DETEKSI KEBERADAAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI O157:H7 PADA FESES PENDERITA DIARE DENGAN METODE KULTUR DAN PCR DETECTION OF EXISTENCE OF BACTERIUM Escherichia coli O157:H7 IN FECES OF DIARRHEA PATIENTS BY CULTURE AND PCR METODS Zakia Bakri1, Mochammad Hatta1, Muh. Nasrum Massi3 1 Bagian Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, 2Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi: Zakia Bakri Perum BTP Blok AE No.452 HP: 085343920820 Email: [email protected] ABSTRAK Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di negara berkembang. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri salah satu contohnya adalah bakteri Escherichia coli O157:H7. Penelitian ini bertujuan mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada feses penderita diare dengan metode kultur dan PCR, membandingkan hasil pemeriksaan antara kultur dan PCR dalam mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada sampel feses penderita diare dan mengetahui sensitivitas dan spesifitas metode PCR dalam mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada sampel feses penderita diare. Metode yang digunakan, yaitu metode potong lintang. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Imunologi dan Biologi Molekuler Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Sampel sebanyak 28 orang penderita diare di Rumah Sakit Umum Daya dan Rumah Sakit Labuang Baji. Kemudian, untuk menguji bakteri Escherichia coli O157:H7 digunakan teknik kultur dan untuk deteksi gen menggunakan teknik molekuler yaitu PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 28 orang sampel feses, 6 sampel (21,42%) positif bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan metode kultur dan 13 sampel (46,425) positif bakteri Escherchia coli O157:H7 dengan metode PCR. Metode PCR secara umum mampu mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan menggunakan primer spesifik O157:H7 pada bands 239 bp. PCR terbukti lebih akurat dan menunjukkan hasil yang cepat dibandingkan dengan metode kultur dalam mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7. Kata Kunci: Diare, Escherichia coli O157:H7, PCR, mtode kultur ABSTRACT Diarrhea is one of the main causes of infant mortality in developing countries. The disease is caused by bacterial infection such as the bacterium Escherichia coli O157:H7. The research aimed to detect the bacterium Escherichia coli O157:H7 in the feces of the diarrhea patients by the culture and polymerase chain raction (PCR) methods, to compare the examination result between the culture and PCR in the detecting the bacterium Escherichia coli O157: H7 in feces samples of the diarrhea patients, and to find out the sensitivity and specificity of PCR methods in detecting the bacterium Escherichia coli O157: H7 in feces samples of the diarrhea patients. The research used the cross sectional method. The research was carried out in the Laboratory of Immunology and Molecular Biology of Microbiology Department of Faculty of Medicine, Hasanuddin University. Samples obtained were 28 diarrhea patients in General Hospital Daya and General Hospital Labuang Baji. The examination on the bacterium Escherichia coli O157: H7 was then conducted through the culture technique use and gene detection using the molecular techniques namely PCR . The research result indicates that out of 28 feces samples, 6 samples (21.42%) are positive to contain the bacterium Escherichia coli O157: H7 by the culture method and 13 samples (46.42%) are positive to contain the bacterium Escherichia coli O157: H7 by PCR method. The Polymerase Chain Reaction method is generally able to detect the bacterium Escherichia coli O157: H7 by using the specific primary O157: H7 in the bands 239 bp. PCR is proven to be more accurate and indicates the faster result compared with the culture method in detecting the bacterium Escherichia coli O157: H7. Keywords: Diaarhea, Escherichia coli O157:H7, PCR, culture methods. PENDAHULUAN Diare atau penyakit diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak (Widjaja, 2000). Menurut WHO, penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di negara berkembang. Angka kejadian diare pada anak tiap tahun diperkirakan 2,5 milyar, dan lebih dari setengahnya terdapat di Afrika dan Asia Selatan dan akibat dari penyakit ini lebih berat serta mematikan. Secara global setiap tahun penyakit ini menyebabkan kematian balita sebesar 1,6 juta (Hannif et al., 2011). Di negara Indonesia, diare merupakan masalah kesehatan masyarakat karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk (Kemenkes RI, 2011). Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit. Penyebab diare terbanyak kedua setelah rotavirus adalah infeksi karena bakteri Escherichia coli (Monem et al., 2014). Escherichia coli merupakan bakteri komensal, patogen intestinal dan pathogen ekstraintestinal yang dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, meningitis, dan septicemia. Sebagian besar dari bakteri E. coli berada dalam saluran pencernaan hewan maupun manusia dan merupakan flora normal, namun ada yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan diare pada manusia (Bettelheim, 2000). Escherichia coli O157:H7 adalah kelompok utama enterohemoragic yang dapat menimbulkan penyakit haemorrhagic colitis yang ditandai dengan diare berdarah dan sindrom uremik hemolitik (HUS) yaitu infeksi saluran kencing. Strain EHEC memiliki faktor virulensi intimin yang berperan dalam proses penempelan dan pelekatan pada sel epitel saluran pencernaan yang memproduksi hemolisin sehingga menimbulkan diare berdarah (Bonyadian et al., 2010). Infeksi E.coli O157:H pada manusia bersifat verotoksigenik telah menyebabkan 16.000 kasus penyakit melalui makanan (Food Borne Diseases) dan 900 orang meninggal per tahun di AS Kejadian wabah tunggal pada tahun 1993 di Western AS telah menyebabkan 700 orang menderita sakit dan 4 orang meninggal (Sartika dkk., 2005). Infeksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada manusia ditandai dengan manifestasi klinis yang luas mulai dari tanpa menunjukkan gejala klinis atau asimtomatis sampai terlihat adanya diare berdarah atau tanpa berdarah (Dutta et al., 2011; Peter et al., 2011). Manusia yang terpapar oleh kuman E.coli O157:H7 disebabkan oleh kontak langsung dengan hewan infektif atau akibat mengkonsumsi makanan seperti daging, buah, sayur, air yang telah terkontaminasi serta susu yang belum dipasteurisasi (Sartika dkk., 2005). Penyakit diare masih menjadi masalah utama di Indonesia yang perlu penanganan dan kajian dari berbagai aspek. Penyebab kesakitan dan kematian akibat diare tidak dapat diketahui secara spesifik, hal ini dikarenakan sebagian besar diagnosis yang dilakukan oleh tenaga medis tidak berbasiskan hasil pemeriksaan laboratorium tetapi hanya berdasarkan diagnosis klinis. Untuk itu pemeriksaan laboratorium sangatlah penting sebagai penunjang dalam pemeriksaan diare. Beberapa metode konvensional yang digunakan untuk menentukan adanya bakteri Escherichia coli O157:H7 pada sampel baik itu makanan, minuman ataupun pada feses penderita antara lain metode biakan (kultur), uji biokimiawi, dan uji serologis. Metode tersebut mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama, jumlah sampel yang banyak, dan metode pembacaan hasil yang tidak tepat. Teknik PCR adalah salah satu teknik molekuler yang digunakan untuk mengidentifikasi penyakit infeksi yang disebabkan oleh Escherchia coli O157:H7. Metode ini memiliki banyak kelebihan yaitu dapat menghasilkan amplifikasi produk yang akurat, cepat, spesifik, membutuhkan jumlah sampel yang sedikit. dan metode ini dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan diagnostik konvensional (kultur). Berdasarkan uraian diatas, mengingat pentingnya efisiensi waktu dalam pemeriksaan penyakit diare, maka perlu dikembangkan suatu metode yang cepat dan sensitif dalam mendeteksi penyakit diare antara lain dengan menggunakan teknik PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada feses penderita diare dengan metode kultur dan PCR. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daya dan Rumah Sakit Labuang Baji selama bulan juni sampai desember 2014. Identifikasi dan deteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Immunologi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Penelitian ini dilakukan pada bulan juni sampai november 2014. Jenis Penelitian ini adalah eksperimen, untuk mendeteksi keberadaan bakteri Escherichia coli O157:H7 pada feses penderita diare. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua pasien diare rawat inap di Rumah Sakit Labuang Baji dan Rumah Sakit Umum Daya. Sampel penelitian adalah 28 feses pasien diare anak. Pengambilan sampel sesuai dengan angka kejadian di Rumah Sakit dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eks. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien diare usia 0-14 tahun, tidak disertai penyakit lain dan bersedia ikut dalam penelitian sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa, telah mendapat antibiotik dalam satu minggu terakhir dan tidak bersedia ikut dalam penelitian. Pengumpulan Data Pemeriksaan sampel feses dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Immunologi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Pemeriksaan sampel feses dilakukan dengan metode kultur dan PCR. Identifikasi bakteri dilakukan dengan metode kultur dan disesuaikan dengan buku identifikasi bakteri sedangkan deteksi molekuler dilakukan dengan metode PCR. Analisis Data Data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data kemudian dianalisis. Hasil analisis akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar disertai penjelasan. HASIL Karakteristik Sampel Penelitian ini melibatkan 28 penderita diare. Terdiri dari perempuan sebanyak 10 (35,71 %) dan laki-laki sebanyak 18 orang (64,29%) dengan usia termuda 3 bulan dan tertua 7 tahun, yang terbanyak umur antara range 1-7 tahun 15 orang (53,57%). Dari data klinik sebagian besar pasien mengalami gejala dengan frekuensi muntah sebanyak (78,57 %), demam sebanyak (71,49%), gejala dengan perut kejang sebanyak (3,57 %), sakit perut (10,72%), gejala dengan dehidrasi ringan hingga sedang sebanyak (35,72%), tinja encer sebanyak (64,29%), dan tinja dengan lendir (17,86%) (Tabel 1). Identifikasi dan Deteksi Bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan kultur dan PCR Selama periode Juni-November 2014 didapatkan 28 sampel feses diare anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setiap penderita diare diambil sampel fesesnya, kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi dan Immunologi untuk dikultur dan diekstraksi kemudian diamplifikasi dengan mesin PCR. Primer yang digunakan adalah primer E.coli O157:H7 untuk mendeteksi keberadaan bakteri Escherichia coli O157:H7. Hasil identifikasi dengan metode kultur menunjukkan koloni yang tumbuh pada medium Mac Conkey Agar tampak berbentuk bulat, tepi rata, permukaan halus dengan warna koloni. Koloni bakteri yang dicurigai sebagai bakteri Escherichia coli O157:H7 kemudian dilakukan uji biokimia IMVIC dan TSIA untuk menegaskan bahwa koloni yang tumbuh merupakan isolat E.coli O157:H7. Hasil Uji biokimia menunjukkan koloni isolat Escherichia coli O157:H7 pada medium TSIA (+), Metyl Red (+), VP (-), Urea (-), Sitrat (-), uji fermentasi laktosa, glukosa, sukrosa dan mannitol (+). Jenis bakteri yang berhasil diidentifikasi pada sampel feses dengan metode kultur yaitu bakteri Enterobacter agglomeran sebanyak 16 isolat (57,14%), bakteri Alcaligenes faecalis sebanyak 1 isolat (3,57%), bakteri Escherichia coli O157:H7 sebanyak 9 isolat (32,14%), bakteri Klebsiella sp sebanyak 1 isolat (3,57%) dan bakteri Proteus vulgaris sebanyak 1 isolat (3,57%). Hasil uji PCR memperlihatkan pita fragmen DNA dengan ukuran 239 bp Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel terdapat bakteri Escherichia coli O157:H7 sedangkan pada sampel yang tidak menunjukkan pita fragmen DNA menunjukkan bahwa tidak ditemukan bakteri Escherichia coli O157:H7 (Gambar 1 dan 2). Dari 28 sampel feses yang diuji dalam penelitian ini, sebanyak 13 (46,42%) terdeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan menggunakan metode PCR namun tidak terdeteksi dengan metode kultur. Sebanyak 9 (32,14%) sampel terdeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan menggunakan metode kultur. Disimpulkan bahwa PCR memiliki tingkat sensivitas 100 % dan spesifitasnya adalah 78 %. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan selama periode Juni sampai November 2014 dengan 28 subjek pasien diare. Dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada feses penderita diare anak. Didapatkan 28 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi diantaranya 5 pasien diare berasal dari Rumah Sakit Labuang Baji dan 23 pasien berasal dari Rumah Sakit Daya. Secara keseluruhan subjek penelitian terdiri atas 18 laki-laki dan 10 perempuan. Semua sampel feses diperiksa secara kultur dan molekuler untuk mendeteksi keberadaan bakteri Escherichia coli O157:H7. Penyakit diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di negara Berkembang. Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkannya. Bakteri Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu penyebab diare pada anak-anak. Banyak faktor yang menyebabkan diantaranya kondisi lingkungan yang rendah, kontaminasi makanan dan minuman, suplai air bersih yang belum memadai, kemiskinan dan taraf pendidikan yang rendah. Bakteri Escherichia coli O157:H7 masuk melalui kontaminasi feses pada makanan dan air. Higienitas dan sanitasi lingkungan sangat berpengaruh dalam proses pemindahan Escherichia coli O157:H7 ke tubuh manusia. Paparan terhadap penyebab penyakit diare dapat terjadi melalui kebiasaan mengkonsumsi makanan dari penjaja makanan yang higienitasnya rendah atau dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik (Buktiwetan, et al, 2001). Faktor lain yang juga dianggap berperan adalah konsumsi produk hewani yang mungkin menjadi sumber kontaminasi dari Escherichia coli O157:H7 seperti penggunaan produk hewani yang tidak dimasak dengan prosedur yang baik sehingga dapat meningkatkan angka kuman dan berakhir pada peningkatan resiko infeksi (Buktiwetan, et al, 2001; Brooks, et al, 2010; Oryan, et al, 2005). Berdasarkan hasil penelitian ini distribusi penderita diare menurut umur, jumlah penderita diare anak yang banyak pada kelompok umur 1-7 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Shintamurniwati (2006) di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa kasus diare balita terbanyak ditemukan pada rentang umur kurang dari 2 tahun (65,28 %) dan terendah pada kelompok umur 3-5 tahun (9,72 %). Penelitian lain dilakukan oleh Orlandi, dkk (2001) di Poliklinik Hamilton Gondin Brasil menunjukkan (25,5%) diare terjadi pada anak usia 1-2 tahun. Penelitian oleh Muh. youssef, dkk (200) di Rumah Sakit Rahma jordania menunjukkan (35,1%) diare terjadi pada anak usia 6-11 bulan. Menurut WHO 2004, rata-rata kejadian diare pada anak di bawah umur 5 tahun adalah 3.2 episode pertahun. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian terbanyak pada bayi (31,43%) dan balita (25,2%) di Indonesia. Pada penelitian ini banyaknya kejadian diare pada kelompok umur 1-7 tahun dapat terjadi karena pada umur tersebut anak sudah mulai aktif bermain dan rentan terkena infeksi penyakit terutama diare. Anak pada kelompok umur ini dapat terkena infeksi bakteri penyebab diare pada saat bermain di lingkungan yang kotor serta melalui cara hidup yang kurang bersih. Pada kelompok umur 0-5 bulan, balita biasanya masih mendapat ASI dari ibunya dan belum mendapat makanan tambahan, demikian tingkat imunitas balita tersebut tinggi yang diperoleh langsung dari ASI sehingga risiko untuk terkena diare lebih rendah. Pada kelompok umur 7-11 bulan biasanya balita sudah mendapat makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung bisa saja terjadi. Selain itu pada usia tersebut anak berada pada fase oral dimana anak memiliki kebiasaan memasukan barang-barang yang ada disekelilingnya ke dalam mulut sehingga hal ini dapat meningkatkan resiko diare. Berdasarkan jenis kelamin, penderita diare anak dengan jenis kelamin lakilaki lebih banyak dengan jumlah pasien 18 (64,29 %) dibandingkan dengan penderita diare anak dengan jenis kelamin perempuan dengan jumlah pasien 10 (35,71%). Hingga saat ini belum ada ditemukan referensi yang dapat menjelaskan hal tersebut, namun hal ini mungkin dapat terjadi karena pada anak laki-laki lebih aktif dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah. Aktifitas fisik yang banyak pada anak laki-laki dan dapat membuat kondisi fisik tubuhnya cepat mengalami penurunan termasuk penurunan sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih beresiko terkena penyakit termasuk diare. Berdasarkan gejala klinik penderita diare anak mengalami gejala klinis muntah (78,57%), demam (71,49%), perut kejang (3,57%), sakit perut (10,72%), dehidrasi ringan hingga sedang (35,72%), tinja encer (64,72%) dan tinja encer dengan lendir (17,86). Diantara gejala di atas, yang terbanyak adalah demam dan muntah. Menurut pendapat Jawetz (2005), diare karena infeksi bakteri Escherichia coli O157:H7 mengalami demam rendah atau tanpa demam, tinja encer berair dan dapat mengandung darah, abdomen kram serta terasa sakit. Metode kultur merupakan metode konvensional yang sering digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Escherichia coli O157:H7. Pada pemeriksaan kultur didapatkan 24 sampel yang tumbuh pada medium Mac Conkey Agar. Dari 24 sampel terdapat 6 isolat yang positif bakteri Escherichia coli dan tidak memperlihatkan koloni jernih (colourless) seperti halnya pada isolat kontrol ATCC 35150 (lampiran 1). Hasil ini menunjukkan bahwa 6 isolat tersebut memfermentasikan sorbitol sehingga menghasilkan warna koloni yang berwarna merah muda. Di sisi lain, bakteri E. coli O157:H7 tidak memfermentasikan sorbitol sehingga memberikan warna koloni colourless (tidak berwarna). Selain bakteri Escherichia coli O157:H7 ditemukan jenis bakteri lain yaitu bakteri Enterobacter agglomerans sebanyak 16 isolat (57,14%), bakteri Alcaligenes faecalis sebanyak 1 isolat (3,57%), bakteri Klebsiella sp sebanyak 1 isolat (3,57%) dan bakteri Proteus vulgaris sebanyak 1 isolat (3,57%). Menurut Vila et al (2002), bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu bakteri non invasif dan bakteri invasif. Bakteri yang termasuk dalam golongan bakteri non invasif adalah: Vibrio cholerae, E.colli patogen (EPEC, ETEC, EIEC), Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, sedangkan golongan bakteri invasif adalah Salmonella sp, Shigella, Compylobacter, Yersinia. Penelitian Muh. youssef (2000) menemukan beberapa jenis bakteri, parasit dan virus yang menyebabkan diare di RS Rahma Jordania. Jenis bakteri, virus dan parasit yang berhasil diidentifikasi adalah rotavirus (32.5%), Escherichia coli (12.8%), enteroaggregative E. coli (10.2), enterotoxigenic E. coli (5.7%), Shigella spp. (4.9%), Entamoeba histolytica (4.9%), Salmonella spp (4.5%), Campylobacter jejuni (1.5%),Cryptosporidium spp (1.5%), Enteroinvasive E. coli (1.5%), Giardia lamblia (0.8%) and Yersinia enterocolitica (0.4%) spp (1.5%). Penyiapan template DNA sampel yang digunakan untuk amplifikasi dengan PCR, ekstraksinya dilakukan dengan teknik boom yang bertujuan untuk melisiskan dinding sel bakteri sehingga DNA dapat diektstraksi sekaligus mempermudah proses denaturasi ketika dilakukan amplifikasi dengan PCR. Analisis hasil amplifikasi dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa yang berperan sebagai sirkuit elektrik untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA berdasarkan jumlah nukleotida penyusunnya. Semakin kecil ukuran pasang basa nukleotidanya, akan semakin mudah bermigrasi dan berada di bagian gel yang dekat dengan anoda. Pita-pita DNA yang terbentuk diamati dengan alat UV transilluminator dan penentuan ukuran fragmen dilakukan dengan cara membandingkan mobilitas fragmen DNA dengan DNA standar yang telah diketahui ukurannya. Visualisasi DNA pada elektroforesis lebih mudah dilakukan menggunakan pewarna yang dapat berfluoresensi yaitu etidium bromida yang merupakan molekul planar yang dapat menyisip di antara ikatan basa DNA. Etidium bromide dapat terkonsentrasi dalam fragmen DNA dan berfluoresensi pada cahaya UV. Sampel yang menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran sekitar 239 bp pasang basa menandakan bahwa sampel tersebut positif mengandung Escherichia coli O57:H7. Berdasarkan hasil pemeriksaan PCR dengan menggunakan primer E.coli 157:H7, memiliki panjang amplikon 239 bp yang merupakan daerah penanda gen bakteri Escherichia coli O157:H7. Dari hasil elektroforesis terlihat pita DNA terbentuk pada sumur 3, 6, 7, 8, 9, 11, 14, 19, 23, 24, 25, 26, 27 sedangkan kontrol negatif tidak terbentuk pita DNA. Pita DNA yang terbentuk menunjukkan bahwa dalam sampel feses positif mengandung bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan ketebalan pita yang berbeda-beda tergantung pada banyaknya DNA yang akan diamplifikasi. Semakin banyak DNA yang diamplifikasi semakin tebal atau terang DNA yang terbentuk (Hatta, dkk, 2004). Hasil uji PCR dari 28 sampel terdapat 13 (46,42%) sampel yang positif yaitu sampel 3, 6, 7, 8, 9, 11, 14, 19, 23, 24, 25, 26, 27 terdeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan menggunakan metode PCR namun tidak terdeteksi dengan metode kultur, sedangkan dengan metode kultur terdapat 6 (21,42%) sampel yang positif bakteri E.coli yaitu sampel 6, 7, 8, 11, 19 dan 24. Perbedaan yang terjadi antara pemeriksaan kultur dan PCR tersebut karena kultur memiliki beberapa kelemahan. Metode kultur memerlukan waktu yang lama, jumlah sampel yang banyak serta membutuhkan keterampilan dalam mengidentifikasi bakteri. Pada penelitian ini, identifikasi Escherichia coli O157:H7 dengan metode konvensional memerlukan waktu 4 hari, sedangkan dengan metode PCR hanya memerlukan waktu 48 jam. Hal ini disebabkan karena metode PCR langsung dapat mendeteksi adanya Escherichia coli O157:H7 dalam sampel tanpa harus mengisolasi koloni bakteri terlebih dahulu. Dengan demikian, metode PCR yang digunakan dalam penelitian ini lebih cepat bila dibandingkan dengan metode konvensional (kultur). Hasil PCR telah terbukti spesifik mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7. Hal ini dapat dilihat dari adanya pita DNA yang berukuran 239 bp (gambar 1 dan 2). Metode PCR merupakan salah satu metode molekuler yang telah banyak menjadi pilihan klinis beberapa tahun terakhir. PCR telah terbukti memiliki tingkat sensivitas yang sama atau lebih besar dari pemeriksaan kultur. Pada penelitian ini metode PCR dengan menggunakan primer E.coli O157 mampu mendekteksi keberadaan bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan waktu yang lebih cepat. Hal ini sejalan penelitian Morin et al (2004) yang melaporkan bahwa deteksi bakteri E.coli O157:H7, Vibrio Cholera Oi dan Salmonella typhi menggunakan metode PCR mampu mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri pathogen baik pada sampel klinik air, dan makanan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknik identifikasi bakteri Escherichia coli O157:H7 dalam feses penderita diare dengan menggunakan metode molekuler yaitu PCR sudah terbukti lebih sensitif dan menunjukkan hasil yang cepat namun dengan biaya yang mahal jika dibandingkan dengan metode konvensional. Oleh karena itu dapat direkomendasikan dan digunakan oleh tenaga kesehatan dalam mendeteksi dini sehingga akan membantu penegakan diagnosa lebih cepat dan menentukan pengobatan secara lebih efektif. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 28 sampel feses anak berumur 0-14 tahun yang didiagnosis diare diperoleh 6 sampel positif (21,42%) Escherchia coli O157:H7 dengan metode kultur dan 13 sampel (46,43%) positif bakteri Escherchia coli O157:H7 dengan metode PCR. Tidak dapat diuji sensivitas dan spesifitas penelitian ini. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak terutama pada pasien anak-anak. DAFTAR PUSTAKA Bettlelheim K.A. (2000). Role of non O157 VTEC. J. Appl. Symp. Microbiol. Suppl. Bonyadian.,Momtaz H., Rahimi E., Habibian R., Yasdani A., and Zamani A. (2010). Identification & characterization of Shiga toxin-producing Escherichia coli isolates from patients with diarrhoea in Iran. Indian J Med Res 132, hal 328331. Dutta T.K., Roychoudhury S.P., Bandyopadhyay Wani S.A., and I. Hussain. (2011). Detection and characterization of Shiga toxin producing Escherichia coli (STEC) & enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) in poultry birds with diarrhoea. Indian J. Med. Res. Vol 133, hal: 541-545. Hannif, Sri Mulyani dan Kuschitawaty. (2011). Faktor Risiko Diare Akut Pada Balita. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol 27, hal 10-17. Jawetz E., J. et al. (2005). Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20. University of California, San Francisco. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Monem MA., Mohamed EA., Awad ET., Ramadan AHM., and Mahmoud HA. (2014). Multiplex PCR as emerging technique for diagnosis of enterotoxigenic E. coli isolates from pediatric watery diarrhea. Journal of American Science, Vol 10 No (10). Morin NJ., Zhilong G., Xing-Fang Li (2004). Reverse Transcription-Multiplex PCR assay for Simultaneous Detection of ecsherchia coli O157:H7, Vibrio cholera O1, and Salmonella typhi. Clinical Chemistry. Canada. Hal 2037. Orlandi and Tatiane Silva et al. (2001). Enteropathogens Associated with Diarrheal Disease in Infants of Poor Urban Areas of Porto Velho, Rondônia: a Preliminary Study. Journal Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 96 (5), hal: 621-625. Peter C.H., Councell F.T., Keys C., and Monday S.R. (2011). Virulence characterization of Shiga-toxigenic Escherichia coli isolates from wholesale produce. Appl. Environ. Microbiol. Vol 77 (1), hal: 343-345. Sartika, Indrawani, dan Sudiarti. (2005). Analisis Mikrobiologi Escherichia coli O157:H7 Pada Hasil Olahan Hewan Sapi Dalam Proses Produksinya. Jurnal Makara Kesehatan, Vol 9 No (1), Hal 23-28. Youssef Abdallah Shurman, et al. (2000). Bacterial, viral and parasitic enteric pathogens associated with acute diarrhea in hospitalized children from northern Jordan. Journal FEMS Immunology and Medical Microbiology 28, hal 257-263. Vila J., Vargas M Ruiz J., Corachan M., De Anta MTJ., Gascon J (2000). Quinolon resisten Resisten In enterotoxigenic Escherichia coli Causing Diarrhea In Travelers To india in Comparisom with Other Geographycal Areas. Antimikrobial Agents And Chemotherapy. Widjaja. (2000). Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan Pustaka. Gambar 1. Hasil elektroforesis tampak pita pada posisi 239 bp dengan PCR; M=Marker; 1-15 = sampel pasien diare; 3, 6, 7, 8, 9, 11, 14 = sampel positif. Gambar 2. Hasil elektroforesis tampak pita pada posisi 239 bp dengan PCR; M=Marker; 16-28 = sampel pasien diare; 19, 22, 23, 24, 25, 26, dan 27= sampel positif; N=Kontrol negatif.