BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Uraian Teoritis Pengertian Risiko Pada dasarnya risiko muncul akibat adanya kondisi ketidakpastian akan sesuatu yang diharapkan terjadi dimasa yang akan datang. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungan atau merugikan. Ketidak pastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (Oppurtunity), sedangkan ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (risk). Risiko adalah perbedaan antara hasil yang diharapkan (expected return) dan realisasinya. Risiko merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam analisis investasi terutama bagi pihak emiten, karena setiap pilihan investasi selalu mengandung risiko dan risiko inilah yang mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh pemodal dari investasinya. Risiko merupakan variabilitas return realisasi terhadap return yang diharapkan. Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Pemodal dalam berinvestasi akan mendapatkan return di masa datang dengan nilai yang belum diketahui. Karena yang diharapkan investor dari investasi di pasar modal adalah penghasilan yang terdiri atas growth dan income, maka risiko yang akan diterimanya adalah tidak akan mendapatkan salah satu diantaranya atau malah keduanya, sesuai yang diharapkan. Gagalnya Universitas Sumatera Utara memperoleh penghasilan tersebut akibat apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan atau terjadi penyimpangan. Ada pepatah yang mengatakan “high risk high return” dalam berinvestasi yang menggambarkan bahwa tidak ada investasi yang tidak mengenal risiko, semakin tinggi keuntungan yang diharapkan semakin tinggi pula risiko ini misalnya bisa timbul karena emiten mengalami masalah internal ataupun eksternal, dan ini sangat diperhatikan investor dalam menginvestasikan dananya di pasar modal. 2.1.2 Sumber – sumber risiko Menurut Zubir (2011: 20-22) ada beberapa sumber risiko yang bisa mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi. Sumber-sumber tersebut antara lain: 1. Risiko suku bunga Tingkat bunga yang tinggi dapat menyebabkan return yang diperoleh dari investasi yang berisiko rendah (deposit) lebih tinggi daripada return investasi yang lebih tinggi (saham), sehinggan investor akan lebih tertarik untuk menempatkan dananya dalam bentuk deposit daripada membeli saham. Jika dikaitkan dengan investasi asset riil, tingkat bunga yang tinggi menyebabkan biaya modal (cost of capital) menjadi tinggi, sehingga nilai perusahaan (corporate value) menjadi rendah. Pada akhirnya harga saham akan turun. Jadi, adanya kenaikan tingkat bunga tabungan dan tingkat bunga pinjaman akan berakibat Universitas Sumatera Utara terhadap turunnya harga saham. Sebaliknya, jika tingkat bunga tabungan dan pinjaman turun, maka harga saham cenderung akan meningkat. 2. Risiko pasar Risiko pasar disebabkan oleh peristiwa – peristiwa yang bersifat menyeluruh yang mempengaruhi kegiatan pasar secara umum (aggregat), seperti resesi, peperangan, perubahan struktur perekonomian, dan perubahan selera konsumen. Akibatnya return saham – saham yang terkait dengan perubahan faktor – faktor tersebut juga akan terpengaruh. 3. Risiko inflasi Inflasi merupakan ukuran aktivitas ekonomi yang juga sering digunakan untuk menggambarkan ekonomi nasional. Inflasi dapat diartikan atau ditunjukkan sebagai kenaikan dalam tingkat harga umum. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga-harga barang lainnya. Begitupula dengan kenaikan harga yang terjadi secara musiman, misalnya menjelang hari-hari besar tidak dapat disebut sebagai inflasi. Inflasi menyebabkan kenaikan biaya usaha, biasanya kenaikan biaya-biaya tersebut tidak bisa seluruhnya dibebankan kepada konsumen, sehingga akan menekan profit margin dan menyebabkan adanya penurunan riil terhadap profitabilitas. Inflasi meningkat akan Universitas Sumatera Utara mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut tambahan premium inflasi untuk mengompensasi penurunan daya beli yang dialaminya (Tandelilin, 2003 : 49) 4. Risiko bisnis Risiko ini disebabkan oleh tantangan bisnis yang dihadapi perusahaan baik akibat tingkat persaingan yang makin ketat, perubahan peraturan pemerintah, maupun claim dari masyarakat terhadap perusahaan karena merusak lingkungan. 5. Risiko keuangan Risiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan utang dalam pembiayaaan modalnya. Semakin besar proporsi utang yang digunakan perusahaan, semakin besar risiko finansial yang dihadapi perusahaan. 6. Risiko likuidasi Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, semakin likuid suatu sekuritas tersebut, demikian sebaliknya. Semakin tidak likuid suatu sekuritas semakin besar pula risiko likuiditas yang dihadapi perusahaan. Universitas Sumatera Utara 7. Risiko nilai tukar mata uang Bagi investor yang melakukan investasi di berbagai negara dengan berbagai mata uang, perubahan nilai tukar mata uang akan menjadi faktor penyebab real return lebih kecil daripada expected return. Menurut Arifin (2002), valuta asing merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat yang memiliki kelebihan dana, ketika suku bunga dolar naik, para investor akan berbondong-bondong menjual sahamnya untuk diinvestasikan dalam bentuk dolar. Hal ini akan mengakibatkan penurunan harga saham, selain itu, karena suku bunga mata uang dolar naik, Bank Sentral Indonesia (BI) akan segera meningkatkan suku bunganya, dengan tujuan untuk mencegah agar jangan sampai orang lebih suka memegang dolar dibanding rupiah, dan hal tersebut dapat mengancam perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kenaikan suku bunga BI akan membuat banyak orang menjual sahamnya untuk ditempatkan di Bank yang dapat memberikan rate of return investasi lebih tinggi. 8. Risiko negara Berkaitan dengan investasi lintas negara yang disebabkan oleh kondisi politik, keamanan, dan stabilitas perekonomian negara tersebut. Makin tidak stabil keamanan, politik, dan perekonomian suatu negara, makin tinggi risiko berinvestasi di negara tersebut karena return investasi jadi tidak pasti, sehingga kompensasi atau return yang dituntut atas suatu investasi akan semakin tinggi. Oleh Universitas Sumatera Utara karena itu, stabilitas negara tujuan investasi menjadi pertimbangan yang sangat penting sebelum memutuskan melakukan investasi di negara lain. 2.1.3 Jenis – jenis risiko Risiko dapat digolongkan ke dalam risiko yang dapat dieliminasi dengan diversifikasi dan risiko yang tidak dapat dieliminasi dengan diversifikasi. Risiko yang dapat dieliminasi dengan diversifikasi disebut dengan risiko tidak sistematis (unsystematic risk), dan risiko yang tidak dapat dikendalikan dengan diversifikasi disebut dengan risiko sistematis (systematic risk) atau disebut juga risiko pasar. 2.1.3.1 Risiko sistematis Risiko sistematis tersebut akan menentukan risiko investasi saham yang tercermin pada variabilitas pendapatan saham dari waktu kewaktu dan menyebabkan pergerakan saham berfluktuasi, sehingga risiko sistematis dapat dikatakan pula sebagai market risk. Risiko sistematis (systematic risk) atau risiko pasar merupakan risiko yang ditimbulkan dari faktor-faktor fundamental makroekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga (deposito), tingkat inflasi, nilai tukar valuta asing dan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi (Halim, 2005: 41). Beta merupakan pengukur volatilitas (volatility) return sekuritas atau return portofolio terhadap pasar (Jogiyanto, 2003: 265). Besar kecilnya koefisien beta (β) yang akan mengukur hubungan antara tingkat pengembalian Universitas Sumatera Utara investasi dengan tingkat pengembalian pasar (Indeks Harga Saham Gabungan).Penggunaan Beta (β) sebagai pengukur risiko sistematis mengacu pada konsep single-index modeL. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar (Jogiyanto 2003). Besar kecilnya koefisien beta (β) yang akan mengukur hubungan antara tingkat pengembalian investasi dengan tingkat pengembalian pasar (Indeks Harga Saham Gabungan). Berdasarkan pengamatan secara khusus harga suatu sekuritas kebanyakan bahwa harga saham cenderung mengalami kenaikan apabila indeks harga saham gabungan (IHSG) naik. Demikian terjadi sebaliknya, bahwa kebanyakan harga saham cenderung mengalami penurunan apabila indeks harga saham gabungan (IHSG) turun.Penggunaan Beta pasar sebagai pengukur risiko dikarenakan bahwa Beta pasar mengukur respon dari masing-masing sekuritas terhadap pergerakan pasar. Jadi fluktuasi dari return-return suatu sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, sehingga karakteristik pasar akan menentukan nilai Beta masing-masing sekuritas. Risiko sistematis berpotensi untuk mempengaruhi kinerja pasar modal, kinerja perusahaan, dan nilai perusahaan. Suatu perusahaan dengan Beta lebih besar dari 1 tergolong perusahaan yang berisiko tinggi, karena sedikit saja return pasar berubah, maka return sahamnya akan berubah lebih besar. Mengingat bahwa pada dasarnya investor adalah takut dengan risiko, maka investor akan mempertimbangkan untuk melakukan investasi pada perusahaan yang sahamnya memiliki Beta lebih kecil dari 1. Akibatnya sudah dapat diduga, Universitas Sumatera Utara bahwa harga pasar saham perusahaan tersebut akan mengalami penurunan. Faktor fundamental makroekonomi seperti inflasi, tingkat bunga, kurs dan pertumbuhan ekonomi merupakan faktor-faktor yang sangat diperhatikan oleh para pelaku pasar bursa. Perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor ini dapat mengakibatkan perubahan-perubahan di pasar modal, yaitu meningkat atau menurunnya harga saham. Volatilitas dari harga-harga saham di pasar modal dapat berpotensi untuk meningkatkan atau menurunkan risiko sistematis. Oleh karena itu, perubahan-perubahan pada faktor makroekonomi dapat berpotensi untuk meningkatkan atau menurunkan risiko sistematis. Kondisi makroekonomi yang memburuk akan meningkatkan risiko sistematis, sedangkan kondisi makroekonomi yang membaik akan menurunkan risiko sistematis. 2.1.3.2 Risiko tidak sistematis Menurut Tandelilin (2001:51) risiko tidak sistematis adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena merupakan risiko yang timbul karena faktor-faktor mikro yang dijumpai pada perusahaan atau industri tertentu, sehingga pengaruhnya terbatas pada perusahaan atau industri tertentu atau dengan kata lain perubahan pengaruhnya tidak sama terhadap perusahaan satu dengan yang lainnya. Dapat dikatakan risiko tidak sistematis merupakan risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan, dan terjadi karena karakteristik perusahaan atau institusi keuangan yang mengeluarkan sekuritas. Universitas Sumatera Utara Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena perbedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan, dan sebagainya. Risiko tidak sistematik ini disebut juga Risiko Perusahaan (Unique, Diversifiable, or Firm-Specific Risk). Risiko tidak sistematis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a. Risiko manajemen (management risk), yaitu risiko kegagalan dari manajemen (mismanagement) dalam menjalankan perusahaan yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang, sehingga perusahaan kehilangan supplier, pangsa pasar menurun, pemogokan buruh, dan lain-lain. b. Risiko keuangan (financial risk), yaitu penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan, hal ini berakibat pada meningkatnya biaya tetap (bunga), dan efeknya akan meningkatkan laba per lembar saham. Apabila kondisi perekonomian mengalami peningkatan yang cukup pesat dan perusahaan dikelola dengan baik, tetapi terjadi resesi, maka hal ini akan menurunkan laba per saham. c. Risiko industri (industrial risk), yaitu risiko yang disebabkan dari industri itu sendiri atau industri yang bersangkutan. Menurut Sharpe, varian yang tidak dijelaskan oleh indeks dapat disebut Residual Variance atau Unsystematic Risk (risiko tidak sistematis). Penggabungan atau penjumalahan antara risiko sistematis dan tidak sistematis Universitas Sumatera Utara dinamakan risiko total (total risk). Risiko total menjadi dasar pertimbangan manajer investasi dalam mengambil keputusan investasi. Hasil keputusan investasi yang baik adalah harapan tingkat pengembalian (rate of return) yang diharapkan besar dengan tingkat risiko yang dapat diminimalisasi sekecil mungkin. Sedangkan hal mendasar dalam proses pengambilan keputusan investasi adalah pemahaman hubungan antara keuntungan yang diharapkan dan risiko suatu investasi. 2.1.4 Return Return merupakan imbalan yang diperoleh dari suatu investasi. Alasan utama seseorang melakukan suatu investasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Return merupakan suatu tingkat kompensasi yang diharapkan seorang yang menginvesatasikan sejumlah dananya. Return terbagi dua, yaitu return yang diharapkan dan return aktual. Selisih dari return yang diharapkan dengan return aktual merupakan risiko yang harus ditanggung oleh seorang investor dari investasi sejumlah dananya. Tandelilin (2001:108), mengindentifikasi empat faktor yang mempengaruhi return, yaitu : 1. Perubahan tingkat inflasi 2. Perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi 3. Perubahan premi risk-default yang tidak diantisipasi 4. Perubahan struktur tingkat suku bunga yang tidak diantisipasi Universitas Sumatera Utara Secara sistematis, rumus untuk menghitung return yang diharapkan dari suatu sekuritas dapat diperoleh dari persamaan berikut ini : EEE(R) = dimana : E(R) = Return yang diharapkan dari suatu sekuritas Ri = Return ke-i yang mungkin terjadi pri = probabilitas kejadian return ke-i n = banyaknya return yang mungkin terjadi Menurut Jogiyanto, return dapat berupa return realisasian yang sudah terjadi atau return ekspektasian yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return Realisasian merupakan return yang telah terjadi dan penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan dan juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasian dan risiko di masa mendatang. Pengukuran risiko dan return saham menggunakan Single Index Model. Single Index Model adalah teknik untuk mengukur risiko dan return sebuah saham atau portofolio. Model tersebut mengasumsikan bahwa pergerakan return saham hanya berhubungan dengan pergerakan pasar. Jika pasar bergerak naik, dalam arti permintaan terhadap saham meningkat, maka harga saham di pasar akan naik pula. 2.1.5 Indeks Harga Saham Indeks harga saham merupakan perbandingan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, apakah harga suatu saham mengalami kenaikan atau Universitas Sumatera Utara penurunan dengan suatu periode waktu tertentu. Penentuan indeks harga saham dibedakan menjadi dua, yaitu indeks harga saham individu dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks individu merupakan indeks masing-masing saham terhadap harga dasarnya (Darmadji,2001:95). Indeks ini tidak dapat mengukur harga saham dari suatu saham perusahaan terntentu apakah mengalami perubahan kenaikan atau penurunan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebenarnya merupakan angka indeks saham yang sudah disusun dan dihitung sehingga menghasilkan trend, dimana angka indeks adalah angka yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk membandingkan kejadian yang dapat berupa perubahan harga saham dari waktu ke waktu. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Suyanto (2007) dengan judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Return Saham Pada Sektor Properti pada tahun 2001 - 2005”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa nilai tukar dan suku bunga berpengaruh negatif sedangkan inflasi berpengaruh positif terhadap return saham Penelitian Jayaraman (2009) dengan judul “ Doing Business in China : A Risk Analysis” menemukan bahwa risiko dalam bisnis bersumber dari perubahan-perubahan mulai dari perubahan politik, hukum, budaya, dan negoisiasi dengan masyarkat China. Ramli (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Risk dan Return Saham Perusahaan Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia”. Metode Universitas Sumatera Utara pengumpulan data secara dokumentasi, dari tiga puluh lima perusahaan hanya lima belas perusahaan yang menjadi sampel karena memiliki laporan keuangan secara lengkap dari tahun 2007 – 2008. Hasil penelitian menunjukkan saham yang tergolong Industri Barang Konsumsi umumnya bergerak lambat dari pasar. Artinya jika pasar naik, saham tersebut juga akan naik, namun selalu lebih rendah dari kenaikan pasar. Penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2009) dengan judul “Analisis Faktor Fundamental Keuangan dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian yang dilakukan pada 30 sampel perusahaan ini menghasilkan kesimpulan bahwa beta berpengaruh secara simultan terhadap harga saham perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI. 2.3 Kerangka Konseptual Risiko merupakan selisih dari return aktual dengan return yang diharapakan. Semakin besar nilainya, maka semakin besar risiko investasi tersebut. Risiko Toral dibagi kedalam dua jenis risiko, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis merupakan risiko pasar, dan dapat diukur dengna koefisien Beta. Beta mengambarkan sensivitas keuntungan saham dalam merespon perubahan harga di pasar sekuritas. Berdasarkan model CPAM (Capital Assets Price Models), nilai Beta sangat mempengaruhi tingkat return Universitas Sumatera Utara yang diharapkan suatu saham. Semakin tinggi nilai Beta maka akan semakin tinggi return yang disyaratkan oleh investor (Tandelilin, 2001:102). Sedangkan risiko tidak sistematis merupakan risiko yang unik dan dapat dihilangkan melalaui divesfikasi. Risiko sistematis digambarkan dengan kesalahan residual atau eror. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka varibel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Kerangka konseptual dapat digambarkan seperti gambar 2.1 : 1. Risiko Sistematis 2. Risiko Sistematis Subsektor Perdagangan Besar Barang Produksi Risiko Sistematis Subsektor Advertising, Printing, dan Media 2. Risiko Sistematis Subsektor Perdagangan Eceran Risiko Sistematis Subsektor Jasa Komputer dan Perangkatnya Risiko Sistematis Subsektor Restoran Risiko Sistematis Subsektor Hotel dan Pariwisata Risiko Sistematis Subsektor Perusahaan Investasi Risiko Sistematis Subsektor Perusahaan Lainnya Risiko Tidak Sistematis Risiko Tidak Sistematis Subsektor Perdagangan Besar Barang Produksi Risiko Tidak Sistematis Subsektor Perdagangan Eceran Risiko Tidak Sistematis Subsektor Restoran Risiko Tidak Sistematis Subsektor Hotel dan Pariwisata Universitas Sumatera Utara Risiko Tidak Sistematis Subsektor Advertising, Printing, dan Media Risiko Tidak Sistematis Subsektor Jasa Komputer dan Perangkatnya Risiko Tidak Sistematis Subsektor Perusahaan Investasi Risiko Tidak Sistematis Subsektor Perusahaan Lainnya Sumber : diolah oleh penulis Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Oleh karena itu, jawaban yang diberikan masih berdasarkan teori yang relevan dan belum didasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2006). Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan pada perumusan masalah sebelumnya, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan antara risiko sistematis setiap subsektor Trade, Service, and Investment 2. Terdapat perbedaan antara risiko tidak sistematis setiap subsektor Trade, Service, and Investment Universitas Sumatera Utara