BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Escherichia coli tersebar diseluruh dunia dan ditularkan bersama air, makanan yang terkontaminasi oleh feses atau akibat adanya benda asing, misalnya pemasangan kateter. Infeksi dari Escherichia coli ini dapat menimbulkan gastroenteritis, infeksi saluran kemih, infeksi nosokomial atau appendicitis. Infeksi inilah yang menjadi masalah utama baik di negara maju maupun di negara berkembang (Jawetz, 2008). Penyebab terbanyak yang sering ditimbulkan oleh Escherichia coli adalah diare dan infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi terbanyak kedua yang dapat mengenai segala usia (Theivendirarajah, 2005). Dari kuman gram negatif ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh Proteus, Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas (Putri, 2010). Pada kuman patogen Escherichia coli telah berkembang resistensinya terhadap satu atau lebih antimikroba. Resistensi tersebut terjadi karena penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Antibiotik yang tidak rasional adalah penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai serta pemakaian antibiotik secara berlebihan. Pada dasarnya antibiotik diberikan apabila penanganan secara non farmakologis tidak memberikan efek. Contohnya, pada kasus diare, pemerintah telah mencanangkan program lima langkah tuntaskan diare (Lintas Diare). Lintas diare tersebut 1 2 meliputi, pemberian oralit, zinc, ASI/makanan, antibiotik dan pemberian nasehat. Di mana penggunaan antibiotik merupakan langkah keempat setelah pemberian cairan, zinc dan makanan (Kemenkes RI, 2011). Perubahan pola resistensi ini tentu akan mengubah jenis antimikroba yang digunakan. Pemilihan antimikroba yang akan digunakan tergantung dari hasil kultur, hasil tes kepekaan mikroba, sistem imun tubuh hospes dan faktor biaya pengobatan. Dalam praktek sehari-hari tidak mungkin melakukan pemeriksaan biakan pada setiap terapi penyakit infeksi. Dengan membuat perkiraan kuman penyebab dan pola kepekaannya, maka dapat diperoleh antimikroba yang tepat (Tatag, 2006). Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang sensitif terhadap antibiotik gentamisin dan sefotaksim. Dari semua obat golongan aminoglikosida, gentamisin yang mempunyai ikatan protein terendah. Dan dari semua golongan sefalosporin generasi ketiga, sefotaksim yang memiliki waktu paruh terendah yaitu 1,1%, ikatan protein plasma 40-50% dan ekskresinya 90% (Istiantoro, 2009). Pada penelitian ini, dipilih gentamisin dan sefotaksim karena dari hasil penelitian di Departemen Mikrobiologi FKUI nilai kepekaan Escherichia coli terhadap gentamisin pada tahun 2003-2004 adalah 85,7% dan di tahun 2005-2006 nilai kepekaannya 69% sehingga masih cenderung sensitif. (Yulika, 2009). Sedangkan nilai kepekaan Escherichia coli terhadap sefotaksim pada tahun 20012002 adalah 80% (Refdanita, 2004) dan di RS dr. Kariadi Semarang tahun 2004 nilai kepekaannya 63,33% (Tatag, 2006). Sedangkan di tahun 2013 belum 3 didapatkan penelitian nilai kepekaan gentamisin dan sefotaksim terhadap Escherichia coli. Berdasarkan hal di atas, maka dilakukan penelitian mengenai perbandingan Kadar Hambar Minimun (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) gentamisin dan sefotaksim terhadap Escherichia coli di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang Januari 2013. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan permasalahan penelitian adalah sebagai berikut “Apakah terdapat perbedaan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) antimikroba gentamisin dan sefotaksim terhadap Escherichia coli?“ 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perbandingan pola kepekaan antimikroba gentamisin dan sefotaksim terhadap Escherichia coli di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang pada bulan Januari 2013 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) gentamisin terhadap Escherichia coli 3. Mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) sefotaksim terhadap Escherichia coli 4 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk Tenaga Kesehatan a. Dapat dijadikan bahan atau sumber data untuk membuat tata laksana yang efektif dari penggunaan antibiotika b. Sebagai dasar terapi awal antibiotika sehingga pelayanan kepada pasien dapat ditingkatkan 2. Manfaat Akademis Dapat digunakan sebagai penelitian dasar yang dipakai untuk penelitian selanjutnya 3. Manfaat Masyarakat Memberikan informasi pada masyarakat umumnya bahwa penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak tepat, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan akan membawa dampak negatif dalam bentuk meningkatnya kekebalan kuman terhadap antibiotik tersebut dan efek samping obat.