BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai pegawai kantoran tersebut biasanya mleakukan pekerjaan dalam posisi statis dan cenderung monotone. Bekerja pada ruang lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta teknologi yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaannya. Salah satu fasilitas yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sebagai seorang pegawai kantoran adalah komputer. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi penggunaan komputer memberikan dampak positif dalam melaksanakan pekerjaan. Akan tetapi selain memberikan dampak positif, penggunaan komputer juga dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan tubuh. Masalah yang sering dialami oleh pegawai kantoran khususnya Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali adalah nyeri pada leher akibat posture yang kurang baik pada saat bekerja. Ada banyak resiko dan dampak negatif bagi kesehatan tubuh yang ditimbulkan akibat bekerja, salah satunya yaitu bekerja dengan menggunakan komputer. Saat menggunakan komputer posisi tubuh kita cenderung tidak ergonomis seperti terlalu menghadap 1 2 ke bawah akibat posisi layar komputer yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi sehingga operator harus melihat keatas, posisi tubuh yang sering membungkuk, dan postur yang buruk seperti forward head position. Posisi duduk dan posisi kepala yang sedikit fleksi serta membungkuk dan cenderung monotone dalam waktu yang lama pada saat bekerja dapat menyebabkan leher menjadi terasa pegal dan sakit akibat posisi kerja yang kurang baik dan kurang ergonomis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suwantini (2015) dikatakan bahwa posisi duduk yang cenderung statis dan posisi leher sedikit fleksi dalam kurun waktu yang lama serta posisi kerja yang kurang ergonomis dapat menimbulkan terjadinya nyeri leher. Keadaan tersebut akan mengarahkan tubuh dalam keadaan posisi statis yang akan menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal. Saat tubuh dalam posisi statis, terjadi kontraksi yang terjadi secara terus-menerus pada otot. Jika dilakukan secara berulang-ulang (repetitif) dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada jaringan sehingga terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme. Perlengketan jaringan akan terjadi akibat dari kurangnya nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan ischemia. Hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada otot yang berkontraksi terutama pada daerah leher. Nyeri muskuloskeletal di leher merupakan masalah kesehatan pada masyarakat modern. Sebuah studi menunjukkan prevalensi nyeri muskuloskeletal pada leher di masyarakat selama 1 tahun besarnya 40% dan prevalensi ini lebih tinggi pada wanita. Selama 1 tahun, prevalensi nyeri muskuloskelatal di daerah leher pada pekerja besarnya 3 berkisar antara 6 - 76% dan wanita ternyata juga lebih tinggi dibandingkan pria. Untuk mengevaluasi nyeri muskuloskeletal dapat menggunakan VAS, dimana menurut penelitian yg dilakukan oleh (Breivik H, et al., 2008) penggunan VAS valid untuk mengukur nyeri, dan VAS sering digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur derajat nyeri. Nyeri muskuloskeletal di leher adalah rasa nyeri yang meliputi kelainan saraf, tendon, otot dan ligamen di sekitar leher. Berbagai jenis pekerjaan dapat mengakibatkan nyeri leher terutama selama bekerja dengan posisi tubuh yang salah sehingga membuat leher berada dalam posisi tertentu dalam jangka waktu lama. Misalkan pekerja yang sepanjang hari hanya duduk bekerja dengan komputer, Keluhan nyeri leher tersebut terjadi akibat otot-otot yang mengalami ketegangan pada saat menunduk menatap layar komputer adalah otot yang berfungsi untuk ekstensi kepala atau yang membantu pada saat ekstensi kepala. Otot yang membantu ekstensi leher dan letaknya superfisial adalah otot upper trapezius (Diana, 2007). Jadi apabila posisi leher menunduk statis ke depan menatap layar komputer selama beberapa jam secara terus-menerus dapat menyebabkan spasme pada otot upper trapezius. Maka dari itu pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil yang terlalu lama bekerja dalam posisi statis dan cenderung monoton secara terus-menerus berpotensi mengalami keluhan nyeri. Keluhannya berupa rasa nyeri dan kaku di bagian leher sampai bahu, terkadang keluhan tersebut sampai menjalar ke tangan. Kalau hal tersebut dibiarkan tanpa mendapat penangan yang 4 tepat bisa menyebabkan keluhan yang lebih parah, seperti myofacial syndrome (Tana, et al., 2009). Pengobatan yang biasa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri adalah pengobatan secara farmakologi dan non farmakologi. Salah satu pengobatan non farmakologi adalah dengan fisioterapi. Penanganan yang dapat dilakukan oleh fisioterapi pada penderita yang mengalami keluhan nyeri leher adalah dengan cara mobilisasi serta manipulasi sendi dan otot (stretching & strengthening), TENS, Ultrasound, traksi ataupun koreksi postur (Sugijanto, 2008). Salah satu terapi fisioterapi yang dapat diberikan dan dilakukan sendiri oleh pasien adalah stretching. Stretching dapat dilakukan sebagai proses terapi latihan untuk mencegah dampak yang lebih parah dari keluhan nyeri leher tersebut. Stretching adalah istilah yang digunakan untuk memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek, rileksasi, nyeri berkurang dan spasme berkurang (Ylinen, 2007). Stretching adalah suatu metode atau cara untuk meningkatkan dan menjaga fleksibiltas serta mobilitas dari otot dan persendian, serta stretching juga mampu mengurangi terjadinya cedera dan gangguan postur tubuh (Kisner, 2007). Stretching yang digunakan pada penelitian ini adalah Auto Stretching dan Active Isolated Stretching. Auto stretching adalah stretching otot pada posisi yang benar, yang dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman atau nyeri pada otot, mengurangi nyeri leher dengan cara menstimulasi golgi tendon, jumlah sakomer meningkat, pelepasan zat adhesi berkurang, relaksasi serta 5 meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas otot sehingga nyeri berkurang (Herbert, 2002). Sedangkan active isolated stretching merupakan suatu teknik atau metode stretching yang menggunakan adaptasi suatu kontraksi otot agonis secara aktif dan merelaksasikan otot antagonisnya melalui inhibisi timbal balik yang menyebabkan terjadinya peregangan pada otot antagonis tanpa meningkatkan ketegangan otot (Muscle Tension). (Longo, 2009) Meskipun kedua metode stretching tersebut memiliki kesamaan tujuan dalam menurunkan nyeri dan mengurangi ketegangan otot akibat pemendekan, namun masih perlu dibuktikan salah satu yang lebih baik dari kedua metode stretching tersebut dalam meningkatkan fleksibilitas otot upper trapezius. Sehingga fisioterapis dan penderita dapat memilih pelatihan yang sesuai dan efektif untuk mengurangi tightness dan menurunkan nyeri pada otot upper trapezius. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitan eksperimental untuk memberikan pelatihan tentang cara mengurangi serta penanganan nyeri akibat spasme dan pemendekan otot. Mengingat ruang lingkup kondisi kerja dari pegawai kantoran sangat rentan mengalami keluhan nyeri leher akibat kondisi kerja yang cenderung statis serta posisi kerja yang kurang ergonomis. 6 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pemberian intervensi auto stretching dapat menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali ? 2. Apakah pemberian intervensi active isolated stretching dapat menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali ? 3. Apakah pemberian intervensi active isolated stretching lebih baik daripada auto stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran secara umum perbandingan intervensi auto stretching dengan intervensi active isolated stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk membuktikan pemberian intervensi auto stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali. 7 2. Untuk membuktikan pemberian intervensi active isolated stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali. 3. Untuk membuktikan pemberian intervensi active isolated stretching lebih baik daripada auto stretching dalam menurunkan nyeri otot upper trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali. 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis Diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca khususnya manfaat auto stretching dan active isolated stretching dalam menurunkan intensitas nyeri pada otot upper trapezius. 1.4.2 Manfaat Praktis Bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemilihan intervensi bagi peneliti berikutnya mengenai cara mengatasi nyeri pada otot upper trapezius. Serta dapat memberikan pengalaman, pengetahuan dan informasi yang sangat berharga bagi peneliti yang dapat memberikan manfaat serta berguna dalam melaksanakan tugas nantinya.