Karakterisasi Virus Avian Influenza dengan Uji

advertisement
Media Kedokteran Hewan
Vol. 22, No. 2, Mei 2006
Karakterisasi Virus Avian Influenza dengan Uji Serologik dan Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction
Characterization of Avian Influenza Virus by Serological Test and Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction
Suwarno 1 , Adi Prijo Rahardjo 1, Fauziah 2 dan Eko Agus Srihanto 2
1Bagian
Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya
Penelitian dan Pengujian Veteriner Regional III , Tanjung Karang
2Balai
Abstract
The aims of this study were identifi ed of avian influenza (AI) virus by serological test, and
characterized of cDNA virus by reverse transcriptase -polymerase chain reaction (RT -PCR). The
samples were taken from live or dead birds that include cloacal and tracheal swab, and internal
organs (lungs, spleen, pancreas and kidney). The suspensions in antibiotic solution of cloacal and
tracheal swab were inoculated into the a llantoic cavity of 10-day-old embryonated fowl eggs. The
allantoic fluid of embryonated eggs cont aining AI virus identified by h emagglutination inhibition (HI)
and immunodiffusion (ID) test. The presence of AI virus from allantoic fluid or interna l organs could
confirmed by the use of RT-PCR with H5-specific primers. The result showed that HI test c ould used
by the identification of AI virus from allan toic fluid or the internal organ, but ID test was detected
samples in allantoic fluid only. The PCR product was amplificated in this technique was 235 base pairs
(bp) against to hemagglutinin gene and amplicon with 200 -300 bp against to matrix gene , and
specifically for the presence of H5 subtype.
Keywords: avian influenza, HI test, ID test, RT -PCR

Pendahuluan
Sejak wabah AI meletup di Hon gkong pada
tahun 1997, sampai dengan tahun 2004 terdapat 9
negara di Asia Tenggara (Kamboja, China, Indonesia,
Jepang, Laos, Malaysia, Korea Selatan, Thailand dan
Vietnam) melaporkan adanya outbreak pada unggas.
Kejadian ini juga dilaporkan pada mamalia , termasuk
manusia (WHO, 2005). Spesifikasi virus AI subt ipe
H5N1 yang mewabah di Asia adal ah termasuk virus
influenza tipe A, yang tergolong famili Orthomyxoviridae. Terdapat tiga tipe virus influenza, yakni A, B dan
C, serta hanya tipe A yang diketa hui menginfeksi
unggas. Saat ini telah diketahui adanya 16 jenis
subtipe antigen hemaglutinin ( H1-H16) dan 9 subtipe
antigen neuraminidase (N1-N9) (Beard, 2003; Fouchier
et al., 2005; Tabu, 2005).
Penegakan diagnosis AI dapat dilakukan ber dasarkan isolasi dan karakterisasi virus. Isolasi virus
yang sering dilakukan adalah menggunakan telur
ayam berembrio (TAB), Madin-Darby canine kidney
(MDCK) atau African green monkey kidney Vero cell line .
Secara serologik virus AI dapat diidentifikasi dengan
uji enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), HI, ID,
imunohistokimia atau western blot; sedangkan
konfirmasi adanya virus dilakukan dengan convensional RT-PCR, real time RT-PCR atau sekuensing geneti k
(OIE, 2002; Krafft et al., 2005; Ungchusak et al., 2005).
Namun demikian, kegagalan diagnosis d engan teknik
PCR dapat saja terjadi akibat ketidakccocokan primer
yang digunakan atau telah terjadi mutasi pada virus
AI.
Dalam diagnosis AI pe ran protein hemaglutinin
(HA) dan neuraminidase (NA) yang terdapat pada
amplop virus menjadi tumpuan dasar pada uji HI.
Kedua protein ini merupakan target awal dalam
pembentukan antibodi inang. Pada awal inf eksi,
protein ini akan berikatan dengan reseptor sel inang
dan melepaskan ribonukleprotein (RNP) . Akibat
aktivasi prekursor HA (HA0) oleh protease inang,
protein akan terbelah menjadi HA1 dan HA2. Protein
HA1 akan berikatan dengan reseptor dan merupakan
target utama untuk timbulnya respons imun, sedang kan protein HA2 akan memfasilitasi fusi antara
amplop virus dengan membran endosomal inang
(Suzuki and Nei, 2002).
Sementara itu protein nukleokapsid dan matrix
yang dilepas kemudian, menjadi acuan untuk mem bentuk antibodi yang dapat dideteksi dengan uji ID
74
Suwarno dkk.; Karakterisasi Virus Avian Influ enza dengan Uji Serologik dan Reverse Transcriptase…
(OIE, 2002). Protein matrix (M1 dan M2) mempunyai
peran dalam penyusunan virion AI. Protein M1 t idak
hanya sebagai komponen struktural virus, tetapi juga
berperan pada awal infeksi dalam pemisahan pr otein
M1 dan RNP untuk masuk ke dalam sitoplasma sel
tropisme. Di lain fihak, protein M2 bersama dengan
protein HA dan NA menyusun struktur amplop virus
dan berperan sebagai saluran ion (Reid et al., 2002).
Konfirmasi diagnosis untuk menentukan
subtipe virus AI dapat dilakukan dengan melacak
genom virus. Genom virus AI sepanjang 13.588
nukleotida (nt), terbagi menja di 8 segmen yang
menyusun 10 jenis protein, yaitu polymerase basic-2
(PB2) dengan 2341 nt, PB1 2341 nt, polymerase acidic
(PA) 2233 nt, HA 1778 nt, nukleoprotein (NP) 1565 nt,
NA 1413 nt, M1 dan M2 1027 nt dan non -struktural
(NS1 dan NS2) dengan 890 nt. Masing -masing
segmen dapat diamplifikasi dengan menggunakan
primer spesifik (Horimoto and Kawaoka, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
virus AI dengan antibodi anti -H5N1 dan mengkarakterisasi virus AI melalui amplifikasi gen HA dan
M dengan menggunakan primer spesifik H5 -AI.
Metode Penelitian
Sampel
Sampel penelitian berupa 5 ekor ayam buras
yang berasal dari Lampung dan 2 ekor ayam buras
asal dari Jawa Timur, yang secara patologi-anatomik
menunjukkan suspect AI. Swab kloaca dan trachea
dibuat suspensi dalam antibiotik dan diinokulasikan
pada TAB umur 10 hari. Pengamatan dilakukan
selama 7 hari, TAB yang mati atau tetap hidup selama
pengamatan kemudian diidentifikasi dengan uji HI
dan ID (OIE, 2002). Organ internal (paru, limpa,
pankreas dan ginjal) dipreparasi d an dibuat suspensi
20% dangan phosphate buffer saline (PBS), untuk
selanjutnya dilakukan isolasi RNA.
Uji Hemagglutination dan Hemagglutination Inhibition
Uji HA dilakukan secara mikroteknik meng gunakan mikroplat bentuk ”V”. Antigen yang berasal
dari cairan alantois TAB yang diinokulasi dengan
suspensi swab kloaka dan trachea suspect AI
diencerkan dengan PBS pada kelipatan 2, yakni 1/2,
1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya sampai 1/1024.
Berikutnya ditambahkan suspensi eritrosit ayam 0,5%
pada setiap sumuran dan diinkubasi selama 40 menit.
Adanya aglutinasi menunjukkan adanya virus dari
kelompok myxovirus. Setelah diketahui titer antigen,
selanjutnya dibuat antigen 4 HA unit untuk
digunakan pada uji HI. Uji HI juga dilakukan secara
mikroteknik menggunakan mikrroplat bentuk ”V”.
Antibodi anti-H5N1 diencerkan dengan PBS pada
kelipatan 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, dan seterusnya sampai
75
1/1024. Berikutnya pada setiap sumuran ditambah
dengan antigen AI 4 HA unit dan diinkubasi selama
15 menit. Setelah berlalu ditambahkan suspensi eri trosit ayam 0,5% pada setiap sumuran dan diinkubasi
selama 30 menit. Adanya hambatan aglutinasi me nunjukkan adanya virus AI subtipe H5 (OIE, 2002).
Uji Immunodiffusion
Agarose 1% dilarutkan dalam 0,1 M bufer fosfat
yang mengandung 8% NaCl pH 7,2 kemudian
dipanaskan dan dituang dalam petridis dengan
ketebalan 3 mm. Ke dalam agar kemudian dibuat
sumuran yang saling berhadapan. Satu sumuran diisi
dengan antigen yang diuji dan satu sumuran diisi
dengan antibodi anti -H5N1. Inkubasi dilakukan
selama 24-48 jam dengan suasana lembab. Adanya
garis presipitasi menunjukkan bahwa an tigen yang
dideteksi adalah virus AI subtipe H5 (OIE, 2002).
Isolasi RNA Total
Isolasi RNA total dilakukan dengan mengguna kan Tizol-LS (Invitrogen). Sebanyak 250 µl suspensi
organ atau cairan alantois ditambah 750 µl Trizol dan
dicampur dengan pipet. Campuran k emudian ditambah 200 µl kloroform, divorteks, didiamkan selama 5
menit pada suhu ruang dan disentrifus 12.000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4 C. Berikutnya supernatan diambil sebanyak 500 µl ditempatkan pada
tabung baru dan ditambah dengan 500 µl 2-propanol,
divorteks, didiamkan selama 5 menit pada suhu
ruang dan disentrifus 12.000 rpm selama 10 menit
pada suhu 4C. Pelet (RNA) dipisahkan dari
supernatan dan dilakukan pencucian dengan alkohol
70%. Selanjutnya dilakukan pengeringan RNA dan
pelarutan RNA dengan penambahan nuclease free
water (NFW) (Manual Invitrogen).
Reverse Transcription
Sintesis cDNA dilakukan dengan kit dari Amersham untuk amplifikasi gen M menggu nakan primer
MF (5’-GCACTTGATATTGTGGATTCTTGATC -3’),
sedangkan amplifikasi gen HA digun akan kit dari
Secace yang di dalamnya mengandung primer HA
untuk penentu subtipe H5. Sebanyak 10 µl RNA
ditambahkan ke dalam tabung kit, ditambah 2 µl (10
pmol) primer MF dan NFW sampai mencapai volume
50 µl. Tabung kemudian dimasukkan ke dalam mesin
PCR (BioRad) dan diinkubasi pada 37 C selama 30
menit. Produk RT-PCR selanjutnya dapat disimpan
pada -20C atau langsung digunakan untuk amplifikasi DNA (Manual Amersham dan Manual Secace).
Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan kit yang sama dengan sintesis cDNA.
Media Kedokteran Hewan
Vol. 22, No. 2, Mei 2006
Sebanyak 5 µl cDNA produk PCR ditambahkan ke
dalam tabung kit, kemudian ditambah dengan 2 µl
(10 pmol) primer MF, 2 µl (10 pmol) primer MR
(5’-AGTAGAAAACAAGGTAGTTTTTTACTCC -3’) dan
NFW sampai volume mencapai 25 µl. Tabung
kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan
menggunakan program sebag ai berikut: denaturasi
awal 95C selama 5 menit seba nyak satu siklus,
denaturasi 95C 10 detik, annealing 63C 10 detik dan
ekstensi 72C 10 detik sebayak 42 siklus, serta ekstensi
akhir pada 72C selama 1 menit sebanyak satu siklus.
Produk PCR selanjutn ya dilakukan elektroforesis
DNA (Manual Amersham dan Manual Secace).
Elektroforesis DNA
Hasil PCR kemudian di running dengan elektroforesis DNA. Agarose 1% dilarutkan dalam bufer
TAE, ditambah ethidium bromide 0,4 ug/ml, kemudian dicetak pada gel plat yang terdapat comb. Gel
selanjutnya diletakkan pada chamber elektroforesis
dan dituangi bufer TAE. Sampel DNA produk PCR
sebanyak 5 µl ditambah dengan 2 µl blue juice, dimasukkan ke dalam sumuran gel. Chamber selanjutnya dinyalakan dengan kekuatan 125 V 50 mA selama
30 menit. Gel seterusnya dibaca pada uv t ransluminator dan hasilnya didokumentasi (Sambrook et al.,
1989).
Hasil dan Pembahasan
Hasil isolasi virus AI pada TAB yang kemudian
diidentifikasi dengan uji HI dan ID, serta hasil
konfirmasi diagnosis dengan RT -PCR dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Virus Avian Influensa
Secara Serologik dan Penentuan Subtipe
H5 dengan Reverse Transcriptase-Polymerase
Chain Reaction dari Berbagai Organ
Spesimen
Uji HI
Uji ID
RT-PCR
Paru
+
-
+
Limpa
-
-
+
Pankreas
-
-
+
Ginjal
-
-
+
Cairan
alantois TAB
+
+
+
Keterangan: HI hambatan aglutinasi, ID imunodifusi,
RT-PCR reverse transcriptase polymerase chain reaction,
TAB telur ayam berembrio, + positif, - negatif.
Hasil isolasi virus pada TAB menunjukkan
reaksi positif dengan uji HA dan memberikan titer
yang cukup tinggi. Berdasarkan identifikasi virus
menggunakan antibodi anti -H5N1, baik dengan uji
HI maupun ID, semuanya bereaksi secara spesifik.
Namun demikian, suspensi dari organ yang positif
dengan uji HI hanya yang berasal dari paru, dan
tidak satupun organ yang positif dengan uji ID. Hal
ini dapat disebabkan organ internal selain paru hanya
sedikit mengandung virus AI dan tidak cukup untuk
menimbulkan reaksi positif. Agar terjadi peningkatan
jumlah (titer) virus, maka suspensi swab kloaka dan
trachea, serta suspensi organ internal perlu dibiakkan
pada TAB, sehingga mampu menimbulkan reaksi
positif, baik dengan uji HI maupun ID. Adanya
aglutinasi pada uji HA dan hambatan aglutinasi pada
uji HI memperlihatkan reaksi spesifik antara virus AI
dengan antibodi anti-H5N1. Jumlah (titer) virus yang
tinggi ditandai dengan semakin cepat dan kuat terjadi
reaksi aglutinasi. Sementara itu, adanya garis
presipitasi pada uji ID menunjukkan karakter yang
kuat dari virus AI. Hubungan antigenik antar virus
AI diperlihatkan dengan garis presipitasi yang
berkesinambungan (OIE, 2002). Pada penelitian ini
karakter yang kuat dari viru s AI juga ditandai dengan
kecepatan membunuh embrio ayam pada TAB dalam
waktu kurang dari 24 jam.
Menurut panduan dari OIE (2002), uji HI
memiliki sensitivitas tinggi karena dapat mendeteksi
antigen HA virus AI subtipe H5 secara spesifik.
Sebaliknya uji ID mempunyai kepekaan rendah
karena mendeteksi adanya antigen nuklekapsid dan
matrix yang dimiliki oleh semua virus AI tipe A.
Dibandingkan uji ID, uji HI lebih spesifik dalam
mendeteksi antigen HA yang dimiliki oleh subtipe
H5, tetapi sulit dibedakan apakah virus AI yang
berhasil diisolasi berasal dari subtipe H5N1, H5N2
atau H5N9. Jika hanya didasarkan pada uji HI, amat
sulit untuk menentukan jenis subtipe, oleh karena itu
konfirmasi diagnostik dengan RT -PCR atau sekuensing genetik menjadi syarat mutlak untuk mengkarakterisasi subtipe H5N1 (Krafft et al., 2005).
Hasil konfirrmasi diagnosis dengan RT -PCR,
semua
sampel
menunjukkan reaksi
positif .
Berdasarkan band hasil elektroforesis DNA, terlihat
bahwa fragmen gen HA yang teramplifikasi memiliki
panjang nukleotida 235 bp (Gambar 1). Dibandingkan
panjang gen HA secara keseluruhan (1778 nt), hasil
amplifikasi DNA ini tergolong pendek, namun dapat
memberikan spesifikasi yang tinggi.. Penggunaan
primer spesifik yang didesain pada daerah genom
yang conserved dipastikan dapat mengamplifikasi
cDNA template. Primer ini adalah spesifik untuk
subtipe H5N1 dan didesain berdasar sekuens
nukleotida gen HA virus AI subtipe H5N1 isolat
Hongkong. Seperti ditunjukkan oleh Lipatov et al,
(2004), bahwa virus AI yang bersirkul asi di Asia
Tenggara, khususnya Indonesia, adalah subtipe
H5N1 yang tergolong genotipe Z clade 2. Virus AI
yang dominan di Asia secara antigenik dan genetik
76
Suwarno dkk.; Karakterisasi Virus Avian Influ enza dengan Uji Serologik dan Reverse Transcriptase…
mirip dengan virus AI A/Vietnam/1203/04(H5N1)
dan mengandung 8 segmen gen virus AI yang berasal
dari unggas di Eurasia.
Pada amplifikasi gen M, hasil elektroforesis
DNA menghasilkan amplikon dengan panjang 200 300 bp (Gambar 2). Hasil ini spesifik untuk
menunjukkan virus AI tipe A, tetapi kurang spesifik
untuk penentu subtipe H5N1. Gen M dengan panjang
1027 bp mempunyai daerah yang relatif conserved
dibanding gen HA. Gen M dapat dilacak dengan
menggunakan beberapa jenis primer M (Horimoto
and Kawaoka, 2001).
Beberapa kejadian menunjukkan, bahwa tidak
semua primer H5 dapat digunakan untuk melacak
subtipe H5N1. Beberapa sampel menunjukkan reaksi
PCR negatif dengan primer H5, tetapi PCR positif
1
2
3
4
dengan primer M. Reaksi demikian menunjukkan
adanya virus AI subtipe lain atau telah terjadi mutasi
gen HA pada daerah yang diamplifikasi. Mutasi pada
virus AI dapat terjadi melalui antigenic drift (point
mutation) akibat tekanan imunologis dan usaha virus
untuk menghindar dari sistem imun tubuh inang.
Pada kondisi lain mutasi terjadi melalui antigenic shift
akibat penataan genetik dari beberapa subtipe (genetic
reassortment), yang mengarah pada timbulnya evolusi
virus (Chen et al, 2004; Karasin et al, 2004; WHO,
2005). Konfirmasi yang paling tepat untuk dapat
menentukan subtipe H5 adalah penggunaan primer
H5 untuk amplifikasi gen HA dan primer N1 untuk
amplifikasi gen NA, atau dengan mengetahui
sekuens nukleotida gen HA dan NA (OIE, 2002;
WHO, 2005).
5
6
7
M
 235 bp
Gambar 1. Hasil elektroforesi s fragmen gen HA virus avian influenza subtipe H5 isolat Lampung dan Jawa
Timur. Kolom 1 asal paru, 2 asal limpa, 3 asal pankreas, 4 asal ginjal, 5 asal cairan alantois TAB, 6
kontrol negatif, 7 kontrol positif, M marker DNA 1 kb.
1
2
3
4
5
6
7
M
 200-300 bp
Gambar 2. Hasil elektroforesis fragmen gen M virus avian influenza subtipe H5 isolat Lampung dan Jawa
Timur. Kolom 1 asal paru, 2 asal limpa, 3 as al pnkreas, 4 asal ginjal, 5 asal cairan alantois TAB, 6
kontrol positif, 7 kontrol negatif, M marker DNA 1 kb.
77
Media Kedokteran Hewan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) secara
serologik hasil isolasi virus AI dapat di identifikasi
dengan uji HI dan ID, 2) karakterisasi virus AI dapat
dilakukan melalui amplifikasi DNA template dengan
teknik RT-PCR.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Kepala BPPV Regional III Tanjung Karang, Lampung,
Soegiarto, drh., PhD., yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk memberikan
pelatihan dan penelitian, khususnya untuk diagnosis
Rabies dan Avian Influenza di Laboratorium Biologi
Molekuler BPPV Regional III Tanjung Karang.
Daftar Pustaka
Beard, C.W. 2003. Avian Influenza (Fowl Plaque).
Shouthest Poultry Research Laboratory, Athens,
GA.
Chen, H., G. Deng, Z. Li, G. Tiam, Y. Li, P. Jiao, L.
Zhang, Z. Liu, R.G. Webster, and K. Yu. 2004.
The evolution of H5N1 influenza viruses in
ducks in Southern China . Microbiology 101:
10451-10457.
Fouchier, R.A.M., V. Munster, A. Wallenstens, T.M.
Bestebroer, S. Hersfst, D. Smith, G.F. Rimmelzwaan,
B. Olsen, and A.D.M.E. Osterhaus. 2005. Cha racterization of novel influenza A virus
hemagglutinin subtype (H16) obtained blac kheaded gulls. J Virol 79 (5) : 2814 -2822.
Horimoto, T, and Y. Kawaoka. 2001. Pandemic threat
posed by avian influenza A viruses. Clin
Microbiol Rev. 14 : 129 -149.
Karasin, A.I., K. West, S. Carman, and C.W. Olson.
2004. Characterization of avian H3N3 and H1N1
influenza A viruses isolated from pigs in
Canada. J Clin Microbiol 42 : 4349-4354.
Krafft, A.E., K.L. Russell, A.W. Hawksworth, S. McCall,
M. Irvine, L.T. Daum, J.L. Taubenberger. 2005.
Evaluation of PCR testing of ethanol -fixed nasal
swab specimens as an augmented surveillance
Vol. 22, No. 2, Mei 2006
strategy for influenza virus and adenovirus
identification. J Clin Microbiol 43 : 1768-1775.
Lipatov, A. S., E.A. Govorkova, R.J. Webby, H. Ozaki,
M. Peiris, Y. Guan, L. Poon, and R.G. Webster.
2004.Influenza: emergence and control. J Virol
78 : 8951-8959.
OIE. 2002. Highly pathogenic avia n influenza. World
Organization for Animal Health. http://www.
oie.int/
Reid, A.H., T.G. Fanning, T.A. Janeczewski, S. McCall,
and J.K. Taubenberger. 2002 . Characterization of
the 1918 “Spanish” influenza virus matrix gene
segment. J Virol 76 : 10717 -10723.
Sambrook, J., E.F. Fritsch, aand T. Maniatis. 1989.
Molecular Cloning. 2 nd Ed. Cold Spring Harbor
Laboratory Press, New York.
Suwarno. 2006. Penggunaan teknik PCR untuk diag nosis virologik (Rabies dan Avian Influenza).
Pelatihan Teknik PCR untuk Diagnosis
Virologik. BPPV Regional III Tanjung Karang.
17-21 Januari.
Suzuki Y, and M, Nei. 2002. Origin and evolution of
influenza virus haemagglutinin genes. Mol Biol
Evol 19 : 501-509.
Tabu, C.R. 2005. Strategi penanggulangan avi an
influenza (AI) pada unggas d i Indonesia.
Seminar Nasional Avian influenza. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Ungchusak, K., P. Auewarakul, S.F. Dowell, R.
Kitphati, W. Auwanit, P. Puthavathan a, M.
Uiprasertkul, K. Boonnak, C. Pittayawonganon,
N.J. Cox, S.R. Zaki, P. Thawatsupha, M.
Chittaganpitch, R. Khontong, J.M. Simmerman,
and S. Chunsutthiat. 2005. Probable person -toperson transmission of avian influenza (H5N1).
New England J Med 352: 333-340.
WHO. 2005. Evolution of H5N1 avian influenza
viruses in Asia. The World Health Organization
Global Influenza Program Surveillance Network .
Emerg Infect Dis (serial in the Interned). Availa ble from http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol
11 no 10/05-0644.htm.
78
Download