DownloadIndonesia Waspadai Aturan Trade Remedy

advertisement
SIARAN PERS
Biro Hubungan Masyarakat
Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110
Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711
www.kemendag.go.id
Indonesia Waspadai Aturan Trade Remedy Uni Eropa
Jakarta, 9 Januari 2017 – Lonceng peringatan mulai dibunyikan pemerintah Indonesia. Menjelang
tutup tahun 2016, Parlemen Eropa dan European Council telah menyetujui proposal modernisasi
kebijakan trade remedy. Modernisasi ini bisa mengancam ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Sebab,
dengan memberlakukannya Uni Eropa akan menghambat laju impor ke semua negara Uni Eropa
melalui tindakan antidumping dan antisubsidi.
"Pemerintah mewaspadai hasil persetujuan parlemen Eropa. Penerapan modernisasi trade remedy
ini bisa menghambat laju ekspor Indonesia ke Uni Eropa," tegas Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward di Jakarta, Senin, (9/1).
Parlemen Eropa dan European Council menyetujui proposal modernisasi kebijakan trade remedy
tersebut pada 13 Desember 2016 setelah diusulkan Komisi Uni Eropa sejak 2013. Proposal itu
dilatarbelakangi makin tingginya serbuan produk-produk murah asal RRT, seperti produk baja.
Akibatnya industri domestik Uni Eropa kalah bersaing dan gulung tikar. Uni Eropa juga secara
khusus mengacu kepada Amerika Serikat (AS) yang telah menerapkan praktik serupa dalam
aturannya.
Dody Edward menuturkan bahwa Komisi Uni Eropa antara lain akan menghapus aturan lesser
duty. Uni Eropa secara konsisten menerapkan prinsip lesser duty sehingga membuat Uni Eropa
berbeda secara signifikan dengan AS. Aturan lesser duty memungkinkan pengenaan tingkat bea
masuk antidumping dengan besaran (level) yang lebih kecil dari margin dumping yang ada,
sepanjang besaran tersebut dianggap proporsional untuk memulihkan kerugian industri domestik
sebagai akibat impor produk dumping.
“Aturan lesser duty dihilangkan terutama untuk menghadang impor dari negara yang dianggap
memiliki particular market situation yang mendistorsi harga bahan baku. Negara berkembang
seperti Indonesia perlu berhati-hati dan mengantisipasi seandainya Indonesia dianggap memiliki
particular market situation. Kepada negara-negara dengan kondisi tersebut, Uni Eropa akan
menerapkan metode baru dalam menghitung besaran dumping,” ujar Dody.
Otoritas Uni Eropa, lanjut Dody, akan menolak menggunakan harga atau biaya produksi yang
berlaku di negara tersebut, serta memilih menggunakan harga referensi di negara lain yang
dianggap tidak terdistorsi sebagai pembanding dalam menentukan besaran dumping.
“Hal ini akan mempermudah Uni Eropa atau AS menggunakan data dari negara ke-3 untuk
menetapkan besaran dumping yang menyebabkan menggelembungnya margin dumping,” lanjut
Dody.
Kondisi particular market situation di suatu negara diindikasikan dengan peran dominan
Pemerintah/BUMN dalam pengadaan barang dan jasa, pengendalian harga, pemberian jenis
subsidi yang dilarang, kebijakan harga berganda (dual pricing), dan pajak ekspor.
“Otoritas Uni Eropa dikhawatirkan akan menilai kondisi suatu pasar di suatu negara secara tidak
objektif,” ujar Dody.
Dody mengimbau agar eksportir Indonesia tetap optimis dan berharap proposal tersebut tidak jadi
diberlakukan. “Kemendag akan menyosialisasikan rencana tersebut kepada eksportir Indonesia
tujuan Uni Eropa dan bersama-sama dengan stakeholders guna melakukan advokasi secara
optimal kepada para eksportir Indonesia yang terkena tuduhan trade remedy," tambahnya.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati mengungkapkan bahwa produk
unggulan Indonesia sebenarnya telah dirugikan oleh aturan serupa yang lebih dahulu berlaku di
AS, salah satunya adalah produk kertas.
“AS menganggap Pemerintah Indonesia memberikan subsidi melalui kebijakan kehutanan
Indonesia dan larangan ekspor kayu bulat (log) yang berkontribusi menekan harga kayu sebagai
bahan baku kertas. Hal ini membuat Otoritas AS menentukan besaran dumping menggunakan
harga kayu di negara lain sebagai pembanding yang notabene harganya jauh lebih tinggi,” ungkap
Pradnyawati.
Jika Uni Eropa menerapkan hal serupa, lanjut Pradnyawati, maka tuduhan antidumping dan
antisubsidi terhadap produk unggulan Indonesia akan semakin gencar karena baik Uni Eropa
maupun AS merupakan pengguna aktif instrumen trade remedies.
“Proposal kebijakan tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus dari seluruh stakeholder
mengingat Uni Eropa merupakan pasar strategis bagi produk ekspor Indonesia, seperti produk
agro (kelapa sawit dan turunannya), produk perikanan, serta produk hasil kehutanan seperti pulp
dan kertas,” jelas Pradnyawati.
--selesai-Informasi lebih lanjut hubungi:
Luther Palimbong
Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Perdagangan
Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711
Email: [email protected]
Pradnyawati
Direktur Pengamanan Perdagangan
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri
Kementerian Perdagangan
Telp/Fax: 021-3857955/021-3863937
Email: [email protected]
Download