BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efisiensi Pengertian efisiensi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Efisiensi pada dasarnya adalah rasio antara output dengan input. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu apabila dengan input yang sama menghasilkan output yang lebih besar, dengan input yang lebih kecil menghasilkan output yang sama, dan dengan input yang besar menghasilkan output yang lebih besar lagi (Suswandi, 2007). Efisiensi pada umumnya dikaitkan dengan kinerja suatu organisasi atau perusahaan. Efisiensi menggambarkan perbandingan antara input dan output. Wirapati (1976) mendefinisikan efisiensi sebagai usaha untuk mencapai hasil maksimal dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Dengan demikian, efisiensi dapat ditinjau dari dua segi yaitu hasil yang telah dicapai dan usaha yang telah dilakukan. Menurut Djojohadikusumo (1991) efisiensi ditafsirkan sebagai cara alokasi penggunaan sumber daya yang paling optimal yang dapat memberikan kepuasan yang lebih besar bagi semua masyarakat. Nicholson (2002) menyatakan bahwa efisiensi ditujukan untuk menjelaskan suatu situasi pengalokasian sumber daya atau input untuk menghasilkan output. Efisiensi memiliki tiga manfaat, yaitu sebagai tolak 6 7 ukur dalam memperoleh efisiensi relatif agar mempermudah perbandingan, sebagai cara untuk mengetahui faktor-faktor penentu perbedaan tingkat efisiensi jika terdapat variasi tingkat efisiensi sehingga dapat menemukan solusi yang tepat, dan sebagai landasan penentu kebijakan. Tingkat efisiensi dapat diukur dengan dengan indikator yang dihitung dari rasio antara nilai tambah (value added) dengan nilai output. Semakin tinggi nilai rasio nilai tambah, maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan jumlah biaya output yang digunakan untuk menghasilkan suatu unit output semakin rendah. Sebuah organisasi atau perusahaan menghasilkan output dapat dalam jumlah dikatakan efisien yang lebih bila dapat banyak dengan menggunakan input dalam jumlah yang sama atau dapat menghasilkan output dalam jumlah yang sama dengan mengurangi jumlah input yang digunakan. Efisiensi dibagi menajdi dua bagian, yaitu efisiensi produktif dan efisiensi alokatif. Untuk mencapai efisiensi produktif, harus dipenuhi dua syarat, yaitu pertama, untuk setiap tingkat produksi, biaya yang dikeluarkan adalah yang paling minimum. Untuk menghasilkan suatu tingkat produksi digunakan berbagai faktor produksi. Kombinasi faktor produksi yang paling efisien adalah kombinasi yang menyebabkan peneluran biaya paling sedikit. Syarat kedua adalah perusahaan harus mampu berproduksi pada biaya yang rat-rata paling rendah dalam industri. Dalam kondisi ini, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan mencapai 8 tingkat efisiensi produksi yang paling minimal. Sedangkan efisiensi alokatif berkaitan dengan alokasi sumber-sumber daya ke berbagai kegiatan ekonomi atau produksi. Penilaian terhadap efisiensi ini meliputi apakah alokasi sumber-sumber daya tersebut telah mencapai tingkat maksimum atau belum. Tercapainya efisiensi ini dipenuhi dengan syarat apabila harga setiap barang sama dengan biaya marginal untuk memproduksi biaya tersebut (Sukirno, 2002). 2.1.1. Pengukuran Tingkat Efisiensi Pengukuran efisinesi relatif diawali oleh Farrel (1957) yang membandingkan pengukuran relatif untuk sistem dengan multi input dan multi output, selanjutnya dilakukan pengembangan oleh Farrel dan Fieldhouse (1962) dengan menitikberatkan pada penyusunan unit empiris yang efisien sebagai rataan dengan bobot tertentu dari unit-unit yang efisien dan digunakan sebagai pembanding untuk unit yang tidak efisien, dimana koefisiensinya telah ditentukan terlebih dahulu melalui observasi berdasarkan sampel dari industri yang terkait. Efisiensi dapat diukur melalui berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan dengan metode yang mudah seperti cost-to-yieldsratio sampai dengan perhitungan yang lebih rumit dengan menggunakan teknik perhitungan seperti Data Envelopment Analysis (DEA), Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Approach (DFA). Worthington dan Dollery (2000) mengemukakan bahwa paling tidak ada empat pendekatan 9 yang dapat digunakan dalam menganalisis efisiensi. Pendekatanpendekatan tersebut adalah Deterministic Frontier Approach (DFA), Stochastic Frontier Analysis (SFA), Data Envelopment Analysis (DEA) / DEA approach dan Free Disposal Hull (FDH) / FDH approach. Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) adalah sebuah metode parametrik, SFA mengasumsikan bahwa semua entitas adalah tidak efisien. SFA juga menghitung adanya noise. SFA dapat digunakan untuk pengujian hipotesis. SFA juga dapat digunakan untuk mengukur efisiensi teknis dan perubahan TFP (jika berupa data panel). Selain itu metode SFA juga dapat digunakan untuk mengukur data panel dan cross-section. Namun metode SFA memiliki kelemahan yaitu misalnya SFA mensyaratkan spesifikasi bentuk fungsi dan bentuk distribusi unit yang tidak efisien. Dengan penggunaan informasi harga disamping kuantitas, kesalahan pengukuran tambahan mungkin dimasukan dalam hasil. Unit yang tidak efisien merupakan hasil perhitungan efisiensi teknis dan alokatif. Kedua sumber ketidakefisienan ini dapat dipisahkan. Untuk metode SFA tidak akan dijelaskan lebih lanjut didalam penelitian ini. Sedangkan untuk metode Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu pendekatan non-parametrik yang membandingkan entitas yang sama, misalnya DMU, terhadap virtual terbaik dari DMU. DEA biasanya dimodelkan sebagai 10 model pemrograman linear (LP) yang memberikan skor efisiensi relatif untuk setiap DMU. Keuntungan yang paling menarik dari DEA adalah, bukan merupakan pendekatan parametrik seperti analisis regresi/regression mengoptimalkan setiap analysis pengamatan (RA), individu bahwa DEA dan tidak memerlukan fungsi tunggal yang paling sesuai dengan semua pengamatan (Kongar et al , 2010). 2.2. Proses Bisnis Menurut Weske (2007, p50) sebuah proses bisnis terdiri dari serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam koordinasi dalam lingkungan organisasi dan teknis. Kegiatan ini bersama-sama mewujudkan tujuan bisnis. Setiap proses bisnis yang telah ditetapkan oleh organisasi tunggal, tetapi dapat berinteraksi dengan proses bisnis yang dilakukan oleh organisasi lain. Sedangkan menurut Aguilar dan Olhger (2002) proses bisnis merupakan elemen kunci saat terintegrasi dengan sebuah perusahaan. Aguilar (2004) menekankan bahwa proses bisnis berhubungan erat dengan perusahaan untuk menentukan jalan mana yang dipilih untuk mencapai keberhasilan. Selanjutnya difinisi dari proses bisnis dikemukakan juga oleh Laguna dan Marklud (2005) yang mengatakan bahwa proses bisnis dengan cara yang komperhensif yaitu, sebuah proses bisnis adalah sebuah jaringan yang saling terhubung dengan aktifitas dan penyangga yang dengan baik menentukan batas dan membuat sebuah hubungan, dimana memanfaatkan 11 sumber daya untuk mengubah input menjadi output dengan tujuan memberi kepuasan kepada customer. Sehingga dapat disimpulkan difisini dari proses bisnis itu sendiri adalah kumpulan aktifitas yang memproses input menjadi output yang memberikan suatu nilai bagi perusahaan. Menurut Devenport (1993) proses bisnis merupakan aktivitas yang terukur dan terstruktur untuk memproduksi output tertentu untuk kalangan pelanggan tertentu. Terdapat di dalamnya penekanan yang kuat pada “bagaimana” pekerjaan itu dijalankan di suatu organisasi, tidak seperti fokus dari produk yang berfokus pada aspek “apa”. Suatu proses oleh karenanya merupakan urutan spesifik dari aktivitas kerja lintas waktu dan ruang, dengan suatu awalan dan akhiran, dan secara jelas mendefinisikan input dan output. Menurut Hammer (1993) proses bisnis adalah kumpulan aktivitas yang membutuhkan satu atau lebih inputan dan menghasilkan output yang bermanfaat/bernilai bagi pelanggan. Dalam suatu artikel yang dipublikasikan dari perusahaan PT. Pertamina (2010) mengatakan bahwa proses bisnis merupakan inti dari seluruh aktivitas pada suatu perusahaan atau organisasi. Untuk mencapai tujuan perusahaan, proses bisnislah yang akan memberdayakan seluruh sumber daya yang ada pada perusahaan. Tapi yang perlu diketahui adalah bahwa setiap bisnis memiliki proses masing-masing yang unik, sesuai dengan karakteristik dari perusahaan dan bidang usahanya, seperti proses pembuatan produk ataupun layanan baru, pengadaan supply, menjawab pertanyaan pelanggan, ataupun rekruitasi karyawan baru, yang tentunya memiliki perbedaan karekteristik tersendiri untuk setiap perusahaan. 12 Manajemen proses bisnis yang efektif dan efisien dapat menghasilkan nilai-nilai kompetitif bagi perusahaan. Proses bisnis yang dikelola dengan baik akan mampu menumbuhkan peluang. Namun perusahaan terkadang kurang memahami dan tidak mampu mengontrol proses bisnis yang dimilikinya. Pihak manajemen mungkin telah berhasil membuat prosedur yang ideal untuk menjalankan proses bisnisnya, tapi pada kenyataannya, implementasi di lapangan dapat sangat berbeda dari apa yang telah dirancang sebelumnya. Pada pelaksanaan suatu proses bisnis kadang terjadi redundansi, ketidakefisienan, stagnasi, dan berbagi kesalahan-kesalahan lainnya yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Bisnis yang tidak tangkas dalam mengontrol proses bisnis yang dimilikinya cenderung akan menghalangi usaha perusahaan dalam mencapai sasaran yang diinginkan. 2.3. Data Envelopment Analysis (DEA) Menurut Ramanathan (2003, p25), DEA merupakan suatu teknik berbasis program linier untuk menghukur efisiensi unit organisasi yang dinamakan Decision Making Unit (DMU). Sedangkan menurut Purwantoro (2005, p13), DEA adalah suatu teknik pemrograman matematis yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi realtif dari sebuah kumpulan unit-unit pembuat keputusan (DMU) dalam mengelolah sumber daya (input) sehingga menjadi hasil yang (output) dimana hubungan bentuk fungsi dari input ke output tidak diketahui. Kemudian pengertian tentang metode DEA ini dikemukakan juga oleh Thanassoulis (2001) yang mendefinisikan DEA sebagai suatu metode 13 yang dapat digunakan untuk menukur efisiensi komparatif dari suatu unit operasi homogen seperti sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. Sedangkan menurut Cooper, Seiford dan Tone (2002, p2), DEA menggunakan teknis program matematis yang dapat menangani vaiabel dan batasan yang banyak, dan tidak membatasi input dan output yang akan dipilih karena teknis yang dipakai dapat mengatasinya. DMU adalah organisasiorganisasi atau entitas-entitas yang akan diukur efisiensinya secara relatif terhadap sekelompok entitas lainnya yang homogen. Homogen berarti input dan output dari DMU yang dievaluasi harus sejenis/sama. DMU dapat berupa entitas komersial maupun publik, seperti bank komersial atau pemerintah, sekolah swasta atau negeri, rumah sakit dan sebagainya. 2.3.1. Konsep Dasar DEA DEA merupakan pengembangan programasi linier yang didasarkan pada suatu teknik pengukuran kinerja relatif dari sekelompok unit yang terdiri dari input dan output. Metode DEA dapat mengatasi keterbatasan yang dimiliki analisis rasio parsial maupun regresi berganda. DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus untuk mengukur efisiensi relatif suatu decision making unit (DMU) yang menggunakan banyak input dan juga output. Dalam DEA efisiensi relatif DMU dapat didefinisikan sebagai rasio dari total output tertimbang dibagi dengan total input tertimbangnya. Inti dari metode DEA yaitu menentukan bobot (weights) untuk setiap input dan output dari DMU. Dimana bobot tersebut 14 memiliki sifat yang tidak bernilai negatif dan bersifat universal, dalam artian setiap DMU dalam sampel yang ada harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya (total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak boleh lebih dari satu (total weighted output/total weighted input ≤ 1). Asumsi yang dimiliki DEA bahwa setiap DMU akan memilih bobot yang memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output/total weighted input). Karena setiap DMU menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula, maka setiap DMU akan memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Bobot-bobot tersebut bukan merupakan nilai ekonomis dari input dan outputnya, melainkan sebagai penentu untuk memaksimumkan efisiensi dari suatu DMU itu sendiri. 2.3.2. Model DEA Model dari DEA, Dalam perkembangannya, DEA mengalami modifikasi yang pertama kali diperkenalkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (1984), sehingga modelnya dikenal dengan model BCC. Dimana berbeda dengan model CCR yang menggunakan asumsi constant return to scale (CRS), model BCC menggunakan asumsi variable return to scale (VRS). Asumsi CRS sendiri mensyaratkan suatu DMU dapat mampu menambah atau 15 mengurangi input dan outputnya secara linier tanpa mengalami kenaikan atau penurunan nilai efisiensi. Sedangkan asumsi dari VRS yaitu tidak mengharuskan perubahan input dan output suatu DMU berlangsung secara linier, sehingga diperbolehkan terjadinya kenaikan (increasing returns to scale/IRS) dan penurunan (decreasing returns to scale/DRS) dari nilai efisiensi. Biasanya asumsi CRS cocok digunakan pada saat semua DMU bekerja pada kapasitas optimal (skala ekonomis). Namun, pada kenyataannya banyak kondisi yang menyebabkan suatu produksi tidak bekerja optimal. Oleh karena itu, model BCC lebih tepat digunakan dalam kondisi ini. Dengan menggunakan model CCR dan BCC, efisiensi yang dihitung menggukanan metode DEA dapat dibedakan menjadi 2, yaitu efisiensi teknis (techincal eficiency) dan efisiensi skala (scale efficiency). DEA dengan model CCR dapat mengestimasi nilai efisiensi kotor (gross efficiency) dari sebuah DMU. Efisiensi ini terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi skala. Efisiensi teknis menjelaskan efisiensi suatu DMU dalam mengubah input menjadi output. Sedangkan efisiensi skala menunjukkan bahwa skala ekonomi tidak dapat dicapai pada semua tingkatan skala produksi, sehingga hanya terdapat satu ukuran skala yang paling produktif (most productive scale size/MPSS), dimana efisiensi skala akan maksimum, yaitu sebesar 100 persen. DEA dengan model BCC menghitung perubahan nilai efisiensi yang didasarkan pada skala 16 operasi. Oleh karena itu, model BCC menghitung efisiensi teknis yang murni (pure technical efficiency). 2.3.3. Keunggulan dan Kelemahan DEA Metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang digunakan untuk mengukur efisiensi relatif ini memiliki kelebihan dibandingkan metode tradisional ekonometri dalam mengukur efisiensi. Sebagai metode non-parametrik salah satu kelebihan DEA adalah tidak membutuhkan asumsi mengenai bentuk fungsi produksi tertentu untuk menghubungkan antara input dan output. Oleh karena itu probabilitas kesalahan spesifikasi berkaitan dengan teknologi produksi sama dengan nol. Namun kekurangan DEA sebagai metode non-parametrik adalah sensitifnya terhadap masalah kesalahan pengukuran. Jika terjadi kesalahan pengukuran pada observasi bukan pada batasan (frontier) yang diestimasi, maka kesalahan ini akan masuk dalam skor efisiensi. Jika terjadi kesalahan acak (random error) pada observasi pada frontier, maka kesalahan ini akan masuk pada skor efisiensi seluruh observasi yang diukur relatif terhadap observasi pada frontier sebelumnya (Elvira, 2012, p37). Selain itu terdapat beberapa kelebihan metode DEA dibandingkan dengan metode-metode lain yang dimukakan oleh Purwantoro (2005), yaitu : 17 1) Model DEA dapat mengukur banyak variabel input dan variabel output. 2) Tidak diperlukan asumsi hubungan fungsional antara variabelvariabel yang diukur. 3) Variabel input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Kelebihan lain juga dikemukakan oleh Trick (1996), yaitu : 1) DEA tepat untuk model yang mempunyai banyak input dan output. 2) Fungsi persamaan/pertidaksamaan dari DEA tidak memerlukan asumsi yang berkaitan dengan input dan output-nya. 3) Unit yang diukur akan dibandingkan secara langsung dengan unit-unit yang dievaluasi input dan output dapat mempunyai satuan yang berbeda. Dalam buku lain yaitu yang ditulis oleh Makmun (2002) berpendapat, walaupun analisis DEA memiliki banyak kelebihan dibandingkan analisis rasio parsial dan analisis regresi, DEA memiliki beberapa keterbatasan, yaitu: 1) DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat diukur (demikian pula dengan analisis rasio dan regresi). 18 Kesalahan dalam memasukkan input dan output akan memberikan hasil yang bias. 2) DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan unit lain dalam tipe yang sama. Tanpa mampu mengenali perbedaan-perbedaan tersebut, DEA akan memberi hasil yang bias. 3) Dalam bentuk dasarnya DEA berasumsi constant return to scale (CRS). CRS menyatakan bahwa perubahan proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama pada tingkat output. 4) Bobot input dan output yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat ditafsirkan dalam nilai ekonomi. Kelemahan metode DEA menurut Purwantoro (2003) adalah : 1) Bersifat simpel spesifik. 2) Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran dapat berakibat fatal. 3) DEA sangat bagus untuk estimasi efisiensi realtif DMU tetapi sangat lambat untuk mengukur efisiensi absolut dengan kata lain bisa membandingkan sesama DMU tetapi bukan membandingkan maksimisasi secara teori. 4) Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan. 19 5) Menggunakan perumusan linier programming terpisah untuk tiap DMU (perhitungan secara manual sulit dilakukan apalagi untuk masalah berskala besar). 6) Bobot dan input yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat ditafsirkan dalam nilai ekonomi. 2.4. Enterprise Resource Planing (ERP) Sistem ERP adalah sistem yang paling berkembang pesat dalam organisasi saat ini. Sistem ERP telah muncul sebagai respon terhadap transformasi besar dalam bisnis disebabkan oleh permintaan dari para klien, pilihan yang lebih luas dan harga yang lebih rendah. Faktor-faktor lain seperti globalisasi, dibutuhkan standardisasi proses dan harapan yang sangat berubah dari pelanggan, juga berpartisipasi dalam transformasi bisnis. Sistem ERP telah bekerja di organisasi besar maupun kecilmenengah karena sistem ini kemampuan untuk secara efisien menjawab tantangan ini. (Botta, 2006, p204). Sistem ERP memungkinkan perusahaan untuk mengintegrasikan berbagai proses di area fungsional yang berbeda dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan untuk mempertahankan daya saing mereka. ERP bukan teknologi baru, seperti; penetrasi pasar di dalam organisasi besar cukup besar. Sistem ERP telah banyak digunakan di negara-negara berkembang di seluruh dunia untuk mengotomatisasi dan merampingkan proses bisnis untuk mencapai keunggulan kompetitif global. (Ramburn, 2013, p215). 20 Menurut Leon (2007) ERP melingkupi teknik dan konsep yang diterapkan untuk mengintegrasikan manajemen proses bisnis sebagai sebuah kesatuan. Dilihat dari sudut pandang keberhasilan manajemen penggunaan sumber daya, ERP bertujuan untuk meningkatkan ketepatgunaan dari sebuah perusahaan. 2.6.1. Latar Belakang Enterprise Resource Planing (ERP) Sistem ERP adalah sistem software untuk membantu dan untuk mengotomatisasi proses bisnis, memberikan real time dan informasi perusahaan secara akurat untuk pengambilan keputusan. ERP mempunyai sejarah yang panjang pada evolusinya. Production scheduling, materia ordering, dan sistem product shipment berkembang dari sistem reorder point yang bersifat manual ke computerize Materials Requirement Planning (MRP) kemudian berkembang menjadi sistem Manufacturing Resource Planning (MRP-II) yang mengintegrasikan MRP dan capacity requiremen planning ke Manufacturing Execution Systems (MES) yang kemudian terintegrasi dengan MRP-II dan shop floor lalu sistem device control dan pada akhirnya ke ERP sistem. SAP R/3 m e r u p a k a n modul dan sub-modul y a n g mencakup sales dan distribusi. Material management, warehouse management, quality management, production planning untuk proses industri, financial accounting, controlling, project system dan office communication yang diharapkan untuk mengurangi inventories, 21 kenaikan cash management dan mengurangi biaya operational (Vemuri, 2006). 2.6.2. Kelebihan dan Kekurangan ERP ERP juga ditemukan efektif dalam mengurangi biaya persediaan, meningkatkan efisiensi, dan peningkatan profitabilitas. Selain itu, ERP telah diakui dengan mengurangi manufacturing lead times. Manfaat potensial lainnya, ERP dapat melakukan penurunan drastis dalam persediaan, terobosan dalam pengurangan working capital, informasi tentang kebutuhan, kebutuhan pelanggan serta kemampuan untuk melihatnya, perluasan pengelolaan perusahaan pemasok, aliansi dan pelanggan sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi. Jelas, teknologi informasi terpadu dari software ERP memiliki potensi untuk menyediakan perusahaan manufaktur untuk melakukan perluasan kemampuan kompetitif yang baru, terutama karena informasi yang real-time dapat meningkatkan kecepatan dan presisi dengan respon perusahaan. Implementasi ERP tidak datang tanpa tantangan teknis dan manajerial yang signifikan, investasi keuangan yang besar, dan banyak perubahan pada organisasi. Masalah operasional di Hershey Foods, Whirlpool, FoxMeyer Drugs, dan baru-baru ini Hewlett Packard, telah disalahkan pada buruknya implementasi solusi ERP. ERP juga memiliki reputasi sebagai terkenal over-sold dan under-delivered. Melaporkan bahwa 65% 22 dari eksekutif percaya bahwa ERP bisa berbahaya bagi organisasi mereka. (Muscatello, 2008). 2.5. Pemilihan Variabel Input dan Output Kesulitan utama dan yang paling sering dihadapai dalam aplikasi DEA adalah bagaimana cara memilih variabel input dan output. Kriteria yang diterapkan untuk pemilihan input dan output sangat subjektif. Hal ini disebabkan tidak ada aturan yang spesifik dalam menentukan pemilihan variabel input dan juga output. Namun demikian, menurut Ramanathan (2003) menyarankan beberapa petunjuk dalam melakukan pemilihan input dan output. Umumnya input didefinisikan sebagai sumber daya yang dimanfaatkan oleh DMU atau kondisi yang mempengaruhi kinerja dari DMU, sementara output merupakan keuntungan (benefit) yang dihasilkan sebagai hasil dari kegiatan operasi DMU. Dalam setiap penelitian dengan menggunakan meotde DEA, menentukan input dan output secara benar sangatlah penting. Beberapa aturan rule of thumb dapat membantu dalam menentukan jumlah yang ideal untuk input dan output. Umumnya, pada saat jumlah input dan output meningkat, maka semakin banyak DMU yang akan memperoleh tingkat efisiensi 100%, karena DMU-DMU tersebut menjadi terlalu khusus untuk dievaluasi terhadap unit lain. 23 2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan oleh Huijsman (2011, p1-3) bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan implementasi sistem ERP yang sering tidak berhasil dengan menggunakan pandangan dari proses bisnis manajemen. Hal ini dilakukan dengan melihat faktor-faktor dari keberhasilan implementasi ERP. Implementasi sistem ERP yang tidak berhasil disebabkan karena proses bisnis yang tidak efisien. Dari hasil penelitian yang diperoleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi ERP terhadap proses bisnis yang ada. Diantaranya Top management support, Project champion, Education on new business processes, Project team competence, Vendor support, BPR, Interdepartmental cooperation, Careful package selection, Minimal customization, Clear goals and objectives, Data analysis and conversion, Architecture choices, Project management, Dedicated resources, Change management, Interdepartmental communication, Steering committee, Vendor partnership, Management of expectations, User training, and Vendor’s tools. Selain itu penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Rabaa'i (2009, p8) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi sistem ERP pada sektor pendidikan tinggi. Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan proses bisnis yang pada perguruan tinggi tersebut. Faktor-faktor yang diperoleh dari penelitian ini yaitu Top management commitment and support, Change management, 24 Project management, BRR and system’s customisation, Training, ERP team composition, Visioning and planning, Consultant selection and relationship, Communication plan, ERP system selection, ERP systems integration and Post-implementation evaluation. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Castellina (2013, p5) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara proses bisnis dengan implementasi ERP. Setalah dilakukan penelitian maka diperoleh beberapa faktor yang mempengaruhi proses bisnis pada suatu perusahaan yaitu process in place to ability manage non-compliance, and recall event across the enterprise, ability to alert users of process deviations and centralized repository of work instruction. Literatur yang secara khusus membahas bisnis proses dan implementasi ERP tidak begitu banyak diantaranya, penelitian yang pernah dilakukan oleh Law et al (2007, p388) untuk mengeksplorasi hubungan antara keberhasilan ERP, BPI dan variabel organisasi tertentu dengan menggunakan sampel dari perusahaan yang beroperasi di Asia (Hong Kong). Dengan kata lain, penelitian ini mencoba untuk menyajikan model faktor utama organisasi yang harus dikelola dengan baik untuk sukses dalam mengadopsi sistem ERP. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Amirteimoori (2012, p117) adalah membantu pengambilan keputusan dalam membedakan antara keputusan yang efisien dan tidak efisien dengan menggunakan metode DEA. Dalam beberapa kasus model DEA standar tidak dapat memberikan 25 informasi secara detail tentang DMU yang efisien. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini adalah mengusulkan sebuah metodologi yang dapat memberikan informasi secara detail tentang masing-masing DMU yang diukur, yaitu super-efisiensi model DEA. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Dezdar (2011, p911) bertujuan untuk menguji faktor–faktor didalam organisasi seperti dukungan top-level manajemen, pelatihan dan pendidikan, dan juga komunikasi yang dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi sistem ERP di Iran. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah top-level manajemen harus memberikan dukungan penuh dalam implementasi sistem ERP agar implementasi yang dilakukan menjadi suskses, manajemen juga harus mengkomunikasikan dan memberikan pemahaman tentang ERP diseluruh depertemen perusahaan. Kemudian pelatihan dan pendidikan menjadi hal yang sangat penting didalam keberhasilan implementasi sistem ERP, pelatihan dan pendidikan harus diberikan kesemua karyawan yang menggunakan sistem ERP agar mereka mampu menggunakan sistem tersebut secara efisien dan efektif sehingga dapat mempengaruhi kesusksesan implementasi sistem ERP. Penelitian yang berhubungan dengan dampak penerapan sistem ERP terhadap proses bisnis, belum pernah ada yang meneliti. Sehingga penelitian ini merupakan yang pertama dilakukan yaitu dengan menganalisa dampak penerapan sistem ERP terhadap proses bisnis pada suatu perusahaan. Penelitian ini, akan menggunakan suatu metode pengukuran efisiensi yaitu metode DEA (Data Envelopment Analyst). 26 2.6.1. Pemetaan Jurnal Berikut ini pemetaan jurnal yang telahdi paparkan pada subbab sebelumnya yang berhubungan dengan penelitan ini. Tabel 1. Pemetaan Jurnal No. Judul Jurnal Deskripsi Metodologi Hasil 1. Huijsman K. and Noordveld P. (2011). BPM based ERP implementation. Meningkatkan keberhasilan implementasi sistem ERP yang sering tidak berhasil dengan menggunakan pandangan dari proses bisnis manajemen. Hal ini dilakukan dengan melihat faktorfaktor dari keberhasilan implementasi ERP. Implementasi sistem ERP yang tiak berhasil disebabkan karena proses bisnis yang tidka efisien Observasi, research Hasil penelitian yang diperoleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi ERP terhadap proses bisnis yang ada. Diantaranya Top management support, Project champion, Education on new business processes, Project team competence, Vendor support, BPR, Interdepartmental cooperation, Careful package selection, Minimal customization, Clear goals and objectives, Data analysis and conversion, Architecture choices, Project management, Dedicated resources, Change management, Interdepartmental communication, Steering committee, Vendor partnership, Management of expectations, User training, and Vendor’s tools. 2. Rabaa'i, A. A. (2009). Identifying Critical Success Factors of ERP Systems at the Higher Education Sector. In: ISIICT 2009 : Third In ternational Symposium on Innovation in Information & Communication Technology. 117. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi sistem ERP pada sektor pendidikan tinggi Observasi, research Hasilnya berupa faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi ERP pada proses bisnis yaitu Top management commitment and support, Change management, Project management, BRR and system’s customisation, Training, ERP team composition, Visioning and planning, Consultant selection and relationship, Communication plan, ERP system selection, ERP systems integration and Post-implementation evaluation. 27 3. Castellina N. (2013). Business Process Management and ERP. Driving Efficiency and Innovation. Aberdeen Group. A Harte-Hanks Company. 1-7. Mengetahui hubungan antara proses bisnis dengan implementasi ERP. Observasi, research Setalah dilakukan penelitian maka diperoleh beberapa faktor yang mempengaruhi proses bisnis pada suatu perusahaan yaitu process in place to ability manage non-compliance, and recall event across the enterprise, ability to alert users of process deviations and centralized repository of work instruction. 4. Law Chuck C.H., Ngai Eric W.T.. (2007). An Investigation Of The Relationships Between Organizational Factors, Business Process Improvement, And ERP Success. 14(3). 387406. Menyajikan sebuah investigasi empiris ke dalam hubungan antara variabel organisasi yang dipilih, Business Process Improvement (BPI) dan kesuksesan implementasi Enterprise Resource Planning (ERP). Observasi, research Menemukan bahwa tingkat BPI berhubungan positif dengan keberhasilan ERP, dan dukungan manajemen senior dari BPI (MSB), serta dukungan manajemen senior TI (MSI) dan jarak CEO-IT yang berhubungan negatif. Namun, juga telah menemukan bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan secara statistik antara pendekatan terhadap perubahan proses bisnis dan BPI, antara MSI dan keberhasilan ERP, dan antara jarak CEO-TI dan MSB. 5. Amirteimoori Alireza, Kordrostami Sohrab. (2012). A distance-based measure of super efficiency in data envelopment analysis: an application to gas companies. 54. 117–128. Membantu pengambilan keputusan dalam membedakan antara keputusan yang efisien dan tidak efisien dengan menggunakan metode DEA. Dalam beberapa kasus model DEA standar tidak dapat memberikan informasi secara detail tentang DMU yang efisien. Research, DEA hasil dari penelitian ini adalah mengusulkan sebuah metodologi yang dapat memberikan informasi secara detail tentang masing-masing DMU yang diukur, yaitu superefisiensi model DEA 28 6. Dezdar Shahin, Ainin Sulaiman. (2011). The Influence Of Organizational Factors On Successful Erp Implementation. 49(6). 911926. Menguji faktor – faktor didalam organisasi seperti dukungan toplevel manajemen, pelatihan dan pendidikan, dan juga komunikasi yang dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi sistem ERP di Iran. Research analysis, observasi Hasilnya top-level manajemen harus memberikan dukungan penuh dalam implementasi sistem ERP. Manajemen juga harus mengkomunikasikan dan memberikan pemahaman tentang ERP diseluruh depertemen perusahaan. Kemudian pelatihan dan pendidikan menjadi hal yang sangat penting didalam keberhasilan implementasi sistem ERP, pelatihan dan pendidikan harus diberikan kesemua karyawan yang menggunakan sistem ERP agar mereka mampu menggunakan sistem tersebut secara efsien dan efektif.