IMPLEMENTASI MODEL KARTU EDA

advertisement
IMPLEMENTASI MODEL KARTU EDA
(EKSPRESI DIRI UNTUK ASERTIF) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH
Siti Maimunah
Universitas Muhammadiyah Malang, F.Psikologi
Email :[email protected]
Alamat :Jl. Raya Tlogomas 246 Malang
Abstrak
Berpacaran sebenarnya lazim dilakukan oleh remaja, akan tetapi dewasa
ini cara remaja dalam berpacaran cenderung melampau batas, sehingga tidak
jarang terjadi seks pranikah di kalangan remaja yang berpacaran. Kondisi ini
terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah
kepribadian yang lemah. Ciri dari kepribadian yang lemah ini berhubungan erat
dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap asertif. Tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbedaan aserivitas dan perilaku seks pranikah pada
remaja dengan menggunakan media kartu dan psikoedukasi serta pelatihan.
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre test – post test only
design dengan teknik quota sampling serta persyaratannya adalah remaja wanita
yang berusia 15 -20 dan pernah atau sedang berpacaran. Total subjek adalah 204
remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor mean
pada variabel asertivitas yaitu dari 41,30 menjadi 51,46, dimana nilai
signifikansinya sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,909. Sedangkan
pada perilaku seksual diperoleh mean sebesar 72,03 pada saat pre-test dan 60,53
pada saat post-test, dengan nilai signifikansi 0,000 dan koefisien korelasi sebesar
0,985. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi kartu EDA dan psikoedukasi
serta pelatihan yang diberikan telah memberikan kontribusi sangat signifikan
dalam meningkatkan asertivitas dan menurunkan perilaku seks pranikah pada
remaja, dan ini merupakan bentuk pencegahan perilaku seks pra nikah.
Kata Kunci : Asertivitas, Perilaku Seks Pra nikah, Remaja
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
641
A. Pendahuluan
Salah satu tantangan keluarga di era global yang diwarnai canggihnya
teknologi dengan beragamnya gadget yang canggih adalah perilaku yang tidak
terkontrol, khususnya bagi keluarga dengan anak remaja. Hal ini dikarenakan
pada usia ini kondisi kejiwaannya masih labil, rasa ingin tahu mereka sangat
tinggi dan juga sedang berada pada tahap pencarian identitas diri yang cenderung
diwarnai dengan mencari dukungan orang lain di luar keluarga. Teman sebaya
adalah sumber dukungan utama bagi remaja. Perilaku teman sebaya akan menjadi
inspirasi bagi remaja lain, akan tetapi sangat disayangkan tidak sedikit perilaku
negatif yang dicontoh oleh mereka. Tawuran, miras, narkoba bahkan seks bebas
dan aborsi adalah perilaku negatif yang marak dikalangan remaja yang muncul
akibat dukungan sosial negatif yang diperoleh remaja dari teman sebaya.
Masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan manusia yang
ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan dalam beberapa dimensi yaitu
biologis, kognitif dan sosioemosi. Perubahan ini menandai bahwa secara
berangsur-angsur remaja akan menjadi individu yang lebih matang sehingga harus
mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Individu yang mampu beradaptasi
dengan perubahan dirinya sesuai dengan periode perkembangannya maka ia
dikatakan matang secara psikologis, namun sebaliknya individu yang kurang
mampu beradaptasi dengan perubahan dirinya akan cenderung memiliki masalah
dan akan berdampak pada perkembangan berikutnya.
Salah satu permasalahan yang banyak dialami oleh remaja adalah
permasalahan yang terkait dengan perkembangan dimensi biologisnya.
Perkembangan biologis pada remaja diawali dengan periode pubertas yang
ditandai dengan berkembangnya ciri-ciri seks primer dan sekunder. Kondisi ini
akan berkembang dan menjadi matang pada usia remaja.
Perlu kita pahami bersama bahwa salah satu bagian penting dari masa
remaja adalah perkembangan seksualitas dan pencapaian kesehatan seksual yang
baik. Perkembangan seksual ditandai dengan penguasaan keterampilan yang
dapat digunakan untuk mengontrol perasaan gairah seksual dan untuk mengelola
konsekuensi dari perilaku seksual, serta perkembangan bentuk-bentuk baru dari
keintiman seksual ( Rickert, Sanghvi and Wiemann 2002). Perubahan secara
seksual yang terjadi antara lain adalah kematangan organ reproduksi. Kematangan
organ reproduksi tersebut mengakibatkan perubahan sikap dan tingkahlaku seperti
mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul
perasaan cinta yang berlanjut dengan munculnya dorongan seksual. Perasaan suka
terhadap lawan jenis atau tertarik dengan lawan jenis merupakan proses
perkembangan sosial remaja. Proses ini akan berlanjut dengan terjalinnya ikatan
yang lebih daripada sekedar berteman yang sering disebut dengan istilah kencan
atau berpacaran.
Santrock (2003) mengemukakan bahwa memilih dan menentukan
pasangan untuk dinikahi disebut dengan kencan. Sedangkan menurut Himawan
642
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
(2007) pacaran adalah penjajakan antar pribadi untuk saling menjalin cinta kasih.
Hubungan pacaran yang dilakukan oleh remaja memiliki arti penting bagi remaja
yang berpacaran. Manfaat secara umum seseorang berpacaran adalah menikmati
kebersamaan bersama orang lain (Santrock, 2003). Dengan berpacaran seseorang
merasakan cinta, kasih sayang, penerimaan lawan jenis dan rasa aman dari sang
pacar. Berpacaran juga dapat melatih keterbukaan, umpan balik dan
menyelesaikan konflik. Harlock (1980) juga mengemukakan bahwa dengan
berpacaran maka remaja akan mempunyai ketrampilan sosial yang baik, sikap
baik hati dan menyenangkan.
Berpacaran sebenarnya lazim dilakukan oleh remaja seperti dilansir dalam
penelitian yang dilakukan KPAI di 12 kota di Indonesia tahun 2010, menunjukan
bahwa dari 2.800 responden pelajar, 76% perempuan dan 72% laki-laki mengaku
pernah berpacaran (Haryanto, 2010). Akan tetapi dengan berjalannya waktu
kondisi berpacaran saat ini adalah jauh berbeda dengan kondisi beberapa puluh
tahun yang lalu bahkan beberapa dekade lalu. Berpegangan tangan bagi remaja
dulu merupakan hal yang tabu untuk dilakukan di tempat umum, namun hal itu
menjadi hal yang biasa saat ini. Bahkan model berpacaran remaja saat ini lebih
vulgar dan melampaui batasan, sehingga tidak jarang terjadi seks pranikah di
kalangan remaja yang berpacaran.
Perilaku seks pranikah ini terjadi karena banyak faktor yang
mempengaruhinya, salah satunya adalah kepribadian yang lemah. Adapun ciri
kepribadian yang lemah tersebut antara lain, daya tahan yang rendah terhadap
tekanan atau stressor, harga diri yang rendah, kurang bisa mengekspresikan diri,
menerima umpan balik, menyampaikan kritik, menghargai hak dan kewajiban,
kurang bisa mengendalikan emosi dan agresif serta tidak dapat mengatasi masalah
dan konflik dengan baik. Ciri dari kepribadian yang lemah ini berhubungan erat
dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap asertif (Maimunah, 2014).
Remaja dapat menghindari hal-hal yang tidak merugikan maupun
membuat perasaan tidak nyaman jika dalam diri remaja yang berpacaran
mempunyai sikap asertif yang tinggi. Menurut Stein (2004) perilaku asertif berarti
kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak taksa (multi
tafsir), namun tetap peka terhadap kebutuhan orang lain. Perilaku asertif juga
bukan berarti meminta apa yang diinginkan dengan kasar, menentang, tidak juga
dengan kekerasan (agresif) pada orang yang dimintai. Sedangkan menurut
(Williams, 2000) asertif adalah kemampuan berdiri sendiri, memastikan pendapat
dan perasaan yang telah dipertimbangankan dan tidak membiarkan orang lain
selalu mendapatkan jalan mereka. Hal ini tidak sama dengan agresivitas. Orang
dapat bersikap asertif tanpa kekuatan atau kekasaran. Sebaliknya, ia mampu
menyatakan dengan jelas apa yang diharapkan dan mampu bersikeras untuk
melindungi haknya.
Di beberapa negara dengan beberapa kultur atau budaya yang berbeda
masih memiliki kemiripan tentang penilain terhadap kaum wanita. Isu tentang
gender sudah marak dibicarakan, namun realita yang terjadi penilaian terhadap
wanita juga masih belum mengalami perubahan yang signifikan. Anggapan bahwa
wanita adalah lemah, cengeng, sensitif dan pasif terkadang masih melekat baik
pada pria maupun wanita itu sendiri. Kondisi ini memungkinkan terjadinya
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
643
internalisasi penilaian masyarakat tersebut terhadap diri wanita dan berdampak
pada perilaku yang dimunculkannya yaitu sikap dan perilaku yang kurang asertif.
Ketidakmampuan remaja wanita untuk bersikap asertif membuat ia mudah
terperangkap dalam perilaku seks pranikah. Beberapa remaja wanita rela disakiti
secara fisik untuk tetap menjaga status bahwa dirinya tidak sendiri atau jomblo,
rela mengorbankan harga dirinya demi tetap menjalin hubungan dengan
kekasihnya, bahkan yang lebih parah mereka mau melakukan aborsi agar tidak
ditinggal kekasihnya. Hal ini terjadi karena perilaku kurang asertif pada remaja
wanita.
Perilaku kurang asertif ini juga terjadi pada wanita dewasa yang sudah
menikah. Hal ini seperti hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Rickert, dkk
2002) yang mengatakan bahwa hampir 20% wanita merasa bahwa mereka tidak
pernah memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri tentang kontrasepsi yang
digunakan, pasangan tidak perduli dengan keinginan seksualnya, tidak mampu
untuk memberitahu pasangan mereka bahwa mereka tidak ingin melakukan
hubungan intim baik dengan atau tanpa alat kontrasepsi, tidak mampu
menyampaikan bahwa mereka menginginkan bercinta dengan cara yang berbeda,
tidak berani menyampaikan bahwa pasangan mereka terlalu kasar, menghentikan
foreplay setiap waktu, termasuk di titik hubungan seksual. Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa wanita cenderung kurang asertif untuk menyampaikan
perasaannya sekalipun itu menyangkut harga dirinya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Lewin (dalam Markoff, et all, 1997), yaitu perempuan sering ragu
untuk menggunakan strategi penolakan langsung. Mereka lebih takut menyakiti
perasaan pasangannya dibandingkan dengan respon emosional mereka sendiri,
misalnya malu atau marah.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa sangat penting untuk
membekali para remaja khususnya remaja wanita tentang pentingnya asertivitas
untuk menghindari perilaku seks pranikah. Ada beberapa treatment yang bisa
diberikan dalam rangka untuk meningkatkan aserivitas pada remaja. Pada
penelitian ini peneliti lebih tertarik untuk memberikan psikoedukasi dan
memberikan metode pelatihan dengan menggunakan kartu EDA (ekspresi diri
untuk asertif) untuk meningkatkan asertivitas pada remaja putri.
Seperti yang disampaikan oleh Corey (2003) bahwa latihan asertivitas
akan dapat membantu individu yang 1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan
atau perasaan tersinggung, 2) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu
mendorong orang lain untuk mendahuluinya, 3) mengalami kesulitan untuk
mengatakan “tidak”, 4) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan
respon-respon positif lainnya, dan 5) merasa tidak mempunyai hak untuk
memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri. Sehingga diharapkan
remaja putri yang semula menemui kesulitan untuk berperilaku asertif khususnya
terkait dengan pemaksaan pacar akan dorongan seksualnya, ia akan mampu untuk
melindungi dirinya dengan tidak menyinggung perasaan pacarnya.
644
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
B. Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen dengan menggunakan bentuk rancangan The One group pretestposttest atau pretest-posttest kelompok tunggal yaitu rancangan eksperimen yang
dilakukan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Rancangan
model penelitian ini adalah menggunakan tes awal atau pretest (O1) kepada
responden sebelum mendapatkan perlakuan (X) berupa psikoedukasi dan
pelatihan. Kemudian setelah diberikan perlakuan akan dilakukan pengukuran lagi
atau posttest (O2) untuk mengetahui akibat dari perlakuan itu. Sehingga besarnya
efek dari eksperimen dapat diketahuidenngan pasti.
Lokasi dan subyek penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Malang. Adapun subyek penelitian ini
adalah para remaja yang terdiri dari siswa SMA dan mahasiwa maksimal semester
4 yang sedang studi di Malang. Kriteria khusus dalam pengambilan subyek adalah
dibatasi bahwa usianya antara 15 – 20 tahun, pernah atau sedang berpacaran dan
berjenis kelamin perempuan. Adapun total jumlah responden dalam penelitian ini
adalah sebesar 225 peserta dengan menggunakan quota sampling.
Metode Analisa Data
Penelitian ini menggunakan tiga tahap dalam proses pelaksanaannya yaitu
persiapan, pelaksanaan, dan terakhir baru dilakukan analisa data. Dalam tahapan
pertama persiapan peneliti menyiapkan seperangkat material yang akan digunakan
dalam proses intervensi. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah
modul pelatihan, seperangkat alat yang terdiri dari papan permainan, dadu, pion
dan kartu EDA. Adapun modul yang digunakan adalah dengan menggunakan
skala pengkuran yaitu skala asertivitas dan skala prilaku seksual. Tahapan kedua
yaitu pelaksanaan, peneliti melakukan pretest terlebih dahulu untuk mengetahui
bagaimana skor perilaku seks pranikah dan skor asertivitas responden sebelum
diberikan perlakuan. Setelah satu minggu kemudian responden diberikan
intervensi dalam bentuk psikoedukasi dan pelatihan dengan menggunakan kartu
EDA. Tahapan ketiga yaitu analisis data dari hasil post test atau setelah diberikan
perlakuan. Jenis statistik yang digunakan adalah paired sample t-test dengan
menggunakan program SPSS 21.0. Paired sample t-test digunakan untuk melihat
perbedaan tingkat asertivitas dan perilaku seksual pranikah remaja wanita sebelum
dan sesudah diberikan perlakuan yaitu pelatihan asertivitas dengan menggunakan
metode karti EDA (ekspresi diri untuk asertif).
C. Hasil Penelitian dan Diskusi
Total jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 225 subjek, hanya saja
yang dapat dianalisis sejumlah 204 karena beberapa skala pada post test tidak
terisi. Hasil uji t pada skor asertif menunjukkan skor -29,86 dengan signifikansi
sebesar 0,000 hal ini menunjukkan bahwa perbedaan asertivitas antara sebelum
dan sesudah pemberian treatment adalah diterima pada taraf 95%. Adapun hasil
analisisnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
645
Tabel 1
Hasil uji beda Pre-test dan Post-tes Asertif
Pair 1
pretest_asertif posttest_asertif
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval
Deviation
Error
of the Difference
Mean
Lower
Upper
-10,15196
4,85468 ,33990
-10,82214
-9,48178
t
df
Sig.
(2tailed)
-29,868 203
,000
Sedangkan hasil analisis pada variabel asertif yang dilakukan diperoleh
hasil bahwa terdapat peningkatan skor mean pada saat pre-test dan post-test. Pada
saat pre-test diperoleh hasil mean sebesar 41,30 dan pada saat post-test diperoleh
hasil mean sebesar 51,46, dimana nilai signifikansinya sebesar 0,000 dengan
koefisien korelasi sebesar 0,909. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan
asertivitas pada subjek antara sebelum dan sesudah pemberian treatment. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2
Perbandingan Skor Mean Asertif Pre-test dan Post-test
Pair 1
pretest_asertif
posttest_asertif
Paired Samples Statistics
Mean
N
Std. Deviation
41,3088
204
11,23189
51,4608
204
8,96317
Std. Error Mean
,78639
,62755
Tabel 3
Nilai koefisien Korelasi Pretest-Posttest Asertif
Pair 1
Paired Samples Correlations
N
Correlation
pretest_asertif & posttest_asertif
204
,909
Sig.
,000
Hasil uji t pada skor seksual menunjukkan skor 54,01 dengan signifikansi
sebesar 0,000 hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perilaku seksual antara
sebelum dan sesudah pemberian treatment adalah diterima pada taraf 95%.
Adapun hasil analisisnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Hasil uji beda Pre-test dan Post-tes Perilaku Seksual
Pair 1
Pretest_seksual Posttest_seksual
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std.
Std. Error 95% Confidence Interval
Deviation
Mean
of the Difference
Lower
Upper
11,50000
3,04077
,21290
11,08023
11,91977
T
54,017
Df
203
Pada analisis mean diperoleh hasil yaitu 72,03 pada saat pre-test dan 60,53
pada saat post-test, dengan nilai signifikansi 0,000 dan koefisien korelasi sebesar
646
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Sig. (2tailed)
,000
0,985. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor pada saat sebelum dan
sesudah pemberian treatment atau perlakuan. Menurunnya skor perilaku seksual
menandakan bahwa setelah diberikan perlakuan perilaku seksual subjek menurun,
artinya bahwa perlakuan yang diberikan berhasil. Adapun hasil lengkapnya bisa
dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 5
Perbandingan Skor Mean Asertif Pre-test dan Post-test
Paired Samples Statistics
Mean
N
Std. Deviation
Pair 1
Pretest_seksual
Posttest_seksual
72,0343
60,5343
204
204
17,37911
16,62285
Std. Error Mean
1,21678
1,16383
Tabel 6
Nilai Koefisien Korelasi Pre-test dan Post-test Perilaku Seksual
Pair 1
Paired Samples Correlations
N
Correlation
Pretest_seksual &
204
,985
Posttest_seksual
Sig.
,000
Diskusi
Asertif merupakan upaya untuk mencapai kebebasan emosi, yaitu
kemampuan untuk menguasai diri, bersikap bebas dan menyenangkan, merespon
hal–hal yang disukai atau tidak disukai secara tulus dan wajar, serta
mengekspresikan cinta dan kasih sayang pada orang yang sangat berarti dalam
hidupnya.
Faktanya baik dalam kehidupan sosial sehari-hari dan khususnya pada
kehidupan remaja dalam berpacaran banyak diantara mereka yang enggan
bersikap asertif dan memilih bersikap non asertif, seperti memendam
perasaannya, berpura-pura, menahan perbedaan pendapat atau sebaliknya dengan
bersikap agresif. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif
justru dapat mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian
akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain, tidak menyelesaikan masalah-masalah
emosional yang dihadapi, menurunkan harga diri, atau bahkan dapat menjadi
“bom waktu” yang sewaktu-waktu dapat mengancam kelangsungan hubungan
pribadi dan sosial dan kesehatan mental seseorang, yaitu resiko terhadap
timbulnya kecemasan dan stress.
Latihan asertif adalah salah satu teknik dalam treatment ganguan tingkah
laku dimana klien diinstruksikan, diarahkan, dilatih, serta didukung untuk
bersikap asertif dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman atau kurang
menguntungkan bagi dirinya. Dalam penelitian ini subjek diberikan treatment
untuk meningkatkan asertivitas dan menurunkan perilaku seksualnya.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
647
Hasil penelitian membuktikan bahwa ada pengaruh pelatihan asertivitas
terhadap penurunan perilaku seskual pranikah pada remaja. Penurunan tersebut
disebabkan karena subjek dapat berlatih perilaku asertif pada saat pelatihan
berlangsung dan juga mendapat kesempatan atau waktu 1 minggu untuk
mengaplikasikannya di luar ketika subjek sedang bersama dengan pacarnya. Subjek
yang merupakan remaja wanita yang telah berlatih asertif, ternyata mereka menjadi
lebih percaya diri, berani mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendapat kepada
pacarnya, dan mampu mempertahankan hak-haknya. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Eisler, dkk (dalam Rodriquez, et al., 2001)
yang menunjukkan bahwa wanita menjadi lebih mandiri, percaya diri, mampu
menemukan identitas diri, dan lebih kompeten dalam berbagai aspek kehidupan
setelah mengikuti pelatihan asertivitas.
Selain itu, pelatihan asertivitas yang telah dilakukan dalam penelitian ini
dapat menurunkan perilaku seksual pranikah pada remaja. Karena subjek yang
diberikan pelatihan asertivitas akan menghindarkan diri dari aktivitas-aktivitas
seksual yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Hasil penelitian ini
sesuai dengan pendapat Marokoff (1997) bahwa aktivitas seksual dalam hubungan
heteroseksual penting untuk pencapaian tujuan seksual dan perlindungan diri dari
aktivitas seksual yang tidak aman dan tidak diinginkan. Individu yang memiliki
asertivitas yang tinggi akan cenderung untuk menjaga perilaku seksual pranikah. Hal
ini dikarenakan sikap asertivitas yang tinggi akan membuat individu tidak mudah
terpengaruh secara emosional dan mampu bertahan pada jalur yang benar, meskipun
menghadapi rayuan dari orang lain. Dalam hal ini adalah rayuan pacar untuk
melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang bertentang dengan norma-norma yang
berlaku.
Berdasar uraian yang dikemukakan oleh Petty dan Cacioppo (dalam Baron
dan Byrne, 1994), maka dapat dinyatakan bahwa ceramah tentang asertivitas
hanya menyentuh aspek kognitif, itupun jika pesan tersebut dianggap penting dan
sesuai dengan kebutuhan personal. Sementara itu menurut Goddard (1981) serta
Rees dan Graham (1991) menyampaikan bahwa asertivitas merupakan tingkah
laku interpersonal. Tingkah laku interpersonal mencakup aspek fisik, psikis dan
sosial. Hal ini bermakna bahwa Manusia tidak dilahirkan dengan insting
mengetahui bagaimana berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Ketrampilan
interpersonal tidak secara otomatis muncul ketika hal itu diperlukan, tetapi harus
dipelajari dan dilatihkan. Begitu pula dengan asertif yang merupakan kemampuan
untuk mengemukakan perasaan, pikiran, pendapat secara langsung, jujur dan
dengan cara yang tepat serta tidak memiliki rasa cemas secara tepat dan sesuai
dalam menyampaikiannya dan tidak menyakiti diri menyakiti diri sendiri maupun
orang lain. Hal ini bukan merupakan pembawaan lahir, namun hasil belajar
individu dari lingkungannya, sehingga jika kurang adanya role model dan tidak
adanya pembelajaran, maka individu akan cenderung memiliki tingkat asertivitas
yang rendah. Oleh karena itu pelatihan asertif ini dirasa dapat memberikan
dampak yang positif dalam meningkatkan asertivitas pada remaja.
Keberhasilan pelatihan asertivitas ini dipengaruhi oleh beberapa hal di
antaranya adalah modul pelatihan, peserta pelatihan, trainer, dan fasiltas. Peneliti
telah menyiapkan modul sebelum pelaksaan pelatihan dimulai. Modul yang
digunakan inipun merupakan pengembangan dari modul dari penelitian sebelumnya.
648
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Peneliti telah memodifikasi dan melengkapi dari modul yang digunakan dalam
penelitian sebelumnya, karena penelitian ini bertujuan untuk implikasi dari penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh peneliti.
Pada penelitian sebelumnya yang berjudul penggunaan kartu EDA (Efikasi
Diri untuk Asertif) dalam mencegah perilaku seks pranikah pada remaja, telah
memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada perilaku seksual
dan asertivitas responden antara sebelum dan sesudah pelatihan. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan dalam bentuk psikoedukasi dan
pelatihan dengan menggunakan kartu EDA cukup efektif dalam menurunkan
perilaku seks pranikah dan juga meningkatkan asertivitas pada remaja putri.
Perbedaan dengan penelitian saat ini adalah terdapat pada penerapannya pada
subjek. Karena bersifat penerapan dari penelitian sebelumnya, maka dalam
penelitian ini subjek yang dilibatkan jauh lebih banyak dari sebelumnya dan
menyempurnakan modul, skala dan model psikoedukasi yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi yang tinggi yaitu pada
variabel asertif sebesar 90,9 % dan pada variabel perilaku seksual menunjukkan
nilai koefisein korelasi sebesar 98, 5 %, ini bermakna bahwa perubahan perilaku
subjek baik pada variabel asertif maupun perilaku seksual lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor pemberian treatmen atau perlakuan yang telah diberikan
dalam penelitian ini. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Selain modul pelatihan keberhasilan dari kegiatan ini juga dipengaruhi
oleh peserta, trainer dan fasilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Grieshaber
(dalam Umniyah & Afiatin, 2009) keberhasilan pelatihan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu modul pelatihan, trainer, partisipan, dan fasilitas. Pendapat lain yaitu
Salas (2001) juga menyatakan hal yang sama bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pelatihan, yaitu kondisi awal peserta pelatihan, kesungguhan
peserta dalam mengikuti psikoedukasi dan pelatihan, partisipasi aktif peserta
dalam pelatihan, materi pelatihan, metode pelatihan, karakteristik situasional dan
karakteristik trainer. Pada saat pelaksanaan peserta menunjukkan motivasi yang
antusias, meski ada beberapa subjek yang tidak hadir pada saat pengambilan data
akhir atau postest. Namun mereka yang mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
menunjukkan antusiasme yang tinggi, hal ini mempengaruhi antusiasme peneliti
juga.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah lebih pada fasilitas khususnya
ruangan. Jumlah subjek yang banyak membuat peneliti tidak bisa menggabungkan
semua subjek menjadi satu. Peneliti menggunakan waktu yang berbeda untuk
menyesuaikan fasilitas ruangan yang terbatas. Pertimbangan perbedaan waktu
adalah untuk menyiasati agar ruangan cukup dan peneliti juga tidak terlalu lelah
sehingga tetap dapat fokus pada saat pelaksanaan kegiatan.
Metode yang digunakan dalam modul pelatihan asertif ini adalah antara lain
permainan yang banyak menggunakan kartu, presentasi, diskusi, dan role play,
sehingga subjek tidak merasa jenuh dan bosan dalam mengikuti kegiatan pelatihan.
Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa psikoedukasi
dan pelatihan asertivitas telah membekali remaja dengan keterampilan meningkatkan
hubungan setara, membangun kesadaran diri, mengekspresikan diri, dan
mempertahankan hak-hak pribadi, sehingga dapat mencegah perilaku seksual
pranikah pada remaja.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
649
D. Kesimpulan dan Implikasi
Kesimpulan dari penenlitian ini menunjukkan bahwa treatment yang
diberikan kepada remaja berupa pelatihan dan psikoedukasi dengan menggunakan
kartu EDA sangat efektif dalam meningkatkan asertivitas remaja dan sekaligus
menurukan perilaku seks pranikah dan ini merupakan salah satu bentuk
pencegahan perilaku seks pranikah pada remaja.
Implikasi dalam penelitian ini adalah diharapkan kepada subjek penelitian
yang terlibat dalam penelitian ini untuk tetap dapat mengaplikasikan pegetahuan
yang didapat, sehingga informasi yang diterima dan hasil pembelajaran tetap terus
terpelihara dan menginternalisasi dalam diri. Bagi remaja secara umum juga perlu
mengetahui bahwa bersikap dan bertindak asertif bisa menghindarkan diri dari
pemaksaan terhadap hak-hak pribadi, sehingga berlatih asertif dengan cara
mengikuti model permainan yang sudah peneliti tulis dalam modul ataupun
dengan cara lain adalah sangat membantu. Dengan meningkatnya asertivitas
pada remaja khususnya wanita diharapkan dapat mencegah maraknya perilaku
seks pranikah pada remaja. Selanjutnya diharapkan kepada orang dewasa yang
ada di sekitar remaja entah itu orang tua maupun guru di sekolah, dapat
memotivasi remaja untuk dapat bersikap maupun bertindak dengan asertif. Cara
yang bisa ditempuh antara lain adalah dengan melibatkan remaja dalam sebuah
diskusi, pengambilan keputusan, serta penetapan kebijakan baik di rumah maupun
di sekolah maupun kegiatan lain yang serupa.
650
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
DAFTAR PUSTAKA
Alberti, Robert, Emmons & Michael, 2002, Your Perfect Right-Hidup Lebih
Bahagia dengan Mengungkapkan Hak (Alih Bahasa : Ursula G.
Buditjahya), Jakarta, PT Elex Media Komputindo
Baron, R.A. & Byrne, D., 1994, Social Psychology: Understanding Human
Interaction. Massachusets: Allyn & Bacon.
Corey, G., 2009, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung: PT
Refika Adiatma
Goddard, R.C., 1981, Increase in Assertiveness and Actualization as a Function of
Didactic Training. Journal of Counseling Psychology, 28, (4), 279-287.
Harlock, E. B., 1980, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Alih Bahasa: Istiwidayanti), Jakarta: Penerbit
Erlangga
Lioyd, & Sam R., 1991, Mengembangkan Perilaku Asertif yang Positif, Jakarta:
Binarupa Aksara
Marokoff, 1997, Sexual assertivenss scale (SAS) for Women: Development and
validation, Journal of Personality and Social Psychology, 73,4.
Mu’tadin Z., 2002, Pendidikan Seksual Pada Remaja. Available at : http/ /: www.
epsikologi. com. Diakses tanggal 16 April 2016.
Rees, S. & Graham, R.S., 1991, Assertion Training: How to be Who You Really
Are. London: Routledge.
Rodriquez, G., 2001, Significant variables associated with assertiveness among
Hispanic college women, Journal of Instructional Psychology, 28.
Salas, E., 2001, The science of training: A decade of progress. Psychology, 52,
471-99.
Sarwono W.S., 2007, Psikologi Remaja, Jakarta: Grafindo Persada.
Santrock, J.W., 2003, Adolescence Perkembangan Remaja, (Alih bahasa: Shinto
B. Adelar) Jakarta: Erlangga
Soetjiningsih dkk., 2004, Buku Ajar: Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto.
Soetjiningsih, 2006, Remaja Usia 15 - 18 Tahun Banyak Lakukan Perilaku Seksual
Pranikah.http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1659. Diakses
Tanggal 26 Januari 2016.
Stuart G.W., and Sundeen S.J., 1999, Principles and Practice of Psychiatric
Nursing, New York : Mosby Year Book, Inc.
Rakos, Richard F., 1991, Assertive Behavior Theory, Research, and Training.
New York: Simultameously Published
Rickert, V.I., Sanghvi, R. and Wiemann, C.M., 2002, Is Lack of Sexual
Assertiveness Among Adolescent And Young Adult Women a Cause for
Concern?, Journal of Perspectives on Sexual and Reproductive Health,
volume 34, number 4
Townend, Anni, 1991, Developing Assertiviness, London: Routledge.
Umniyah., & Afiatin, T., 2009, Pengaruh pelatihan pemusatan perhatian
(Mindfulness) terhadap peningkatan empati perawat. Jurnal Intervensi
Psikologi, 1, 1.
Williams. C., 2000, Being Assertive, University of Leeds Innovations Ltd (ULIS)
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
651
Download