BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Monitoring zat kimia berbahaya dalam lingkungan sangat penting dilakukan mengingat bahaya dari zat kimia sangat merugikan bagi kesehatan. Kandungan zat kimia di dalam limbah umumnya berupa anion, di antaranya ion halida, sianida, asetat, dan dihidrogenfosfat. Selama ini anion-anion tersebut dideteksi dengan metode konvensional yang memerlukan instrumen (Kim dkk., 2011). Penggunaan instrumen tentunya kurang praktis karena membutuhkan preparasi sampel, biaya operasional yang tinggi, dan waktu pendeteksian yang cukup lama. Hal ini kemudian mendorong upaya pengembangan metode pendeteksian anion yang lebih cepat dan praktis tanpa memerlukan instrumen yang canggih. Metode pendeteksian kimia yang sederhana dapat dilakukan dengan memanfaatkan senyawa sensor kolorimetri (Rezaeian dan Khanmohammadi, 2014). Metode ini didasarkan pada perubahan sinyal berupa perubahan warna yang dapat teramati langsung oleh mata (naked eye) akibat adanya interaksi antara sensor kimia dengan anion. Senyawa sensor kimia umumnya memiliki dua bagian, yaitu sisi ikat yang berinteraksi dengan anion dan sisi sinyal (terhubung dengan sisi ikat secara langsung ataupun intramolekul) yang memberi perubahan sinyal dalam proses pendeteksian anion (Reena dkk., 2013). Interaksi yang terjadi antara sisi ikat sensor dengan anion merupakan interaksi host dan guest yang termasuk interaksi non kovalen, dimana sebagian besar berupa ikatan hidrogen (Bao dkk,. 2012; dan Sharma dkk., 2013). Interaksi ini dapat terjadi jika pada senyawa sensor terdapat sisi ikat yang berperan sebagai gugus pendonor ikatan hidrogen seperti –OH atau –NH dan anion yang bersifat basa sebagai gugus penerima ikatan hidrogen (Reena dkk., 2013; dan Zhang dkk., 2013). Selain ikatan hidrogen, interaksi antara sensor dengan anion juga dapat terjadi melalui deprotonasi sisi ikat oleh anion (Lv dkk., 2011; Liu dkk., 2012; Pandurangan dkk., 2013; Rezaeian dan Khanmohammadi, 2014). 1 2 Kuatnya perubahan warna yang dihasilkan sensor kimia akan terjadi apabila sistem delokalisasi elektron semakin panjang sehingga menyebabkan perubahan spektra UV-vis berupa pergeseran batokromik (Purwono dan Mahardiani, 2009). Perubahan warna dan perubahan spektra UV-vis pada dasarnya melibatkan proses transfer muatan intramolekul (intramolecular charge transfer/ICT) antara gugus donor (D) dengan akseptor (A) (Reichardt, 2004; Kang dkk., 2013; dan Dalapati dkk., 2014). Terjadinya peningkatan proses transfer muatan intramolekul pada sensor kolorimetri ditunjukkan dengan adanya pergeseran batokromik dan perubahan warna yang kuat (You dkk., 2014). Perkembangan desain senyawa sensor anion kolorimetri akhir-akhir ini pun mengarah pada pembentukan pola struktur D/π/A, dimana π sebagai penghubung (Cheng dkk., 2012; dan Liu dkk., 2012). Senyawa yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai senyawa sensor kimia adalah senyawa bahan alam vanilin atau 4-hidroksi-3- metoksibenzaldehida (Gambar I.1(A). Selain ketersediaannya melimpah di alam, vanilin memiliki gugus hidroksi (-OH) yang mampu berperan sebagai sisi ikat sensor dan gugus karbonil ( C O ) serta cincin benzena dapat dimodifikasi sebagai sisi sinyal yang kuat. Liu dkk. (2012) melakukan desain senyawa sensor dengan menggunakan gugus vinil ( C C ) sebagai penghubung pada pola struktur D/π/A. Berdasarkan hal tersebut maka dengan memasukkan gugus C C ke dalam cincin aromatis vanilin akan membentuk senyawa stirena yang dapat meningkatkan aktivitas sensor melalui perpanjangan jalur delokalisasi elektron. Senyawa turunan stirena yang tersubstitusi oleh gugus kromofor penarik elektron dapat meningkatkan keasaman sisi ikat -OH sehingga kemampuan mendeteksi anion melalui deprotonasi juga meningkat. Terkait dengan pola struktur D/π/A, sisi ikat –OH berperan sebagai donor sementara gugus penarik elektron yang terdapat dalam senyawa turunan stirena berperan sebagai akseptor. Gugus penarik elektron dapat meningkatkan keasaman -OH melalui pengaruh induksi dan resonansi. Salah satu gugus yang dapat memberi pengaruh induksi dan resonasi adalah gugus C O khususnya pada asam karboksilat. Melalui 3 induksi dan resonansi dari gugus ini diharapkan mampu memperpanjang delokalisasi elektron. Selain gugus karbonil, gugus siano ( C N ) juga memiliki kemampuan yang baik untuk menarik elektron melalui induksi dan resonansi. Penggunaan gugus C N dalam desain senyawa sensor kimia telah dilakukan oleh Asiri dkk. (2009) yang menunjukkan aktivitas sensor terhadap senyawa organik volatil, seperti trietilamin dan dietilamin. Desain senyawa sensor tersebut dilakukan dengan memodifikasi gugus C O pada vanilin menjadi gugus disianovinil yaitu gugus C C C yang memiliki dua substituen berupa gugus N . Hasil penelitian beberapa tahun terakhir ini membuktikan peran gugus disianovinil dalam pendeteksian anion dapat menghasilkan fenomena chemodosimeter melalui interaksi dengan anion berupa reaksi adisi nukleofilik (Lv dkk., 2011; Lin dkk., 2013; Yang dkk., 2013; dan Li dkk., 2015). Dengan adanya tambahan gugus disianovinil pada struktur vanilin yang memiliki sisi ikat -OH tentu akan mempengaruhi aktivitas senyawa sensor terhadap anion. Perkembangan desain senyawa sensor menunjukkan bahwa gugus yang berupa senyawa heterosiklik seperti cincin 1H-tetrazol juga dapat berperan sebagai senyawa sensor anion kolorimetri (Li dkk., 2013). Adanya kemampuan menarik elektron dari cincin 1H-tetrazol melalui pengaruh induksi dapat dimanfaatkan dalam desain senyawa sensor dari vanilin sebagai usaha peningkatan aktivitas sensor terhadap anion. Terbentuknya cincin 1H-tetrazol pada vanilin menyebabkan senyawa sensor memiliki dua gugus donor ikatan hidrogen yaitu gugus –OH dan –NH yang berpotensi sebagai sisi ikat sensor. Maka dari itu, untuk mengetahui sisi ikat yang berperan dalam pendeteksian anion maka perlu dilakukan penelitian terhadap aktivitas senyawa tersebut sebagai sensor anion kolorimetri. Pengaruh gugus penarik elektron terhadap aktivitas senyawa sebagai sensor anion kolorimetri akan dikaji dalam penelitian ini dengan mensintesis senyawa turunan stirena (Gambar I.1(B)) dari vanilin (Gambar I.1(A)) yang memiliki variasi gugus seperti yang disajikan pada Tabel I.1. 4 HO HO O H3CO R1 H3CO R2 (A) (B) Gambar I.1 (A) Struktur vanilin dan (B) turunan stirena sebagai senyawa target Tabel I.1 Senyawa target dengan variasi substituen R1 dan R2 R1 R2 Senyawa target HO OH OH H H3CO O O Senyawa 1 HO C N N C N H3CO HO N Senyawa 2 N N C N HN N N N H3CO N H N N Senyawa 3 Meskipun sintesis senyawa sensor dari vanilin telah banyak dilaporkan, namun sejauh ini metode sintesis sederhana dan ramah lingkungan untuk menghasilkan senyawa sensor dari vanilin yang sensitif dan selektif belum dilakukan. Metode sintesis turunan disianovinil dari vanilin yang dilakukan Asiri dkk., (2009) menggunakan pelarut etanol dengan penambahan katalis dietilamin hanya mampu menghasilkan rendemen sebesar 16%. Metode sintesis ini memang umumnya membutuhkan proses pemisahan dan pemurnian dengan kromatografi kolom (Cheng dkk., 2012; dan Chen dkk., 2015). Perkembangan metode sintesis ke arah green chemistry membawa sintesis turunan disianovinil dari senyawa aldehida dapat dilakukan dalam pelarut air dan tanpa penambahan katalis (Lin dkk., 2013). Metode sintesis ini pun dapat dilakukan dalam pembentukan cincin 1H-tetrazol dari bahan dasar senyawa 5 hidroksibenzaldehida (Tisseh dkk., 2011). Pembentukan cincin 1H-tetrazol akan mudah dilakukan dari senyawa nitril (memiliki gugus C N ) yang direaksikan dengan garam azida (Demko dan Sharpless, 2001). Berdasarkan hal tersebut maka pembentukan cincin 1H-tetrazol pada vanilin dapat dilakukan melalui pembentukan gugus disianovinil terlebih dahulu. Dalam desain senyawa sensor yang memiliki sensitivitas dan selektivitas yang baik terhadap anion juga penting memperhatikan pengaruh sistem pelarut. (Bao dkk., 2012; Kim dkk., 2012). Perbedaan sifat polaritas dan kemampuan solvasi dari berbagai jenis pelarut dilaporkan dapat mempengaruhi perubahan warna yang akan dihasilkan (Kang dkk., 2013; dan Sari, 2014). Hal ini dikenal sebagai fenomena solvatochromic yang penting untuk dikaji untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap aktivitas senyawa sebagai sensor anion kolorimetri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan sintesis senyawa sensor melalui pengembangan metode green synthesis untuk menghasilkan turunan stirena 2 dan 3 serta pengujian aktivitas sensor terhadap perbedaan sifat pelarut. I.2 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan senyawa sensor kolorimetri anion dari bahan dasar vanilin dengan sensitivitas dan selektivitas yang lebih baik. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: 1. Mensintesis senyawa turunan stirena (1, 2, dan 3) dari vanilin sebagai senyawa sensor kolorimetri anion. 2. Mempelajari pengaruh pelarut (solvatochromic) terhadap perubahan warna dan aktivitas senyawa sensor terhadap anion. 3. Membandingkan pengaruh gugus pada senyawa sensor (1, 2, dan 3) terhadap sensitivitas dan selektivitasnya sebagai sensor kolorimetri anion. I.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi pada perkembangan desain dan sintesis senyawa organik sebagai sensor kolorimetri anion.