BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Timbulnya masalah lingkungan hidup diantaranya disebabkan oleh pencemaran lingkungan karena pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang kurang bijaksana. Pencemaran lingkungan akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satu sumber pencemaran lingkungan adalah limbah rumah sakit dan industri farmasi (Alamsyah, 2007). Rumah sakit sebagai salah satu tempat penyembuhan orang sakit dapat menjadi sumber penyakit apabila limbah yang dihasilkannya tidak ditangani dengan benar. Rumah sakit merupakan salah satu sumber penghasil limbah berbahaya, baik limbah padat, limbah cair, maupun limbah gas yang banyak mengandung mikroorganisme patogen, bersifat infeksius, dan mengandung bahan kimia berbahaya. Rumah sakit wajib melakukan pengelolaan limbah karena pengelolaan limbah yang baik akan mengurangi dampak penularan penyakit dan efek negatif dari alat atau bahan yang digunakan dalam mendukung kegiatan di rumah sakit (Permenkes, 2004). Refdanita (2004) menyatakan bahwa salah satu limbah rumah sakit dan industri farmasi adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik untuk pengobatan penyakit karena infeksi menyebabkan meningkatnya konsentrasi antibiotik di lingkungan terutama dalam perairan. Beberapa survai di dalam dan luar negeri menemukan bahwa antibiotik β-laktam merupakan antibiotik yang paling banyak diresepkan. Menurut Maichin (2013) adanya antibiotik β-laktam seperti amoksisilin dalam lingkungan perairan yang terus meningkat akan menyebabkan menurunnya kualitas air, kesehatan ekosistem, dan akan berdampak pada sumber air minum. Bakteri patogen di lingkungan yang bersinggungan dengan limbah domestik dan rumah sakit yang mengandung amoksisilin dalam periode waktu tertentu akan menghasilkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. 1 2 Amoksisilin adalah antibiotik yang paling banyak diresepkan. Amoksisilin termasuk golongan penisilin dan mengandung cincin β-laktam yang diproduksi secara semi sintetik. Karena struktur kimia, laju konsumsi, kelarutan, karakteristik farmakologi dan toksisitas dalam lingkungan, maka amoksisilin termasuk salah satu kontaminan dalam perairan. Adanya treatment amoksisilin yang tidak memadai dalam limbah perairan, menyebabkan senyawa ini masuk ke tanah dan perairan serta merusak ekosistem perairan. Hal ini juga menyebabkan resistensi bakteri yang berdampak pada ketidakmampuan antibiotik mengobati penyakit. Masalah yang lebih besar lagi adalah timbulnya multiresistensi suatu bakteri terhadap antibiotik. Oleh karena itu, menghilangkan amoksisilin dari perairan merupakan masalah yang serius (Baghapour et al., 2014). Setiap rumah sakit berkewajiban untuk mengolah limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang ditentukan. Limbah rumah sakit tidak boleh dibuang langsung ke tempat pembuangan sebelum aman bagi kesehatan. Masalah yang sering muncul adalah terbatasnya dana untuk membangun fasilitas pengolahan limbah serta operasinya, khususnya untuk rumah sakit tipe kecil dan menengah. Berbeda dengan rumah sakit kecil dan menengah, rumah sakit kapasitas besar umumnya dapat membangun unit pengolahan limbahnya sendiri karena tersedianya dana. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknologi pengolahan limbah yang murah, efektif, dan efisien (Waluyo, 2009). Para peneliti banyak melakukan berbagai macam penelitian tentang penggunaan material alam untuk pengolahan limbah tersebut. Sebagai contoh untuk adsorben limbah, katalis dalam industri farmasi dan limbah rumah sakit, penukar ion maupun pembawa obat. Penggunaan material alam yang terus menerus akan menghasilkan limbah yang justru menyebabkan masalah baru. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan suatu material yang dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali sehingga dapat mengurangi dan menggantikan penggunaan berbagai macam material alam. Hidrotalsit dapat menjadi pilihannya karena merupakan salah satu material yang dapat diregenerasi setelah pemanfaatannya (Astuti, 2012). 3 Sintesis hidrotalsit telah banyak dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu metode yang telah digunakan adalah metode pergantian ion. Puspitasari (2008) telah berhasil merekonstruksi Zn-Al-Cl hidrotalsit dengan metode pergantian ion. Astuti (2012) dengan metode pergantian ion juga berhasil merekonstruksi Mg-Al-diklofenak hidrotalsit dari anion awal NO3-. Mengingat kemampuan hidrotalsit yang dapat menukar anion dengan kapasitas pernukaran anion yang tinggi dan mudah diregenerasi, maka hidrotalsit dapat diaplikasikan sebagai agen penukar anion. Karena penggunaan hidrotalsit sebagai penukar anion relatif murah, maka hidrotalsit layak untuk dikembangkan. Xu et al. (2009) menyatakan bahwa hidrotalsit sebagai adsorben yang relatif murah, mampu untuk mengimobilisasi berbagai jenis anion organik dan anorganik. Sifat adsorpsi hidrotalsit tergantung dari jenis anion pada antar lapisnya. Hidrotalsit dengan anion antar lapis Cl- dan NO3- menunjukkan kapasitas penukaran yang tinggi, sedangkan hidrotalsit dengan anion antar lapis CO32- menunjukkan kapasitas penukaran anion rendah karena afinitas yang tinggi dari CO32- terhadap lapisan brucite. Hidrotalsit mempunyai sifat penukar anion sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan anion kontaminan dari perairan. Jika hidrotalsit digunakan sebagai material penukar anion, maka penting untuk memilih anion yang memiliki afinitas lebih rendah dari anion target. Hidrotalsit dengan anion antar lapis CO32bukan material penukar anion yang optimal karena anion CO32- memiliki afinitas yang kuat. Hidrotalsit dilaporkan mempunyai afinitas yang tinggi untuk spesies anion multi atom dengan beberapa muatan. Sulfat adalah contoh tipe anion tersebut, sedangkan fluorida adalah contoh anion yang diharapkan mempunyai afinitas rendah. Nitrat dipilih karena merupakan anion multi atom tetapi hanya memiliki satu muatan (Theiss, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menghilangkan antibiotik amoksisilin dengan menginterkalasi obat ke dalam lapisan antar lapis hidrotalsit menggunakan metode penukaran anion dan untuk meregenerasi hidrotalsit serta mendapatkan hidrotalsit dengan kristalinitas baik. Amoksisilin ditambah dengan basa untuk membuatnya menjadi anion sebelum penukaran dengan anion pada 4 antar lapis hidrotalsit. Konsentrasi anion amoksisilin dibuat berlebih sehingga diharapkan dapat menukar anion pada antar lapis hidrotalsit. Penelitian ini juga mempelajari mekanisme, kapasitas, dan kinetika penukaran anion hidrotalsit terhadap anion amoksisilin. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mensintesis Zn-Al-amoksisilin hidrotalsit melalui penukaran anion NO32. Mempelajari kinetika reaksi dan penentuan kapasitas penukaran anion pada Zn-Al-amoksisilin hidrotalsit melalui penukaran anion NO33. Mengetahui proses regenerasi Zn-Al-amoksisilin hidrotalsit dengan anion NO3- 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai manfaat penggunaan material hidrotalsit sebagai agen penukar anion. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan solusi penanganan pencemaran lingkungan terutama yang disebabkan obat amoksisilin dengan menggunakan penukar anion yang ramah lingkungan yaitu Zn-Al-NO3 hidrotalsit.