ABSTRAK YEFENTRIAWATI KASDI. Studi Kasus Individu Kembar Identik yang Memiliki Orientasi Seksual Berbeda. Kepribadian anak kembar sangatlah terkait dengan faktor genetik.Pada beberapa dimensi, seperti stabilitas emosional, ketelitian, kecerdasan/inteligensi dan ekstroversi kembar identik lebih mirip dibandingkan dengan kembar fraternal. Kembar identik lebih mirip dan orang tua mereka juga sangat mungkin memperlakukan mereka dengan sama, memakaikan baju yang sama dan model rambut yang sama. Hal ini berpengaruh terhadap kemiripan karakteristik kepribadian yang mereka miliki. Begitu juga seharusnya dalam pemilihan orientasi seksual, seharusnya seorang anak kembar identik memilih orientasi seksual yang sama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bailey dan Pillard (1991), terdapat korelasi sebesar 52% terhadap pemilihan orientasi seksual pada kembar identik dan 22% pada kembar fraternal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara lebih mendalam bagaimana dinamika yang terjadi sehingga individu kembar identik memiliki orientasi seksual yang berbeda. Pasangan kembar identik dalam penelitian ini merupakan individu kembar yang diasuh bersama, namun memiliki orientasi seksual yang berbeda. Salah satunya menjadi heteroseksual dan pasangannya menjadi homoseksual (gay). Metoda yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus (Case Study). Dalam penelitian studi kasus ini mencoba menggambarkan subjek penelitian di dalam keseluruhan tingkah lakunya beserta hal-hal yang melingkunginya, hubungan antara tingkah laku dengan riwayat timbulnya tingkah laku. Penelitian ini berusaha menggambarkan dinamika yang terjadi melalui penggunaan alat tes psikologi antara lain observasi, wawancara, WB, DAP, EPPS dan angket. Dari hasil penelitian didapat bahwa kedua individu kembar identik ini memiliki inteligensi dalam taraf yang sama yaitu average dan memiliki 9 profil yang sama dari 11 sub tes, hal ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki profil kepribadian yang sama. Keduanya juga memiliki self image yang sama yaitu self image seorang wanita. Hal ini dikarenakan ayah kedua kembar identik ini bersikap galak kepada keduanya, saudaranya dan juga ibunya. Kedua subjek tidak terjadi identifikasi terhadap ayah, sehingga identitas seksualnya bukanlah identitas seorang laki-laki. Kedekatan subjek yang homoseksual dengan ibu dan kakak perempuannya sewaktu kecil dan kedekatan subjek heteroseksual dengan ayah dan kakak laki-lakinya sewaktu kecil juga mempengaruhi pemilihan gender dalam berteman kedua subjek. Pada subjek heteroseksual, ia merasa lebih nyaman berteman dengan laki-laki, berbeda halnya dengan subjek homoseksual, ia lebih senang berteman dengan perempuan. Pada subjek heteroseksual, lingkungan pertemanan yang agresif dan maladaptif memberikan pembelajaran baginya bagaimana seharusnya lakilaki bertingkah laku. Sedangkan pada subjek homoseksual, lingkungan pertemanan yang lebih bersifat feminin, semakin mendorong subjek menjadi seorang homoseksual karena tidak mendapatkan pembelajaran bagaimana laki-laki seharusnya bertingkah laku. Dengan ditolaknya subjek homoseksual dari teman sebaya laki-laki membuat subjek merasa bersalah dengan kehomoannya sehingga ia menampilkan diri untuk menjadi dominan, teratur dan berprestasi, namun usahanya tersebut tidak membuat subjek diterima oleh teman sebaya laki-laki. Oleh karena itu subjek merasa tidak nyaman menjadi seorang homoseksual. iii