3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah salah satu komoditas ikan air tawar ekonomis penting. Ikan ini mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan misalnya ukuran per individu yang besar, fekunditas yang cukup tinggi, kebiasaan makan yang omnivor serta mutu dagingnya digemari oleh masyarakat. Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut. Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypophthalmus Gambar 1 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm, ukuran tubuh ini tergolong besar bagi ikan jenis lele-lelean. Pada pembudidayaan dalam umur 6 bulan ikan patin bisa mencapai ukuran 35-40 cm (Susanto dan Amri 2002). Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut pendek yang berfungsi sebagai alat peraba (Susanto dan Amri 2002). 4 Sirip punggung (dorsal) mempunyai jari-jari keras yang berubah menjadi patil bergerigi di sebelah belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung berjumlah enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak berukuran kecil sekali yang disebut adipose fin. Sirip ekornya berbentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya yang panjang terdiri dari 30-33 jari-jari lunak. Sirip perutnya memiliki 8-9 jari-jari lunak (Slembrouck et al. 2005). Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang menjadi senjata dan dikenal sebagai patil. Ikan ini memiliki beberapa sifat biologis, yaitu nokturnal atau melakukan aktivitas pada malam hari seperti halnya catfish lainnya dan sesekali muncul ke permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara langsung (Susanto dan Amri 2002). Ikan patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air, yaitu dari perairan yang agak asam (pH 5) sampai perairan yang basa (pH 9). Kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin adalah 3-6 ppm, karbondioksida yang ditolerir 9-20 ppm, dengan alkalinitas 80-250. Suhu air media pemeliharaan yang optimal berada dalam kisaran 28-30 °C (Khairuman dan Suhenda 2001). 2.2 Komposisi Kimia Ikan Patin Tubuh ikan patin didominasi oleh daging yang mencapai 49%. Komposisi yang lain, yaitu kulit, tulang, kepala, jeroan, dan gelembung renang. Pada umumnya, komposisi daging ikan terdiri dari 15 - 24% protein, 0,1 - 22% lemak, 1 - 3% karbohidrat, 0,8 - 2% substansi anorganik, dan 66-84% air (Suzuki 1981). Komposisi kimia ikan patin segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia ikan patin (Pangasius sp.) Komposisi Kadar (%) Air 82,22 Abu 0,74 Protein 14,53 Lemak 1,09 Sumber: Maghfiroh (2000) Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh pada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk 5 hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80%. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air dalam suatu bahan menunjukkan perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Kandungan lemak dalam daging ikan bervariasi tergantung pada spesies, umur, kondisi sebelum atau setelah perkembangbiakan (bertelur), dan kondisi pakan. Semakin tinggi kandungan lemaknya, maka semakin rendah kandungan air daging ikan (Suzuki 1981). Lemak yang terdapat pada produk perikanan pada umumnya sangat mudah untuk dicerna langsung oleh tubuh, sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan oleh pertumbuhan, dan kadar kolesterol sangat rendah (Adawyah 2007). Penentuan kadar abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Mineral dalam makanan ditentukan dengan pengabuan atau inserasi (pengabuan) (deMan 1997). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak ikut terbakar. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien selain karbohidrat dan lemak yang berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kkal/gram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat. Produk perikanan memiliki kandungan protein yang mudah diserap dan dicerna sehingga baik dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi protein terutama pada anak-anak (Sudhakar et al. 2009). Fungsi utama protein bagi tubuh adalah membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga digunakan sebagai bahan bakar apabila kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Separuh atau 50% dari berat kering sel dalam jaringan yaitu hati dan daging diperkirakan terdiri dari protein (Winarno 1997). Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan. Karbohidrat berfungsi untuk mencegah timbulnya pemecahan protein berlebihan, kehilangan mineral dan membantu metabolisme lemak protein. Karbohidrat pada produk perikanan tidak mengandung serat, umumnya karbohidrat tersebut dalam bentuk glikogen (Nurjanah et al. 2009). Selain itu, karbohidrat pada produk 6 perikanan terdiri dari glukosa, fruktosa, sukrosa dan monosakarida lainnya (Okuzumi dan Fujii 2000). 2.3 Sistem Urat Daging Bagian badan teleostei merupakan sistem urat daging terbesar. Urat daging berfungsi pada seluruh pergerakan tubuh, mengatur pergerakan elemen anggota tubuh, misalnya pemompaan darah, gerakan peristaltik organ viscera dan struktur yang berhubungan dengannya (Grizzle & Rogers 1976). Ada tiga macam jaringan urat daging, yaitu urat daging kerangka, urat daging licin, dan urat daging jantung. Urat daging licin (otot polos) memiliki serabut yang lebih sederhana dan kecil dibandingkan dengan serabut otot lainnya. Gambar 2 Urat daging kerangka Sumber : Kusmawan D (2011) Urat daging licin terdiri dari sel urat daging mononukleat, sedangkan kedua urat daging lainnya adalah urat daging berinti banyak (multinukleat) yang diikat oleh facia atau tenunan ikat (endomisium) untuk membentuk berkas urat daging (bundle). Urat daging kerangka atau bergaris terdapat pada jaringan yang dapat diatur (voluntary control). Serabut multinukleat mengandung myofibril yang tersebar rata di seluruh penampang melintang, terpusat di tengah atau terdapat sepanjang dinding serabut (Harder 1975). Myofibril terdiri dari ratusan myofilamen yang terbagi menjadi elemen tipis, actin dan myosin. 2.4 Asam Amino Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Suatu protein jika dihidrolisis dengan asam, 7 alkali, atau enzim akan menghasilkan campuran asam-asam amino. Struktur kimia asam amino dapat dilihat pada Gambar 3. COOH (gugus karboksil) H C R (gugus radikal) NH2 (gugus amino) Gambar 3 Struktur umum asam amino Sumber: Almatsier (2006) Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α. Gugus R merupakan rantai cabang yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya (Winarno 2008). Asam amino dalam kondisi netral (pH isolistrik, pI) berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH (Winarno 2008). Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga sering harus ditambahkan dalam bentuk makanan, sedangkan asam amino non esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino umumnya berbentuk serbuk dan mudah larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut organik non polar (Suharsono 1970 dalam Sitompul 2004). 2.3.1 Asam amino esensial Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein yang disebut juga asam amino eksogen. Asam amino seringkali disebut dan dikenal sebagai zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Asam amino esensial dapat dilihat pada Tabel 2. 8 Asam amino Histidin Arginin Treonin Valin Metionin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin Triptofan Tabel 2 Asam amino esensial Singkatan tiga huruf Berat Molekul (g/mol) His 155,2 Arg 174,2 Thr 119,1 Val 117,1 Met 149,2 Ile 131,2 Leu 131,2 Phe 165,2 Lys 146,2 Trp 204,2 Sumber: Hames dan Hooper (2005) Hames dan Hooper menyatakan ada 10 jenis asam amino esensial, yaitu histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, dan triptofan. Histidin merupakan asam amino yang diperoleh dari hasil hidrolisis protein yang terdapat dalam sperma suatu jenis ikan (kaviar), asam amino ini bermanfaat baik untuk kesehatan radang sendi dan memperkuat hubungan antar syaraf khususnya syaraf organ pendengaran. Histidin bermanfaat untuk perbaikan jaringan, dibutuhkan dalam dalam pengobatan alergi, rheumatoid arthritis, anemia serta dalam pembentukan sel darah merah dan sel darah putih (Harli 2008). Arginin adalah asam amino yang dibentuk di hati dan beberapa diantaranya terdapat dalam ginjal. Arginin bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau produksi limfosit, meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan (HGH) dan meningkatkan kesuburan pria (Linder 1992). Treonin merupakan asam amino yang mempunyai rantai cabang gugus alifatik hidroksil (Winarno 2008). Treonin mampu meningkatkan kemampuan usus dan proses pencernaan. Asam amino ini bekerja untuk mempertahankan keseimbangan protein dan berperan dalam pembentukan kolagen dan elastin (Harli 2008). Valin diperlukan dalam pertumbuhan dan penampilan, terutama berfungsi dalam sistem saraf dan pencernaan. Selain itu, valin berfungsi untuk membantu gangguan saraf otot, mental dan emosional, insomnia, dan keadaan gugup. Kekurangan valin dapat menyebabkan kehilangan koordinasi otot dan tubuh menjadi sangat sensitif terhadap rasa sakit, panas dan dingin (Edison 2009). 9 Metionin adalah suatu asam amino dengan gugus sulfur yang diperlukan tubuh dalam pembentukan asam nukleat dan jaringan serta sintesa protein. Juga menjadi bahan pembentuk asam amino lain (sistein) dan vitamin (kolin). Metionin bekerja sama dengan vitamin B12 dan asam folat dalam membantu tubuh mengatur pasokan protein berlebihan dalam diet tinggi protein. Selain itu, fungsi penting lain metionin adalah membantu menyerap lemak dan kolesterol. Karena itu, metionin merupakan kunci kesehatan bagi hati yang berhubungan banyak dengan lemak. Defisiensi metionin dapat berakibat rematik kronis, pengerasan hati (sirosis), dan gangguan ginjal (Harli 2008). Isoleusin diperlukan dalam produksi dan penyimpanan protein oleh tubuh, dan pembentukan hemoglobin. Kemudian berperan dalam metabolisme dan fungsi kelenjar timus dan kelenjar pituitari (Harli 2008). Leusin merupakan asam amino yang bekerja untuk memacu fungsi otak, menambah tingkat energi otot, membantu menurunkan kadar gula darah yang berlebihan, serta membantu penyembuhan tulang, jaringan otot dan kulit (terutama untuk mempercepat penyembuhan luka post - operative) (Harli 2008). Leusin juga berfungsi dalam menjaga sistem kekebalan tubuh (Edison 2009). Fenilalanin merupakan asam amino esensial yang menjadi bahan baku bagi pembentukan katekolamin sebagai peningkat kewaspadaan penting bagi tranmisi impuls saraf. Fenilalanin juga berperan sebagai prekursor tirosin dan bersama membentuk hormon tiroksin dan epinefrin (Almatsier 2006). Defisiensi fenilalanin dapat berakibat mata merah (bloodshot eyes), katarak, dan perubahan perilaku (psychotic dan schizophrenic) (Harli 2008). Lisin merupakan bahan dasar antibodi darah dan memperkuat sistem sirkulasi. Mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal. Bersama proline dan Vitamin C akan membentuk jaringan kolagen. Lisin mampu menurunkan kadar trigliserida darah yang berlebih. Lisin memiliki sifat mudah rusak akibat panas. Kekurangan lisin menyebabkan mudah lelah, sulit konsentrasi, rambut rontok, anemia, pertumbuhan terhambat dan kelainan reproduksi (Harli 2008). Triptofan merupakan prekursor vitamin niasin dan pengantar syaraf serotonin (Almatsier 2006). Fungsinya dalam proses pembekuan darah dan pembentukan cairan pencernaan. Triptofan juga berperan sebagai bahan 10 pembentuk neuro-transmitter serotonin, triptopan berfungsi dalam pengendoran saraf dan membantu proses tidur (Harli 2008). 2.3.2 Asam amino non esensial Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh disebut juga asam amino endogen (Winarno 1997). Beberapa asam amino non esensial dapat dilihat pada Tabel 3 Asam amino Alanin Asam aspartat Asam glutamate Glisin Prolin Serin Tirosin Sistin Tabel 3 Asam amino non esensial Singkatan tiga huruf Berat Molekul (g/mol) Ala 89 Asp 133,1 Glu 147,2 Gly 75 Pro 115,1 Ser 105,1 Thr 181,1 Sis Sistin Sumber: Hames dan Hooper (2005) Asam amino non esensial memiliki manfaat yang baik untuk makhluk hidup. Di bawah ini akan dibahas beberapa asam amino non esensial serta manfaatnya. Alanin berfungsi untuk memperkuat membran sel dan membantu metabolisme glukosa menjadi energi tubuh, sedangkan asam aspartat bermanfaat untuk penanganan pada kelelahan kronis dan peningkatan energi (Linder 1992). Asam glutamat dapat diperoleh dari glutamin. Gugus amida yang terdapat pada molekul glutamin dapat diubah menjadi gugus karboksilat melalui proses hidrolisis dengan asam atau basa. Asam glutamat bermanfaat untuk menahan keinginan konsumsi alkohol berlebih, mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan kesehatan mental dan meredam emosi (Linder 1992). Glisin adalah asam amino yang dapat menghambat proses dalam otak yang menyebabkan kekakuan gerak seperti pada multiple sclerosis, sedangkan prolin adalah asam amino yang dapat diperoleh dari hasil hidrolisis kasein. Prolin berfungsi sebagai bahan dasar glutamic acid. Glisin bergabung dengan lisin dan vitamin C akan membentuk jaringan kolagen yang penting untuk menjaga kecantikan kulit, memperkuat persendian, tendon, tulang rawan dan otot jantung (Harli 2008). 11 Asam amino serin berfungsi membantu pembentukan lemak pelindung serabut syaraf (myelinsheaths). Penting dalam metabolisme lemak dan asam lemak, pertumbuhan otot dan kesehatan sistem imun serta membantu produksi antibodi dan immunoglobulin (Linder 1992). Sistin berfungsi untuk membantu kesehatan pankreas, menstabilkan gula darah dan metabolisme karbohidrat, mengurangi gejala alergi makanan dan intoleransi. Sistin sangat dibutuhkan dalam pembentukan kulit, terutama penyembuhan luka bakar dan luka operasi. Membantu penyembuhan kelainan pernafasan misalnya bronkhitis serta meningkatkan aktifitas sel darah putih melawan penyakit (Harli 2008). Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai gugus fenol dan bersifat asam lemah. Asam amino ini dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat dalam keju. Tirosin memiliki beberapa manfaat yaitu, dapat mengurangi stress, anti depresi serta detoksifikasi obat dan kokain (Linder 1992). 2.4 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Kualitas suatu protein dapat ditentukan dengan mengetahui kandungan asam aminonya. Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali atau enzim akan menghasilkan campuran asam-asam amino (Winarno 2008). Asam-asam amino esensial harus ada dalam jumlah yang cukup dalam makanan supaya aktivitas metabolisme tubuh tetap terjaga secara optimal (Buckle et al. 1978). Analisis asam amino bertujuan menentukan jenis dan jumlah asam amino yang terkandung dalam suatu protein bahan pangan. Analisis asam amino ini sangat diperlukan, misalnya untuk menganalisis hasil industri makanan, makanan ternak, obat-obatan, analisis cairan biologi dan hidrolisat protein. Cara analisis asam amino yang masih lazim digunakan sampai saat ini adalah kromatografi dengan berbagai macam teknik misalnya kromatografi kertas, lapisan tipis dan kolom (Rediatning dan Kartini 1987). Akhir-akhir ini analisis asam amino menggunakan kromatografi cair dengan kinerja tinggi atau yang lebih dikenal dengan istilah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Muchtadi 1989). HPLC yang pada awalnya merupakan singkatan dari High pressure Liquid Chromatography karena metode ini memang merupakan suatu cara kromatografi 12 dengan menggunakan tekanan (Pressure). Namun, akhir-akhir ini dengan bertambah baiknya modifikasi dan penampakan dari peralatan, maka namanya berubah menjadi High Performance Liquid Chromathography (Salamah 1997). HPLC merupakan suatu cara pemisahan komponen dari suatu campuran berdasarkan perbedaan distribusi/absorbs komponen diantara dua fase yang berbeda yaitu fase diam (stasioner) dan fase bergerak (mobil) (Salamah 1997). Pelarut yang lebih polar biasanya digunakan sebagai fase stasioner. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kromatografi adalah suatu proses migrasi diferensial dimana komponen-komponen sampel ditahan secara selektif oleh fase diam (Sudarmadji et al. 2007). Teknik HPLC mempunyai beberapa keuntungan, yaitu mampu membedakan asam amino D dan L, dapat bekerja lebih cepat dan pemisahan 24 asam amino dalam cairan fisiologik dapat diselesaikan dalam waktu 40 menit (Winarno 2008). Komponen utama alat yang dipakai dalam HPLC, antara lain: reservoir zat pelarut untuk fase mobil, pompa, injektor, kolom, detektor dan rekorder (Adnan 1997). Gambar alat kromatografi dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 High Performance Liquid Chromatograhy (HPLC) (Sumber: Anonima 2009) Pelarut-pelarut yang biasa digunakan dalam HPLC adalah air, metanol, asetonitril, kloroform dan pelarut-pelarut lain dalam keadaan murni (HPLC grade) (Salamah 1997). Sebelum dilakukan analisis asam amino dengan kromatografi 13 terlebih dahulu dilakukan pembuatan hidrolisat protein yang bertujuan memutuskan ikatan peptidanya dengan hidrolisis asam atau hidrolisis basa. Semua protein akan menghasilkan asam-asam amino bila dihidrolisis, tetapi ada beberapa protein yang masih berikatan. Hidrolisis asam yang umum digunakan dalam analisis asam amino yaitu HCl 6 N yang menyebabkan kerusakan triptofan dan sedikit juga kerusakan terjadi pada serin dan treonin. Hidrolisis basa biasanya menggunakan NaOH 2-4 N dan tidak merusak triptofan, tetapi menyebabkan deaminasi asam amino lain (Nur et al. 1992). 2.6 Penggorengan dengan Metode Deep Frying Pemanasan merupakan suatu perlakuan suhu tinggi yang diberikan pada suatu bahan pangan yang bertujuan mengurangi populasi mikroorganisme atau membunuhnya yang ada di dalam bahan pangan. Perlakuan pemanasan biasanya dikombinasikan dengan perlakuan lainnya untuk mencegah rekontaminasi oleh mikroorganisme (Tamrin dan Prayitno 2008). Deep frying merupakan salah satu sistem penggorengan dengan merendam seluruh bagian bahan yang digoreng di dalam minyak sebagai medium penghantar panas (Stevenson et al. 1984). Suhu normal dalam proses penggorengan adalah 163-196 °C (Weiss 1982). Menurut Ketaren (1986), minyak yang digunakan dalam proses penggorengan ini tidak boleh berbentuk emulsi dan harus mempunyai titik asap di atas suhu penggorengan. Jika pada proses penggorengan terbentuk asap, berarti minyak mengalami dekomposisi, sehingga menyebabkan bau dan rasa yang tidak enak. Bahan makanan yang dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air dalam bahan menguap yang ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Bersamaan dengan itu, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup besar, tergantung jenis bahan yang digoreng. Selain itu, akan terjadi juga pelarutan sebagian komponen bahan dan terbentuk cita rasa akibat pemanasan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen minor lainnya (Orthoefer 1989). Proses penggorengan memberi efek yang merugikan terhadap nilai gizi. Efek tersebut terjadi karena reaksi antara amino group dari asam amino esensial, yaitu lisin dengan gula reduksi yang terkandung bersama-sama protein dalam 14 bahan pangan yang disebut reaksi Maillard. Pemanasan lebih lanjut dapat menyebabkan asam amino arginin, triptofan, dan histidin bereaksi dengan gula reduksi. Ketersediaan lisin dan asam amino dari protein yang diproses dengan pemanasan lebih kecil daripada protein yang tidak diproses karena terjadinya reaksi Maillard (Susilo 2008). Pengolahan dengan menggunakan panas yang tinggi menyebabkan protein akan mengalami perubahan rasemisasi, hidrolisis, desulfurasi, dan deamidasi. Jika protein dipanaskan pada suhu sekitar 200 °C, residu asam aminonya akan mengalami dekomposisi dan pirolisis. Beberapa hasil pirolisis yang diisolasi dari daging panggang ternyata bersifat sangat mutagenik (Suwandi 1990). Ayala et al. 2005 menyatakan bahwa proses pemasakan (salah satunya penggorengan) menyebabkan perubahan penting pada komponen urat daging (air, serat daging, jaringan penghubung dan adipose). Perubahan struktural yang disebabkan oleh panas dapat mempengaruhi tekstur dan parameter lain yang berhubungan dengan kualitas daging (Hurling et al. 1996). Selain itu, pemasakan dapat mengubah struktur jaringan daging yang disebabkan oleh koagulasi termal pada protein dan perubahan yang berhubungan dengan kadar air.