BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan dan ditaati (Sudikno Mertokusumo, 2002: 1). Aturan hukum menurut fungsinya dapat dibedakan menjadi dua yakni hukum materill dan hukum formil. Aturan hukum materill adalah aturan-aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang membebani hak dan kewajiban atau mengatur hubungan hukum atau orang-orang sedangkan aturan hukum formil adalah aturan hukum untuk melaksanakan dan mempertahankan yang ada atau melindungi hak perorangan. Hukum materill sebagaimana terjelma dalam undang-undang atau yang bersifat tidak tertulis merupakan pedoman bagi warga masyarakat tentang bagaimana orang selayaknya berbuat atau tidak berbuat dalam masyarakat. Adapun dalam pelaksanaan hukum materill sering kali terjadi pelanggaran-pelanggaran atau hak materill tersebut dilanggar sehingga menimbulkan ketidak seimbangan kepentingan dalam masyarakat, atau menimbulkan kerugian pada orang lain atau pihak lain. Pelaksanakan hukum materill perdata terutama dalam hal ada pelanggaran atau untuk mempertahankan berlangsungnya hukum materill perdata dalam hal ada tuntutan hak diperlukan rangkaian peraturanperaturan hukum lain. Peraturan-peraturan hukum lain yang dimaksud adalah hukum formil (hukum acara perdata) atau adjective law. Hukum acara perdata hanya diperuntukan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata materil dan di samping itu juga berfungsi untuk merealisir pelaksaan dari hukum perdata. Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim, jadi hukum acara perdata dapat dikatakan peraturan hokum yang menentukan bagaimana caranya 1 2 menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Konkritnya bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya. Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” (main hakim sendiri). Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Tindakan menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita (Sudikno Mertokusumo, 2002: 2). Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari interaksi antar sesama, dengan demikian kebutuhan kehidupan akan saling terpenuhi. Kebutuhan hidup finansial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, meminjam dari orang lain yang dituangkan dalam suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit. Orang yang meminjamkan uang disebut sebagai Kreditor, sedangkan yang meminjam uang disebut Debitor. Debitor wajib membayar utangnya kepada Kreditor sebagaimana yang diperjanjikan. Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh bank selaku kreditor dalam rangka menyalurkan kredit kepada calon penerima kredit (debitor) yaitu prospek usaha yang akan dibiayai dan jaminan yang diberikan. Kredit yang disertai dengan jaminan maka setidaknya nilai jaminan itu sama dengan jumlah kredit yang diterima oleh debitor. Jaminan itu dapat berupa barang bergerak (hak gadai dan hak fidusia), barang tidak bergerak (hak tanggungan dan hak hipotik) atau jaminan orang yaitu pihak ketiga yang akan melunasi utang jika debitor wanprestasi. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan bank bahwa kredit yang dimohonkan oleh debitor itu layak dan dapat dipercaya karena 3 kemungkinan kredit akan sulit dilunasi dan cenderung macet (Abdulkadir Muhammad, 2010: 312). Apabila dalam perkembangannya usaha yang dijalan oleh debitor tidak berkembang dan mengalami kemerosotan dari segi financial serta dalam proses pelunasan hutang-hutangnya mengalami kesulitan, debitor dapat melakukan penyelesaian melalui proses penundaan kewajiban pembayaran utang atau dapat dipailitkan. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. Istilah pailit dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang oleh pengadilan dinyatakan berhenti membayar utangnya (Charlie Rudyat, 2013: 331). Istilah kepailitan yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat UUKPKPU) adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan/atau pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Kepailitan tidak saja bisa dimohonkan oleh debitor apabila ia mengalami kesulitan dalam proses pembayaran piutang, tetapi juga bisa diajukan oleh kreditor yang menganggap bahwa debitor tersebut telah wanprestasi karena tidak mampu melunasi hutang-hutangnya. Pengertian kepailitan diatas dapat dikatakan bahwa kata kunci atau unsur utama dalam kepailitan adalah adanya Perjanjian Utang-Piutang antara Debitor (penerima utang) dan kreditor (pemberi utang). Unsur Kepailitan utang yang dimaksudkan adalah utang yang dapat dibuktikan secara sederhana. Maksudnya dibuktikan secara sederhana adalah utangnya harus sudah jelas dan pasti (Aria Suyudi, 2004: 148). Seorang debitor yang tidak membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui permohonan pernyataan pailit yang diajukan ke pengadilan niaga pada pengadilan negeri. Permohonan itu dapat diajukan oleh kreditor atau debitor itu sendiri. Permohonan pernyataan pailit harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UUKPKPU yaitu seorang debitor mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang 4 telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut telah terpenuhi maka pengadilan niaga dapat mengabulkan permohonan pernyataan pailit dan menyatakan debitor dalam keadaan pailit. (Sebab sebab putusan yang dijatuhkan di Pengadilan Niaga adalah putusan serta-merta) Berdasarkan UUKPKPU unsur utama kepailitan selain debitor dan utang yang sudah jatuh tempo, ada juga kreditor seperti pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) dikenal ada 3 (tiga) jenis kreditor dalam kepailitan yaitu kreditor konkuren, kreditor separatis, dan kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, dapat mengajukan permohonan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka memiliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan pernyataan pailit itu adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Pada tingkat kasasi, Majelis Hakim tidak memeriksa kembali perkara tersebut namun hanya terbatas memeriksa penerapan hukum yang telah dilakukan oleh pengadilan niaga. Permohonan kasasi itu dapat diajukan oleh debitor, kreditor atau pihak lain yang merasa tidak puas terhadap putusan pernyataan pailit. Permohonan kasasi yang diajukan wajib melampirkan memori kasasi yang berisi alasan-alasan pengajuan kasasi. Mahkamah Agung yang telah mempelajari permohonan kasasi tersebut, akan menetapkan tanggal sidang pemeriksaan yang dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung dan putusan atas permohonan kasasi diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi ini dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu permohonan kasasi tidak dapat diterima, permohonan kasasi ditolak atau permohonan kasasi dikabulkan. Jika permohonan kasasi itu dikabulkan maka Mahkamah Agung akan membatalkan putusan pernyataan pailit pengadilan niaga. Salah satu putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi yaitu pada putusan Mahkamah Agung 5 Nomor 522 K/Pdt.Sus/2012 yang akan dijadikan kajian dan pembahasan dalam penelitian ini. Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi ini lahir dari adanya upaya hukum terhadap Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. yang merupakan putusan atas permohonan pernyataan pailit dari kreditor terhadap debitor. Perkara itu berawal dari perjanjian utang-piutang antara Tuan Jung Dianto dan Nyonya Lily Eriani Budiono (Debitor) dengan PT. Bank Internasional Indonesia (Kreditor) pada tanggal 28 Agustus 2007 dengan jangka waktu sampai tanggal 25 September 2011. Utang tersebut telah jatuh waktu, Debitor tidak melunasi utangnya kepada Kreditor walaupun telah diberikan beberapa kali somasi dan ternyata Debitor juga memiliki utang kepada Kreditor lain yaitu PT. Bank UOB Indonesia Cabang Solo yang juga telah jatuh waktu. Atas dasar itulah PT. Bank Internasional Indonesia (Pemohon Pailit) mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap pasangan suami istri Tuan Jung Dianto dan Nyonya Lily Eriani Budiono (Para Termohon Pailit) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Hasil dari Putusan Pengadilan Niaga Nomor 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. mengabulkan permohonan pernyataan pailit dari Pemohon Pailit dan menyatakan Para Termohon Pailit berada dalam keadaan pailit. Para Termohon Pailit merasa tidak puas atas putusan pernyataan pailit pengadilan niaga sehingga mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. berdasarkan putusan pengadilan menjatuhkan putusan pernyataan pailit kepada Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor niaga yang Para Termohon Pailit, 522 K/Pdt.Sus/2012 mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi (Para Termohon Pailit) dan mengeluarkan putusan yang isinya bukan menguatkan hasil putusan pengadilan niaga yang menyatakan Para Termohon Pailit berada dalam keadaan pailit, melainkan membatalkan 6 Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Nomor 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. tersebut. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 522 K/Pdt.Sus/2012. yang berisi pembatalan Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Nomor 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. maka kajian dalam penelitian ini adalah alasan Mahkamah Agung dalam membatalkan putusan pernyataan pailit pengadilan niaga tersebut, karena bila merujuk pada UUKPKPU putusan pernyataan pailit pengadilan niaga semarang telah memenuhi unsur-unsur dijatuhkannya status kepailitan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 522 K/Pdt.Sus/2012. Hasil penelitian ini penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PUTUSAN KASASI MAHKAMAH AGUNG ATAS PEMBATALAN PUTUSAN PAILIT PENGADILAN NIAGA SEMARANG (Studi Putusan Kasasi Nomor 522k/Pdt.Sus/2012)” B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk menegaskan masalah-masalah yang akan diteliti, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas, memudahkan pekerjaan serta mencapai sasaran yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan ini sebagai berikut: 1. Apa Ratio Decidendi (pertimbangan hukum) Hakim Agung dalam membatalkan putusan Putusan Nomor 02/Pailit/2012/Pn. Niaga. Smg.? 2. Apa akibat hukum pembatalan pernyataan pailit Putusan Nomor 02/Pailit/2012/Pn. Niaga. Smg.? 7 C. Tujuan Penelitian Suatu penilitan selayaknya memiliki tujuan yang hendak dicapai agar penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat. Tujuan penelitian terbagi menjadi 2 (dua) tujuan yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui mengenai pertimbangan Mahkamah Agung atas pembatalan putusan pernyataan pailit pengadilan niaga. b. Untuk mengetahui mengenai akibat hukum atas pembatalan putusan pernyataan pailit pengadilan niaga. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperluas wawasan, pengetahuan, dan pemahaman penulis di bidang Hukum Acara Perdata dalam teori dan praktek b. Untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap dan data-data sebagai bahan penyusunan penulisan hukum (skripsi), agar dapat memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dibidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi para pihak. Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini memberikan manfaat bagi banyak pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini. Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain 1. Manfaat Teoritis a. Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu dibidang hukum ekonomi yang berkenaan dengan hukum kepailitan. 8 b. Dapat menambahkan literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat dijadikan acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya 2. Manfaat Praktis a. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi Penulis khususnya mengenai pertimbangan Mahkamah Agung atas pembatalan putusan pernyataan pailit pengadilan niaga. b. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi mahasiswa Bagian Hukum Acara Perdata Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta c. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta E. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) adalah menemukan kebenaran korespondensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013:47). Suatu penelitan ilmiah dapat berjalan sesuai dengan tujuan, apabila menggunakan metode penelitian yang baik dan tepat. Penggunaan metode penelitian yang tepat dapat menghasilkan perolehan data yang diperlukan dan mempermudah pengembangan data.. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diterapkan penulis dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum, penelitian yang bertujuan untuk menemukan kebenaran 9 korespondensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013:47). 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan di dalam keilmuan yang bersifat deskriptif yang menguji kebenaran ada tidaknya suatu fakta yang disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan yang bersifat deskriptif jawaban yang diharapkan adalah true atau false, jawaban yang diharapkan di dalam penelitian hukum adalah rigth, appropriate, inappropriate, atau wrong. dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh di dalam penelitian hukum sudah mengandung nilai. (Peter Mahmud Marzuki, 2011:35) Argumentasi di sini dilakukan untuk mengaji obyek penelitian secara menyeluruh mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian tentang Pembatalan Putusan Pernyataan Pailit Putusan Pengadilan Niaga No. 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. oleh Hakim MA yang dituangkan dalam Putusan Nomor 522 K/Pdt.Sus/2012. Mahkamah Agung. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif akan memungkinkan peneliti untuk medapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai masalah yang sedang penulis teliti. Pendekatan dalam penelitian hukum antaralain : a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) b. Pendekatan kasus ( case approach ) c. Pendekatan historis ( historical approach ) d. Pendekatan perbandingan ( comparative approach ) e. Pendekatan konseptual ( conceptual approach ) 10 Adapun pendekatan yang dipakai dalam penulisan hukum ini adalah Pendekatan kasus (case approach). Sebuah pendekatan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki,2006: 95). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Memecahkan ilmu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya, maka diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekuder (Peter Mahmud Marzuki, 2011:141) a. Jenis Bahan Hukum Penelitian hukum pada dasarnya tidak mengenal adanya data, sehingga dalam penulisan hukum ini jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. b. Sumber Bahan Hukum a) Sumber Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer terdiri dari peraturan-peraturan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan Undang-Undang dan putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah: (a) Kitab Undang -Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) (b) HIR ( Het Herziene Indonesisch Reglement) (c) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran (d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah; (e) Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2004 tentang 11 (f) Putusan Pengadilan Niaga No. 02/Pailit/2012/PN.Niaga.Smg. (g) Putusan Nomor 522 K/Pdt.Sus/2012. Mahkamah Agung. b) Sumber Bahan Hukum Sekunder Jenis bahan hukum yang secara langsung mendukung sumber hukum primer yang diperoleh dari literatur, peraturan perundang-undangan dan dokumen-dokumen yang dalam hal ini berhubungan dengan obyek penelitian. Bahan Hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan dengan pembatalan putusan pailit oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 522 K/Pdt.Sus/2012. Mahkamah Agung. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys. Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan, dokumen,laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum merupakan tahapan yang dilalui peneliti dalam mengklasifikasi, menguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proes pengolahan menjawab permasalahan bahan hukum yang digunakan untuk yang diteliti. Pada penelitian ini, 12 menggunakan teknik analisis silogisme deduktif. Seperti pendapat Philipus M.Hadjon yang dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, bahwa didalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan penggunaan silogisme adalah untuk membuktikan apakah fakta hukum yang dalam hal ini premis minor memenuhi unsur-unsur perbuatan yang diatur oleh undang-undang yang dalam hal ini adalah premis mayor (Peter Mahmud Marzuki, 2011:47-49) F. Sistematika Penulisan Hukum Guna mendapatkan gambaran secara jelas dan menyeluruh mengenai sistematika penulisan yang sesuai dengan aturan baku dalam penulisan hukum, maka Penulis menjabarkan sistematika penulisan hukum ini yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam subsub bab guna memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan isi dari penulisan hukum ini. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memuat dua sub bab, yaitu akan menguraikan kerangka teoritis dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori, penulis akan menguraikan kerangka teoritis yang mendasari penulisan hukum ini yaitu tinjauan Hukum Acara Perdata, tinjauan Hukum Acara Niaga, tinjauan kepailitan, tinjauan pengadilan niaga dan yurisdiksinya, tinjauan putusan hakim, dan tinjauan kreditor. Kemudian diakhiri dengan kerangka pemikiran yang membahas 13 kerangka atau landasan penulis dalam membuat penulisan hukum ini untuk mempermudah pemahaman. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu apa Ratio Decidendi (pertimbangan hukum) Hakim Agung dalam mengabulkan permohonan Kasasi dalam Putusan Kasasi Nomor 522k/Pdt.Sus/2012 dan Apa akibat hukum pembatalan pernyataan pailit terhadap Putusan Nomor 02/Pailit/2012/Pn. Niaga. Smg.? BAB IV : PENUTUP Bab ini akan menguraikan secara singkat bagian akhir dari penulisan mengenai kesimpulan yang diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan saran sebagai suatu masukan dari penulis. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN