77 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Gambaran tentang perilaku seksual pranikah remaja di Surabaya menunjukkan bahwa usia pertama kali pacaran berada pada usia 11-13, dan sudah menjadi hal yang wajar di lingkungan remaja bila berpacaran di usia muda. Selain itu, aktivitas seksual yang dimulai juga sudah dilakukan sejak rentang usia tersebut. Remaja yang melakukan hubungan seksual pada rentang usia 13-18 memiliki kecenderungan untuk berganti-ganti pasangan. 2. Remaja Surabaya yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah cenderung untuk melakukannya kembali, namun bagi remaja yang belum pernah melakukan hubungan seksual pranikah masih berupaya untuk menjaga diri dari ajakan tersebut dengan alasan ketakutan bila terjadi kehamilan, maupun ketakutan atas dosa dari perilaku seksual pranikah. Penolakan yang biasa terjadi pada remaja perempuan biasanya disampaikan dengan gerakan tubuh. Hal ini juga dikarenakan aktivitas seksual seringkali terjadi begitu saja dan tanpa ada komunikasi sebelumnya serta sudah wajar dan biasa terjadi dalam pacaran remaja. 3. Fakor yang mempengaruhi asertivitas antara lain usia yang menunjukkan semakin muda akan semakin sulit asertif, semakin bermasalah dengan keluarga akan cenderung mengakibatkan remaja mencari sosok lain yang mampu memberikan kenyamanan, serta adanya skenario sosial mengenai peran gender dalam perilaku seksual remaja. Selain itu, rasa nyaman yang diberikan oleh pasangan mengakibatkan 2 respon yang bertolak belakang. Sebagian remaja menganggap dengan adanya rasa nyaman maka semakin tidak mampu asertif karena adanya ketakutan kehilangan rasa tersebut, sedangkan sebagian menganggap justru dengan rasa nyaman semakin berani menolak dan mengungkapkan ketidaksukaan. Di samping itu, media berkonten pornografi dan kebutuhan diterima di kelompok teman sebaya, mengakibatkan remaja tidak mampu menolak ajakan hubungan seksual 77 78 pranikah. Ketegasan untuk berani menolak terhambat oleh ketakutan ditinggal oleh pasangan, sehingga mengakibatkan remaja kurang mampu berperilaku asertif. B. Saran 1. Salah satu masukan yang dapat diberikan untuk pendekatan dalam penyusunan materi promkes sebagai upaya pencegahan adanya perilaku seksual pranikah adalah adanya materi yang berbeda pada tiap kelompok umur. Untuk kelompok umur 7-13 tahun, materi yang dapat diberikan antara lain pengenalan mengenai pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja yang meliputi pengenalan organ reproduksi, pengenalan untuk mengenali perubahan yang terjadi pada diri sendiri, serta menyadari adanya ketertarikan terhadap lawan jenis serta dampak yang mungkin muncul. Untuk kelompok usia 14-24 tahun, materi yang disampaikan lebih kepada hubungan pacaran dan dampak yang mungkin terjadi bila pacaran tidak disertai dengan tanggung jawab, cara mengenali kondisi yang memicu remaja untuk berperilaku seksual pranikah, dan cara menyampaikan penolakan kepada pasangan. Selain itu, peran gender juga perlu dijelaskan, bahwa perempuan juga memiliki hak seksual, termasuk di antaranya memutuskan untuk menunda hubungan seksual pranikah serta memberikan pemahaman kepada remaja putra untuk mau dan mampu menghormati pilihan dari pasangannya. Perlu juga adanya dukungan dari beberapa pihak, terutama orangtua, yakni lebih memberikan perhatian kepada anaknya ketika beranjak remaja dan lebih peka perubahan yang terjadi pada anak. Pemberian informasi kesehatan reproduksi sejak dini dan berasal dari lingkungan keluarga akan mengurangi kemungkinan remaja memperoleh informasi yang tidak tepat, remaja juga semakin terbuka dengan orangtuanya. 2. Konseling remaja terkait dengan asertivitas salah satunya dengan memberikan dorongan dan support bagi remaja untuk berani mengungkapkan hal-hal yang membuat remaja merasa tidak nyaman, membantu remaja mengenali kondisikondisi yang memungkinkan terjadinya adanya rayuan seksual, serta berlatih 79 untuk mampu mengatakan tidak. Selain itu, memberikan penguatan kepada remaja yang sudah melakukan hubungan seksual untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri dan penerimaan diri. Konseling ini bertujuan agar remaja memiliki dorongan untuk mampu berani bernegosiasi dengan pasangan yang mengarah ke perilaku sehat. Remaja perempuan dikuatkan untuk memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk mampu menolak pasangan dan mengambil keputusan bila pasangan tetap memaksa, sedangkan remaja lakilaki dikuatkan untuk mencari aktivitas pengalihan, seperti berkumpul dengan teman-teman dan lainnya. 3. Penelitian ini belum banyak menggali kesulitan cara komunikasi antara remaja laki-laki dan perempuan, sehingga bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk dapat melakukan penelitian terkait dengan kesulitan komunikasi dari remaja dalam berperilaku asertif serta upaya negosiasi dari kedua belah pihak agar upaya penyusunan promosi kesehatan lebih tepat sasaran dan mengarah ke perilaku sehat.