bab 2 kajian pustaka

advertisement
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Definisi Manajemen
Menurut pendapat Dyck dan Neubert (2010:7), Management is the process of
planning, organizing, leading, and controlling human and other organizational
resources in order to effectively achieve organizational goals. Manajemen adalah
prose’s perencanaan, mengorganisir, memimpin, dan pengontrolan manusia dan
sumber daya organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi.
Williams (2011:7) berpendapat, Management is getting work done through
others. Manajemen adalah menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain.
Manajemen adalah proses pengordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga
pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang
lain (Robbins dan Coulter, 2007:8)
Jadi, manajemen adalah proses perencanaan, mengorganisir, memimpin, dan
pengontrolan manusia dan sumber organisasi lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia menurut Mathis dan Jackson (2006:3)
adalah sebuah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuh organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai
tujuan-tujuan organisasional.
Manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih nilai
dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja
mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan (Dessler, 2006:4).
Menurut Snell dan Bohlander (2010:4) manajemen sumber daya manusia
adalah proses mengatur keahlian manusia untuk mencapai tujuan organisasi.
Jadi, manajemen sumber daya manusia adalah sebuah rancangan sistemsistem formal untuk mengatur tenaga kerja guna pencapaian tujuan organisasi
perusahaan.
7
8
2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Madura (2007:389) mengklasifkasikan fungsi manajemen sumber daya
manusia ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan untuk menghadapi berbagai kondisi
di masa depan. Dimulai dari pernyataan misi lalu menyusun rencana strategis
untuk jangka panjang.
2) Pengorganisasian, yaitu meliputi mengatur karyawan dan sumber daya lainnya
melalui cara yang konsisten dengan tujuan perusahaan. Fungsi ini penting saat
terjadi restrukturisasi atas operasinya seperti perubahan jabatan.
3) Kepempinan, yaitu proses mempengaruhi kebiasaan orang lain demi mencapai
tujuan bersama. Fungsi ini tidak hanya memberi instruksi tetapi juga memotivasi
karyawan dengan cara memberikan tanggung jawab lebih besar pada karyawan.
4) Pengendalan, yaitu melibatkan pengawasan dan evaluasi pekerjaan. Fungsi ini
untuk mengevaluasi secara kontinu sehingga perusahaan dapat memastikan
bahwa telah menempuh langkah yang benar untuk mencapai tujuan.
2.2
Lingkungan Kerja
2.2.1 Definisi Lingkungan Kerja
Penciptaan lingkungan kerja yang menyenangkan dan dapat memenuhi
kebutuhan karyawan akan memberikan rasa puas dan mendorong semangat kerja
mereka. Menurut Logahan (2009: 4) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada
di sekitar karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang sudah diembankan padanya.
Lingkungan kerja yang kurang mendapat perhatian akan membawa dampak
negatif dan menurunkan semangat kerja, hal ini disebabkan karyawan dalam
melaksanakan tugas mengalami gangguan, sehingga kurang semangat dan kurang
mencurahkan tenaga dan pikirannya terhadap tugasnya. Dengan lingkungan kerja
yang baik dan nyaman, para karyawan akan dapat bekerja dengan baik tanpa adanya
gangguan yang berarti, misalnya polusi asap, polusi udara dan gangguan yang
lainnya. Oleh karena itu lingkungan kerja yang baik sangat diperlukan oleh setiap
orang pada saat bekerja.
Kebersihan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama dan bukan hanya
tanggung jawab penjaga atau petugas kebersihan saja, oleh karena itu semua
karyawan hendaknya berpartisipasi menjaga kebersihan lingkungan. Soedarmayanti
9
(2001: 21) dalam Logahan (2009: 4) menyatakan bahwa secara garis besar
lingkungan kerja terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan
kerja non fisik.
Lingkungan kerja fisik merupakan semua keadaan yang berbentuk fisik yang
terdapat di sekitar karyawan, yang dapat mempengaruhi karyawan tersebut baik
secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik ada yang berupa
lingkungan umum, dapat juga disebut dengan lingkungan kerja yang mempengaruhi
kondisi manusia, seperti temperatur, kelembaban, dan sirkulasi udara. Sedangkan
lingkungan kerja non fisik merupakan suatu keadaan yang terjadi dan memiliki
kaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, sesama rekan kerja,
ataupun dengan bawahan.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan baik
bersifat fisik maupun non fisik yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan semua
tugas yang telah diembankan kepadanya
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Menurut Septianto (2010: 15) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terbentuknya lingkungan kerja adalah cahaya atau penerangan, suhu
udara, suara bising, keamanan kerja, serta hubungan karyawan. Cahaya atau
penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan
kelancaran bekerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya)
yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan
akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang
efisien dalam melaksanakan pekerjaan.
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga
kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan
kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah
bercampur dengan gas yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Rasa sejuk dan segar
dalam bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah
bekerja.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Dalam jangka
panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran
dan menimbulkan kesalahan komunikasi. Karena pekerjaan membutuhkan
10
konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan
dapat dilakukan engan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan kerja. Salah satu upaya untuk
menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas
Keamanan (SATPAM). Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan
melalui pengikatan hubungan yang harmonis dengan atasan, rekan kerja, maupun
bawahan, serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai yang ada di
tempat bekerja akan membawa dampak yang positif bagi karyawan, sehingga kinerja
karyawan dapat meningkat.
2.2.3 Indikator Lingkungan Kerja
Terdapat tiga indikator yang berpengaruh terhadap lingkungan kerja menurut
Septianto (2010: 17) yaitu:
1) Suasana kerja
Setiap karyawan selalu menginginkan suasana kerja yang menyenangkan,
suasana kerja yang nyaman meliputi cahaya atau penerangan yang jelas, suara
yang tidak bising dan tenang, serta keamanan di dalam bekerja. Karena berawal
dari kenyamanan karyawan tersebut maka dapat meningkatkan semangat kerja.
2) Hubungan dengan rekan kerja
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam
suatu organisasi adalah adanya hubungan yang harmonis di antara rekan kerja.
Hubungan rekan kerja yang harmonis dan kekeluargaan merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
3) Fasilitas kerja
Selain itu juga tersedianya fasilitas kerja yang lengkap, walaupun tidak
baru merupakan salah satu penunjang proses kelancaran dalam bekerja.
Nursasongko (2012: 3) menjelaskan bahwa kondisi lingkungan kerja
dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara
optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat
hasilnya dalam jangka waktu yang lama, jika lingkungan kerja yang kurang baik
maka dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak pula.
11
Dengan lingkungan kerja yang menyenangkan diharapkan karyawan
cenderung akan bekerja dengan sikap disiplin yang tinggi dari kemungkinan
terjadi pelanggaran peraturan yang dapat terjadi, semangat kerja yang meningkat
pula, serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas pekerjaannya dan
merasa tidak ada yang mengganggu dalam pelaksanaan tugas tersebut
(Suprayitno, 2007: 26).
2.3
Disiplin Kerja
2.3.1 Definisi Disiplin Kerja
Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya
Manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena
semakin baik displin karyawan, semaik tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.
Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil
yang optimal. Disiplin merupakan bentuk ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan
yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Menurut Hasibuan (2007:193) mengemukakan bahwa kedisiplinan adalah
kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan normanorma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela
menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia
akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan.
Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai
dengan peraturan perusahaan. Baik yang tertulis maupun tidak.
Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan
bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan. Dengan tata
tertib yang baik, semangat kerja, moral kerja, efisiensi, dan efektivitas kerja
karyawan akan meningkat. Hukuman diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan
dan mendidik karyawan supaya menaati semua peraturan perusahaan. Pemberian
hukuman harus adil dan tegas terhadap semua karyawan.
Kedisiplinan harus ditegaskan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa
dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit perusahaan untuk mewujudkan
tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam
mencapai tujuannya.
12
2.3.2 Indikator Disiplin Kerja
Terdapat banyak indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan suatu organisasi. Hasibuan (2007: 195) menyebutkan indikator-indikator
yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, yaitu:
1) Tujuan dan Kemampuan
Tujuan yang harus dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan karyawan yang
bersangkutan, agar karyawan bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin
dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu di luar kemampuan atau
bahkan jauh di bawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan
karyawan rendah. Di sinilah letak pentingnya asas the right man on the right
place and the right man on the right job.
2) Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan tingkat kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik.
Jika teladan pimpinan kurang baik atau kurang berdisiplin, para bawahan pun
akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan karyawannya
baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa
perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh bawahannya. Hal inilah yang
mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para
bawahannya mempunyai disiplin yang baik pula.
3) Balas Jasa (gaji dan kesejahteraan)
Ikut mempengaruhi tingkat disiplin karyawan karena balas jasa akan
memberikan semangat dan kepuasan terhadap perusahaan atau pekerjaannya.
Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus
memberikan balas jasa yang relatif besar. Artinya, semakin besar balas jasa yang
diberikan, semakin baik pula kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas
jasa kecil, kedisiplinan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin tinggi
selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
13
4) Keadilan
Ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan. Karena keadilan yang
dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa atau hukuman akan
memicu terciptanya kedisiplinan yang baik. Manajer yang cakap dalam
memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan
keadilan yang baik, akan tercipta kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan
harus diterapkan dengan baik pada perusahaan supaya kedisiplinan karyawan
meningkat.
5) Waskat (pengawasan melekat)
Tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan
karyawan perusahaan. Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mangetahui
kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya, sehingga kondite
setiap bawahan dinilai objektif. Jadi, waskat menuntut adanya kebersamaan aktif
antara atasan dan bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat. Dengan kebersamaan aktif itulah, maka dapat terwujud kerja sama
yang baik dan harmonis dalam perusahaan yang mandukung terbinanya
kedisiplinan karyawan yang baik.
6) Sanksi hukuman
Berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Berat
ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan akan mempengaruhi baik
buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan
atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah
perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan
indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk membina
kedisiplinan dalam perusahaan.
7) Ketegasan
Pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan
karyawan perusahaaan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk
menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman
serta peraturan yang telah diterapkan oleh perusahaan. Pimpinan yang tidak tegas
menindak atau menghukum karyawan yang melanggar peraturan, sebaiknya tidak
14
usah membuat peraturan atau tata tertib pada perusahaan tersebut.
8) Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Manajer harus
berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta
meningkat, vertikal maupun horizontal di antara semua karyawannya.
Terciptanya hubungan manusia yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan
suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada
perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan
kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.
2.3.3 Jenis-jenis Disiplin Kerja
Menurut Simamora (2006:750) jenis-jenis disiplin adalah sebagai berikut:
1) Disiplin Preventif
2) Disiplin Progresif
3) Disiplin Korektif
4) Aturan Tungku Panas
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa jenis-jenis
disiplin adalah sebagai berikut :
1) Disiplin Preventif
Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong
karyawan agar mengikuti berbagai standard an aturan, sehingga penyelewenganpenyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong
disiplin diri diantara karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin
diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen.
2) Disiplin Progesif
Perusahaan bisa menerpakan, suatu kebijaksanaan disiplin progesif, yang
berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaranpelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman-hukuman yang
lebih serius dilaksanakan. Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen
untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahan.
15
3) Disiplin Korektif
Disiplin Korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan coba untuk menghindari pelanggaranpelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman
dan disebut tindakan pendisplinan bisa berupa peringatan atau skorsing.
Berbagai sasaran tindakan pendisiplinan, secara ringkas adalah sebagai
berikut:
a) Untuk memperbaiki pelanggar
b) Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan
yang serupa
c) Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif
4) Aturan Kompor Panas
Suatu pedoman yang sangat berguna untuk disiplin korektif adalah aturan
“kompor panas’. Aturan ini pada hakekatnya menyatakan bahwa tindakan
pendisiplinan hendaknya mempunyai ciri-ciri yang sama dengan hukuman yang
diterima seseorang karena menyentuh sebuah kompor panas. Karateristikkarateristik tersebut adalah bahwa disiplin hendaknya dilakukan dengan
peringtan, secara, konsisten dan tidak bersifat pribadi.
Peringatan adalah esensial dilakukan dengan mengkomunikasikan
peraturan-peraturan kepada semua karyawan. Disiplin juga hendaknya segera
diterapkan agar karyawan dapat memahami hubungan dua peristiwa yang
dialaminya sehingga kemungkinan pelanggaran sejenis diwaktu yang akan dating
bisa diperkecil. Konsisten adalah bagian dari keadilan. Ini berarti karyawankaryawan yang melakukan kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman.
2.4
Kinerja Karyawan
2.4.1 Definisi Kinerja
Kinerja menurut Robbins dan Coulter (2005:226) adalah hasil kerja individu
dan kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan
periode waktu yang telah ditetapkan.
Menurut Robert L. Mathis dan John H, Jackson (2006:378), kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.
16
Kreitner dan Kinicki (2008:36) berpendapat bahwa kinerja adalah nilai dari
sekelompok perilaku karyawan yang berkontribusi, baik positif atau negatif, terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Singkatnya, kinerja adalah hasil atas apa yang
dikerjakan atau tidak dikerjakan yang dapat berkontribusi positif atau negatif bagi
pencapaian tujuan organisasi.
2.4.2 Definisi Manajemen Kinerja
Menurut Wibowo dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Kinerja”
(2007:7) manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan
memastikan komunikasi yang efektif.
Simanjuntak
(2005:1)
berpendapat
dalam
bukunya
yang
berjudul
“Manajemen dan Evaluasi Kinerja” bahwa manajemen kinerja adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi,
termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan
tersebut.
Menurut Berger (2007:111), sistem kinerja memiliki dua bagian utama yaitu
penilaian kinerja dan evaluasi kinerja atau performance review. Jadi, manajemen
kinerja adalah proses manajemen yang mengatur tujuan individu dan tujuan
organisasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi
melalui penilaian kinerja atau evaluasi kerja.
2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Gibson (2006:434) ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi
perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:
1) Variabel individual, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik),
latar belakang (keluarga, tingkat social, penggajian), dan demografis (umur, asal
usul, jenis kelamin)
2) Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, dan
struktur desain pekerjaan
3) Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan
motivasi. Sementara Robert L. Mathis dan John J. Jackson (2006:114)
menjelaskan bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi kinerja seseorang,
yaitu:
a. Usaha yang dicurahkan, terdiri dari: motivasi, etika kerja, kehadiran, dan
17
rancangan tugas
b. Kemampuan individual, terdiri dari: bakat, minat, dan factor kepribadian
c. Dukungan organisasional, terdiri dari: pelatihan dan pengembangan,
peralatan dan teknologi, standar kinerja, dan manajemen dan rekan kerja
Sedangkan Rivai (2009:532) kinerja diartikan kesediaan seseorang atau
kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, dan menyempurnakannya sesuai
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas,
dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas
maupun kuantitas yang telah dicapai karyawan, dalam menjalankan tugas-tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan organisasi, dan hasil kerjanya tersebut
disesuaikan dengan hasil kerja yang diharapkan organisasi, melalui kriteria-kriteria
atau standar kinerja karyawan yang berlaku dalam organisasi.
2.4.4 Tujuan Kinerja Karyawan
Adapun tujuan kinerja karyawan menurut Rivai (2009:549):
1) Untuk perbaikan hasil kinerja karyawan, baik secara kualitas ataupun kuantitas.
2) Memberikan pengetahuan baru dimana akan membantu karyawan dalam
memecahan masalah yang kompleks, dengan serangkaian aktifitas yang terbatas
dan teratur, melalui tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan organisasi.
3) Memperbaiki hubungan antar personal karyawan dalam aktivitas kerja dalam
organisasi.
2.4.5 Indikator Kinerja Karyawan
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada lima
indicator menurut Robbins (2006:260), yaitu
1) Kualitas, Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan karyawan.
2) Kuantitas, Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jum2lah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3) Ketepatan waktu, Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
18
4) Efektivitas, Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga,
uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5) Kemandirian, Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan
menjalankan fungsi kerjanya komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana
karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instasi dan tanggung jawab
karyawan terhadap kantor.
2.4.6 Jenis Informasi Kinerja
Mathis dan Jackson (2006:114) berpendapat bahwa manajer menerima tiga
jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan
mereka, diantaranya adalah:
1) Informasi berdasar sifat
Informasi berdasar sifat mengidentifikasikan sifat karakter subjektif dari
karyawan (seperti sikap, inisiatif, kreativitas) dan mungkin hanya mempuyai
sedikit kaitan dengan pekerjaan tertentu
2) Informasi berdasar perilaku
Informasi berdasar perilaku berfokus pada perilaku tertentu yang
mendukung keberhasilan kerja. Bagi seorang tenaga penjualan, perilaku
“persuasi verbal” dapat diamati dan digunakan sebagai informasi pada kinerja.
Meskipun lebih sulit untuk diidentifikasi, informasi perilaku secara jelas
menentukan perilaku yang diinginkan manajemen. Masalah potensial timbul jika
lebih dari satu perilaku dapat membawa keberhasilan kinerja dalam situasi
tertentu.
3) Informasi berdasar hasil
Informasi berdasar hasil memperhitungkan pencapaian karyawan. Untuk
pekerjaan-pekerjaan di mana pengukuran mudah dilakukan dan jelas, pendekatan
berdasarkan hasil dapat diterpakan. Bagaimanapun, bahwa hal apa yang diukur,
cenderung untuk ditekankan. Tetapi penekanan ini mungkin menghilangkan
bagian dari pekerjaan yang sama pentingnya tetapi tidak teratur.
2.4.7 Pengukuran Kinerja
Jika dilakukan suatu pekerjaan maka hasil dari pekerjaan itu disebut produk
atau output. Apabila hasil atau output mulai diperhatikan, maka hal ini menyangkut
19
pengertian kinerja. Kinerja selalu dilihat dari dua segi yaitu dari segi masukan (input)
dan segi hasil (output). Perbandingan antara dua segi itu akan menjadi ukuran kinerja
seseorang. Karyawan mempunyai kinerja yang baik apabila menunjukkan hasil yang
lebih besar.
Pengukuran kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan tolok
ukur efisiensi sumber daya yang tersedia dalam perusahaan. Walaupun kinerja
hanyalah merupakan rasio atau perbandingan namun demikian manfaat kinerja
pegawai cukup besar pengaruhnya bagi negara pada umumnya dan perusahaan pada
khususnya. Menurut Narmodo dan Wajdi (2009) ada 5 (lima) faktor dalam penilaian
kinerja, yaitu:
1) Kualitas pekerjaan meliputi: akuisi, ketelitian, penampilan dan penerimaan
keluran
2) Kuantitas Pekerjaan meliputi: Volume keluaran dan kontribusi
3) Supervisi meliputi: membutuhkan saran, arahan/ perbaikan
4) Kehadiran meliputi: regularitas, dapat dipercaya/diandalkan dan ketepatan waktu
5) Konservasi meliputi:pencegahan, pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan.
2.4.8 Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Simanjuntak (2005:109) manfaat penilaian kinerja yaitu :
1) Peningkatan kinerja. Terutama bila hasil penilaian kinerja seseorang rendah atau
di bawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan
atasan akan segera membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut,
misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun lagi.
2) Pengembangan SDM. Penilain kinerja sekaligus mengidentifikasi dan kelemahan
setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manajemen dan
individu dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi
individu yang bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahankelemahannya melalui program pelatihan. Manajemen dan individu yang
bersangkutan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu,
baik untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam
rangka mengembangkan karier mereka masing-masing.
3) Pemberian kompensasi. Melalui penilaian kinerja individu, dapat diketahui siapa
yang memberikan kontribusi besar dan siapa yang memberikan kontribusi kecil
dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan
20
atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi
setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan penilaian kinerja
yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan,
pemberian bonus, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan atau gaji.
4) Program peningkatan produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing
individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka
miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas
perusahaan.
5) Program kepegawaian. Hasil penilaian kinerja sangat bermanfaat untuk
menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi,
serta perencanaan karier pegawai.
6) Menghindari perlakukan diskriminasi. Penilaian kinerja dapat menghindari
perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan
didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil penilaian kinerja.
2.5
Penelitian Terdahulu
Sumber
Judul
Metode
Hasil Penelitian
Jurnal pasti
(volume 4
nomer 2 januari
2011)
ISSN: 2085 5869, sonny
kuswara ,harry
budianto teknik
industry
universita
mercu buana
Jakarta
Pengaruh
lingkungan
kerja dan
disiplin kerja
terhadap kinerja
karyawan
packindo farma
utama Jakarta
SPSS
(Quantitative
Data Analyzes
Using SPSS)
Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan dari proses
perhitungan yang telah
ditetapkan,dengan hasil-hasil
yang telah diketahui dalam
penelitian maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa
variabel: lingkungan kerja (X1)
dan disiplin kerja (X2)
mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan packindo
farma Jakarta (Y).
21
Jurnal JIBEKA
Volume 9
Nomor 1
Februari 2015:
44 – 53, Heny
Sidanti Dosen
Program Studi
STIE Dharma
Iswara Madiun
Pengaruh
lingkungan
kerja,disiplin
kerja dan
motivasi kerja
terhadap kinerja
pegawai negri
sipil di
sekertariat
DPRD
kabupaten
madiun
SPSS
(Quantitative
Data Analyzes
Using SPSS)
Penelitian ini menunjukan
lingkungan kerja, disiplin kerja,
serta motivasi untuk bekerja sama
dan dampaknya secara
bersamaan memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap
kinerja PNS DPRD Kabupaten
Madiun, Ini terbukti
dari hasil perhitungan SPSS yang
t hitung nya lebih besar dar t tabel
Jurnal WIGA Vol.
Pengaruh
SPSS
Penelitan ini menjelaskan bahwa
2 No. 1, Maret
lingkungan
(Quantitative
lingkungan (X 1) dan Disiplin
kerja dan
Data Analyzes
(X2) dan motivasi (X 3) variabel
disiplin kerja
Using SPSS)
adalah simultan memiliki efek
2012 ISSN NO
2088-0944,
Zainul Hidayat,
serta motivasi
kinerja (Y), maka hipotesis
MM &
kerja terhadap
pertama diterima. Hipotesis 2:
Muchamad
kinerja
Menemukan bahwa nilai thitung
Taufiq, MH
karyawan
X1 3.059 dan nilai t tabel adalah
perusahaan
2.003 dan daripada t hitung lebih
daerah air
besar nilai t tabel 2.003, kedua
minum
hipotesis ini yang menyatakan
(PDAM)
tentang lingkungan (X1) dan
kabupaten
Disiplin (X2) dan variabel
lumajang
dominan variabel memberikan
motivasi (X3) adalah sebagian
efek kinerja (Y) diterima. Diciplin
( X2) adalah yang efek yang
berpengaruh kinerja dengan
standar Coefficien Beta untuk
variabel X2 adalah 0. 425, itu
berarti kinerja (Y) dapat
berpengaruh melalui variabel
22
Diciplin (X2) sebesr 42,5 persen.
Maka dari itu hipotesis ketiga
diterima.
2.6
Keterkaitan Variabel dan Pengembangan Hipotesis
2.6.1 Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Penciptaan lingkungan kerja yang menyenangkan dan dapat memenuhi
kebutuhan karyawan akan memberikan rasa puas dan mendorong semangat kerja
mereka. Menurut Logahan (2009: 4) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada
di sekitar karyawan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang sudah diembankan padanya. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 : Ada pengaruh positif dan signifikan lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan JOB Pertamina – Petrochina East Java (Head Office)
2.6.2 Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja Karyawan
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Seseorang dikatakan mempunyai
disiplin kcrja yang tinggi jika yang bcrsangkutan konsekuen, konsisten, taat asas,
bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya. Disiplin kerja
merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkornunikasi dengan
karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah prilaku serta sebagai suatu upaya
untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dengan disiplin kerja yang tinggi
akan dapat membantu meningkatkan kinerja.
Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : H2:
Ada pengaruh positif dan signifikan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan JOB
Pertamina – Petrochina East Java (Head Office)
23
2.7
Kerangka Penelitian
Hal yang penting dalam pengelolaan sumber daya manusia adalah mengenai
kinerja karyawan. Kinerja karyawan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dapat dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hal yang dapat mendukung
kinerja karyawan tersebut adalah lingkungan kerja dan disiplin kerja.
Dengan lingkungan kerja yang nyaman serta disiplin kerja yang tinggi pula
akan meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat
disusun kerangka teoritis sebagai berikut :
-
Lingkungan Kerja (X1)
-
Disiplin Kerja (X2)
-
Kinerja karyawan (Y)
Lingkungan
Kerja (X1)
Kinerja
Karyawan (Y)
Disiplin Kerja
(X2)
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
2.8 Hipotesis
Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara tehadap rumusan masalah
penelitian (Sugiono,2010). Hipotesis merupakan anggapan dasar yang kemudian
membuat suatu teori yang masih harus diuji kebenarannya. Berdasarakan latar
belakang dan landasan teori perumusan masalah serta penelitian terdahulu, hipotesis
yang di ajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
- H0: Lingkungan kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.
- H1: Lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.
- H0: Displin kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.
- H2: Displin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
24
-
H0: Lingkungan kerja dan disiplin kerja secara simultan tidak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
-
H3: Lingkungan kerja dan disiplin kerja secara simultan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
Download