BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga Kesehatan berperan dalam menentukan pembangunan kesehatan. Bekerja sebagai tenaga kesehatan merupakan suatu profesi yang berfokus pada pengabdian kepada kemanusiaan dan memberikan pelayanan pada masyarakat. Memberikan pelayanan yang maksimal dan secara terpadu demi meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Tenaga kesehatan menjadi profesi yang memiliki tantangan tersendiri yaitu bagaimana harus menyikapi dan menghadapi serta senantiasa selalu melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, cinta kasih dan rasa bangga dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat (Aprilia, 2013). Perawat menjadi salah satu tenaga kesehatan yang berperan aktif dalam meningkatkan pembangunan kesehatan. Perawat memberikan pelayanan keperawatan yang bersifat promotif-preventif dan kuratifrehabilitatif (Dewi, 2008). Peran perawat sangat penting karena sebagai ujung tombak rawat inap dan merupakan tenaga yang paling lama kontak dengan pasien yaitu selama 24 jam. Hal ini akan menyebabkan stresor yang kuat pada perawat di lingkungan pekerjaannya. Perawat juga memiliki risiko paling besar tertular penyakit 1 maupun mengalami penyakit akibat kerja. Occupational Safety and Health Administration (OSHA) 2004 menjelaskan bahwa penyakit akibat kerja merupakan penyakit atau cidera yang terjadi di tempat kerja sebagai akibat dari terkena bahan atau kondisi kerja saat melakukan pekerjaan. Kerja perawat dalam bentuk pelayanan kesehatan mencakup pada aktifitas yang dapat dikategorikan dalam manual material handling yaitu pekerjaaan yang menggunakan tenaga manusia yang meliputi mengangkat, mendorong, menarik, mengangkut, menaikkan, menurunkan suatu objek dari suatu tempat atau dimensi serta beban tertentu. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari manual handling adalah Muskuloskeletal Disorders (MSDs) yang diantaranya menyebabkan kerusakan otot, tendon, ligamen, saraf dan pembuluh darah. Efek jangka panjang MSDs dapat menyebabkan sakit menahun, cacat, perawatan medis dan kerugian keuangan bagi mereka yang menderita stres karena mengalami MSDs (Tarwaka, dkk, 2004). Keluhan nyeri otot yang dirasakan saat melakukan pekerjaan sering disebut dengan istilah keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang dirasakan sebagai akibat dari benturan kecil maupun besar yang terakumulasi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada otot, tulang serta sendi. Keluhan tersebut sering terjadi pada daerah tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, leher, pinggang dan kaki. Bagian tubuh atau ekstremitas atas adalah bagian tubuh yang paling sering dirasakan tidak nyaman seperti nyeri pada bahu, lengan atas, 2 pergelangan, dan jari-jari sebanyak 56%, nyeri leher 18%, nyeri punggung 15%, dan pergelangan kaki 11% (Swedish Statistic, 2006). World Health Organization (WHO) tahun 2004 memperkirakan prevalensi keluhan muskuloskeletal pada perawat hampir mencapai 60% dari semua penyakit akibat kerja pada perawat (Lorusso, 2007). Di Amerika Serikat, perawat menduduki peringkat kedua pada pekerjaan yang berisiko terjadinya keluhan muskuloskeletal. Data yang diperoleh dari Burneau of Labor Statistic di Amerika Serikat tahun 2002, perawat menduduki peringkat teratas pada pekerjaan yang paling banyak mengakibatkan keluhan muskuloskeletal (Sardewi, 2006). Menurut data yang diperoleh dari American Nurses Association (ANA) hampir 40% perawat di Amerika Serikat mengalami keluhan muskuloskeletal. Dari data tersebut 12% mengundurkan diri sebagai perawat dan 20% pindah ke unit kesehatan lain. Beberapa diantaranya mengeluh mengalami penurunan kualitas kerja sebagai perawat akibat keluhan muskuloskeletal (Castro, 2008). Sebuah study statistik Canada telah menemukan bahwa lebih dari dua juta pekerja di Kanada per tahun 2010 telah mengalami cedera regangan berulang (Repetitive Strain Injuries) berdampak cukup serius terhadap kegiatan normal mereka. Cedera regangan berulang (Repetitive Strain Injuries) adalah jenis yang paling umum dari cedera kerja di Kanada. (CUPE, 2010). 3 Sebuah study di Ibadan, Nigera mengenai keluhan muskuloskeletal berhubungan dengan kerja pada perawat. Terdapat 84,4% perawat memiliki work-related musculoskeletal disorders (WMSDs) sekali atau lebih dalam kehidupan kerja dari perawat tersebut. WMSDs terjadi terutama di tulang belakang (44,1%), leher (28,0%) dan lutut (22,4%). Perawat dengan > 20 tahun pengalaman klinis mengalami empat kali lebih untuk mengembangkan WMSDs dibandingkan dengan 11-20 tahun pengalaman. Risiko untuk pengembangan WMSDs yaitu bekerja dengan posisi yang sama untuk waktu yang lama (55,1%), mengangkat atau memindahkan pasien dengan ketergantungan (50,8%) dan memberikan perawatan dalam jumlah yang berlebihan dalam satu hari (44,9%). Mendapatkan bantuan dalam menangani pasien berat (50,4%), modifikasi prosedur keperawatan untuk menghindari cidera (45,4%), dan memodifikasi posisi pasien / perawat (40,3%). Sebuah penelitian mengenai gambaran risiko keluhan muskuloskeletal pada perawat dilakukan di Ruang ICU PJT RSCM pada tahun 2012 oleh Yudi Elyas, bahwa 71,43% berisiko sedang mengalami musculoskeletal disorder (MSDs) dalam aktivitas pemantauan pengeluaran urine, 53,57% berisiko sedang dalam aktivitas pemantauan hasil pemantauan hemodinamika, pada aktivitas ETT suctioning dan cuci tangan (hand washing) masing-masing berisiko rendah yaitu 57,14% dan 82,14%. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai keluhan sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara 4 berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, tendon. Keluhan inilah yang disebut denga keluhan muskuloskeletal atau musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal (Merulalia, 2010). Faktor gangguan muskuloskeletal di rumah sakit diakibatkan oleh kondisi berdiri lebih dari enam jam dan membungkung lebih dari 10 kali/jam dan melaksanakan beberapa sikap paksa (Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja, Depkes RI, 1996, hal 28). Terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi dalam etiologi work related musculoskeletal disorders (WMSDs) yaitu salah satu keluhan muskuloskeletal, Silvester dkk mengungkapkan bahwa pergerakan yang berulang-ulang, postur yang buruk, dan beban kerja tinggi, ketiga faktor ini dapat menyebabkan WMSDs. Perawat secara rutin melakukan aktivitas seperti mengangkat beban berat, mengangkat pasien, bekerja dengan postur tubuh yang buruk, dan memindahkan pasien dari tempat tidur ke tempat lain. Pekerjaan ini dapat memicu perawat memiliki risiko tinggi menderita WMSDs akut maupun kumulatif. Ruang rawat inap merupakan ruangan dimana pasien mendapatkan pelayanan kesehatan setelah fase darurat terlewati. Ruang Ratna dan Ruang Medical Surgical (MS) merupakan ruang rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar yang berada di bawah naungan Instalasi Gawat Darurat. Ruang Ratna dan MS dengan aktifitas perawat yang sangat tinggi, selain itu mobilitas pasien juga tinggi serta keadaan bangunan yang memiliki dua 5 lantai untuk Ruang Ratna dan Ruang MS yang berada di lantai dua memperberat beban kerja perawat. Kapasitas pasien di Ruang Ratna adalah 38 pasien sedangkan kapasitas pasien di Ruang MS adalah 34 pasien. Banyaknya pasien yang dirawat di Ruang Ratna dan Ruang MS diimbangi dengan mobilitas pasien yang tinggi (Dryastiti, 2013). Tingginya mobilitas pasien maka perawat sering tidak menghiraukan posisi yang baik dalam melakukan tindakan sehingga pada akhirnya menimbulkan keluhan muskuloskeletal. Sebuah penelitian yang dilakukan di Ruang Ratna dan Ruang MS RSUP Sanglah pada tahun 2013 oleh Eka Dryastiti mengenai hubungan beban kerja terhadap keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh perawat di Ruang MS dan Ratna RSUP Sanglah, didapatkan hasil bahwa rata-rata keluhan muskuloskeletal pada perawat di Ruang Ratna dan Medical Surgical RSUP Sanglah Denpasar adalah 45,38. Skor keluhan tertinggi adalah 58 dan skor terrendah adalah 32 dengan selisih keluhan muskuloskeletal tertinggi dengan skor keluhan muskuloskeletal terendah adalah 26. Keluhan muskuloskeletal terbanyak terjadi pada bagian paha, lutut dan betis akibat tingginya aktifitas perawat di Ruang Ratna dan Ruang MS. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat keluhan muskuloskeletal yang terjadi pada perawat di Ruang Ratna dan MS RSUP Sanglah. Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan November 2013 di RSUP Sanglah tepatnya di Ruang MS dan Ratna, dari 20 kuisioner yang tersebar, 90% perawat menyatakan mengeluh keluhan muskuloskeletal 6 dalam kategori sedang sampai berat, sedangkan 10% mengeluh dalam kategori ringan. Perawat tersebut menyatakan keluhan yang sering dialaminya adalah nyeri di area ekstremitas bawah, bahu, pinggang, leher dan pegal-pegal. Sebagian besar masalah yang diungkapkan diatas dapat dipecahkan atau dicegah dengan menerapkan prinsip ergonomi. Menurut Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan 2010, ergonomi adalah ilmu yang dipelajari mengenai perilaku manusia dalam kaitan dengan pekerjaannya dan dapat dikatakan ergonomik yaitu penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh untuk menurunkan stres yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa penyesuaian tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan dan sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ilmu Ergonomi digunakan untuk mencegah terjadinya suatu penyakit akibat kerja sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar fisiologis tubuh. Ergonomi dan keselamatan kesehatan kerja adalah sesuatu yang berkaitan. Keduanya mengarah pada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life) (Dewi, 2008). Aspek ini mengacu pada produktivitas dalam melakukan pelayanan kesehatan bagi seorang perawat. Kejadin MSDs merupakan salah satu kegagalan dari penerapan ergonomi di tempat kerja. Namun, bagimanapun besarnya peran ergonomi itu terhadap masalah ini, tetapi perawat tetap akan melakukan pekerjaan dalam kategori manual 7 material handling. Upaya lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi keluhan setelah melakukan kegiatan kerja sebagai salah satu teknik relaksasi yaitu stretching. Stretching adalah peregangan otot yang diperlukan dan digunakan baik untuk orang sehat atau sakit untuk mengulur, melenturkan atau menambah flexibilitas otot-otot yang dianggap bermasalah. Saat dikantor atau melakukan pekerjaan, stretching dapat sangat berguna untuk menjaga kebugaran tubuh atau kelenturan otot-otot (Dewi, 2011). Pengaruh stretching itu sendiri sudah pernah diteliti oleh beberapa peneliti untuk melihat pengaruh dari stretching tersebut. Sebuah penelitian mengungkapkan tentang pengaruh stretching yang difokuskan kepada gerakan kaki dapat mengatasi nyeri sendi ekstremitas bawah pada lansia yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Yohanita Pamungkas di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bhakti Kediri. Penelitian ini memiliki jumlah responden sebanyaik 35 orang lansia di Posyandu lansia Sejahtera GBI Setia Bhakti Kediri. Hasil dari penelitian ini adalah terdapatnya penurunan tingkat nyeri setelah diberikan terapi stretching yaitu tidak mengalami nyeri dari nol menjadi sembilan responden, nyeri ringan dari tujuh menjadi 20 responden, nyeri sedang dari 20 menjadi enam responden, dan yang mengalami nyeri berat dari delapan menjadi tidak ada responden yang mengalami nyeri berat. Ini menunjukkan adanya pengaruh dari stretching terhadap nyeri sendi ekstremitas yang dialami oleh lansia. Penelitian lain yang mendukung, pengaruh stretching juga sudah diteliti dalam mengatasi nyeri pada pasien iskhalgia. Penelitian yang diteliti 8 oleh Putu Aristiana Santi pada tahun 2012 yang dilakukan di Praktik Pelayanan Keperawatan Latu Usadha Abiansemal, Badung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian latihan peregangan terhadap penurunan nyeri pada pasien dengan iskhialgia. Setelah diberikan latihan peregangan terjadinya perubahan rata-rata skala nyeri dari 4,89 menjadi 3,21 yang menunjukkan adanya penurunan skala nyeri. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah ada pengaruh pemberian latihan peregangan terhadap penurunan nyeri pada pasien dengan iskhialgia. Berdasarkan penjelasan keseluruhannya di atas, maka peneliti tertarik untuk menganalisa tentang pengaruh stretching terhadap keluhan muskuloskeletal pada perawat. Karena sepanjang pengetahuan peneliti Indonesia belum ada penelitian tentang melihat pengaruh stretching terhadap keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh perawat di Ruang Ratna dan Medical Surgical RSUP Sanglah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dari masalah di atas didapatkan rumusan masalah penelitian yaitu; Apakah terdapat pengaruh stretching terhadap keluhan musculoskeletal pada perawat di Ruang Ratna dan Medical Surgical RSUP Sanglah? 9 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh stretching terhadap keluhan muskuloskeletal pada perawat di Ruang Ratna dan Medical Surgical RSUP Sanglah. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi nilai keluhan muskuloskeletal pada perawat sebelum diberikan stretching 2. Mengidentifikasi nilai keluhan muskuloskeletal pada perawat setelah diberikan stretching 3. Menganalisis perbedaan nilai keluhan muskuloskeletal sebelum dan setelah stretching pada perawat di Ruang Ratna dan Medical Surgical RSUP Sanglah 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan oleh perawat sebagai teknik relaksasi setelah melakukan pekerjaan seharian untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan. 10 1.4.2 Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan pustaka terutama dalam bidang keperawatan medikal bedah, sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya. 2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pedoman manajemen keperawatan, kesehatan dan keselamatan kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja perawat. 11