chemosensor

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian tentang sensor molekular (chemosensor) untuk anion telah
berkembang pesat dan mendapat perhatian besar para peneliti untuk mendeteksi
anion tertentu yang memainkan peranan penting dalam berbagai aplikasi proses
biologis, kimia klinis dan ilmu lingkungan. Chemosensor adalah suatu cara untuk
mendeteksi suatu analit dengan suatu senyawa organik yang menghasilkan
perubahan sinyal yang dapat diukur (Peng et al., 2013). Salah satu chemosensor
dengan metode ratiometric adalah pemanfaatan perubahan warna (kolorimetrik)
yang dapat dilihat dengan jelas dan akan dihasilkan spektra dengan dua panjang
gelombang yang berbeda. Menurut Bamfield (2001), senyawa organik yang
mengalami perubahan struktur akan menghasilkan perubahan warna yang
disebabkan dengan adanya pengaruh asam kuat-basa kuat (acidichromism),
cahaya (photochromism), panas (thermochromism), pH larutan (halochromism),
pelarut (solvatochromism), ion (ionochromism), dan listrik (electrochromism).
Warna dari suatu senyawa tergantung dari gugus kromofor yang dimiliki
senyawa tersebut. Semakin banyak gugus kromofor seperti gugus azo (N=N),
gugus imina (C=N), dan gugus nitro (N=O) dalam suatu senyawa akan
mengakibatkan terjadinya perubahan warna yang semakin kuat (Kusmawan,
2007). Pergeseran gugus kromofor dengan memperpanjang delokalisasi elektron π
menghasilkan fenomena hipsokromik, sedangkan yang memutus delokalisasi
elektron π menghasilkan fenomena batokromik. Kedua pergeseran tersebut
menyebabkan penyerapan radiasi elektromagnetik pada daerah ultraviolet-tampak
sehingga akan memberikan perubahan warna yang jelas.
Senyawa organik yang dapat mengalami perubahan warna terjadi pada
senyawa turunan fenol dan amina aromatik. Khususnya senyawa fenol dimana
perubahan struktur menjadi struktur quinonoid dapat memperlihatkan perubahan
warna sehingga dapat digunakan sebagai chemosensor dalam indikator pH asam-
1
2
basa, pendeteksi anion, sistem photo-switching, sistem chemical-switching dan
peralatan pengontrol gas (Lin et al., 2005; Lin et al., 2007). Apabila dibandingkan
dengan metode analisis lainnya, sensor berbasis reaksi (chemosensor) memiliki
keunggulan karena hanya anion tertentu yang mampu membentuk sistem
pengenalan dengan respon spesifik pada deteksi langsung melalui perubahan
warna tanpa memerlukan instrumen.
Sensor anion juga telah dikembangkan untuk menjawab kebutuhan analisis
ion-ion yang membahayakan pada bidang biologi, lingkungan dan industri
(Alighiri, 2010). Salah satu contoh anion yang berbahaya adalah anion sianida
(¯CN), meskipun kasus keracunan sianida jarang ditemui namun keracunan
sianida dapat menyebabkan kematian bila mencapai kadar 100 ppm. Anion
sianida adalah satu diantara banyak anion yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan fiber sintetis, resin, herbisida, industri logam dan pertambangan emas
(Peng et al., 2013). Anion sianida juga dihasilkan pada ketela pohon, gadung,
talas dan bengkoang (Badugu et al., 2004).
Anion sianida merupakan bahan yang sangat beracun dan dapat
membahayakan fungsi tubuh manusia, seperti vaskular, visual, saraf pusat,
jantung, endokrin, dan sistem metabolisme. Sianida menghambat pemanfaatan
oksigen oleh sel sehingga mengganggu jaringan otak, jantung dan paru-paru
(Isaad dan Perwuelz, 2010). Oleh karena itu, dibutuhkan metode analisis kualitatif
atau kuantitatif terhadap anion sianida yang mudah dan murah. Beberapa metode
kimia dan fisikokimia telah digunakan untuk mendeteksi anion sianida seperti
potensiometri, kromatografi, spektrofotometri, dan analisis elektrokimia. Namun
metode ini tidaklah sederhana sehingga pencarian mengenai metode yang
sederhana, mudah dan murah untuk dapat mendeteksi anion ini masih terus
dilakukan. Perubahan warna sebagai sinyal untuk mendeteksi anion dengan mata
telanjang dapat digunakan secara luas karena sederhana dan murah (Cho et al.,
2005). Salah satu turunan N-asil-triazena telah digunakan sebagai sensor anion
sianida. Senyawa ini akan mengalami perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi ungu pada larutan yang mengandung anion sianida (Xu et al., 2010).
3
Sebagian besar senyawa fenol yang mempunyai gugus kromofor diperoleh
dari hasil sintesis dari bahan kimia yang tidak mudah dan memerlukan biaya yang
tidak murah. Oleh karena itu perlu dicari alternatif lain untuk mendapatkan
senyawa yang mempunyai gugus kromofor dari bahan alam yang melimpah untuk
menghemat biaya. Penelitian terhadap pemanfaatan bahan alam sebagai bahan
dasar senyawa indikator asam-basa dan sensor anion telah banyak dilakukan.
Salah satunya adalah Alighiri (2010) yang telah mensintesis senyawa turunan
chalcone dari vanillin menghasilkan senyawa 3-(3-alil-4-hidroksi-5-metoksifenil)1-fenilprop-2-en-1-on. Hasil penelitian menunjukan perubahan struktur menjadi
struktur quinonoid dapat menyebabkan perubahan warna sehingga senyawa fenol
dapat digunakan sebagai indikator asam-basa atau sensor anion.
Keberadaan senyawa fenol dari bahan alam sangat melimpah di Indonesia.
Salah satunya adalah senyawa fenol dari buah naga (Dragon fruits). Sejak
diperkenalkan pertama kali dalam expo “Agriteec” di Tokyo tahun 1999, buah
naga kian popular dan banyak diburu orang karena memiliki rasa enak dan banyak
khasiat. Buah naga umumnya dikonsumsi dalam bentuk buah segar sebagai
penghilang dahaga karena kandungan air yang tinggi dan rasa yang manis. Buah
naga dapat menurunkan kadar kolesterol, menyeimbangkan kadar gula darah,
mencegah kanker usus, menguatkan daya kerja otot, meningkatkan ketajaman
mata, dan sebagai antioksidan (Winarsih, 2007).
Buah naga bukan hanya dagingnya yang bermanfaat, kulitnya juga
memiliki potensi sebagai bahan obat karena memiliki kandungan sianidin 3ramnosil glukosida 5-glukosida,
flavonoid,
thiamin,
niacin,
pyridoxine,
kobalamin, fenolik, polifenol, karoten, phytoalbumin, dan betalain (Saati, 2009;
Woo et al., 2011). Betalain merupakan pigmen bersifat polar yang terdiri atas
betasianin dan betasantin (Harivaindaran et al., 2008). Struktur betasianin yang
berpotensi untuk chemosensor disajikan pada Gambar 1.1.
4
R
O
HO
O
HO
O
O
OH
tempat sensitif pH
N
HO
menghindari
rintangan steric
memperpanjang
konjugasi
O
apabila terjadi adisi,
memblokade konjugasi
H
HO
O
N
H
O
OH
meningkatkan
λmax
Gambar 1.1 Struktur senyawa betasianin yang dapat bersifat chemosensor
Kulit buah naga merah merupakan limbah hasil pertanian yang selama ini
belum begitu termanfaatkan, padahal kulit buah naga merah mengandung zat
warna alami betasianin yang cukup tinggi. Betasianin adalah zat warna yang
berfungsi memberikan warna merah dan berpotensi menjadi pewarna alami untuk
bahan pangan yang lebih aman bagi kesehatan dibanding pewarna sintetik.
Senyawa betasianin pada Gambar 1.1 di atas merupakan senyawa fenol yang
tersubstitusi oleh gugus glikosida pada posisi orto dan mempunyai gugus
kromofor. Gugus-gugus fungsional yang ada dapat berinteraksi dengan anion
yang mampu menghasilkan perubahan warna. Oleh sebab itu senyawa ini
diharapkan mampu digunakan sebagai senyawa chemosensor dalam indikator
asam-basa, sensor anion, sensor beberapa senyawa basa, dan reagen dalam deteksi
kerusakan bahan pangan.
5
I.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa golongan betasianin yang
terkandung dalam kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus).
2. Mempelajari perubahan warna senyawa betasianin terhadap perubahan pH
(halochromism), asam kuat-basa kuat (acidichromism), penambahan beberapa
ion (ionochromism) dan aplikasi chemosensor pada senyawa lain yang
dianggap berbahaya.
3. Mempelajari penggunaan perubahan warna senyawa betasianin sebagai
indikator titrasi asam-basa, sensor anion dalam bentuk larutan maupun kertas
(strip) dan reagen dalam deteksi kerusakan bahan pangan.
1.3 Manfaat penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
masyarakat, antara lain:
1. Mendeversifikasi pemanfaatan kulit buah naga merah untuk digunakan
sebagai bahan kimia sensor (chemosensor).
2. Menggantikan metode analisis anion yang rumit, mahal menjadi mudah dan
sederhana untuk digunakan dalam praktikum kimia.
3. Penggunaan sebagai senyawa chemosensor yang dapat dikembangkan untuk
mendeteksi
senyawa-senyawa
yang
berbahaya
di
lingkungan.
Download