Perpaduan Pengobatan Timur dan Barat

advertisement
REPUBLIKA
khazanah
24
Halaman >>
Selasa > 21 September 2010
Pedoman Kedokteran Turki Usmani
FOTO-FOTO MUSLIMHERITAGE.COM
ADA SURAT
PERJANJIAN
DENGAN PIHAK
KELUARGA
PASIEN SEBELUM
DOKTER
MELAKUKAN
OPERASI.
Yusuf Assidiq
D
unia kedokteran Islam
mengalami perkembangan
pesat hingga masa pemerintahan Turki Utsmani.
Para praktisi di bidang ini
telah menetapkan
pedoman yang harus dipatuhi dan
dipegang teguh. Tujuannya untuk
menghindari terjadinya masalah atau
penyimpangan ketika dilakukan tindakan penyembuhan pasien.
Seperti dijelaskan Profesor Nil Sari,
pakar sejarah kedokteran dari Istanbul
University dalam tulisannya, Evolution of
Attitudes Towards Human Experimentation in Ottoman Turkish Medicine,
pada masa Turki Usmani, pedoman itu
mengatur perilaku para dokter dan
tenaga kesehatan agar selalu memberikan
pelayanan medis dengan baik.
Pada prinsipnya, pasien harus mendapat perlakuan semestinya. Itulah acuan
serta pedoman utama yang harus diperhatikan secara seksama. “Profesionalisme seorang dokter diukur dari tindakannya, sejak tahap diagnosis, penanganan
penyakit, sampai pragnosis,” paparnya.
Ada sejumlah hal yang boleh dan tidak
boleh dilakukan seorang dokter. Selain
itu, terdapat kriteria bagi para dokter
untuk mampu mencapai tingkatan profesional pada profesinya. Misalnya, untuk
menjadi dokter yang andal sangat
bergantung pada pengalaman dan
praktik yang mereka miliki.
Semakin banyak seorang dokter menghadapi persoalan kesehatan pada kondisi
berbeda-beda, ia akan makin terampil
dan keahliannya terus terasah. Keandalan seorang dokter diukur pula dengan
kesiapannya menghadapi beragam
masalah baru. Sejumlah pakar kedokteran di masa pemerintahan Usmani juga
menekankan pentingnya hal tersebut.
Emir Celebi, dokter terkemuka pada
abad ke-17 dalam bukunya Al-Mujac alTib, mengatakan, praktik langsung
sangat mendukung dalam meningkatkan
pengetahuan teoretis seorang dokter. Hal
yang sama ditekankan oleh Abbas Vasim
Effendi. Dalam bukunya yang bertajuk
Dustur al-Wasim fi al-Tib al-Jadid wa alQadim.
Dokter yang meninggal dunia pada
1760 Masehi ini berpesan agar dokter
lebih banyak berada di rumah sakit dan
merawat pasien. Sebab, banyak waktu
yang ia habiskan di rumah sakit akan
membuatnya menemui hal-hal baru. Itu
menjadi media pembelajaran yang sangat
penting.
Abbas Vesim meyakini kuantitas
praktik para dokter dapat meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman mereka.
Terkait dalam hal ini, dia sangat menyayangkan karena muncul kecenderungan
adanya para dokter yang mengabaikan
pentingnya pengalaman. Ia menegaskan,
para dokter di abad pertengahan telah
mengawali langkah itu.
Dokter Muslim legendaris Ibnu Sina
merupakan teladan terbaik karena dia
mampu mengombinasikan pengalaman,
pengetahuan, dan kebijaksanaan dalam
kerja medisnya. Karena itu, tak hanya
dikenal sebagai ahli pengobatan dan
penyembuhan, ia mampu menuangkan
pemikirannya secara ilmiah dan komprehensif dalam karya tulis.
Terbukti kontribusi Ibnu Sina di
bidang ilmu ini diakui di seluruh dunia.
Ibnu Sina menekankan perlunya para
dokter untuk giat melakukan observasi,
penelitian, dan diskusi tentang berbagai
hal pada lingkup medis. Dengan pengetahuan dan pengalamannya, diharapkan
mereka menjalankan tugas dan etika
kedokteran dengan baik.
Ibnu Sarif, seorang dokter di abad ke15 yang sarat pengalaman, menuturkan,
para dokter sebaiknya tidak mencobacoba memberikan obat dari ramuan yang
asing atau cara penyembuhan tradisional
yang belum terbukti efektifitasnya. Lebih
● Ruang Kerja Dokter
baik ia memakai upaya penanganan yang
sudah umum dan telah dikuasai.
Langkah itu semata untuk mencegah
hal yang tak diinginkan terjadi. Sebab,
dokter bertanggung jawab menjaga keselamatan pasien dan ini sesuai prinsip Islam yang menghargai kehidupan. Sekolah kedokteran, Suleymaniye, di masa
Turki Usmani, turut mencermati masalah
ini.
Mereka menekankan, para dokter mesti mengadakan penelitian atau berdiskusi
terlebih dahulu sebelum menerapkan
teknik-teknik medis baru. Buku filsafat
kedokteran bertajuk Mabhas al-Lazima
wal Hikmat at-Tib yang sangat terkenal
pada masa Turki Usmani mampu
memberi rambu-rambu untuk tak menjadikan pasien sebagai objek percobaan.
Mabhas mendorong seorang dokter
agar merawat pasien berdasarkan aturan
medis. Jangan korbankan mereka untuk
sebuah eksperimen. Dijelaskan pula,
dengan memperlakukan pasien secara
semena-mena, selain pasien akan
dirugikan dan membahayakan jiwanya,
ini diyakini membuat rasa hormat dan
percaya kepada dokter hilang.
Sama berbahanya jika seorang dokter
hanya termotivisi untuk mendulang uang
dari pekerjaannya. Dalam konteks ini,
Nil Sari mencatat empat hal penting yang
menjadi acuan para dokter pada masa
Usmani, yaitu kemampuan mendeteksi
karakter pasien, menentukan jenis obat
yang tepat serta dosisnya, dan menerapkan teori ke dalam praktik medis.
Hal penting lainnya adalah kemampuan dokter menyerap berbagai informasi
dan mendayagunakannya untuk meningkatkan keterampilan. Guna mencapai
cita-cita yang ideal, kedokteran pada
masa itu mengenalkan sistem surat perjanjian sebelum dokter menangani pasien.
Tindakan operasi tak bisa dilaksanakan sebelum ada izin dan perjanjian tertulis dari orang tua pasien atau walinya
yang sah. Perjanjian dilakukan di hadapan hakim. Dengan itu, keluarga pasien
dimungkinkan memperoleh kompensasi,
seandainya terjadi malpraktik, dan pihak
keluarga pun tidak menuntut dokter dan
rumah sakit jika pasien akhirnya
meninggal dunia karena penyakitnya
memang sulit disembuhkan.
n ed: ferry kisihandi
● Peracik Obat
Perpaduan Pengobatan Timur dan Barat
Yusuf Assidiq
turan ketat bagi para dokter
masa Turki Usmani berlaku
untuk menjamin keselamatan pasien. Mereka
wajib memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik berdasarkan
pengetahuan, pengalaman, dan
penelitian mendalam sekaligus
menghindari sikap keragu-raguan.
Para dokter di masa pemerintahan Islam itu lebih memilih menggunakan teknik pengobatan lama
yang sudah dikuasai dengan maksimal sehingga ada masa di mana
A
mereka menjadi sangat berhatihati bahkan enggan mengadopsi
ilmu baru yang berkembang dalam
dunia kedokteran.
Seorang dokter terkemuka
bernama Mustapha Behcet Effendi
mengungkapkan kondisi semacam
itu. Dokter pribadi Sultan Mahmud
II ini khawatir dengan gejala tersebut. Dia meminta agar para dokter
terus mengembangkan keterampilannya, terutama karena kemajuan
pesat teknik kedokteran.
Mereka hendaknya bisa menggabungkan metode lama dan baru.
Kombinasi keduanya diyakini bisa
memberikan hasil yang lebih maksimal. “Perubahan terjadi setiap
saat, maka para dokter harus
mampu mengikutinya,” papar
Mustapha Behcet yang juga pendiri
sekolah medis modern pertama di
Turki, Tibhane i Amire.
Beberapa praktisi kesehatan
memiliki pandangan maju. Hayrullah Effendi (1817-1866) tercatat
sebagai dokter pertama yang menjembatani antara metode kedokteran lama dan baru. Persoalan penggabungan metode lama dan baru
ia jelaskan secara terperinci melalui karyanya, Makalat i Tibbiye.
Menurutnya, seorang dokter
yang baik mampu membuang
segala hal yang kurang efisien.
Caranya yakni dengan menyerap
serta bertukar informasi baru.
Dalam banyak hal, metode dan
teknik pengobatan baru tersebut
berasal dari Eropa. Peradaban
Barat mengalami masa kegemilangan sejak abad ke-15.
Dengan beragam warisan
intelektual yang berasal dari dunia
Islam, mereka menelaah dan
memodifikasi aspek keilmuan, termasuk pada disiplin kedokteran.
Muncul banyak ahli kesehatan dan
temuan baru dari Barat. Di
antaranya John Hunter yang
berhasil menemukan vaksin cacar
air.
Persentuhan antara dunia
kedokteran di Turki dan Barat
berlangsung pada awal abad ke
19. Ketika itu, dua dokter asal
Italia, yakni Eusebio Valli dan
Antonia Pezzoni diperkenankan
masuk ke Turki dan mengadakan
penelitian dengan peralatan canggih yang ada pada masa itu.
Mereka pun memperkenalkan
teknik pengobatan pasien serta
formula obat-obatan dari Eropa.
Seperti diungkapkan Profesor Nil
Sari, proses transfer pengetahuan
ini berkembang kian pesat sehingga didirikan sekolah kedokteran
untuk mengajarkan dan mempraktikkan metode baru.
Hanya saja, para dokter Turki
tidak kehilangan akarnya. Mereka
tetap berpegang teguh pada pedoman yang sudah lama digariskan.
Dengan demikian, kata Nil Sari,
tak seperti kedokteran Barat yang
membuka peluang lebih lebar terhadap percobaan pada pasien,
mereka tetap sangat ketat pada
masalah ini. n ed: ferry kisihandi
Download