BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Secara alami CO2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan
makanannya untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang. Untuk itu tumbuhan
membuat makanannya sendiri dengan bantuan air (H2O) yang bekerjasama dengan
CO2, klorofil serta cahaya matahari untuk menghasilkan makanan (Ai, 2012). Proses
membuat makanan sendiri pada tumbuhan inilah
yang
dinamakan
proses
fotosintesis. Di sini keberadaan CO2 sangat penting bagi tumbuhan. Tanpa adanya
CO2 tumbuhan tidak dapat melakukan proses fotosintesis dan tumbuhan dapat
menjadi layu dan mati. CO2 dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi,
dan mikroorganisme pada proses respirasi. Selain itu CO2 merupakan salah satu gas
rumah kaca, di mana CO2 bersama metana (CH4), dinitrooksida (N2O), uap air (H2O)
serta gas rumah kaca lainnya mampu melindungi kelangsungan makhluk hidup di
muka bumi karena dalam konsentrasi seimbang (± 300 ppm) tanpa ada campur
tangan manusia, berfungsi menahan energi panas matahari yang memancarkan
sinarnya ke bumi, sehingga permukaan bumi selalu hangat (Junaedi, 2007). Tanpa
adanya gas rumah kaca, suhu permukaan bumi akan 33oC lebih dingin.
Sejak dimulainya revolusi industri terutama di negara-negara Eropa pada
tahun 1750, konsentrasi emisi CO2 meningkat drastis. Hal ini terjadi karena semakin
besarnya penggunaan energi dari bahan bakar fosil, perubahan tataguna lahan dan
kebakaran hutan, serta peningkatan kegiatan antropogenik (Pohan, 2004). Data yang
diperoleh dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) pada saat
terjadi revolusi industri konsentrasi CO2 di atmosfer 282,32 ppm (part per million)
dan pada masa sekarang konsentrasi CO2 meningkat menjadi 350 ppm. Hal yang
sama juga dikemukakan oleh Keeling dan Whorf (2005) di mana berdasarkan
pantauan mereka yang dilakukan pada 4 buah menara dengan ketiggian 7 meter dan 1
2
buah menara dengan ketinggian 27 meter di Mauna Loa Hawai, teramati bahwa
konsentrasi gas ini pada tahun 1959 sebesar 315,98 ppm dan pada tahun 2004
menjadi 377,38 ppm. Jika laju penambahan penggunaan bahan bakar fosil tidak
berubah, maka dalam kurun waktu 60 tahun mendatang konsentrasi CO 2 akan
meningkat mengingat bahwa penyumbang emisi CO2 terbesar adalah berasal dari
penggunaan energi dari bahan bakar fosil. Perubahan konsentrasi ini akan
mengakibatkan perubahan suhu bumi yang semakin meningkat 4,5 oC dengan
dampak pada berbagai sektor kehidupan manusia. Inilah yang dikenal dengan sebutan
pemanasan global (global warming).
Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan perubahan-perubahan
sistem terhadap kehidupan di bumi antara lain perubahan iklim yang ekstrim,
mencairnya es sehingga permukaan air laut menjadi naik, serta perubahan jumlah
dan pola presipitasi (Utina, 2009). Presipitasi dalam meteorologi merupakan
peristiwa turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang dapat berupa hujan,
hujan salju, kabut, embun dan hujan es (Trenberth, 2011).
Beberapa dampak negatif dari pemanasan global yang saat ini dirasakan
sangat mengkhawatirkan seperti mencairnya es yang indikasikan oleh adanya
penurunan ketebalan lapisan es di kutub dan pecahnya gunung es serta memuainya
massa air laut sehingga mengakibatkan naiknya permukaan laut. Dengan naiknya
permukaan laut, kemungkinan daerah pesisir pantai akan tenggelam dan beberapa
pulau kecil akan hilang. Dampak negatif lain dari pemanasan global ini yaitu naiknya
suhu
air laut yang berpotensi mengancam kehidupan terumbu karang sehingga
kehidupan hewan laut juga akan ikut terancam. Selain itu dampak negatif lainnya
dapat berupa adanya perubahan siklus atau pola serta intensitas curah hujan di
berbagai wilayah. Akibat dari perubahan ini antara lain pada persediaan atau
cadangan air suatu wilayah, air tanah, air permukaan atau limpasan, dan reservoar.
Pada beberapa wilayah akan terjadi kelebihan air dan pada beberapa wilayah yang
lain akan terjadi kekurangan air, beberapa wilayah terjadi banjir dan beberapa
wilayah terjadi kekeringan. Kebakaran hutan dapat juga diakibatkan oleh bergesernya
3
pola hujan di suatu wilayah di mana hutan yang biasanya basah tiba-tiba menjadi
kering karena kekurangan hujan. Munculnya lahan kritis sebagai akibat adanya
kebakaran hutan dan erosi tanah oleh hujan yang lebih dari biasanya. Banjir dan
kekeringan dapat juga mendatangkan wabah penyakit pada daerah yang terkena
banjir atau kekeringan (Suwedi, 2005). Dampak negatif pemanasan global dan upaya
penurunan serta usaha mengontrol jumlah emisi gas CO2 di atmosfer telah menjadi
perhatian masyarakat internasional saat ini melalui Protokol Kyoto (Kross, 2002).
Penurunan akumulasi CO2 di atmosfer dapat terjadi secara alami melalui
penyerapan oleh laut dan hutan. Di mana terumbu karang serta tumbuhan dan hewan
laut memanfaatkan CO2 dan nutrien di dalam laut untuk dapat hidup. Hal ini yang
menyebabkan kebutuhan akan CO2 di laut cukup tinggi (Wahyono, 2011). Namun
saat ini kemampuan laut untuk menyerap CO2 kian menurun. Hutan yang luas
dengan jumlah vegetasi yang melimpah akan menyebabkan akumulasi penyerapan
CO2 yang sangat besar. Akan tetapi dengan adanya laju degradasi hutan yang tinggi
sampai saat ini serapan CO2 telah mengalami penurunan (Junaedi, 2007). Hutan yang
kian terdegradasi lambat laun akan hilang fungsinya sebagai penyerap CO 2, bahkan
akan menjadi sumber CO2 jika dalam proses degradasinya terjadi akibat pembakaran.
Hal ini juga menjadi suatu kendala untuk mengurangi dampak pemanasan global.
Akumulasi CO2 yang semakin hari semakin mengkhawatirkan membuat
banyak peneliti tergerak untuk membantu mengurangi ancaman mendunia tersebut.
Beberapa metode yang telah dilakukan sebagai usaha mengurangi akumulasi CO 2
mulai dari bidang pertanian, kehutanan, ekonomi, kelautan hingga teknologi di
antaranya yaitu dengan menyediakan lahan terbuka untuk menanam kembali
tumbuhan (pohon), penanaman tanaman (pohon) yang tepat sebagai penyerap CO 2
serta mengembangbiakan alga dan mikroalga laut sebagai penyerap CO 2
(Kusminingrum , 2008). Namun metode yang telah dilakukan ini memerlukan biaya
besar dan waktu yang cukup lama.
Metode lain yang dapat digunakan yaitu metode adsorpsi, dimana metode ini
dinilai merupakan metode yang relatif lebih murah, lebih mudah dilakukan dan lebih
4
hemat waktu (Martin, 2010). Pada sistem adsorpsi, material penyerap atau adsorben
adalah zat atau material yang mempunyai kemampuan untuk mengikat dan
mempertahankan larutan atau gas di dalamnya. Beberapa jenis adsorben yang
digunakan dalam kajian adsorsi gas di antaranya yaitu zeolit (Yuliusman dkk., 2013);
karbon aktif (Holle dkk., 2013); dan silica gel (Sakpal dkk., 2012). Salah satu
adsorben dengan kapasitas adsorpsi besar yang banyak digunakan dalam proses
adsorpsi adalah hidrotalsit. Hidrotalsit memiliki beberapa kelebihan yaitu luas
permukaan yang besar, memiliki kemampuan menukar anion, proses pembuatan yang
mudah dan biaya yang murah, serta mampu diregenerasi sebagai adsorben kembali
setelah digunakan karena mempunyai kemampuan memory effect (Erickson dkk.,
2004). Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan kajian adsorpsi gas CO 2
menggunakan adsorben Mg/Al hidrotalsit untuk melihat kapasitas adsorpsi dengan
dikondisikan pada beberapa variasi tekanan dan temperatur konstan. Untuk
mengetahui efektifitas penggunaan adsorben yang telah dipakai dalam proses
adsorpsi, dilakukan
juga kajian terhadap adsorben hasil kalsinasi untuk
mengadsorpsi CO2.
I.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat melakukan sintesis Mg/Al hidrotalsit.
2. Mengetahui interaksi antara Mg/Al hidrotalsit terhadap karbon dioksida
(CO2).
3. Mempelajari kemampuan Mg/Al hidrotalsit hasil sintesis sebagai adsorben
karbon dioksida (CO2).
4. Mempelajari pengaruh
proses kalsinasi terhadap kemampuan adsorben
Mg/Al hidrotalsit untuk mengadsorpsi gas CO2.
5
I.3 Manfaat Penelitian
1. Menambah informasi mengenai proses adsorpsi gas CO2
terutama
menggunakan adsorben Mg/Al hidrotalsit.
2. Untuk penelitian lebih lanjut dapat menambah referensi material adsorben
yang dapat mencegah pencemaran lingkungan.
Download