KAJIAN TERHADAP NILAI KUAT GESER TANAH GAMBUT MUARA

advertisement
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
71
KAJIAN TERHADAP NILAI KUAT GESER TANAH GAMBUT MUARA
BATANG TORU SUMATERA UTARA SETELAH MENGALAMI
PEMAMPATAN AWAL
Surta Ria N. Panjaitan
Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Medan
[email protected]
Abstrak
Tanah gambut adalah campuran dari fragmen – fragmen material organik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk. Ini merupakan tantangan berat bagi para rekayasa
sipil dalam merencanakan suatu konstruksi bangunan sipil, karena tanah gambut mempunyai sifat
teknis kurang menguntungkan yaitu kandungan air cukup tinggi, kuat geser rendah dan perilaku
tanah gambut pada lokasi yang satu dengan yang lain berbeda maka perlu diadakan penelitian
terhadap kuat geser setelah mengalami pemampatan awal. Pengujian yang dilakukan berupa
penentuan nilai parameter kuat geser langsung tanah gambut setelah mengalami pemampatan awal
dengan menggunakan alat uji direct shear test. Uji kuat geser dilakukan pada sampel dengan
waktu pembebanan 0 hari, 1, 2, 3, 4 dan 7 hari dan beban 0, 5, 10, 15 dan 25 kg. Penelitian tanah
gambut Muara Batang Toru – Sidempuan dapat diklasifikasikan sebagai tanah gambut dengan
kadar abu tinggi (High As peat) >15 %, dengan kadar air yang tinggi sebesar 251.81 % dan
mengandung kadar serat >20 %. Kekuatan geser menunjukkan peningkatan akibat penambahan
beban dan lama pembebanan awal dimana nilai kohesi maupun sudut geser mengalami
peningkatan. Nilai kohesi (c) terbesar terjadi pada pembebanan 25 kg dengan waktu 7 hari sebesar
0.039 kg/cm2. Sudut geser dalam (φ) tanah terbesar terjadi pada pembebanan awal 25 kg dengan
waktu 7 hari sebesar 3.5030. Peningkatan ini diakibatkan oleh adanya serat yang saling mengikat.
Dengan meningkatnya nilai kuat geser maka daya dukung tanah pun semakin meningkat.
Kata kunci : tanah gambut, pemampatan, pembebanan awal, kuat geser.
PENDAHULUAN
Lahan gambut di Indonesia tergolong cukup luas yang tersebar dibeberapa daerah
diantaranya Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan Sumatera. Gambut yang lebih dikenal
dengan nama peat, adalah campuran dari fragmen-fragmen material organik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk. Sejalan dengan lajunya pembangunan,
terutama berkaitan dengan pekerjaan – pekerjaan teknik sipil baik berupa konstruksi
bangunan gedung, jalan atau pembuatan daerah transmigrasi dan sebagainya. Dari jumlah
pekerjaan tersebut pada daerah tanah gambut menimbulkan banyak masalah bagi
konstruksi yang akan dibangun di atasnya, pada umumnya diakibatkan oleh sifat – sifat
fisik tanah gambut yang mempunyai kandungan air (kadar air) yang sangat tinggi.
Sehingga tanah gambut mempunyai sifat yang kurang menguntungkan bagi konstruksi
bangunan sipil, karena mempunyai kadar air yang tinggi, kemampuan dukung rendah dan
pemampatan yang tinggi. Tanah gambut termasuk sebagai tanah jelek bagi suatu
konstruksi untuk dijadikan sebagai dasar pondasi maka diperlukan penanganan yang tepat
dan benar agar konstruksi dapat berdiri dengan baik serta aman.
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
72
Latar Belakang
Penelitian mengenai tanah gambut pada bidang teknik sipil khususnya geoteknik
mempunyai tantangan tersendiri, karena tanah gambut mempunyai sifat fisik yang kurang
menguntungkan dibandingkan jenis tanah lainnya, maka diharapkan dari penelitian ini
dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh beban terhadap tanah gambut. Sejalan
dengan perkembangan pembangunan fisik yang berkaitan dengan teknik sipil baik berupa
transmigrasi, jalan raya dan sebagainya. Pembangunan konstruksi pada lokasi tanah
gambut mempunyai banyak kendala, karena penyelidikan dan penelitian memadai untuk
mengetahui karakteristik serta perilaku tanah gambut belum cukup dilakukan.
Penerapan alternatif untuk membuang lapisan tanah gambut dengan mengganti
dengan tanah yang lebih baik, sering tidak dapat dilakukan karena memerlukan biaya
yang sangat besar. Sebagai konsekwensi harus dapat diterima keberadaan tanah gambut
guna menopang konstruksi sipil pada lapisan tanah dasar. Bilamana ini terjadi konstruksi
akan dibangun mempunyai beban relatif merata seperti jalan, maka salah satu alternatif
untuk memperbaiki tanah gambut tersebut sebelum mendirikan bangunan di atasnya
adalah mempelajari perilaku – perilaku tanah gambut setelah mendapatkan penambahan
beban. Untuk memperbaiki sifat tanah gambut maka dilakukan suatu penelitian dengan
melakukan pemampatan awal, sehingga diharapkan penurunan yang terjadi akibat
pembebanan semakin berkurang serta bertambahnya nilai kuat geser terhadap beban yang
dipikulnya.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain untuk menentukan klasifikasi tanah
gambut, nilai kohesi (c) dan besarnya sudut geser dalam (φ) pada tanah gambut Muara
Batang Toru setelah mengalami pemampatan awal.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Gambut
Tanah gambut merupakan tanah hidromorfik yang bahan asalnya sebagian besar
atau seluruhnya terdiri atas bahan organik sisa-sisa tumbuhan dan selalu dalam keadaan
tergenang air, dimana proses dekomposisinya berlangsung tidak sempurna sehingga
terjadi penumpukan serta akumulasi bahan organik membentuk tanah gambut yang
kedalamannya dibeberapa tempat dapat mencapai 16 meter. Di daerah tropis khususnya
Indonesia terbentuknya gambut pada umumnya terjadi di bawah kondisi dimana tanaman
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
73
yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,
danau atau daerah pantai yang selalu tergenang dan produksi bahan organik yang
melimpah dari vegetasi hutan mangrove atau hutan payau.
Tanah gambut merupakan campuran fragmen organik, berasal dari vegetasi yang
telah
berubah
dan
memfosil
secara
kimiawi.
Gambar
2.1
memperlihatkan
photomicrograph menggunakan mikroskop electron tanah gambut suatu daerah
Wisconsin, USA (Edil, 1987) dalam Indra Farni, 1996. Terlihat secara mendetail struktur
mikro dengan ruang pori besar sehingga dapat dimengerti bahwa kandungan air dan
kompresibilitas tanah tersebut tinggi.
Gambut yang ada di bawah permukaan mempunyai daya mampat yang tinggi
dibandingkan dengan mineral tanah pada umumnya. Menurut ASTM D2607-69 dalam
Farni.I., (1996), istilah tanah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik berasal
dari proses geologi selain batubara. Terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati,
berada didalam air dan hampir tidak ada udara didalamnya, terjadi dirawa-rawa dan
mempunyai kadar abu tidak lebih 25% berat kering. Dengan demikian rawa merupakan
tempat pembentukan tanah gambut, dipengaruhi oleh iklim, hujan, peristiwa pasang surut,
jenis vegetasi rawa, topografi serta beberapa aspek geologi serta hidrologi daerah
setempat.
Tanah gambut (peat soil) diketahui sebagai tanah yang mempunyai karakteristik
sangat berbeda, jika dibandingkan dengan tanah lempung. Perbedaan ini terlihat jelas
pada sifat fisik dan sifat teknisnya. Secara fisik tanah gambut dikenal sebagai tanah yang
mempunyai kandungan bahan organik dan kadar air yang sangat tinggi, angka pori yang
besar, dan adanya serat-serat, sedangkan secara teknis yang sangat penting untuk tanah
gambut adalah pemampatan yang tinggi, terjadinya pemampatan primer yang singkat,
adanya pemampatan akibat creep (pamampatan yang terjadi pada tekanan efektif yang
konstan), dan kemampuan mendukung beban yang rendah.
Gambar 2.1. Contoh TeksturTanah Gambut
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
74
Sumber : ( Rahayu, 2003)
Klasifikasi Tanah Gambut
Sistem klasifikasi tanah gambut yang selama ini dikenal didasarkan pada jenis
tumbuhan pembentuk seratnya. Menurut ASTM 1969 (DS2607) dalam Noor E 1997,
gambut tidak hanya diklasifikasikan menurut jenis tanaman pembentuk serat saja tapi
juga kandungan seratnya, sistem ini mengelompokkan tanah kedalam 5 kelompok seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.1. Sistem klasifikasi yang didasarkan pada tanaman pembentuk
serat-serat ini sering kali membingungkan. Sistem klasifikasi menurut jenis tanaman
pembentuk serat ini juga membutuhkan pengetahuan tentang flora. Karena alasan tersebut
orang-orang teknik mulai menghindari pemakaian sistem klasifikasi berdasarkan jenis
tumbuhan dan kandungan organiknya. Menurut USSR System (1982) dalam Noor E.
1997, tanah organik diklasifikasikan sebagai tanah gambut apabila kandungan organiknya
50 % atau lebih.
Tabel 2.2 Klasifikasi tanah gambut menurut ASTM 1969 (DS2607)
No. Nama
1.
Keterangan
Sphagnum Moss
Apabila dikeringkan pada suhu 1050C, kandungan serat
Peat
dari sphagnum moss minimum 66 2/3 %
(Peat Moss)
Apabila dikeringkan pada 1050C, kandungan seratnya
2.
Hypnum Moss
minimum 33 1/3 % dimana lebih dari 50 % dari serat –
Peat
serat tersebut berasal dari bermacam – macam jenis
hypnum moss peat
Apabila dikeringkan pada 1050C, kandungan seratnya
3.
Ree Sedge Peat
minimum 33 1/3 % dimana lebih dari 50 % dari serat –
serat tersebut berasal dari ree-sedge peat dan dari non
moss yang lain
Apabila dikeringkan pada 1050C, kandungan seratnya
4.
5.
Peat Humus
kurang dari 33 1/3 %
Peat – peat yang
Gambut yang dikelompokkan disini adalah semua tanah
lain
gambut yang tidak masuk dalam 4 kelompok diatas.
Sumber : Dalam Noor Endah, (1997), Jurnal Geoteknik
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
75
Menurut Mac Farlane dan Radforth (1965), tanah gambut dibagi dalam 2
kelompok yaitu
a. Gambut berserat (Fibrous Peat)
b. Gambut tidak berserat (Amorphous Granular Peat)
Pengelompokkan tanah tersebut didasarkan pada kandungan seratnya dimana
gambut dengan kandungan serat 20 % atau lebih dikelompokkan kedalam gambut
berserat (Fibrous Peat). Sedang gambut amorphous granular pada umumnya terdiri dari
butiran berukuran colloid (2µ) serta sebagian besar air porinya terserap disekeliling
permukaan butiran tanah.
Klasifikasi tanah gambut antara lain :
1. Menurut ASTM D4427-84 (1989) dalam Noor E 1997, berdasarkan kadar abu :
- Low Ash-peat, bila kadar abu 5 %
- Medium Ash-peat, bila kadar abu 5 - 15 %
- High Ash-peat, bila kadar abu > 15 %
2. Menurut Meene (1982) dalam Noor E 1997, berdasarkan bentuk dan kondisi
geografis :
- Topogeneous Peat/ Marsh Peat
Yaitu gambut yang diendapkan dibawah muka air tanah akibat terjadinya depresi
topografi.
- Ombrogeneous Peat
Yaitu gambut yang diendapkan diatas muka air tanah akibat pengaruh hujan.
Menurut beberapa hasil penelitian bahwa jenis gambut di Indonesia adalah
gambut berserat (fibrous peat), seperti didaerah Palangkaraya dan Banjarmasin adalah
jenis gambut berserat (fibrous peat), (Noor Endah, 1999). Demikian juga hasil penelitian
tanah
Gambut Lampung yang diklasifikasikan sebagai tanah gambut berserat (fibrous
peat) atau peat moss dengan kandungan abu tinggi (high ash-peat), (Waruwu A,2002) dan
tanah gambut di Pekan Heram dan di Pulau Padang Sumatera, pada umumnya jenis
gambut ygn mengandung serat dan kayu – kayuan (fibrous peat dan woody peat).
Menurut Fahmudin Agus dan I.G.Madi Subiksa (2008), dalam Balai Pnelitian
Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF) Bogor (2008). Gambut diklasifikasikan
lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda, dari tingkat kematangan, maka
gambut dibedakan menjadi:
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
•
76
Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan
asalnya tidak dikenali, bewarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan
seratnya < 15%
•
Gambut hemik (setengah matang) dapat dilihat pada gambar 2.2 adalah gambut
setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, bewarna coklat, dan bila
diremas bahan seratnya 15 – 75%
•
Gambut fibrik (mentah) dapat dilihat pada gambar 2.3 adalah gambut yang belum
melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, bewarna coklat, dan bila diremas > 75%
seratnya masih tersisa.
Gambar 2.2. Contoh Tanah Gambut Hemik (setengah matang)
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF)
Bogor (2008).
Gambar 2.3. Contoh Tanah Gambut Fibrik (mentah)
Sumber : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre ICRAF) Bogor (2008).
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
77
Perilaku Tanah Gambut
Konsep dasar untuk tanah yaitu terdiri dari 3 fase yang meliputi fase padat
(solid), fase cair (liquid) dan fase gas. Konsep tersebut berlaku juga untuk tanah gambut
amorphous granular (amorphous granular peat) dan tanah gambut berserat (fibrous peat),
dan ditanah gambut berserat tidak selalu merupakan bagian yang padat (solid) karena fase
tersebut pada umumnya terdiri dari serat – serat yang berisi air dan gas. Oleh sebab itu,
Mac Farlane (1959), dalam Indra Farni, 1996, menyebutkan bahwa gambut berserat
mempunyai 2 jenis pori yaitu pori diantara serat-serat (makro pori) dan pori yang ada
dalam serat-serat yang bersangkutan (mikro pori), sifat fisik tanah gambut dan tanah
lempung sangat berbeda satu terhadap yang lain, hal ini disebabkan fase solit yang ada
pada tanah gambut pada umumnya berupa serat-serat yang berisi air atau gas. Parameterparameter yang penting dalam menentukan sifat fisik tanah gambut dan tanah lempung
adalah berat volume, berat jenis (specific gravity), kadar air dan angka pori.
Kadar Air (w)
Untuk tanah gambut, kadar air dapat lebih besar dari 200%. Tetapi kadar air
tersebut akan berkurang dengan drastis bila bercampur dengan bahan anorganik. Karena
tanah gambut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk nyerap dan menyimpan
air, jumlah air yang dapat diserap sangat tergantung pada derajat dekomposisi tanah yang
bersangkutan.
Specific Gravity
Nilai berat jenis (specific gravity) dari tanah gambut adalah lebih besar dari 1.0.
Menurut Mac Farlane, (1969) dalam Noor Endah, (1997), dalam Buku Jurnal Geoteknik
Volume III, harga berat jenis (specific gravity) rata-rata adalah 1.50 atau 1.60. Dan jika
lebih besar dari 2,0 tanah gambut yang diteliti sudah tercampur dengan bahan anorganik.
Nilai Gs untuk tanah gambut (peat) ditentukan dengan minyak kerosin.
Angka Pori
Nilai angka pori tanah gambut adalah sangat besar yaitu berkisar antara 5 s/d 15.
Untuk tanah gambut berserat pernah ada yang mempunyai angka pori sebesar 25, sedang
tanah gambut tak berserat (armorphous granular) mempunyai angka pori sangat kecil
yaitu sebesar 2 (Hellis dan Brawner, 1961) dalam Noor Endah, (1997)
Angka pori untuk tanah gambut adalah sangat besar terutama tanah gambut
berserat, sedang tanah gambut tidak berserat (amorphous peat) mempunyai angka pori
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
78
sangat kecil sekitar 2,00. Hobbs (1986) dalam Bell (1992) menyatakan bahwa semakin
tinggi kadar air tanah gambut, maka semakin besar angka pori.
Berat Volume
Berat volume tanah gambut sangat rendah, untuk gambut yang mempunyai kadar
organik yang tinggi dan terendam air, maka berat volumenya kira-kira sama dengan berat
volume air (Mac farlene 1969). Hasil pengujian beberapa peneliti yang dirangkum oleh
Mac Farlene, menunjukkan bahwa berat volume tanah gambut berkisar antara 0,0 – 1,25
t/m3.
Kadar Abu dan Kadar Organik
Kadar abu tanah gambut dapat ditentukan dengan cara memasukkan gambut
(yang telah dikeringkan pada temperature 105 oC ) kedalam oven pada temperatur 440 oC
(metode C) atau 750 oC (metode D), sampel yang bersangkutan menjadi abu (ASTM D
2974-87). Menganjurkan pemakaian temperature oven sekitar 800 oC s/d 900 oC selama 3
jam. Persentase abu dihitung terhadap berat kering tanah sampel menurut (Mac Farlane
1969), dalam Noor Endah, (1997).
Kekuatan Geser Tanah Gambut
Setyanto (1993), dalam Farni I.,(1996), menghasilkan analisis dan eksperimentasi
mengenai kekuatan geser tanah gambut palembang menggunakan modifikasi alat
pembebanan awal. Alat tersebut memepunyai ukuran yang sama dengan dimensi contoh
yang akan diuji.
Bentuk kurva regangan dan tegangan deviator pada tanah gambut yang sudah diberikan
beban awal lebih dahulu mempunyai rupai bentuk umum yang terjadi pada tanah
lempung seperti pada gambar 2.12, tetapi posisi puncak regangan deviator sedikit berbeda
dari kondisi tanah lempung. Pada tanah lempung jenuh posisi puncak tegangan deviator
berada pada sekitar 12 % regangan, sedangkan pada gambut berada pada antara 12 % - 14
% regangan.
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
79
Gambar 2.12. Hubungan regangan dengan tegangan deviator pada Pembebanan awal
200 kPa
Sumber : Farni Indra,Tesis Geoteknik Program Pasca Sarjana-ITB
Dari kurva lintasan tegangan tanah gambut pada gambar 2.13., menunjukkan
kondisi terkonsilidasi normal (normally consolidated). Hal ini karena pengambilan contoh
tanah gambut berada dekat permukaan, sehingga beban awal selalu lebih besar dari
kondisi awal. Dari kurva lintasan tegangan pada kondisi total didapatkan harga sudut
geser dalam antara 9,10 – 18,40, nilai kohesi antara 2,55 – 5,00 kPa.
Gambar 2.13. Kurva lintasan tegangan dengan lama pembebanan awal 30 hari
Sumber : Farni Indra,Tesis Geoteknik Program Pasca Sarjana-ITB
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
80
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Tegangan Geser Tanah
Beberapa factor yang mempengaruhi kuat geser tanah yang di uji di laboratorium, antara
lain :
1)
Kandungan mineral dalam butiran tanah
2)
Bentuk partikel
3)
Angka pori dan kadar air
4)
Sejarah tegangan yang pernah dialaminya
5)
Tegangan yang ada dilokasi (didalam tanah)
6)
Perubahan tegangan selama pengambilan contoh tanah
7)
Tegangan yang dibebankan selama pengujian
8)
Cara pengujian
9)
Kecepatan pembebanan
10)
Kondisi drainase yang dipilih, drainase terbuka (drained) atau tertutup (undrained)
11)
Tekanan air pori yang ditimbulkan
12)
Penentuan yang diambil untuk penentuan kuat gesernya.
Butir 1) sampai 5) ada hubungannya dengan kondisi aslinya yang tidak dapat
dikontrol tetapi dapat dinilai dari hasil pengamatan dilapangan, pengukuran dan kondisi
geologi. Butir 6) tergantung dari kualitas benda uji dan penanganan benda uji dalam
persiapan pengujiannya. Sedang butir 7) sampai 12) tergantung dari pengujian yang
dipilih.
Perilaku Pemampatan Tanah Gambut
Perilaku pemampatan tanah gambut sangat berbeda dengan tanah lempung,
dimana pemampatan yang terjadi pada tanah gambut merupakan proses pemampatan
yang lama.
Tanah gambut mempunyai porositas yang tinggi, oleh karena itu pemampatan
awal terjadi berlangsung sangat cepat. Selama proses pemampatan, daya rembes tanah
gambut berkurang dengan cepat sehingga menyebabkan berkurangnya kecepatan
pemampatan. Proses dekomposisi pada serat – serat didalam tanah gambut menyebabkan
perilaku pemampatan semakin rumit. Hal ini disebabkan oleh struktur serat-serat menjadi
hancur serta bentuk gas akibat proses tersebut. (Hanrahan 1954, Hallingshead &
Raymong 1972, Dhowian & Edil 1980) dalam Farni I. (1996)
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
81
Teori Untuk Penanggulangan Masalah Pemampatan
Penggunaan dan Mekanisme Teknik Pemampatan Awal
Perbaikan tanah dengan teknik pemampatan ini terutama ditujukan untuk tanahtanah mengalami penurunan yang besar bila dibebani. Selain itu, pemampatan pada tanah
lunak dan mudah memampat dapat menyebabkan peningkatan kekuatan tanah, karena
tanah memampat mempunyai struktur susunan partikel lebih rapat serta lebih kokoh.
Selain itu, tanah-tanah lunak sering tidak memiliki daya dukung cukup untuk melawan
beban bangunan. Untuk itu perlu dilakukan pemampatan tanah sebelum bangunan
didirikan dengan tujuan pokok sebagai berikut :
1. Menghilangkan sama sekali (atau sebagian besar), penurunan konsolidasi akibat
beban bangunan tersebut. Menghilangkan penurunan konsolidasi ini dilakukan
dengan beban awal (pre-loading) yang lebih besar atau sama dengan beban
bangunan rencana. Bila total penurunan tanah sesuai dengan direncanakan telah
dicapai, beban awal itu dapat dihilangkan (dibongkar). Kemudian bangunan dapat
dilaksanakan dan perbedaan penurunan diharapkan sangat kecil. Karena beban
awal
tersebut
diberikan
sebelum
beban
sesungguhnya
(hanya
untuk
memampatkan saja), cara seperti ini lebih dikenal dengan cara beban awal.
Sistem pemadatan ini juga disebut sebagai precompression.
2. Meningkatkan daya dukung tanah dasar. Pemampatan dapat meningkatkan
tahanan geser tanah sehingga tanah lunak yang mempunyai daya dukung rendah
menjadi lebih kuat dan lebih stabil dalam mendukung beban bangunan.
Perbaikan tanah dengan cara pemampatan awal (precompression) ini cocok untuk tanah
lempung lunak jenuh air, tanah lanau compresisible, tanah lempung organick dan tanah
gambut. Untuk mempercepat waktu pemampatan awal, dapat digunakan drainasedrainase vertikal (vertical drains) untuk memperpedek aliran drainase air pori. Teknik
beban awal ini telah berhasil diterapkan pada tanah-tanah yang mendukung pondasi
gedung, embankment, jalan raya, abutment jembatan dan sebagainya.
Hubungan Dengan Penelitian Sebelumnya
Budi Susilo Soepandji (1996) menyelidiki sifat fisis tanah gambut Palembang,
seperti terlihat dibawah ini :
Tanah gambut Palembang
Kadar Air (Wc)
= 215,36 %
Berat Volume (γ)
= 11,23 kN/m3
Berat jenis (Gs)
= 1,816
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
Kadar Abu
82
= 50,47 %
A’azokhi Waruwu (2002) menyelidiki sifat fisis tanah gambut Lampung, seperti
terlihat dibawah ini :
Tanah gambut Lampung
Kadar Air (Wc)
= 152,80 %
Berat Volume (γ)
= 11,20 kN/m3
Berat Volume kering (γd)
= 4,43 kN/m3
Angka Pori Awal (eo)
= 4,43 kN/ m3
Berat jenis (Gs)
= 1,98
Kandungan Organik
= 52,30 %
Kadar Abu
= 47,70 %
METODOLOGI PENELITIAN
Pengambilan Sampel
Bahan uji yang diteliti yaitu tanah gambut yang diambil dari daerah Muara
Batang Toru Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara
menggali yang berbentuk bukit dengan kedalaman 0.50 meter, sampel tanah tersebut ada
dua jenis yaitu sampel tanah yang terganggu (disturbed) dimasukan kedalam goni dan
jenis tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dimasukkan kedalam tabung yang
berukuran 40 cm dengan diameter 7 cm.
Kegiatan Penelitian Di Laboratorium
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Prosedur
pelaksanaan dalam pengujian sampel mengikuti prosedur test yan dikeluarkan oleh
AASHTO dan ASTM.
Pengujian Pendahuluan
Pada tahahp penelitian pendahuluan, ada empat pengujian yang dilakukan yaitu :
1. Kadar Air
2. Berat Jenis (specific gravity)
3. Angka pori
4. Kadar organik, kadar serat dan kadar abu tanah gambut
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
83
Pengujian Utama
Pengujian utama yang dilakukan yaitu uji kuat geser langsung (direct shear test)
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya sudut geser dan kohesi tanah gambut Muara
Batang Toru dengan menggunakan kotak geser yang berbentuk lingkaran yang
berdiameter ± 6.5 cm, lalu contoh tanah dimasukkan kedalam kotak geser dan
ditempatkan pada alat geser langsung dengan pembebanan sebesar 10 kg, 20 kg dan 30
kg. Pembacaan dilakukan tiap selang waktu 15 detik pada dua menit pertama, selanjutnya
pembacaan dial dilakukan tiap selang waktu 30 detik sampai tanah tersebut runtuh.
Prosedur Percobaan
Dalam pengujian geser langsung ini ada beberapa prosedur dalam melakukan
pengujiannya antara lain :
1. Meletakkan contoh tanah yang telah mengalami pemampatan awal ke dalam ring
cetakan dengan menggunakan extruder
2. Meletakkan contoh tanah diantara dua buah batu pori, lalu contoh tanah dimasukkan
kedalam kotak geser dan ditempatkan pada alat kuat geser langsung dengan
pembebanan 10 kg, 20 kg dan 30 kg.
3. Melakukan pembacaan dial konsolidasi dan dial penggeseran tiap selang waktu 15
detik pada 2 menit pertama, selanjutnya pembacaan dial dilakukan tiap selang 30
detik sampai tanah tersebut runtuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Dan Klasifikasi Tanah Gambut Yang Diteliti
Penelitian pendahuluan terhadap sifat-sifat fisik tanah gambut Muara Batang
Toru adalah sebagaimana yang ada pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Penelitian pendahuluan sifat fisis tanah gambut Muara Batang Toru
No
Data Pengujian
Hasil
1
Kada Air Awal (wc)
251.81%
2
Berat Volume basah (γb)
1.31 gr/cm3
3
Berat Volume kering (γd)
0.37 gr/cm3
4
Berat Jenis (Gs)
1.74
5
Angka Pori awal (eo)
6.04
6
Kadar Abu
52.73 %
7
Kadar serat
57.80 %
8
Kandungan Organik
47.27 %
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
84
Seperti yang telah dilampirkan pada tabel 4.1 terlihat bahwa gambut yang diteliti
dapat diklasifikasikan sebagai High Ash-pet (tanah gambut dengan kadar abu tinggi)
menurut ASTM D4427-84 (1989) karena mengandung kadar abu > 15 %, dan juga
sebagai tanah gambut berserat (fibrous peat) menurut Mac Farlane dan Radforth (1965)
karena mengandung > 20 % kadar serat. Juga menunjukkan bahwa tanah gambut Muara
Batang Toru mempunyai kadar air yang sangat tinggi yaitu 251,81 % dimana sebagian
besar air porinya terserap di sekeliling permukaan butiran.
Pengaruh Besar dan Lama Pembebanan Awal Terhadap Kadar Air
Dari tabel 4.2 dan gambar 4.1, terlihat bahwa pengaruh kadar air akibat besarnya
beban awal dan lama waktu pembebanan sehingga memberikan perbedaan yang cukup
berarti. Persentase kadar air masih tergolong cukup tinggi walaupun telah dibebani
dengan beban awal 5 kg, 10 kg, 15 kg, 20 kg dan 25 kg dengan periode waktu 1 hari, 2
hari, 3 hari, 4 hari dan 7 hari, namun kondisi ini disebabkan oleh kandungan serat yang
masih menyimpan air tetap berlangsung pada makro pori. Penurunan kadar air tinggi
terjadi pada pembebanan awal 25 kg dengan lama pembebanan 7 hari.
8
30
7
25
6
4
15
3
Beban(kg)
W
aktu(hari)
20
5
10
2
5
1
0
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
0
300.00
k adar air (%)
Waktu pembebanan (Hari)
Beban (kg)
Gambar 4.1. Grafik Pengaruh besar dan lama beban awal terhadap kadar air
Pengaruh Besar dan Lama Pembebanan Awal Terhadap Berat Volume Basah dan
Berat Volume Kering
Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semakin besar
dan lama waktu
pembebanan, maka semakin besar penurunan volume basah. Hal ini disebabkan karena
dengan semakin besarnya beban awal yang diberikan pada tanah gambut maka terjadi
pemampatan dan air yang ada didalam tanah akan semakin keluar melalui batu pori,
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
85
dengan keluarnya air dari tanah gambut tersebut maka berat tanah akan semakin
1.400
0.600
1.200
0.500
1.000
0.400
0.800
0.300
0.600
0.200
0.400
0.100
0.200
0.000
Berat isi kering (gr/cm3)
Berat isi basah (gr/cm3)
berkurang.
0.000
0
5
10
15
20
25
30
Beban (k g)
berat isi basah
berat isi kering
Gambar 4.2. Grafik hubungan Pengaruh Besar Beban Awal terhadap
Berat Volume kering dan berat Volume basah
Sebaliknya pada gambar 4.3 dapat dilihat dimana untuk berat volume kering
dengan semakin lamanya waktu pembebanan awal yang diberikan pada tanah gambut
maka terjadi pemampatan atau bertambahnya kepadatan sehingga semakin besar kenaikan
1.400
0.600
1.200
0.500
1.000
0.400
0.800
0.300
0.600
0.200
0.400
0.100
0.200
0.000
Berat isi kering (gr/cm3)
Berat isi basah (gr/cm3)
berat volume kering tanah tersebut.
0.000
0
2
4
6
8
Wak tu (Hari)
berat isi basah
berat isi kering
Gambar 4.3. Grafik hubungan pengaruh waktu pembebanan Awal terhadap Berat
Volume kering dan berat Volume basah
Dari gambar 4.2 dan gambar 4.3 menunjukkan bahwa Penurunan berat volume
basah dan kenaikan berat volume kering mulai terlihat pada waktu pembebanan awal 20
kg dan waktu pembebanan 4 hari.
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
86
Pengaruh Besar dan Lama Pembebanan Terhadap Sudut Geser Dalam Dan Nilai
Kohesi Gambut Sebelum dan Sesudah Mengalami Pemampatan Awal
Dari hasil pengujian kuat geser langsung dapat dilihat bahwa nilai kohesi dan
sudut geser pada tanah gambut Muara Batang Toru mengalami peningkatan dengan
adanya pemampatan awal serta lamanya waktu pembebanan dan penambahan beban.
Sedangkan peningkatan sudut geser mulai terlihat perubahan yang signifikan terjadi pada
pembebanan 20 kg, sedangkan nilai kohesinya tidak ada kenaikan yang sangat berarti
seperti terlihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.4.
0.30
20
cohesi (kg/cm2)
16
14
0.20
12
0.15
10
8
0.10
6
4
0.05
Sudut Geser Dalam(0)
18
0.25
2
0.00
0
0
5
10
15
20
25
30
Beban (kg)
kohesi
Sudut geser dalam
Gambar 4.4. Grafik Pengaruh Besar Beban Awal terhadap nilai kohesi dan sudut geser
dalam
Dari gambar 4.5 dan tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai sudut geser dalam mengalami
peningkatan akibat lamanya waktu pembebanan dimnana nilai sudut geser dalam terjadi
perubahan yang berarti pada waktu 4 hari sedangkan nilai kohesi tidak mengalami
perubahan yang sangat besar.
Pada proses pengujian kuat geser langsung dimana pembebanan 25 kg serta
waktu pembebanan 7 Hari didapat nilai kuat geser maksimum sebesar 0,57 kg/cm2 seperti
terlihat pada gambar 4.6 dan tabel 4.7. Pada pengujian ini peningkatan yang terjadi pada
sudut geser ini diakibatkan oleh adanya ikatan-ikatan serat antara tanah gambut terhadap
besar beban awal yang diberikan dan juga waktu pembebanan ini terlihat pada gambar 4.4
dan gambar 4.5.
87
2.00
20
1.80
18
1.60
16
1.40
14
1.20
12
1.00
10
0.80
8
0.60
6
0.40
4
0.20
2
0.00
Sudut geser dalam (0)
Cohesi (kg/cm2)
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu Pem bebanan (hari)
kohesi
Sudut geser dalam
Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Lama Pembebanan awal terhadap nilai kohesi dan sudut
geser dalam
Shera Stress, τ (kg/cm2)
1
0.75
Aw al
1 Hari - 5 kg
0.5
2 Hari - 10 kg
3 Hari - 15 kg
4 Hari - 20 kg
0.25
7 Hari - 25 kg
0
0
0.5
1
Normal Stress, σn (kg/cm 2)
Gambar 4.6. Grafik hubungan antara Normal Stress dengan Shear Stress untuk
pembebanan 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 kg dengan waktu 1, 2, 3, 4 dan 7
hari
Pembahasan
Dari pembahasan sebelumnya penulis telah melakukan diskusi yang hasilnya
sebagai berikut:
1. Kadar Air tanah gambut Muara Batang Toru adalah 251,81 %
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
88
2. Klasifikasi tanah gambut yang berasal dari Muara Batang Toru – Sidempuan adalah
sebagai tanah gambut dengan kadar abu tinggi (High Ash-peat) menurut ASTM
D4427-84 (1989).
3. Dilihat dari kadar serat bahwa tanah gambut Muara Batang Toru – Sidempuan adalah
sebagai tanah gambut berserat (fibrous peat) karena mengandung kadar serat 57.80 %
> 20 % menurut Mac Farlane dn Radforth (1965).
4. Nilai berat jenis (specific gravity) dari tanah gambut Muara Batang Toru –
Sidempuan adalah 1.74 < 2.00 menurut Mac Farlane (1969)
5. Berat volume basah semakin mengecil diakibatkan oleh adanya pemampatan awal
sebaliknya berat volume kering semakin meningkat dari keadaan awal.
6. Untuk kuat geser, nilai kohesi dan sudut geser terjadi peningkatan setiap penambahan
beban dan lama waktu pembebanan. Peningkatan nilai kohesi terbesar terjadi pada
pembebanan 25 kg dengan waktu 7 hari sebesar 0.039 kg/cm2, sudut geser dalam
mengalami peningkatan terbesar pada pembebanan 25 kg dengan waktu 7 hari sebesa
3.500. Peningkatan ini diakibatkan oleh tanah yang semakin mampat serta kandungan
serat-serat pada tanah gambut tersebut. Dengan meningkatnya nilai kuat geser maka
daya dukung tanah gambut tersebut semakin meningkat.
7. Peningkatan nilai kohesi dan nilai sudut geser dalam tanah gambut Muara Batang
Toru sangat dipengaruhi oleh besar beban dan lama waktu pembebanan dimana pada
pembebanan 20 kg dengan waktu 4 hari tanah gambut sudah menunjukkan perubahan
yang cukup berarti.
8. Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai nilai kuat geser Tanah gambut Muara
Batang Toru setelah mengalami pemampatan secara teknis Tanah gambut Muara
Batang Toru bisa digunakan sebagai tanah dasar dalam konstruksi sipil.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian Tanah Gambut Muara Batang Toru yang kemudian dianalisa dan di
diskusikan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Tanah gambut yang diteliti dapat diklasifikasikan sebagai tanah gambut dengan kadar
abu tinggi (High Ash-peat) dan juga tanah gambut berserat (fibrous peat)
2. Kadar air tanah gambut Muara Batang Toru adalah 251.81%
3. Nilai sudut geser tanah gambut Muara Batang Toru mengalami peningkatan terbesar
terjadi pada pembebanan 25 kg dengan waktu pembebanan 7 hari sebesar 3.50,
sedangkan nilai kohesi juga terjadi peningkatan terbesar pada pembebanan 25 kg
dengan waktu pembebanan 7 hari sebesar 0.039 kg/cm2.
Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013
89
4. Peningkatan nilai sudut geser dalam dan juga nilai kohesi tanah gambut terjadi akibat
tanah yang semakin mampat serta kandungan serat pada tanah gambut tersebut.
Dengan meningkatnya nilai kuat geser maka daya dukung tanah gambut tersebut
semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Fahhmuddin, dan Made Subiksa, I. G., 2008, Balai Penelitian Tanah dan World
Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor.
Braja, M. Das, 1993, Jilid I, Mekanika Tanah, Penerbit Erlangga. Jakarta
Farni Indra, 1996, Studi Experimental Pemampatan Dan Kekuatan Geser Tanah Gambut
Jambi Setelah Mengalami Pemampatan Awal, Tesis Jurusan Teknik Sipil ITB,
Bandung
Hardiyatmono, H. C., 1994, Mekanika Tanah II, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
T. Ilyas, W. Rahayu dan D. S. Arifin.,Maret 2008,Edisi No.1 Tahun XXII, Jurnal
Teknologi
Noor, E. M., 1997, Perbedaan Perilaku Teknis Tanah Lempung dan Tanah Gambut (peat
soil), Jurnal Geoteknik. Volume, III. Bandung.
Download