIASI ARV TANPA MEMPERHITUNGKAN JUMLAH CD4 DAN STADIUM
KLINIS1
Pada HIV (+) dengan Penyakit TBC Aktif
Pada tahun 2010, WHO merekomendasikan untuk memulai ARV pada semua
penderita HIV (+) dengan TBC aktif tanpa
memperhitungkan jumlah CD4. Dalam hal
ini, terapi TBC harus dimulai terlebih dahulu,
diikuti ARV sesegera mungkin (dalam delapan
minggu pertama setelah OAT dimulai). The
Guidelines Development Group telah melakukan tinjauan atas tiga percobaan klinis
yang menunjukkan bahwa penderita TBC dan
email: [email protected]
CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014
PRAKTIS
imunodefisiensi berat (CD4 <350 sel/mm3)
dan memulai ARV sebelum delapan minggu
mempunyai keuntungan klinis dibandingkan mereka yang menunda ARV hingga
setelah delapan minggu. Pengertian penyakit
TBC aktif mengacu pada infeksi TBC yang
menimbulkan gejala klinis.
Pada HIV (+) dengan ko-infeksi Hepatitis
B dengan bukti adanya penyakit hati
kronis berat
Infeksi HIV memengaruhi hampir semua
aspek penyakit hepatitis B, yaitu tingkat
kronisitas lebih tinggi, klirens spontan virus
hepatitis B berkurang, percepatan progresivitas fibrosis hati dengan peningkatan
risiko sirosis dan karsinoma hepatoseluler, dan
berkurangnya respons terhadap ARV. WHO
(2010) merekomendasikan inisiasi ARV untuk
semua penderita hepatitis B yang membutuhkan terapi hepatitis B (didefinisikan
sebagai hepatitis aktif kronis).
The Guidelines Development Group menyatakan tidak ada cukup bukti yang mendukung
penggunaan ARV pada penderita HIV dan
hepatitis B dengan nilai CD4 >500 sel/mm3
atau penggunaan ARV tanpa menghiraukan
nilai CD4 atau stadium penyakit hati.
Tetapi Guidelines Development Group merekomendasikan penggunaan ARV untuk
semua penderita HIV dan hepatitis B tanpa
mempedulikan nilai CD4 bila disertai bukti
adanya penyakit hati kronis berat. Pada
Guideline 2010 digunakan istilah hepatitis
kronik aktif (chronic active hepatitis), saat
ini lebih dipilih istilah penyakit hati kronik
berat (severe chronic liver disease) karena
istilah ini lebih dipahami secara luas dan
dapat diterapkan menggunakan kriteria
klinis saja. Penyakit hati kronis yang berat
meliputi sirosis dan penyakit hati tahap akhir
yang dapat dikelompokkan menjadi stadium
terkompensasi maupun tak terkompensasi.
Sirosis tak terkompensasi ditandai dengan
adanya hipertensi porta (asites, varises
esofagus dan ensefalopati hepatik) atau
insufisiensi hati (jaundice).
Pada wanita hamil dan menyusui
Berdasarkan rekomendasi terbaru, semua
wanita hamil dan menyusui harus memulai
terapi tiga ARV yang harus dipertahankan
setidak-tidaknya pada periode risiko transmisi
ibu ke bayi. Wanita yang memenuhi syarat
tertentu, harus melanjutkan ARV seumur
CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014
hidup; syarat tersebut adalah: wanita hamil
dengan CD4 <350 sel/mm3 atau stadium
klinis 3 atau 4. Untuk wanita yang tidak
memenuhi kriteria tersebut, ARV dapat
dihentikan setelah periode risiko tinggi
transmisi ibu-bayi selesai, yaitu setelah saat
kehamilan, proses melahirkan dan menyusui
selesai.
Pada beberapa kondisi, misal akses terhadap pemeriksaan CD4 terbatas, akses
untuk pemeriksaan terhadap partner seksual
terbatas, menyusui untuk jangka lama atau
tingkat fertilitas tinggi, penggunaan ARV
seumur hidup jelas menguntungkan.
Dengan ambang batas baru memulai
terapi (CD4 <500 sel/mm3), kurang lebih
60% ibu hamil dengan HIV akan memenuhi
syarat untuk konsumsi ARV seumur hidup.
Diperkirakan akan ada tambahan 10-20%
wanita yang memenuhi syarat untuk ARV
seumur hidup dalam jangka 2 tahun setelah
melahirkan.
Tabel 1 Stadium Klinis HIV-AIDS berdasarkan WHO2
Stadium Klinis HIV/AIDS
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
ARV dan Lama Menyusui
WHO (2010) merekomendasikan ibu untuk
tetap menyusui hingga bayi berusia 12
bulan, dengan pertimbangan manfaat ASI
sangat bermakna pada 12 bulan pertama
kehidupan. Adanya rekomendasi baru terapi
ARV seumur hidup bagi ibu hamil dan
menyusui, memunculkan pertanyaan apakah
ibu dapat menyusui terus setelah bayi berusia
12 bulan. Saat ini belum ada data yang jelas
mengenai efek samping yang mungkin
timbul ke bayi yang terpajan ARV yang
lama dalam ASI (meskipun dosis kecil). The
Guidelines Development Group menganjurkan
tetap memantau perkembangan bayi untuk
mengetahui potensi toksisitas ARV terhadap
perkembangan bayi. Bayi yang ibunya
mendapat ARV, harus minum nevirapine
profilaksis selama 6 minggu.
PROFILAKSIS PASCA PAJANAN PADA
INDIVIDU TERPAPAR HIV
Profilaksis pasca pajanan (post exposure
prophylaxis) adalah terapi ARV jangka
pendek untuk mengurangi risiko terinfeksi
HIV setelah terjadinya pajanan baik karena
lingkungan pekerjaan maupun melalui hubungan seksual. Pedoman profilaksis pasca
pajanan ini dibuat oleh WHO pada tahun
2006 dan baru akan direview kembali pada
tahun 2014. Rekomendasi profilaksis pasca
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Stadium Klinis 1
Asimptomatik
Limfadenopati persisten menyeluruh
Stadium klinis 2
Penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya (<10% berat badan terukur)
Infeksi saluran nafas yang berulang (sinusitis,
tonsilitis, otitis media, dan faringitis)
Herpes zoster
Angular cheilitis
Ulkus mulut berulang
Erupsi papular pruritus
Dermatitis seboroik
Infeksi kuku karena jamur
Stadium Klinis 3
Penurunan berat badan yang besar (>10% berat
badan terukur)
Diare kronis (>1 bulan) yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya
Demam lebih dari 1 bulan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya (>37.6ºC, terus-menerus
atau intermiten)
Kandidiasis oral persisten (thrush)
Oral hairy leukoplakia
TBC paru aktif
Infeksi bakteri berat (misal pneumonia, empiema,
piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis,
bakteremia)
Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis,
atau periodontitis
Anemia yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya (hemoglobin <8 g/dL)
Neutropenia (neutrofil <500 sel/μL)
Trombositopenia kronis (Trombosit <50,000 sel/
μL)
Stadium Klinis 4
HIV wasting syndrome, yaitu penurunan berat
badan >10% , berkaitan dengan diare kronik
(bab. lebih dari 2 kali/ hari selama lebih dari 1
bulan) atau kelemahan kronis
Pneumocystis pneumonia
Pneumonia bakterial berat yang berulang
Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital,
atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau
herpes viseral di manapun)
Kandidiasis esofageal (kandidiasis trakea, bronkus
atau paru)
TBC ekstra pulmonal
Sarcoma Kaposi
Infeksi Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi
organ lain)
Toksoplasmosis SSP
Ensefalopati HIV
Cryptococcosis ekstrapulmonal (termasuk
meningitis)
Infeksi Mycobacteria non tuberkulosa diseminata
Leukoensefalopati multifokal progresif
Kandidiasis trakea, bronkus dan paru
Cryptosporidiosis kronik (dengan diare)
Isosporiasis kronik
Mikosis diseminata ( histoplasmosis,
coccidioidomycosis, penicilliosis)
Bakteremia Salmonella nontyphoidal rekuren
Limfoma (serebral atau B-cell non-Hodgkin)
Karsinoma serviks non-invasif
Leishmaniasis atipikal diseminata
Symptomatic HIV-associated nephropathy
Symptomatic HIV-associated cardiomyopathy
Reaktivasi tripanosomiasis Amerika
(meningoensefalitis or miokarditis)
871
PRAKTIS
Tabel 2 Panduan Terapi ARV2
Terapi Lini Pertama harus berisi 2 NRTI + 1NNRTI, dengan Keterangan:
pilihan:
• Untuk ibu hamil: Hindari penggunaan efavirenz (EFV)
AZT + 3TC + NVP
selama trimester I kehamilan (sifat teratogenik)
AZT + 3TC + EFV
• Untuk penderita hepatitis B kronis: Menggunakan
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
tenofovir (TDF) dan lamivudine (3TC) atau emtricitabine
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
(FTC)
Terapi lini kedua harus memakai protease inhibitor (PI) yang diperkuat ritonavir (ritonavir-boosted) ditambah 2 NRTI, dengan
pemilihan zidovudine (AZT) atau tenofovir (TDF) tergantung apa yang digunakan pada lini pertama dan 3TC.
PI yang ada di Indonesia dan dianjurkan digunakan adalah lopinavir/ritonavir (LPV/r)
Golongan
Dosis
Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor (NRTI)
Zidovudine (AZT)
250-300 mg setiap 12 jam
(Dosis 250 mg sementara tidak tersedia di Indonesia)
Lamivudine (3TC)
150 mg tiap 12 jam atau 300 mg setiap 24 jam
Jika ODHA telah mendapatkan lamivudine untuk tujuan pengobatan hepatitis B,
lamivudine
tidak dapat digunakan karena telah resisten
Emtricitabine (FTC)
200 mg setiap 24 jam
Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NtRTI)
Tenofovir (TDF)
300 mg; single dose setiap 24 jam
Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Nevirapine
200 mg setiap 24 jam selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12 jam
Efek samping nevirapine adalah dose dependent, sehingga untuk 2 minggu pertama
dilakukan eskalasi dosis
Jika digunakan untuk mengganti (substitusi) efavirenz maka nevirapine langsung
diberikan dengan dosis penuh
Efavirenz
600 mg; diberikan single dose 24 jam (malam) hari
Protease Inhibitor (PI)
Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
Tablet heat stable lopinavir 200 mg + ritonavir 50 mg: 400 mg/100 mg setiap 12 jam
Untuk pasien dalam terapi TB yang mengandung rifampisin digunakan LPV 800 mg +
RTV 200 mg dua kali sehari, dengan pemantauan ketat keadaan klinis dan fungsi hati
(adanya interaksi obat menyebabkan kadar LPV/r hilang hingga 90%)
pajanan adalah pemberian ARV dengan
durasi 28 hari. Waktu terbaik pemberian
adalah sebelum 4 jam dan maksimal 72 jam
setelah terpapar. Pilihan jenis ARV sebagai
PEP di Indonesia: AZT + 3TC + EFV atau AZT
+ 3TC + LPV/r. Sebelum memulai terapi
perlu dilakukan tes anti HIV terlebih dahulu.
Nevirapine tidak digunakan untuk PPP.2
SIMPULAN
Berdasarkan Guideline WHO tahun 2013,
saat ini acuan untuk memulai terapi ART
pada individu dengan usia ≥5 tahun hingga
usia dewasa adalah nilai CD4 ≤500 sel/
mm3, dengan prioritas diberikan kepada
mereka yang mempunyai stadium klinis IIIIV atau nilai CD4 ≤350 sel/mm3. Terapi ART
langsung dimulai tanpa mempertimbangkan
jumlah CD4 pada kondisi dimana terdapat
infeksi TBC aktif, hepatitis B disertai penyakit
hati kronis, wanita hamil dan menyusui serta
mereka yang mempunyai serodiscordant
partner.
Sedangkan anak berusia 1-5 tahun, terapi
ARV dapat langsung dimulai tanpa mempertimbangkan jumlah CD4 atau dengan
prioritas diberikan kepada mereka yang
mempunyai stadium klinis III-IV atau nilai
CD4 <750 sel/mm3. Untuk bayi, terapi ART
dapat langsung diberikan tanpa mempertimbangkan jumlah CD4.
DAFTAR PUSTAKA
1.
World Health Organization. Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating HIV infection [internet]. [Cited June 30, 2013]. Available from http://www.who.int/hiv/
pub/guidelines/arv2013/download/en/index.html
2.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi
antiretroviral pada orang dewasa. 2011.
872
CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014
Download