PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA STUDI KASUS MENGENAI KEPRIBADIAN ANAK KEMBAR YANG TERPISAH SEJAK BAYI DI BUDAYA YANG BERBEDA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Ujian Sidang Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Disusun Oleh : Mutia Qoriana 10050001137 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2008 STUDI KASUS MENGENAI KEPRIBADIAN ANAK KEMBAR YANG TERPISAH SEJAK BAYI DI BUDAYA YANG BERBEDA Nama : Mutia Qoriana NPM : 10050001137 Bandung, Juli 2008 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG FAKULTAS PSIKOLOGI Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Drs. Eppy R. Sapri, M.Si. Dra. Suci Nugraha, M.Si. Mengetahui Dekan Fakultas Psikologi DR. Umar Yusuf, M.Si. Motto Artinya : sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Alam Nasyrah : 6-8) Artinya : Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah : 148) “…Dengan Rakhmat Allah S.W.T., Ku persembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta...”. ABSTRAK MUTIA QORIANA. Studi Kasus Mengenai Kepribadian Anak Kembar yang Terpisah Sejak Bayi di Budaya yang Berbeda. Adanya anak kembar merupakan suatu fenomena yang luar biasa karena terdapatnya dua/lebih individu yang memiliki banyak kesamaan dan kemiripan. Biasanya anak kembar diasuh bersama oleh orang tua mereka di lingkungan yang sama, tetapi tidak jarang juga orang tua yang memiliki bayi kembar memisahkan bayi kembar mereka. Pemisahan ini dikarenakan oleh berbagai sebab dan ada yang ditentukan sampai dengan umur tertentu, misalkan sampai mereka dewasa atau juga selamanya sehingga mereka berpeluang sangat kecil untuk bisa bertemu satu sama lainnya. Pemisahan pada anak kembar inipun sering menimbulkan pertanyaan ataupun argumen berkaitan dengan kemampuan dan pola tingkah laku yang akan muncul. Diluar negeri penelitian tentang anak kembar yang diasuh terpisah ini sangat menarik para ilmuwan. Penelitian-penelitian yang ada sebelumnya banyak menunjukkan bahwa pada kembar identik yang terpisah cenderung tetap ditemukan banyak kesamaan/kemiripan antara keduanya walaupun mereka dipisahkan. Hal ini diasumsikan karena adanya kesamaan genetik yang serupa pada mereka. Penelitian lebih lanjut untuk permasalahan ini sangatlah diperlukan, tetapi di Indonesia penelitian untuk permasalahan ini sangatlah jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan jarang terungkap/ditemukannya sampel anak kembar yang terpisah yang memungkinkan untuk dapat diteliti. Sejauh ini kita lebih sering mendapatkan informasi tentang penelitian-peneltian anak kembar ini hanya dengan membaca buku dan mendengar informasi yang didapatkan dari luar negeri. Penelitian ini berusaha untuk meneliti lebih lanjut mengenai efek pemisahan pada pasangan kembar identik terhadap kepribadian mereka ketika dewasa. Pasangan kembar identik dalam penelitian ini merupakan pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak bayi dan dibesarkan di budaya yang berbeda yaitu Padang dan Jawa. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana peran genetik sebagai unsur nature dan peran budaya sebagai untuk nurture terhadap kepribadian yang terbentuk pada kembar identik yang dibesarkan pada budaya yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yaitu mencermati subyek penelitian secara mendalam dan menggambarkannya di dalam keseluruhan tingkah laku beserta hal-hal yang melingkunginya, hubungan antara tingkah laku, demikian pula lain-lain hal yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Penelitian ini berusaha menggambarkan secara mendalam kepribadian subyek penelitian melalui penggunaan alat tes psikologi antara lain big five personality test, EPPS dan WB yang diharapkan dapat menjelaskan efek pemisahan ini secara mendalam. Dari hasil penelitian diketahui bahwa budaya Minang memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian AP dengan trait ekstraversion dan openness yang tinggi serta trait agreeableness dan neuroticm yang rendah. Sedangkan budaya Jawa memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian BJ yang memiliki trait conscientiousness dan agreeableness yang tinggi serta trait extraversion yang rendah. Pada orientasi needs, AP yang dibesarkan di Padang memiliki kebutuhan yang tinggi akan exhibition, autonomy dan aggresion. Sedangkan BJ yang dibesarkan di Jawa memiliki kebutuhan yang tinggi akan succorance, deference dan achievement. Dalam hal kecerdasan ditemukan taraf kecerdasan yang sama walaupun mereka dibesarkan dalam budaya yang berbeda, namun AP memiliki memiliki kemampuan verbal (VIQ) yang lebih tinggi dibandingkan BJ dan sebaliknya BJ memiliki kemampuan performance (PIQ) yang lebih tinggi dibandingkan AP. Pada banyak penelitian anak kembar sebelumnya, tetap ditemukan banyak persamaan pada kepribadian mereka tetapi pada kasus kembar identik yang terpisah dibudaya yang berbeda, pada budaya Padang dan Jawa dalam penelitian ini, justru ditemukan kepribadian yang cenderung berbeda pada diri mereka, sesuai dengan lingkungan budaya tempat mereka dibesarkan. Untuk itu disarankan agar dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai fenomena ini dan diharapkan agar penelitian seputar fenomena anak kembar ini dapat memberi banyak inspirasi bagi topik dan tema penelitian bidang psikologi yang berkaitan dengan dinamika anak kembar dan psikologi lintas budaya serta dinamika kecerdasan dalam perspektif budaya tertentu . KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiiim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Sang Maha Pencipta, Allah SWT atas segala petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Studi Kasus mengenai Kepribadian Anak Kembar Identik yang Terpisah Sejak Bayi di Budaya yang Berbeda. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti sidang sarjana pada fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Banyak hambatan dan kesulitan yang penulis alami selama pembuatan skripsi ini, namun melalui kesabaran dan proses yang cukup panjang akhirnya masa-masa sulit tersebut telah terlalui, segala puji pada Allah Yang Maha Melapangkan dan Mengabulkan do’a hambaNya. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari peran serta dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Eppy R.S., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I, yang telah bersedia untuk membimbing dan memberikan saran dan masukan, serta rela meluangkan waktu terhadap penulis selama dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih banyak yah kang.. 2. Ibu Dra. Suci Nugraha M.Psi, selaku Pembimbing II, terimakasih atas saran, masukan, dan waktu yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. iv 3. Kepada ibu Temi Damayanti, selaku dosen wali yang telah sangat baik dan selalu memotivasiku. 4. Kepada semua dosen pengajar Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. 5. Untuk Mamaku tersayang, terimakasih yang sebesar-besarnya atas doa dan kasih sayang yang tiada henti diberikan kepada penulis, serta kesabaran untuk tetap mendukung penulis agar menyelesaikan skripsi ini. Untuk (alm) papa.. akhirnya bentar lagi aku lulus pa.. 6. Keluarga besarku semuanya : Mas Iwan, mbak Indah, mbak Nunung, mas Cuk, bang Anton, (Alm) mbak Nuning, mas Eko, mas David yang selalu memberikan doa dan perhatian serta dorongan kepada penulis. Juga kepada bude Sabar qu yang sangat baik, terimakasih atas motivasinya.. 7. Untuk mbak Ana dan mbak Atik yang telah bersedia dijadikan subyek penelitian. 8. Semua ponakan-ponakanku tersayang : Rani, Alya, Jihan, Ariq, Arya, Salma, Fathir, dan Ipank qu yang gendut. Buat Jihan makasih yah, udah sering nemenin dan jadi asisten tante pas ngerjain skripsi. Buat Ariq makasih udah sering doain tante.. I Luv u all beb... 9. Untuk Bunda Fathin, terimakasih banyak yah bun telah sudi menjadi tempatku berkonsultasi.. maaf aq sering merepotkan.. 10. Sahabat-sahabatku Dr. Q....m : Dotty, Osa, Mars, Popon, Rinie juga Dewi & Lala Montox, makasih atas dukungan & waktu-waktu yang indah selama beberapa tahun ini.. 11. Tuk sahabat2ku Ayu, Tia, Rany, Neneng, Nungki, Vdot, Nia, April, Tari, Ujie, Febri, Vny, Tyas, makasih udah sangat perhatian dan selalu memotivasi aku.. v 12. Sahabat-sahabat Greenhouse : Aviv, Ajoz, Veta, Iso, Farid, Kang Hilman, terima kasih banyak untuk semua bantuan dan motivasinya. Kapan kita berkumpul lagi yahh.. 13. Adikqu Iyank yang sangat baik, terimakasih banyak telah selalu ada di saat aq membutuhkan. 14. Teman-teman Uscd yang baik : Ova, teh Ida, Santi, Puri, Purwo, Keli, Gery, dan Bondan. Banyak kenangan bersama kalian.. 15. Untuk Adek, Febi, Uci, juga Choky, J, Agung, dan Lie.. yang telah mensupport aq.. sehingga akhirnya skripsi ini selesai sudah.. 16. Untuk anak-anak Obscura : Wil, Mela, Meli, Vna, Ila, Faisal, Zul.. 17. Teman-teman ESQ semuanya.. 18. Mia, Chiko, kangDaus, Aer, Zaky, Okta,Itoy, n tmn2 seperjuangan lulus,hehe.. 19. Terakhir untuk semua mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2001, 2002, 2003, 2004 serta angkatan Kurnas yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas semua bantuannya. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan perlindungan dan rahmat-Nya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bandung, Juni 2008 Penulis Mutia Qoriana vi DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III BAB IV PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Identifikasi Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kegunaan Penelitian 1 8 11 11 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Teori Psikologi Kepribadian 2.1.1. Definisi Kepribadian 2.1.2. Paradigma Trait 2.2.3. Teori Big Five Personality 2.3. Anak Kembar 2.4. Kepribadian Anak Kembar 2.4. Psikologi Lintas Budaya 2.4.1. Definisi Budaya 2.4.2. Etik, Emik, Etnosentris Budaya 2.4.3. Lingkungan dan Gaya Pengasuhan 2.4.4. Kebudayaan Minang dan Jawa 2.5. Kerangka Pemikiran 12 13 17 25 35 37 39 41 43 45 46 52 METODOLOGI PENELITIAN 3,1 Rancangan Penelitian 3.2. Teknis Pengumpulan Data 3.3. Deskripsi Alat test 3.3.1. Big Five Personality Test 3.3.2. EPPS ( Edward Personal Preference Schedule) 3.3.3. WB ( Wechsler Belleviner Intelligence Scale) HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.2. Identitas Subyek 4.3. Profil Keluarga Kandung Atik dan Ana 4.4. Profil Subyek Penelitian 4.4.1. Profil Subyek AP 4.4.2. Profil subyek BJ 4.5. Hasil Analisa Test Big Five 4.5.1. Hasil Test Big Five AP 4.5.2. Hasil Test Big Five BJ 4.5.3. Hasil Test Big Five Ibu 4.5.4. Perbandingan Hasil Test Big Five Kembar AP dan BJ 4.5.5. Perbandingan Hasil Test Big Five Ibu dan AP 4.5.6. Perbandingan Hasil Test Big Five Ibu dan BJ 4.5.7. Pembahasan 4.5.7.1. Peran Nature dan Nurture dalam Membentuk Karakter Kepribadian Subyek 4.6. Hasil Test EPPS 4.6.1. Hasil Analisis 4.6.2. Pembahasan EPPS 58 60 63 65 72 76 76 78 79 83 86 87 88 89 90 91 92 93 93 98 BAB V 4.6.2.1. Pembahasan EPPS AP 4.6.2.2. Pembahasan EPPS BJ 4.6.2.3. Pembahasan EPPS Ibu 4.6.3 Pembahasan EPPS 4.7. Hasil Analisa Test WB 4.7.1 Hasil Analisis Tes WB AP 4.7.2. Hasil Analisis Tes WB BJ 4.7.3. Pembahasan Hasil Tes WB 4.8. Kesimpulan Seluruh Pembahasan 106 107 108 109 112 112 113 117 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran-saran 121 122 DAFTAR TABEL Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel 2.1. 3.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. Perbandingan Indiaktor Lingkungan Budaya Jawa dan Minang Jenis Alat Tes yang digunakan Hasil Persentil Big Five Big Five AP Big Five BJ Big Five Ibu Big Five AP dan BJ Hasil Big Five Personality Survey Hasil Persentil Big Five 46 63 86 87 88 89 90 92 94 BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempunyai anak kembar, merupakan suatu karunia unik. Banyak keluarga/pasangan suami – istri yang mendambakan untuk memiliki anak kembar ini. Adanya anak kembar memang merupakan suatu fenomena yang luar biasa karena terdapatnya dua/lebih individu yang memiliki penampilan fisik dengan banyak kesamaan dan kemiripan. Mempunyai keturunan kembar memang sangat terkait dengan genetik. Dalam hal ini, kira-kira dua pertiga bayi kembar yang lahir adalah fraternal, artinya bayi berasal dari dua sel telur, masing-masing dibuahi oleh sperma yang berbeda. Kedua bayi tersebut berbagi hubungan genetik yang sama seperti halnya kakak laki-laki atau perempuannya. Keduanya bisa sama atau berbeda satu sama lain dan mungkin tidak sama kelaminnya. Sedangkan kira-kira sepertiga dari bayi kembar yang lahir merupakan kembar identik, yaitu berasal dari bersatunya satu sel telur dan satu sel sperma, yang segera sesudah pembuahan terpisah jadi dua. Kedua bayi kembar ini mempunyai ciri-ciri dan jenis kelamin yang sama. Sekitar 25% adalah “ mirror twins”, artinya beberapa ciri identik mereka ada pada tempat kebalikannya, sehingga masing-masing anak merupakan cerminan dari kembarannya. Ketika memasuki masa kanak – kanak dan beranjak dewasa dalam banyak hal, anak kembar ini sering dibanding-bandingkan dalam hal penampilan fisik, 1 BAB I Pendahuluan prestasi akademik, keterampilan sosial, maupun selera mereka. Mereka biasanya dituntut untuk selalu sama dalam segala hal dan sejak kecil seringkali dikondisikan selalu bersama dengan penampilan yang sama. Hal ini berpengaruh terhadap kemiripan karakteristik sifat kepribadian yang mereka miliki. Suatu penelitian di Swedia mempelajari trait ekstraversi (sosiabilitas) dan neurotikisme (ketidakstabilan emosional) terhadap sampel lebih dari 12.000 pasang orang dewasa kembar. Pada kedua trait itu, terdapat korelasi 0,5 antara pasangan kembar identik dan korelasi 0,2 antara pasangan kembar fraternal. Pasangan anak kembar cenderung diperlakukan mirip dengan pasangan kembarnya yang memungkinkan adanya kemiripan kepribadian mereka. Hal inipun juga tidak terlepas dari pengaruh genetik yang mereka miliki yang diperoleh dari gen orangtua mereka serta pengaruh lingkungan dimana mereka dibesarkan. Biasanya anak kembar diasuh bersama oleh orangtua mereka di lingkungan yang sama, tetapi tidak jarang orangtua yang memiliki bayi kembar memisahkan bayi kembar mereka, sehingga bayi kembar mereka diasuh secara terpisah. Hal ini dikarenakan oleh berbagai sebab. Ada yang disebabkan oleh adat yang berlaku, ada juga yang dikarenakan ingin memberikan salah satu bayinya kepada orang lain yang tidak memiliki anak (adopsi) atau juga karena ingin memisahkan untuk sementara dan diasuh masih oleh saudara dekat. Pemisahan ini ada yang ditentukan sampai dengan umur tertentu untuk kemudian bersama lagi, misalkan sampai mereka dewasa atau juga selamanya sehingga mereka berpeluang sangat kecil untuk bisa bertemu satu sama lainnya. 2 BAB I Pendahuluan Pemisahan pada anak kembar ini sering menimbulkan banyak pertanyaan ataupun argumen berkaitan dengan kemampuan dan pola tingkah laku yang akan muncul dikarenakan pola pengasuhan dan lingkungan berbeda yang mereka dapatkan mengingat secara genetik mereka mempunyai banyak kesamaan. Diluar negeri, penelitian tentang anak kembar yang diasuh terpisah ini sangat menarik minat para ilmuwan. Terdapat suatu studi yang dinamakan studi Minnesota, yang melakukan peneliti mengenai anak kembar yang diasuh terpisah (Minnesota Study of Twins Reared Apart). Studi ini dikepalai oleh Thomas Bouchard dan rekan-rekannya. Mereka membawa orang-orang kembar identik (identical twins ; identik secara genetik, karena mereka berasal dari indung telur yang sama) dan kembar fraternal (fraternal twins ; tidak sama secara genetik karena berasal dari dua indung telur) dari seluruh dunia ke Minneapolis untuk meneliti kehidupan mereka, yang meliputi informasi tentang makanan, merokok, kebiasaan berolahraga, sinar X dada, tes jantung, dan tes gelombang otak (EEG, brainwave test), dicatat. Orang-orang kembar ini diwawancarai dan diberi lebih dari 15.000 pertanyaan tentang lingkungan, keluarga dan masa kanak-kanak mereka, minat-minat pribadi, orientasi pekerjaan, nilai-nilai dan pertimbangan aestetis. Mereka juga diberi tes kemampuan dan intelegensi (Bouchard, dkk, 1981 ; Bouchard, dkk, 1990). Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil yang cukup fenomenal dan menarik. Contohnya pada kembar Jim Springer dan Jim Lewis. Mereka adalah sepasang kembar indentik yang dipisahkan pada usia 4 minggu dan tidak bertemu 3 BAB I Pendahuluan lagi satu sama lain hingga mereka berusia 39 tahun. Ketika dewasa, keduanya bekerja sebagai wakil kepala polisi paruh waktu, keduanya menyukai berlibur di Florida, sama-sama mengendarai Chevrolet, memiliki anjing bernama Toy, dan menikah serta bercerai dengan perempuan bernama Betty. Salah seorang si kembar menamakan anak laki-lakinya James Allan, dan si kembar lain juga menamakan anak laki-lakinya James Alan. Keduanya menyukai matematika, tetapi tidak menyukai ejaan. Keduanya senang bertukang dan gambar mekanik, menggigit kuku jari tangan mereka hingga ke inti, memiliki kebiasaan minum dan merokok yang hampir sama, menderita bawasir (hemorrhoids), naik 10 pon pada waktu yang sama dalam perkembangan, menderita sakit kepala pertama kali pada usia 18 tahun, dan memiliki pola tidur yang sama. Perbedaan diantara mereka berdua adalah yang satu memiliki rambut di atas dahi, yang satu lagi merapikannya ke belakang dan memiliki cambang. Yang satu lebih ekspresif secara verbal, yang satu lagi lebih pintar dalam menulis. Tetapi sebagian besar, wajah mereka nyaris sama. Hasil penelitian ini cukup menarik, karena ditemukan banyak kesamaan diantara mereka mengingat mereka terpisah dalam jangka waktu yang sangat lama. Contoh pasangan kembar identik lainnya yang dipisahkan ketika bayi ialah Daphne dan Barbara, yang disebut “dua perempuan bersaudara yang suka tertawa terkekeh-kekeh (giggle sisters)” karena mereka selalu membuat satu sama lain tertawa. Investigasi yang panjang atas sejarah keluarga adopsi mereka memperlihatkan tidak ada tanda-tanda suka tertawa terkekeh-kekeh. Kedua bersaudara perempuan itu menghadapi stress dengan cara mengabaikannya, 4 BAB I Pendahuluan menghindari konflik dan kontroversi sedapat mungkin, dan tidak memperlihatkan minat dalam politik. Satu lagi contoh kasus kembar yang berhasil diteliti adalah dua perempuan kembar identik yang dipisahkan pada usia 6 minggu dan dipertemukan pada usia 50-an tahun. Keduanya sama-sama sering mengalami mimpi buruk, yang mereka gambarkan sering muncul dengan cara yang sama. Keduanya bermimpi tentang tombol pintu dan mata pancing di dalam mulut yang membuat mereka tercekik hingga hampir mati! Mimpi buruk itu mulai dialami pada masa awal remaja dan berhenti 10 hingga 12 tahun yang lalu. Kedua perempuan ini kencing di tempat tidur hingga kira-kira usia 12 atau 13 tahun, dan mereka melaporkan sejarah pendidikan dan perkawinan yang nyaris sama. Hasil dari penelitian tersebut sangatlah menarik, tetapi studi mengenai kembar identik ini juga menuai berbagai macam pendapat yang mengecam. Para pengecam studi kembar identik Minnesota ini berpendapat bahwa beberapa anak kembar telah hidup bersama cukup lama sebelum dipisahkan (baru dipisahkan ketika usia yang lebih besar), dan bahwa beberapa anak kembar sudah dipertemukan sebelum mereka diberi tes, bahwa agen adopsi sering menempatkan si kembar di rumah yang sama dan bahwa orang asing yang menghabiskan beberapa jam bersama-sama dan mulai membandingkan kehidupan mereka mungkin mempunyai beberapa persamaan yang kebetulan. Penelitian lebih lanjut untuk permasalahan ini sangatlah diperlukan, tetapi di Indonesia penelitian untuk permasalahan ini sangatlah jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan jarangnya terungkap / ditemukannya sampel anak kembar yang 5 BAB I Pendahuluan terpisah yang memungkinkan untuk dapat diteliti. Sejauh ini kita lebih sering mendapatkan informasi tentang penelitian-penelitian anak kembar ini hanya dengan membaca buku-buku dan mendengar informasi yang didapatkan dari luar negeri. Maka dari itu penulis sangat ingin untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan anak kembar yang terpisah ini. Penelitian ini merupakan hal yang menarik karena akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering membuat banyak orang penasaran dan bertanya-tanya tentang adanya fenomena pemisahan bayi kembar. Penelitian ini akan terfokus pada pasangan anak kembar yang telah terpisah sejak bayi dan diasuh oleh orang tua di lingkungan yang berbeda. Karakteristik yang unik dan menarik pada kasus ini adalah mereka dipisahkan di lingkungan berbeda yaitu Minang dan Jawa, yang mempunyai pola kebudayaan yang khas dan berbeda. Pasangan anak kembar ini bernama Atik dan Ana. Mereka merupakan sepasang kembar identik yang lahir di Padang, 24 agustus 1972. Mereka dipisahkan ketika berusia 2 bulan. Ana dibawa ke Jawa (Kebumen, Jawa Tengah) diasuh oleh budenya (kakak dari ibu mereka). Sedangkan Atik tetap diasuh oleh orangtua kandung mereka di kota Padang. Dibawanya Ana ketika itu dikarenakan karena budenya tersebut tidak mempunyai anak perempuan. Bude mereka hanya mempunyai seorang anak laki-laki dan sangat ingin mempunyai anak perempuan. Ketika dilakukan interview dengan ibu si kembar, beliau mengatakan bahwa dahulu ia memang sempat bernazar, apabila ia dikaruniai anak kembar perempuan, ia akan 6 BAB I Pendahuluan memberikan salah satunya kepada kakaknya. Hal ini dikarenakan keadaan kakaknya sering sakit-sakitan dan sulit mempunyai anak lagi. Kakak dari ibu si kembar ini memiliki status ekonomi yang mapan dan suaminya merupakan orang yang cukup terpandang didaerahnya. Ana cukup dimanja oleh bibi dan pamannya ini yang ia ketahui sebagai orangtua kandungnya. Ana tidak mengetahui bahwa ia kembar, begitu pula dengan Atik. Atik yang tinggal di Padang dengan orangtua kandung mereka, cukup dimanja juga. Pasangan kembar ini baru mengetahui bahwa mereka kembar ketika mereka menginjak kelas 2 SMA. Ketika itu akhirnya kedua belah pihak keluarga sepakat memberitahukan bahwa mereka kembar karena Ayah kandung mereka menginginkan kembali Ana dapat berkumpul dengan saudara kembar dan keluarga kandungnya di Padang. Kemudian Ana dan Atik menjalani masa SMA bersama-sama di SMA 1 Padang, sekolah tersebut merupakan sekolah terfavorit / terbaik di Padang, tetapi kemudian ketika kuliah mereka berpisah lagi. Atik kuliah di Jakarta (PERBANAS) sedangkan Ana kuliah di Jogyakarta (UPN). Mereka satu sama lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari segi minat, mereka sama-sama mengambil jurusan sosial ketika penjurusan SMA karena tidak menyukai pelajaran berhitung dan sama-sama mengambil jurusan ekonomi manajemen ketika kuliah. Mereka juga menyukai warna baju yang sama yaitu coklat dan hijau, sedangkan perbedaannya sifat Atik lebih terbuka dibanding Ana. Ketika sekolah dan semasa kuliah, Atik memiliki banyak teman di dalam gank sedangkan Ana cenderung hanya memiliki satu dan 7 BAB I Pendahuluan dua teman saja. Perbedaan lainnya adalah Atik banyak bicara sedangkan Ana cenderung pendiam. Saat ini Ana telah menikah dengan kakak kelasnya ketika kuliah dan kemudian Atik menikah dengan temannya ketika SMP. Setelah menikah Ana menetap di Bandung dengan suaminya yang bersuku Jawa, sedangkan Atik menetap di Padang dengan suaminya yang bersuku Minang. Berdasarkan uraian kasus di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai dinamika kepribadian anak kembar identik yang terpisah di budaya Minang dan Jawa serta bagaimana peran nature (genetik) dan nurture (lingkungan) dalam membentuk kepribadian mereka. 1.2 Identifikasi Masalah Adanya fenomena dari pemisahan pengasuhan pada anak kembar identik sering menimbulkan pertanyaan, bagaimana pengaruh pemisahan ini terhadap kemampuan intelegensia mereka, minat-minat serta pola tingkah laku yang muncul serta kepribadian mereka akibat pemisahan tersebut. Dalam hal ini terdapat dua pengaruh penting yang dipertanyakan terhadap kembar identik terpisah ini, yaitu : pengaruh genetik (nature) dan pengaruh lingkungan (nurture). Sejauh ini, argumentasi mengenai pengaruh hereditas versus lingkungan ini membuat para peneliti antusias melakukan berbagai penelitian untuk berusaha mengungkapnya. Beberapa mengatakan genotiplah yang mengendalikan bagaimana 8 BAB I Pendahuluan orang-orang berpikir, merasakan dan bertindak. Sedangkan yang lainnya percaya bahwa lingkunganlah yang secara keseluruhan bertanggungjawab terhadap terbentuknya kepribadian seseorang. Walaupun terdapat juga beberapa yang mengatakan bahwa peran genetik dan lingkungan sama-sama menyokong terbentuknya kepribadian, tetapi seringkali terjadi debat mengenai persentasi spesifik dan keberadaan persentase yang tinggi untuk masing-masing faktor. Salah satu tokoh psikologi Eysenck (1952), berpendapat bahwa dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan dalam bentuk type dan trait, namun dia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku, yaitu; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatik (constitution). Penelitian-penelitian sebelumnya di negara barat mengenai anak kembar yang terpisah ini menunjukkan adanya persamaan yang khas pada diri mereka walaupun mereka terpisah sejak bayi, tetapi walaupun hasil penelitian tersebut cukup fenomenal, banyak juga pihak yang mengecam terhadap hasil penelitian tersebut sehingga penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk masalah ini. 9 BAB I Pendahuluan Dalam hal genetik, bagaimanapun kembar identik (kembar monozygotic) adalah duplikasi bagi yang kembarannya. Mereka memiliki kesamaan genetik yang serupa dibanding dengan kembar fraternal (dyzygotic) yang hanya membagi/memiliki setengah kesamaan genetik antara satu sama lainnya. Hal ini dapat mengindikasikan akan adanya korelasi yang tinggi akan kemiripan pada aspek-aspek kepribadian mereka. Tetapi apakah hal itu juga berlaku apabila kembar identik ini dipisahkan di lingkungan yang sangat berbeda?. Tokoh psikologi Freud (1928) berpendapat bahwa kepribadian seseorang telah cukup terbentuk pada akhir tahun kelima kehidupannya dan bahwa perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan elaborasi terhadap struktur dasar tadi. Ia menekankan aspek-aspek perkembangan kepribadian yang dimulai dari tahun-tahun awal masa bayi dan kanak-kanak dalam meletakkan struktur watak dasar sang pribadi. Pada kasus kembar Atik dan Ana, mereka merupakan pasangan kembar identik yang dipisah sejak bayi dan dibesarkan dilingkungan dengan budaya yang berbeda yaitu Minang dan Jawa, sehingga mereka mengalami fase-fase penting kehidupan mereka secara berbeda dalam unsur budaya yang berbeda. Ini menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi struktur watak dasar kepribadian yang mereka miliki. Berdasarkan uraian kasus diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui kepribadian yang terbentuk pada kembar Atik dan Ana. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan “bagaimana peran genetik sebagai unsur nature dan 10 BAB I Pendahuluan peran budaya sebagai unsur nurture terhadap kepribadian yang terbentuk pada kembar identik yang dibesarkan pada budaya yang berbeda?”. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan data yang lebih komprehensif mengenai dinamika kepribadian anak kembar identik yang terpisah di budaya Minang dan Jawa serta bagaimana peran nature (genetik) dan nurture (lingkungan) dalam membentuk kepribadian mereka. 1.4 . Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua macam kegunaan, yaitu : a. Kegunaan teoritis untuk pengembangan ilmu agar hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi sumbangan data yang dapat memperkaya direktori penelitian tematik mengenai anak kembar di bidang psikologi, khususnya psikologi kepribadian. b. Kegunaan praktis agar hasil dari penelitian ini dapat memberikan gambaran pada orangtua yang memiliki anak kembar atau individu yang memiliki saudara kembar mengenai efek pemisahan pada pasangan kembar identik terhadap kepribadian mereka ketika dewasa. 11 BAB II Tinjauan Teoritis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Teori Psikologi Kepribadian Sejak lahirnya ilmu psikologi pada abad ke 18, kepribadian selalu menjadi salah satu topik bahasan yang penting. Teori psikologi kepribadian melahirkan konsep – konsep seperti dinamika peraturan tingkah laku, pola tingkah laku, model tingkah laku dan perkembangan repertoire tingkah laku, dalam rangka mengurai kompleksitas tingkah laku manusia. Teori psikologi kepribadian bersifat deskriptif dalam wujud penggambaran organisasi tingkah laku secara sistematis dan bukan hanya mendiskripsikan kejadian masa lalu dan sekarang, tetapi juga mampu meramalkan kejadian yang akan datang. Dalam psikologi kepribadian tidak ada tingkah laku yang terjadi begitu saja tanpa alasan, pasti ada faktor – faktor anteseden, sebab musabab, pendorong, motivator, sasaran dan tujuan dan atau latar belakangnya. Faktor – faktor tersebut harus diletakkan dalam suatu kerangka saling berhubungan yang bermakna, agar kesemuanya terjamin mendapat tilikan yang cermat dan teliti ketika dilakukan pendeskripsian tingkah laku dan agar deskripsi dilakukan memakai sistematik yang ajeg dan komunikatif. Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah belah dalam fungsi – fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahami 12 BAB II Tinjauan Teoritis manusia seutuhnya. Hal terpenting yang harus diketahui berkaitan dengan pemahaman kepribadian adalah bahwa pemahaman itu sangat dipengaruhi paradigma yang dipakai secara acuan untuk mengembangkan teori itu sendiri. Para ahli kepribadian ternyata meyakini paradigma yang berbeda – beda yang mempengaruhi secara sistematik seluruh pola pemikirannya tentang kepribadian manusia. Paradigma itu pada sebagian ahli kepribadian dikemukakan secara tegas, pada sebagian yang lain paradigmanya tersamar dan dikenali melalui model analisisnya. Paradigma yang berbeda yang dipergunakan oleh ahli – ahli kepribadian untuk mengembangkan teorinya akan menghasilkan teori yang berbeda, tidak saling berhubungan, bahkan saling berlawanan. Teori – teori kepribadian itu dapat dibedakan atau dikelompok – kelompokkan berdasarkan paradigma – paradigma yang dipakai mengembangkannya. Ada 4 paradigma utama yang paling banyak dipakai sebagai acuan, antara lain : paradigma psikoanalisis, paradigma traits, paradigma kognitif dan paradigma behaviorisme. Dalam penelitian ini kepribadian akan dibahas melalui paradigma traits untuk memperoleh gambaran dan dinamika kepribadian, melalui traits yang terbentuk pada pasangan kembar identik yang dibesarkan di budaya yang berbeda. 2.1.1. Definisi Kepribadian Kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona yang artinya “topeng” yang biasa dipakai artis dalam teater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang 13 BAB II Tinjauan Teoritis dipakainya, seolah–olah topeng itu mewakili ciri pribadi tertentu. Jadi konsep awal dari pengertian personality adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial - kesan mengenai diri diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial. Ketika personality menjadi istilah ilmiah pengertiannya berkembang menjadi lebih bersifat internal, sesuatu yang relatif permanen menuntun yang oleh masyarakat diperlukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah – istilah itu dipakai dalam teori psikologi kepribadian diberi makna yang berbeda – beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain : 1. Personality (kepribadian) : penggambaran tingkah laku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative). 2. Character (karakter) : pengggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar - salah, baik - buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. 3. Disposition (watak) : karakter yang telah lama dimiliki sampai sekarang belum berubah. 4. Temperament (temperamen) : kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologik atau fisiologik, disposisi hereditas. 5. Traits (sifat) : respon yang senada (sama) terhadap sekelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang relative lama. 6. Type-attribute (ciri) : mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimuli yang lebih terbatas. 7. Habit (kebiasaan) : respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula. 14 BAB II Tinjauan Teoritis Sampai sekarang masih belum ada batasan formal personality yang mendapat pengakuan atau kesepakatan luas di ingkungan ahli kepribadian. Variasi definisi itu bukan sekedar variasi cara merangkum pengertian, model definisi omnibus, integratif, substantif atau operasional tetapi memang definisi itu membatasi konsep yang berbeda. Masing – masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri – sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut contoh definisi kepribadian itu : 1. Kepribadian adalah nilai sebagai simulasi sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan ( Hilgard & Marquis,1951). 2. Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman ( Stern, 1953). 3. Kepribadian adalah pola trait – trait yang unik dari seseorang ( Guilford, 1959). 4. Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon situasi (Pervin, 1984). 5. Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares, 1991). Jelas, masing – masing definisi mencoba menonjolkan aspek yang berbeda- beda dan disusun untuk menjawab tantangan permasalahan yang berbeda. Menggabungkan definisi – definisi itu menjadi satu, yang berarti 15 BAB II Tinjauan Teoritis menggabungkan semua teori psikologi kepribadian mungkin akan menjadi usaha yang sangat melelahkan., disamping juga tidak ada gunanya karena teori itu justru akan kehilangan nilai aplikasi pragmatisnya. Lebih menguntungkan memahami berbagai teori dan tetap memakai teori yang lain sebagai pembanding sehingga keputusan profesional yang diambil seorang psikologi dapat lebih dipertanggungjawabkan. Namun sesungguhnya dari berbagai definisi itu, ada lima persamaan yang menjadi ciri bahwa definisi itu adalah definisi kepribadian, sebagai berikut : 1. Kepribadian bersifat umum : Kepribadian menunjukan sifat umum seseorang – fikiran, kegiatan dan perasaan yang berpengaruh secara sistematik terhadap keseluruhan tingkah lakunya. 2. Kepribadian bersifat khas : Kepribadian dipakai untuk menjelaskan sifat individu yang membedakan dia dengan orang lain, semacam tandatangan atau sidik jari psikologik, bersama individu berbeda dengan orang lain. 3. Kepribadian berjangka lama : Kepribadian yang dipakai untuk menggambarkan sifat individu yang awet, tidak mudah berubah sepanjang hayat. Kalau terjadi perubahan biasanya bersifat bertahap atau akibat merespon sesuatu kejadian yang luar biasa. 4. Kepribadian bersifat kesatuan : Kepribadian dipakai untuk memandang diri sebagai unit tunggal, struktur atau organisasi internal hipotetik yang membentuk kesatuan dan konsisten. 16 BAB II Tinjauan Teoritis 5. Kepribadian bisa berfungsi baik atau berfungsi buruk. Kepribadian adalah cara bagaimana orang berada di dunia. Apakah dia tampil dalam tampilan yang baik, kepribadiannya sehat dan kuat? atau tampil sebagai burung yang lumpuh? yang berarti kepribadiannya menyimpang atau lemah? ciri kepribadian sering dipakai untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa orang senang dan mengapa susah, berhasil atau gagal, berfungsi penuh atau berfungsi sekedarnya. 2.1.2. Paradigma Trait Dalam teori-teori kepribadian yang berdasarkan paradigma trait, kepribadian terdiri dari antara lain trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda, sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada trait. Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu: x Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang membedakan seseorang dari yang lain, sehingga: 17 BAB II Tinjauan Teoritis o Trait relatif stabil dari waktu ke waktu o Trait konsisten dari situasi ke situasi x Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun karakteristik tingkah laku dapat berubah karena: o Ada proses adaptif o adanya perbedaan kekuatan, dan o kombinasi dari trait yang ada. Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Feist, 2006). Teori trait dimunculkan pertama kalinya oleh Gordon W. Allport. Selain Allport, terdapat dua orang ahli lain yang mengembangkan teori ini. Mereka adalah Raymond B. Cattell dan Hans J. Eysenck. - Gordon W. Allport Kepribadian menurut Allport (1953) adalah sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya. Menurut Allport (1953), faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia. Bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian 18 BAB II Tinjauan Teoritis terbentuk, melainkan melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan karakteristik kepribadian. Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian, terdapat beberapa pemahaman penting yang perlu diperhatikan : 1 Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan bagi variasi kepribadian . 2 Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga pada tiap anak. 3 Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak berarti bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan Allport (1953) juga mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait dipercaya sebagai jendela menuju kepribadian seseorang. Menurut Allport (1953), unit dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport (1953), percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama. Mereka dapat 19 BAB II Tinjauan Teoritis mengekspresikan trait mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat masing-masing individu menjadi pribadi yang unik. Oleh sebab itu Allport (1953) percaya bahwa individu hanya dapat dipahami secara parsial jika menggunakan tes-tes yang menggunakan norma kelompok. - Raymond B. Cattell Kepribadian menurut Cattell (1956) adalah struktur kompleks dari traits yang tersusun dalam berbagai kategori, yang memungkinkan prediksi tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu, mencangkup seluruh tingkah laku – baik yang kongkrit maupun yang abstrak simpulan. Trait sendiri diartikan sebagai elemen dasar dari kepribadian yang berperan vital dalam usaha meramalkan tingkah laku. Trait menurut Cattell (1956) dapat diklasifikasikan dengan memakai tiga kategori yaitu kategori kepemilikan, kategori kedalaman dan kategori modalitas ekspresi. Kategori Kepemilikan : Trait Umum – Trait Khusus (Common – Unique Traits) 1 Trait umum adalah trait yang dimiliki oleh semua orang, dalam tingkatantingkatan tertentu, misalnya; intelligensi, introversi dan suka bermain. Sifat universal dari trait umum mungkin dilatarbelakangi oleh hereditas manusia yang kurang lebih sama dan mereka yang berada pada kelompok budaya yang sama menghadapi pola tekanan sosial yang hampir sama pula. 20 BAB II Tinjauan Teoritis 2 Trait khusus adalah trait yang dimiliki satu orang saja (bisa juga dimiliki oleh beberapa orang dengan kombinasi antar trait yang berbeda). Sifat unik ini terutama berhubungan dengan interes dan atitud. Kategori Kedalaman : Trait permukaan – trait sumber (Surface – Source Traits) 1 Trait permukaan adalah sifat yang tampak, yang menjadi tema umum dari beberapa tingkah laku, misalnya; remaja yang lincah, menyenangkan orang lain dan merencanakan kegiatan yang menarik, mungkin dapat dikatakan memiliki trait permukaan yang periang (surface traits cheerfullness). Sebaliknya remaja yang senang mengkritik orang lain, memandang masa depan selaku suram, dan tampak kelelahan, dikatakan memiliki sifat permukaan depresif. 2 Trait sumber adalah elemen-elemen dasar yang menjelaskan tingkah laku. Sifat ini tidak dapat disimpulkan langsung dari amatan tingkah laku, dan hanya dapat diidentifikasi memakai analisis faktor. Berbagai trait permukaan dicari interkoneksinya atau faktor-faktornya, untuk menentukan unit yang konstitusional (dibawa sejak lahir), atau bersifat bentukan lingkungan (environmental mold). Menurut Cattell (1956) trait sumber yang ketika berinteraksi dengan lingkungan menjadi trait permukaan, lebih penting dalam pemahaman tingkah laku, sehingga disebut juga traits primer. Jumlah trait sumber jauh lebih kecil dibanding jumlah trait permukaan, sehingga lebih ekonomis dalam mendeskripsi tingkah laku. Kategori Modalitas Ekspresi : Trait Kemampuan – Temperamen – Dinamik (Ability – Temperament – Dynamic Traits) 21 BAB II Tinjauan Teoritis 1 Trait kemampuan : menentukan keefektifan seseorang dalam usaha mencapai tujuan. Contoh ; kecerdasan. 2 Trait temperamen : gaya atau irama tingkah laku. Contoh ; ketenangan / kegugupan, keberanian, santai, mudah terangsang. 3 Trait dinamik : motivasi atau kekuatan pendorong tingkah laku. Contoh ; dorongan, interes dan ambisi menguasai sesuatu. - Hans J. Eysenck Eysenck (1952) berpendapat dasar umum sifat – sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait, namun dia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sector utama yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelligensi), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament), dan sektor somatik (constitution). Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku oleh Eysenk (1952) dipandang memiliki empat tingkatan hirarkis, berturut – turut dari hirarki yang tinggi ke hirarki yang rendah : tipe – traits – habit - respon spesifik. 1 Hirarki Tertinggi : tipe kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas. 22 BAB II Tinjauan Teoritis 2 Hirarki Kedua : kumpulan kecenderungan dari kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dari permanen. 3 Hirarki Ketiga : kebiasaan tingkah laku atau berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku / fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip. 4 Hirarki Terendah : Respon spesifik, tingkah laku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian. Eysenck (1952) menemukan tiga dimensi tipe, yakni ekstravesi (E), neurotisme (N), dan psikotisme (P). Masing – masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antara dimensi secara bebas. Masing – masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya ada 27 trait. Hampir semua 35 trait sumber primer dari Cattell sama dengan 27 trait dari Eysenck. Hirarki kebiasaan sangat banyak mungkin ribuan sedang hirarki respon spesifik tidak terhingga jumlahnya. Trait dari ekstravesi adalah : sociable (sociable), lincah (lively), aktif (active), asertif (assertive), mencari sensasi (sensation seeking), riang (carefree), dominan (dominance), bersemangat (surgent), berani (venture some). Trait dari neurotisisme adalah : cemas (anxious), tertekan (depressed), berdosa (guilt feeling), harga diri rendah (low self esteem), tegang (tension), irasional (irrational), malu (shy), murung (moody), emosioal (emotional). Trait dari psikotisme adalah : agresif (aggressive), dingin (cold), egosentrik (egocentric), tak pribadi (impersonal), impulsif (impulsive), 23 BAB II Tinjauan Teoritis antisosial (antisocial), tak empatik (an empatik), kreatif (creative), keras hati (tough- minded). Dalam hal pembentukan kepribadian, teori kepribadian Eysenck (1952) menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisisme dan psikotisisme (juga kecerdasan). Sebagian didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti CAL dan ANS dengan dimensi – dimensi kepribadian. Namun Eysenck (1952) juga berpendapat, bahwa semua tingkah laku yang tampak adalah tingkah laku pada hirarki kebiasaaan dan respon spesifik, semuanya termasuk tingkah laku neurosis dipelajari dari lingkungan. Eysenck (1952) berpendapat inti fenomena neurotis adalah reaksi rasa takut yang dipelajari (terkondisikan) . Hal itu terjadi manakala satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit / nyeri fisik maupun psikologis. Kalau traumanya sangat keras, dan mengenai seseorang yang faktor hereditasnya rentan menjadi neurotis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah. 24 Keras hati Kreatif Takempati Antisosial Impulsif Takpribadi Egosentrik Dingin Agresif Emosional PSIKOTISME (P) Murung Maju Irasional Tegang Harga diri Berdosa Tertekan Cemas Berani NEUROTISISME (N) Bersemangat Dominan Riang Mencari sensasi Asertif Aktif lincah sosiabel EKSTRAVERSI (E) BAB II Tinjauan Teoritis Sekali kondisioning ketakutan dan kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas kepada obyek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan / kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Mekanisme perluasan stimulus ini mengikuti prinsip generalisasi stimulus yang banyak dibahas dalam paradigma behaviourisme. Menurut Eysenck (1952) stimulus baru dapat dikaitkan dengan stimulus asli, sehingga orang akan mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta merta akibat adanya stimuli tersebut, tanpa tujuan fungsional. Model terapi tingkah laku menjadi pilihan Eysenck (1952) dengan prinsip bahwa ” Jika tingkahlaku itu diperoleh dari belajar, logikanya tingkah laku itu juga bisa dihilangkan dengan belajar. Eysenck (1952) menemukan dan mengelaborasi tiga tipe E-N-P tersebut tanpa menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain pada masa yang akan datang. Namun dari pendekatan metodologik yang sangat terbuka, dimana Eysenck (1952) menyerap berbagai konsep dari banyak pakar, sehingga penambahan dari penyempurnaan terhadap teorinya merupakan sesuatu yang wajar. 2.1.3. Teori Big Five Personality Upaya memahami perilaku individu mendorong para ahli psikologi untuk mengungkap lebih lanjut mengenai karakteristik individual. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengelompokkan individu berdasarkan ciri-ciri tertentu. 25 BAB II Tinjauan Teoritis Greenberg (2003) menyebutkan istilah kepribadian sebagai pola perilaku, pikiran, dan emosi yang unik dan relatif stabil terdapat dalam diri seseorang. Keunikan inilah yang menyebabkan kepribadian menjadi variabel yang sering digunakan untuk menggambarkan diri individu yang berbeda dengan individu lainnya. Mengapa seseorang senang melakukan suatu perilaku tertentu sementara orang lainnya tidak senang? Model kepribadian Big Five disusun dalam rangka menemukan karakteristik individual yang bersifat universal (Goldberg, 1992). Istilah Big Five ini pertama kali dikemukakan oleh Lew Goldberg (Digman, 1997; John & Srivastava, 1999; and McCrae & Costa,1996) yang mengajukan alternative dalam mendeskripsikan kepribadian. Goldberg melakukan analisis terhadap sejumlah tes kepribadian dan ciri-ciri yang diungkap. Sebelum Goldberg, sesungguhnya Allport dan Odbert (De Raad & Perugini, 2002) menyebutkan sedikitnya ada 171 traits (selanjutnya disebut dengan ciri kepribadian) yang sering digunakan untuk menggambarkan ciri individu. Dari 171 ciri ini, Cattell mengelompokkan menjadi 16 ciri kepribadian melalui the 16PF yang sudah digunakan secara luas dalam bidang psikologi. Edwards dalam Edwards Personal Preference Scales (EPPS) mengajukan 15 kecenderungan kepribadian, dan banyak lagi pengelompokan yang sudah dilakukan. Upaya untuk menyusun karakteristik individu yang bersifat universal mendorong Wiggins pada tahun 1968 (dalam De Raad & Perugini, 2002) melakukan riset terhadap 17.262 abstrak laporan penelitian mengenai ciri-ciri 26 BAB II Tinjauan Teoritis kepribadian. Wiggins mengemukakan bahwa extraversion (sebaliknya juga introversion) dan neuriticism merupakan ciri kepribadian yang paling banyak diungkap, sehingga ia menyebutnya sebagai ’Big Two’. Dalam riset yang dilakukan oleh Goldberg, ditemukan bahwa ciri-ciri kepribadian yang diungkap oleh berbagai alat tes kepribadian umumnya memang dapat dikelompokkan ke dalam 5 besar, sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Norman (dalam John & Srivastava, 1999). Menurut Norman, ciri kepribadian manusia dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu: 1. Extraversion atau Surgency (banyak bicara, asertif, bersemangat) 2. Agreeableness (good-natured, cooperative, trustful) 3. Conscientiousness (orderly, responsible, dependable) 4. Emotional Stability versus Neuroticism (calm, non neurotic, not easily upset) 5. Culture (intellectual, polished, independent-minded). Merespon pengelompokan yang dilakukan Norman, kemudian Goldberg (1981) melakukan analisis faktor terhadap 1710 ciri-ciri kepribadian Norman. Analisis ini menghasilkan 5 kelompok besar yang kemudian disebut Goldberg dengan ”Big Five”, yaitu : 1. Extraversion, 2. Agreeableness, 3. Conscientiousness, 4 Neuroticism, 5. Openness to experience. 27 BAB II Tinjauan Teoritis Selanjutnya Mc Crae dan Costa ( 1999 ) telah mengajukan model teori untuk menganalisa tentang Big Five, yang disebut Five – Factor Theory seperti terlihat pada diagram dibawah ini : A Representative of the Five Factor Theory Personality System Objective Biography Emotional Reaction Mid career Shift Behaviour Biological Based Basic Tendencies Dynamic Process External & Influences Dynamic Process Cultural Norms, Life, Situasion Dynamic Process Neuroticm Extravercion Openness Agreeableness Conscientiousness Dynamic Process Dynamic Process Characteristic Adaptation Culturally Conditioned Phenomena : Personal Strivings Attitudes Self-Concept Dynamic Process Self-schema Personal myths Sumber : Costa & McCrae 1999 Secara mendasar Costa & McCrae memandang Big Five sebagai kecenderungan dasar yang memiliki kaitan biologis, yang berarti bahwa perbedaan – perbedaan tingkah laku yang berkaitan dengan unsur dalam big five merupakan tampilan yang mewakili keberadaan rangkaian genetis dalam tubuh dan struktur otak. Trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut : 28 BAB II Tinjauan Teoritis 1. Extraversion (E) Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominanpatuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peergroup mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative. Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orangorang dengan tingkat ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya. 29 BAB II Tinjauan Teoritis 2. Agreeableness (A). Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan penyayang. Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita, sedangkan orangorang dengan tingkat yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif. Pelajar yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi memiliki tingkat interaksi yang lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan teman yang berjenis kelamin berlawanan. 30 BAB II Tinjauan Teoritis 3. Neuroticism (N). Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. 4. Openness (O). Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, 31 BAB II Tinjauan Teoritis broadmindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. 5. Conscientiousness (C). Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius. Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya. 32 BAB II Tinjauan Teoritis Trait dan Facets Big Five Personality Costa & McCrae (1997) Faktor Extraversion (E) Agreeableness (A) Neuroticism (N) Facet Warmth (E1) Kecenderungan untuk mudah bergaul dan membagi kasih sayang Gregariousness (E2) Kecenderungan untuk banyak berteman dan berinteraksi dengan orang banyak Assertiveness (E3) Individu yang cenderung tegas Activity (E4) Individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan, memiliki energi dan semangat yang tinggi Excitement-seeking (E5) Individu yang suka mencari sensasi dan suka mengambil resiko Positive emotion (E6) Kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi yang positif seperti bahagia, cinta, dan kegembiraan Trust (A1) Tingkat kepercayaan individu terhadap orang lain Straightforwardness (A2) Individu yang terus terang, sungguh-sungguh dalam menyatakan sesuatu Altruism (A3) Individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk membantu orang lain Compliance (A4) Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal Modesty (A5) Individu yang sederhana dan rendah hati Tender-mindedness (A6) Simpatik dan peduli terhadap orang lain Anxiety (N1) Kecenderungan untuk gelisah, penuh ketakutan, merasa kuatir, gugup dan tegang Hostility (N2) Kecenderungan untuk mengalami amarah, frustasi dan penuh kebencian 33 BAB II Tinjauan Teoritis Openness (O) Conscientiousness (C) Depression (N3) Kecenderungan untuik mengalami depresi pada individu normal Self-consciousness (N4) Individu yang menunjukkan emosi malu, merasa tidak nyaman diantara orang lain, terlalu sensitive, dan mudah merasa rendah diri Impulsiveness (N5) Tidak mampu mengotrol keinginan yang berlebihan atau dorongan untuk melakukan sesuatu Vulnerability (N6) Kecenderungan untuk tidak mampu menghadapi stress, bergantung pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila menghadapi sesuatu yang datang mendadak Fantasy (O1) Individu yang memiliki imajinasi yang tinggi dan aktif Aesthetic (O2) Individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni dan keindahan Feelings (O3) Individu yang menyadari dan menyelami emosi dan perasannya sendiri Action (O4) Individu yang berkeinginan untuk mencoba hal-hal baru Ideas (O5) Berpikiran terbuka dan mau menyadari ide baru dan tidak konvensional Values (O6) Kesiapan seseorang untuk menguji ulang nilai-nilai social politik dan agama Competence (C1) Kesanggupan, efektifitas dan kebijaksanaan dalam melakukan sesuatu Order (C2) Kemampuan mengorganisasi Dutifulness (C3) Memegang erat prinsip hidup Achievement-striving (C4) Aspirasi individu dalam mencapai prestasi Self-discipline (C5) Mampu mengatur diri sendiri 34 BAB II Tinjauan Teoritis Deliberation (C6) Selalu berpikir dahulu sebelum bertindak 2.2. Anak Kembar Istilah kembar terutama menunjuk kepada dua individu yang membagi uterus yang sama dan biasanya, tapi tidak selalu, dilahirkan dalam hari yang sama. Jenis kembar terdiri dari : x Kembar fraternal Kembar fraternal (biasanya dikenal sebagai "kembar non-identik") biasanya terjadi ketika dua terlur terfertilisasi terimplan di tembok uterus pada saat bersamaan. Kedua telur ini membentuk dua "zygot", dan kembar ini juga dikenal sebagai dizygotic. Kembar dizygotic tidak lebih mirip secara genetik dari saudara biasa dan berkembang dalam amnion yang terpisah, dengan placenta terpisah. Mereka dapat memiliki jenis kelamin yang berbeda atau sama namun kembar yang berbeda kelamin hampir selalu merupakan kembar fraternal. (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Embrio&action=2008) x Kembar identik Kembar identik terjadi ketika telur tunggal difertilisasi untuk membentuk satu zygote (monozygotic) namun kemudian zygote tersebut berpisah menjadi embrio yang berbeda. Kedua embrio berkembang menjadi fetus yang membagi rahim yang sama. Tergantung dari tahapan zygote terpisah, kembar identik dapat 35 BAB II Tinjauan Teoritis membagi amnion yang sama (dikenal dengan monoamniotic) atau tidak (diamnotic). Kembar identik diamniotic dapat membagi placenta yang sama (dikenal dengan monochorionic) atau tidak (diochorionic). Seluruh kembar monoamniotic adalah monochorionic. (http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Placenta&action=2008) Sekitar dua pertiga bayi kembar yang lahir adalah fraternal, yang berarti bayi berasal dari dua sel telur dan masing-masing dibuahi oleh sperma yang berbeda, sehingga kedua bayi tersebut berbagi hubungan genetik yang sama seperti halnya kakak laki-laki atau perempuannya dan keduanya bisa sama atau berbeda satu sama lain dan mungkin tidak sama kelaminnya, sedangkan kira-kira sepertiga dari bayi kembar yang lahir merupakan kembar identik, yaitu berasal dari bersatunya satu sel telur dan satu sel sperma, yang segera sesudah pembuahan terpisah jadi dua. Kedua bayi kembar ini mempunyai ciri-ciri dan jenis kelamin yang sama. Sekitar 25% adalah “ mirror twins”, artinya beberapa ciri identik mereka ada pada tempat kebalikannya, sehingga masing-masing anak merupakan cerminan dari kembarannya. Pada kasus kembar tiga juga dapat identik, dengan satu sel telur terpisah menjadi tiga embrio, namun lebih sering kembar tiga berasal dari sel-sel telur yang terpisah atau sebagai dua sel telur, dimana salah satunya terpisah membentuk embrio ketiga. Jika hal ini terjadi, dua bayi kembar identik dan yang 36 BAB II Tinjauan Teoritis ketiga bayi fraternal. Kembar lainnya yang lebih banyak seperti kembar empat dan kembar lima dapat terbentuk dengan cara yang sama. 2.3. Kepribadian Anak Kembar Studi tentang kembar yang dilakukan oleh McLearn & Rutler pada tahun 1997 merupakan hal yang paling tepat untuk menggambarkan keterkaitan argumentasi tentang seberapa besar faktor genetik (nature) dan faktor lingkungan (nurture) berpengaruh terhadap kembar identik atau kembar monozygote yang bersaudara karena keterkaitan pada type gen yang terduplikasi serupa, dimana konsep tersebut mengantarkan pemahaman terhadap perilaku dan kepribadian kembar identik ( Twin study : Reared apart- nonshared environment : McLearn & rutler , 1997 ). Dalam studi tersebut observasi lain juga dilakukan terhadap kembar fraternal/ dyzigote dan dari observasi tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa pengaruh gen terhadap perilaku lebih besar terjadi pada kembar identik daripada kembar fraternal, selanjutnya dengan kondisi lingkungan pengasuhan yang berbeda akan memberikan pengalaman dalam membentuk kepribadian dan perilaku yang berbeda. Selanjutnya dari beberapa penelitian yang dilakukan Eysenck tentang anak kembar ditemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik seperti pada gangguan kecemasan, hysteria dan obsesif kompulsif, dimana terjadi keseragaman lebih banyak pada orang dengan kembar – identik daripada kembar fraternal. 37 BAB II Tinjauan Teoritis Adapun dalam hal intelegensi, di antara 2 anak kembar korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, yaitu sekitar 0,90. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Sebuah studi terbaru dalam jurnal Psychological Science juga mengungkapkan bahwa kembar identik mempunyai kesamaan kepribadian dan kebahagiaan. Berbeda hasilnya dengan saudara kandung, hanya sebagian yang mempunyai kemiripan. Studi ini diprakarsai oleh Tim Bates, Alexander Weiss PhD dan Michelle Luciano PhD dari Universitas Edinburgh , yang menyertakan 1.000 pasang anak kembar identik dan non identik untuk membuktikan gen turut berperan membawa sifat bahagia. Peneliti menggunakan subjek berusia 25-75 tahun dan keseluruhan subjek diwajibkan mengisi kuesioner tentang kepribadian meliputi perasaan takut dan tingkat rasa aman dalam seluruh aspek kehidupannya serta serangkaian pertanyaan seputar kehidupan personal mereka, kemudian diukur kadar kepuasaannya terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam hidup. Para peneliti menemukan bahwa gen kebahagiaan memiliki kodenya sendiri untuk diwariskan dan karena kembar identik berbagi pola gen yang sama, sedangkan kembar fraternal tidak, maka identifikasi gen pembawa kebahagiaan 38 BAB II Tinjauan Teoritis lebih mudah ditemukan. Gen pembawa kebahagiaan itu pada akhirnya akan terstimulasi ketika lingkungan di sekitarnya mengoptimalkan mereka menjadi bahagia. Mereka yang secara sosial lebih aktif, stabil, pekerja keras, dan berpikiran positif akan lebih memicu kerja gen bahagia. Dengan kata lain, mereka yang kembar identik akan memiliki personality yang sama dan pewarisan gennya pun lebih mudah karena lingkungan keluarganya menciptakan kondisi untuk gen tersebut. Sedangkan pada kembar nonidentik, hanya sebagian saja dari mereka yang berhasil menurunkan gennya meskipun lingkungannya mendukung. Karena itu, gen kebahagiaan dapat diwariskan apabila jejak gennya kuat seperti pada kembar identik. Studi tersebut berhasil membuktikan kembar identik bergenetik sama mempengaruhi sifat dan kepribadian, terutama kebahagiaan. Genetik memberi peran penting terhadap sifat dan kepribadian serta penyebab kebahagiaan. Salah satu peneliti Tim Bates, menegaskan bahwa kemiripan ini karena adanya kesamaan genetik. Hasil studi tersebut menjadi penting layaknya mengumpulkan puzzle untuk memahami depresi dan penyebab seseorang merasa lebih bahagia, sedangkan yang lain tidak. (www. Google.com : Jurnal Psychological Science, 2008). Psikologi Lintas Budaya Psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang terutama menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batasan–batasan pengetahuan 39 BAB II Tinjauan Teoritis dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam pengertian yang paling sempit, penelitian lintas–budaya secara sederhana berarti dilibatkannya partisipan dari latar belakang cultural yang berbeda dan pengujian terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya perbedaan antara para partisipan tersebut, sedangkan dalam pengertian yang lebih luas psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip – prinsip psikologi bersifat universal ( alias berlaku bagi semua orang di semua budaya ) ataukah khas-budaya ( Culture Specific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya – budaya tertentu ). ( David Matsumoto : 2004 ) Psikologi lintas budaya tidak terbatas pada topik – topik tertentu, beragam fenomena dapat diobservasi terkait dengan perilaku manusia, dari persepsi hingga bahasa, dari pengasuhan anak sampai psikopatologi, dengan demikian yang membedakan antara psikologi lintas budaya dengan psikologi ‘mainstream’ bukanlah pada fenomena yang diperhatikan, perbedaannya lebih pada pengujian batasan–batasan atas pengetahuan dengan memeriksa apakah suatu pengetahuan dapat diterapkan atau didapatkan dari berbagai orang dengan latar belakang cultural yang berbeda. Dengan mendefinisikan psikologi lintas budaya, ahli psikologi dapat menerapkan teknik – teknik lintas budaya untuk menguji keuniversalan atau kekhasan – cultural ( Cultural Specility ) semua aspek perilaku manusia . 40 BAB II Tinjauan Teoritis 2.4.1. Definisi Budaya Meskipun secara bahasa kita merasa tahu artinya, budaya adalah suatu konsep yang cukup sulit didefinisikan secara formal, ada beberapa definisi yang dapat diuraikan sebagai berikut : Budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain ( Barnouw : 1985 ) Dalam pengertian diatas budaya adalah sebuah konstruk sosiopsikologis, suatu kesamaan dalam sekelompok orang dalam fenomena psikologis seperti nilai, sikap, keyakinan dan perilaku. Anggota – anggota suatu budaya tertentu punya persamaan dalam fenomena – fenomena psikologis ini, anggota budaya lain tidak. Selanjutnya pendapat ahli Triandis HC (1992) yang mempopulerkan konsep Stereotype Cultural dalam makalah yang disampaikan dalam Konvensi Tahunan Masyarakat Peneliti Lintas Budaya , mengemukakan bahwa Budaya merupakan suatu konstruk individual-psikologis sekaligus konstruk social – makro, artinya budaya tidak mesti berakar dalam biologi maupun kebangsaan, sampai pada batas tertentu, budaya ada di dalam setiap dan masing-masing diri kita secara individual sekaligus ada sebagai sebuah konstruk social-global. Perbedaan individual dalam budaya dalam budaya dapat diamati pada orang – orang dari satu budaya sampai batas di mana mereka mengadopsi dan terlibat 41 BAB II Tinjauan Teoritis dalam sikap, nilai, keyakinan dan perilaku–perilaku yang berdasarkan konsensus/kesepakatan, membentuk budaya mereka. Bila anda bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan perilaku– perilaku tertetu, maka budaya tersebut hadir dalam diri anda, bila anda tidak memiliki nilai atau perilaku–perilaku tersebut, maka anda tidak termasuk dalam budaya itu. Koentjaraningrat ( 1981 : 133 ) mengatakan : Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan dapat dibedakan dalam tiga sistem sebagai berikut : a. Sistem Budaya, yaitu kompleks ide – ide dan gagasan manusia yang menjadi sumber inspirasi dan orientasi dalam menghadapi masalah kehidupan manusia. Orientasi atau pandangan ini mengkristal kuat sebagai jiwa dari sekelompok masyarakat tertentu. Gagasan itu saling berkaitan satu sama lain menjadi suatu sistem yang berpola ( habit of thingking ). Ide tentang tentang pemahaman masalah ini melekat kuat dalam sekelompok masyarakat dan dianggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dijunjung tinggi dan berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi. Pengertian tentang pedoman diatas disebut juga nilai-nilai budaya atau orientasi nilai budaya, merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari kebudayaan, dan terletak pada pemikiran sekelompok masyarakat. b. Sistem Sosial, yaitu tindakan berpola ( habit of doing ) dari sekelompok masyarakat. Sistem sosial ini terdiri dari pola aktivitas-aktivitas manusia yang 42 BAB II Tinjauan Teoritis saling berinteraksi (berhubungan) serta bergaul satu dengan yang lain dari waktu ke waktu, selalu membentuk dan mengikuti pola-pola tertentu yang kemudian menetap dalam bentuk adat tata perilaku. Sistem itu dapat di observasi, difoto, di dokumentasi, dan diamati, tetapi tidak dapat diraba. Ukuran atau pedoman yang dianut orang dalam melakukan interaksi dengan orang lain disebut dengan nilainilai sosial. c. Kebudayaan fisik, merupakan keseluruhan hasil fisik, perbuatan, karya manusia dalam sekelompok masyarakat. Oleh karena itu sifatnya paling kongkrit, dapat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba. 2.4.2. Etik, Emik dan Etnosentrisme Budaya Cara utama mengkonseptualisasikan prinsip–prinsip psikologi lintas budaya adalah dengan menggunakan istilah etik, emik dan etnosentris, ketiga istilah ini sangat terkait dengan pembahasan tentang keuniversalan atau kekhasan–budaya pengetahuan dan kebenaran. Berikut ini definisi yang relevan bagi ketiga istilah tersebut diatas : a. Etik Mengacu pada temuan–temuan yang tampak konsisten/tetap diberbagai budaya, dengan kata lain, sebuah etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang universal, misal : berbakti kepada orang tua di budaya Asia, menghormati orang yang lebih tua. 43 BAB II Tinjauan Teoritis b. Emik Sebaliknya mengacu pada temuan-temuan yang tampak berbeda untuk budaya yang berbeda, dengan demikian emik mengacu pada kebenaran yang bersifat khas-budaya ( Cultural – Specific ). c. Etnosentris Cara pandang dan penafsiran perilaku orang lain dari kacamata cultural kita sendiri, berkaitan dengan stereotip tentang sikap, keyakinan atau pendapat yang baku tentang orang-orang yang berasal dari budaya lain. Secara umum, sebagian besar ahli psikologi lintas budaya sepakat bahwa jumlah emik sama dengan, atau bahkan lebih banyak daripada etik. Artinya, orang dari budaya yang berbeda memang menemukan cara yang berbeda dalam kebanyakan aspek perilaku manusia. Setiap budaya berevolusi dengan cara khasnya masing-masing untuk menangani perilaku manusia dengan gaya yang paling efisien dan sesuai agar sukses bertahan hidup. Adanya banyak emik atau perbedaan cultural, bukan sesuatu yang problematik bagi orang tertentu, permasalahan secara potensial akan muncul ketika kita mencoba menafsirkan alasan yang mendasarinya atau yang menyebabkan adanya berbagai perbedaan itu . Karena kita semua berada di dalam budaya kita masing-masing dengan latar belakang cultural kita sendiri, kita cenderung melihat sesuatu dari kacamata latar belakang tersebut. Dengan kata lain, Budaya bertindak sebagai suatu filter/penyaring tidak hanya ketika kita mempersepsikan sesuatu, tapi juga ketika kita berfikir tentang dan menafsirkan suatu kejadian. 44 BAB II Tinjauan Teoritis Stereotip budaya bisa dijadikan dasar penilaian budaya namun harus berhatihati karena seringkali etnosentris/stereotip budaya bersifat kombinasi fakta dan fiksi. Stereotip bisa berguna dengan menjadi dasar untuk melakukan penilaian, evaluasi, dan interaksi dengan orang dari budaya lain, namun bisa jadi berbahaya bila memegangnya dengan kaku dan menerapkan secara pukul rata pada semua latar belakang budaya tertentu tanpa menyadari kemungkinan adanya kekeliruan pada dasar stereotip tersebut maupun adanya perbedaan individual. 2.4.3. Lingkungan dan Gaya Pengasuhan Orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan kita, ada berbagai gaya pengasuhan orang tua yang berbeda satu sama lain. Baumrind (1971) mengidentifikasi ada tiga pola utama pengasuhan orangtua. Orang tua yang otoriter mengharapkan kepatuhan mutlak dan melihat bahwa anak butuh untuk dikontrol. Sebaliknya orangtua yang permisif membolehkan anak untuk mengatur hidup mereka sendiri dan menyediakan sedikit panduan baku. Orang tua yang otoritatif bersifat tegas, adil dan logis. Gaya pengasuhan ini dipandang akan membentuk anak-anak yang secara psikologis sehat, kompeten dan mandiri, yang bersifat kooperatif dan nyaman menghadapi situasi-situasi sosial. Peneliti lain ( Maccoby & Martin : 1983 ) menemukan tipe gaya pengasuhan keempat yang disebut ”tak terlibat” atau uninvolve. Orang tua yang tak terlibat seringkali terlalu larut dalam kehidupan mereka sendiri, cenderung 45 BAB II Tinjauan Teoritis tidak bisa memberi respon yang tepat pada anak-anak mereka dan sering terlihat tak peduli. Interaksi orang tua dan anak adalah proses sosialisasi primer, yang menjadi dasar pembentukan persepsi dan perkembangan kognisi mereka, sosialisasi primer berlanjut dengan teman sebaya dalam situasi bermain dan sekolah. Sosialisasi adalah proses instrumental dimana anak menginternalisasikan nilai-nilai dan sikap–sikap kultural, lingkungan sosial dan sekolah melembagakan standar-standar ini dan merupakan kontributor penting tidak hanya terhadap perkembangan intelektual juga yang tak kalah penting, terhadap perkembangan sosial emosional. 2.4.4. Kebudayaan Jawa dan Minangkabau Kebudayaan Jawa yang dimaksud disini adalah kebudayaan yang dianut masyarakat jawa yang hidup di Jawa Tengah bagian selatan dengan sentralnya pada keraton Jogyakarta dan Surakarta. Pada perkembangannya kebudayaan ini ditiru dan disebarluas di luar wilayah pusat kebudayaan sehingga kadang-kadang ditemui perbedaan penghayatan dan operasionalnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebudayaan Minangkabau disini adalah nilai – nilai yang dianut oleh masyarakat Minang yang hidup di wilayah Sumatera Barat, baik yang berada di kota Padang, maupun di wilayah kabupaten serta yang telah merantau di wilayah nusantara lainnya. 46 BAB II Tinjauan Teoritis Untuk membicarakan sistem nilai budaya antara kebudayaan Jawa dan Minangkabau, akan digunakan kerangka kajian yang pernah dikembangkan oleh C dan F Kluckhonhn ( Koentjaraningrat, 1984 : 435 ) yang secara universal membagi nilai-nilai budaya dari semua bangsa di dunia ke dalam lima kategori berdasarkan lima masalah universal terpenting di dalam kehidupan kelompok manusia, yaitu : 1. Masalah hakekat hidup 2. Hakekat dari kerja dan usaha manusia 3. Masalah Hubungan antara manusia dan alam 4. Masalah persepsi manusia tentang waktu 5. Masalah Hubungan manusia dengan sesamanya Dari kedua sistem kebudayaan; Jawa dan Minangkabau, secara umum dapat disarikan sebuah perbandingan seperti pada tabel berikut ini : 47 menjadi orieintasi hidup manusia Budaya hidup didunia agar mendapat berkah diakhirat. menjamin kehidupan keluarga, dunsanak dan kemenakan. Masa depan yang lebih Alam. c. Hubungan dengan asal kumpul, menerima nasib menjalani baukue jo bajangko ). Laki – laki 48 manunggalnya Gusti Allah dengan alam alam, batu, tanah, tanaman alam bekal hidup bagi dengan dengan alam sekitar. selaras Hidup Keselarasan dengan unsur alam : kayu, air, Cara pandang ttg hubungan manusia baik. Kemakmuran bersama. dengan ngoyo, ojo ngongso, mangan ora mangan kesengsaraan, dijalani tabah & pasrah menerima nasib. penuh akal, hemat, cermat ( Hiduik Baraka kebenaran ( Hidup berakal, mati beriman ) spirit yang mendasarinya. Hidup sebagai rangkaian peristiwa yang Bekerja agar dapat makan, jadi ojo untuk Bertindak cerdik, efisien, efektif, memakai berbuat Cara pandang tentang karya dan nilai berani b. Etos kerja dan Jawa Cara pandang tentang kehidupan Berjuang Minangkabau Perbandingan dalam budaya a. Hakikat Hidup pada kelompok masya ttt Kompleksitas ide-ide /gagasan yang Orientasi Nilai 1 Definisi Indikator No Tabel ; 2.1. PERBANDINGAN INDIKATOR LINGKUNGAN BUDAYA JAWA DAN MINANGKABAU BAB II Tinjauan Teoritis 2. Nilai hormat didasarkan pada usia dan hubungan kekeluargaan Dasar nilai hormat dalam suatu hubungan sajinjing b. Prinsip kehormatan Adat hiduik tolong menolong, sapikuik sekarang dan masa depan. Dasar nilai kebersamaan tata perilaku, pola aktivitas ttt masyarakat terdiri dari : tata adat, Tindakan berpola dari sekelompok laku ditujukan untuk masa sekarang terencana, terukur, cermat dan berjangka cara menggunakannya ( Baukue jo bajangko ). Orientasi masa Rencana, keputusan dan orientasi tingkah Setiap keputusan & tingkah laku harus Cara pandang terhadap waktu dan 49 kedudukan seseorang dalam hirarki sosial Kehormatan atas dasar derajat dan Tepa selira kelompok keluarga. antar tenggang rasa ( tepa selira ), conform kehidupan ikan dan air, komunal bezit manusia solidaritas Koleteral, saling tolong, saling memberi, Saling memiliki dan mengayomi laksana Cara pandang ttg hubungan antar sesama, kekuatan. alam . dengan dalam konsep religio-magi alam memiliki manusia dimanfaatkan dan melestarikan a. Nilai kerukunan Sistem Sosial waktu e. Persepsi tentang sesama manusia d. Hubungan dengan BAB II Tinjauan Teoritis h. pola pengasuhan g. pola berfikir f. Interaksi sosial d. Perkawinan c. Etika kebijaksanaan BAB II Tinjauan Teoritis dua dikotomis permasalahan atau terhadap suatu besar, perjodohan bila ingin menyambung pola Kebiasaan pola pengasuhan dasar berfikir Logika berfikir / landasan/prinsip ( Sapikua sajinjing ) keluarga/ kelompok diluar sistem keluarga/ kelompok Musyawarah mufakat ( raso pareso ) Hati nurani/kemanusiaan ( anggo tanggo ) Tertib aturan/hukum ( Alue patuik ) Jalur jalan yang benar – logika Dominan pola pengasuhan ibu – mamak suku dan masyarakat diluar kelompok Kebersamaan, tenggang rasa, keserasian Pola interaksi dengan masyarakat tali silaturahiim Orientasi kepada pribadi dan keluarga Dasar nilai Tali perkawinan : Sifat, fenomena bertanggungjawab- dialektika – menerima Dasar nilai pertimbangan suatu 50 Sentral pada peran ibu lebih dominan Segala sesuatu bersifat relatif. Jalan tengah Etika moral kelompok, menghindari konflik Tolong menolong, saling bantu dalam mengandalkan perjodohan Orientasi kepada pribadi / keluarga, tidak menyukai dua dikotomis Etika moral – mencari jalan tengah – Sumber : Koentjaraningrat (1980) Orientasi kepada cita – cita dan j. Goal setting tujuan Proses meningkatkan pemahaman i. proses belajar anak BAB II Tinjauan Teoritis proses 51 entitas satu posisi , bukan pada orientasi Memiliki status tertentu, orientasi pada diterima di masyarakat berguna bagi keluarga atau kelompok Raih cita –cita setinggi langit Memiliki status/posisi yang dapat Bertujuan menjadi cerdik dan pandai dan kanduang BAB II Tinjauan Teoritis 2.5. Kerangka Pikir Keturunan dan lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian seseorang, seperti yang dikatakan oleh Eysenck (1952), bahwa kepribadian merupakan keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku, yaitu; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatik (constitution). Sama seperti Eysenck, tokoh psikologi Allport (1953) juga berpendapat bahwa faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia. Menurutnya bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian terbentuk, melainkan melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan karakteristik kepribadian. Dasar umum sifat-sifat kepribadian terdiri dari trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda, sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada trait. Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu: 52 BAB II Tinjauan Teoritis x Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang membedakan seseorang dari yang lain, sehingga: o Trait relatif stabil dari waktu ke waktu o Trait konsisten dari situasi ke situasi x Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun karakteristik tingkah laku dapat berubah karena: o Ada proses adaptif o Adanya perbedaan kekuatan, dan o Kombinasi dari trait yang ada Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Feist, 2006). Allport (1953) mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait dipercaya sebagai jendela menuju kepribadian seseorang. Menurut Allport (1953), unit dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport (1953) percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama. Mereka dapat mengekspresikan trait mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat masing-masing individu menjadi pribadi yang unik. Oleh sebab 53 BAB II Tinjauan Teoritis itu Allport percaya bahwa individu hanya dapat dipahami secara parsial jika menggunakan tes-tes yang menggunakan norma kelompok. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang bersifat universal adalah big five personality yang dikemukakan oleh Lewis Goldberg (1993). Pendekatan ini merupakan pendekatan dalam psikologi kepribadian yang mengelompokkan trait kepribadian dengan analisis faktor, yang pada awal mulanya dipelopori oleh Allport dan Cattell. Menurut pendekatan ini, kepribadian tersusun dalam lima traits kepribadian, yaitu ; extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism,dan openness to experiences. Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian, terdapat beberapa pemahaman penting yang perlu diperhatikan : 1) Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan bagi variasi kepribadian 2) Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga pada tiap anak. 3) Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak berarti bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam hal hereditas / keturunan, anak kembar identik memiliki korelasi hubungan genetik yang sangat tinggi sehingga berpotensi untuk memiliki sifat-sifat kepribadian yang sama, seperti yang telah dibuktikan pada salah satu penelitian di 54 BAB II Tinjauan Teoritis swedia bahwa kembar identik memiliki korelasi sebesar 0,5 antara pasangannya, lebih besar dibandingkan korelasi antara kembar fraternal maupun saudara sekandung. Faktor lain yaitu lingkungan, berperan dalam pembentukan perilaku mereka. Dari lingkungan seseorang mempelajari tingkah laku yang diinternalisasikan kedalam dirinya sehingga menjadi kebiasaan (habit) dan selanjutnya berkembang menjadi tipe dan trait yang menetap. Salah satu unsur dari lingkungan yang akan dapat berpengaruh pada kepribadian seseorang adalah budaya yang terdapat dalam lingkungan tersebut. Budaya dapat didefinisikan sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang yang dikomunikasikan lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain (Barnouw, 1985). Orang-orang dari budaya tertentu akan mengadopsi dan terlibat dalam sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku-perilaku yang berdasarkan konsesus / kesepakatan membentuk budaya mereka. Bila mereka bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan perilaku-perilaku tertentu maka budaya tersebut hadir dalam diri mereka, sedangkan bila mereka tidak memiliki nilai atau perilaku-perilaku tersebut, maka mereka tidak termasuk dalam budaya itu. Pasangan kembar identik atik dan ana ini, terpisah sejak bayi dan dibesarkan di tempat yang berbeda. Atik dibesarkan di Padang, Sumatera Barat yang menganut budaya Minang, sedangkan Ana dibesarkan di Kebumen, Jawa tengah dengan budaya jawa. Kedua kebudayaan ini merupakan dua contoh dari banyak budaya yang ada di Indonesia. Kedua kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang memiliki ciri / karakteristik yang khas dan berbeda dalam hal sistem-sistem nilai dan kebiasaan yang mereka anut. Dalam kesehariannya, secara umum karakteristik orang minang dan orang 55 BAB II Tinjauan Teoritis jawa biasanya sangat berbeda bahkan bertolak belakang. Maka dari itu, pasangan kembar atik dan ana, semestinya mengadopsi nilai-nilai budaya sesuai dimana mereka masing-masing dibesarkan. Atik dengan budaya minangnya dan Ana dengan budaya Jawanya. Dikemukakan juga oleh Freud (1928), bahwa pembentukan kepribadian seseorang pada umumnya dimulai sejak lima tahun pertama awal kehidupannya. Usia anak sekitar ini dianggap usia yang paling berpengaruh bagi perkembangan dan pembentukan kepribadian seseorang. Hal ini disebabkan karena anak pada masa ini akan belajar mengenal norma-norma, nilai-nilai serta standar moral yang berlaku dimasyarakatnya atau dengan kata lain, bahwa sejak itu seorang anak akan belajar menyatakan impuls-impulsnya baik dalam kata-kata maupun tindakan-tindakan yang sesuai dan dapat diterima oleh lingkungan budayanya. Adanya keterkaitan genetik antara pasangan kembar identik akan menyebabkan kemiripan dalam kepribadian mereka, tetapi dampak dari pengasuhan di budaya yang berbeda pada pasangan kembar identik ini juga akan berpengaruh cukup kuat pada kepribadian yang mereka miliki ketika dewasa. Bagaimana peran dari aspek nature dan nurture tersebut terhadap dinamika kepribadian mereka akan terlihat cukup jelas ketika mereka berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, setelah usia 30 tahun (saat ini usia mereka 36 tahun), sehingga penggunaan alat-alat tes psikologi yang relevan akan dapat menjelaskan “sejauh mana pemisahan di budaya yang berbeda akan berpengaruh terhadap dinamika kepribadian yang mereka miliki serta bagaimana peran nature (genetik) dan nurture (lingkungan) dalam membentuk kepribadian mereka”. 56 BAB II Tinjauan Teoritis ALUR PIKIR PENELITIAN Jawa NILAI BUDAYA & SISTEM SOSIAL NURTURE NATURE KEMBAR (LINGKUNGAN ) ( GENETIK ) IDENTIK Minang DIMENSI PEMBENTUK KEPRIBADIAN Openness to experience Conscientious ness Extraversion Agreeableness Neuroticism Kepribadian anak kembar yang terpisah A B 57 BAB III Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pada penelitian digunakan metoda penelitian yaitu studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan peneliti dimana mencoba menggambarkan subjek penelitian di dalam keseluruhan tingkah laku itu sendiri beserta hal – hal yang melingkunginya, hubungan antara tingkah laku, demikian pula lain – lain hal yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Di dalam studi kasus peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam. Peneliti mencoba menemukan semua variable penting yang melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variable tersebut. Tekanan dari penelitian ini adalah mengapa individu tersebut demikian, apa wujud tindakan itu, bagaimana ia berkehendak dan bereaksi terhadap lingkungannya. Konsekuensi dari studi kasus yang dilakukan dengan baik adalah bahwa studi kasus tersebut harus dilakukan dalam waktu yang relative lama. Peneliti berusaha mengumpulkan data yang menyangkut individu atau unit yang dipelajari mengenai gejala yang ada saat penelitian dilakukan, pengalaman waktu lampau, lingkungan kehidupannya dan bagaimana faktor – faktor ini berhubungan satu sama lain. (Suharsimi, 1990;314) Data pada studi kasus biasanya didasari oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari hasil diagnosis, treatment, atau wawancara dengan klien. Pengalamanpengalaman tersebut dilaporkan secara detil sehingga deskripsinya mencakup 58 BAB III Metodologi Penelitian karakteristik yang unik dari individu dan situasinya. Hal ini membuat studi kasus memberikan deskripsi yang terperinci mengenai individu. Kesimpulannya biasanya mengenai faktor-faktor pada masa lalu, masa sekarang dan yang diantisipasi di masa depan yang melaporkan tingkah laku tertentu. Informasi tersebut didapat dari anekdotal dan mengacu pada kesan-kesan, judgement dan kesimpulan dari klien / terapis. Secara karakteristik, laporan ini merupakan evaluasi / interpretasi subjektif dan dapat dibedakan dari banyak pengukuran obyektif seperti kuesioner yang sudah standar atau observasi tingkah laku yang langsung. Studi kasus memungkinkan kita untuk mengumpulkan data dari seorang individu atau beberapa individu. Penelitian studi kasus tidak merumuskan suatu hipotesis penelitian yang akan diuji kebenarannya, namun penelitian ini tetap memiliki proses penelitian, walaupun agak berbeda dengan jenis penelitian lain. Proses penelitian ini terbagi atas dua bagian, yaitu : 1. Metode Deduktif Metode ini merupakan langkah awal dalam penelitian yang berupa studi kepustakaan. Langkah awal ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan secara teoritis mengenai dinamika kepribadian pada pasangan kembar identik yang terpisah di lingkungan budaya yang berbeda. Hal ini dikaitkan dengan kerangka teori utama yang akan digunakan sebagai landasan pembahasan masalah. Setelah melakukan studi kepustakaan, maka peneliti dapat menentukan bahasan masalah yang hendak diteliti, serta menentukan metode dengan alat ukur yang akan digunakan. 59 BAB III Metodologi Penelitian 2. Metode Induktif Metode ini merupakan langkah lanjutan dalam penelitian yang berupa pengambilan data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti terhadap subjek penelitan yang telah ditentukan. Data yang digali dalam penelitian ini berkenaan dengan kepribadian pada kembar identik yang terpisah. Setelah memperoleh data yang lengkap, langkah berikutnya adalah menganalisis data yang diperoleh sehingga pada akhirnya akan diperoleh gambaran keseluruhan tentang kepribadian pada kembar identik yang terpisah di lingkungan budaya yang berbeda, sebagai jawaban dari permasalahan penelitian. 3.2. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan teknik- teknik sebagai berikut : 1. Interview Interview (wawancara) adalah suatu percakapan yang diarahkan pada masalah tertentu. Proses ini merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadap – hadapan secara fisik. Dari proses ini maka interview harus memperoleh satu kesimpulan mengenai subyek. Wawancara ini bertujuan untuk menjaring informasi mengenai subyek serta berusaha memahami lebih dalam tentang kepribadian subyek. 60 BAB III Metodologi Penelitian Interview dilakukan untuk menggali secara mendalam mengenai diri subyek, interaksi dalam keluarga, interaksi di luar keluarga dan interaksi keluarga dengan lingkungan luar rumah, dimana pola – pola yang khas yang ditemui dari interaksi tersebut menjadi bagian yang penting untuk menggambarkan profil masing – masing subyek. Selain itu interview juga akan berusaha menjaring informasi mengenai lingkungan yang menjadi pengamatan peneliti dalam riset ini yaitu lingkungan budaya Minang dan lingkungan budaya Jawa, tempat masing-masing kembar terpisah tersebut dibesarkan. Beberapa indikator pertanyaan yang menjadi arah percakapan antara peneliti dengan subjek antara lain adalah : No 1. Aspek Indikator Latar belakang keluarga x Jumlah keluarga dan keurutan dalam keluarga 2. Latar belakang pemisahan x Profil orang tua kandung x Profil orang tua angkat x Alasan pemisahkan x Usia pemisahan x Latar belakang budaya tempat pemisahan 3. Pola interaksi subyek x dengan lingkungan Interaksi subyek dengan tetangga sekitar rumah x Interaksi subyek dengan lingkungan sekolah 4. Riwayat pendidikan x Usia masuk sekolah dan jenjang 61 BAB III Metodologi Penelitian pendidikan yang diikuti x Spesifik pendidikan yang diikuti x Faktor-faktor kelebihan dan kekurangan yang dimiliki x Kondisi pergaulan dengan temanteman di sekolah 5. Riwayat pendidikan x Kapan mulai bekerja x Tempat bekerja x Jenis pekerjaan yang dipilih 2. Observasi Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini lebih ditekankan sebagai metode yang membantu dalam memberikan gambaran mengenai individu yang sedang diteliti.sebagai suatu metode ilmiah, observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis dari fenomena – fenomena yang diteliti atau sedang diobservasi. Ini sangat penting sebagai penunjang wawancara dan proses pengetesan psikologi. Observasi berkaitan dengan intonasi, kecepatan suara, perubahan mimik, gerakan – gerakan tubuh dan sebagainya. 3. Alat Tes Dalam penelitian ini, untuk melihat peran aspek nature dan nurture dalam membentuk kepribadian pada kembar identik yang terpisah di budaya 62 BAB III Metodologi Penelitian yang berbeda, maka peneliti memilih dan menetapkan 3 alat test yang dianggap relevan yang ditujukan pada : x Pada kembar identik; alat tes yang diberikan bertujuan untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai dinamika kepribadian mereka. x Pada Orang tua; alat tes yang diberikan bertujuan untuk dapat mengetahui trait–trait yang berkaitan dengan hereditas pada kembar identik. 3.3. Alat test yang digunakan Untuk mengungkapkan dinamika kepribadian mereka. Pemberian alat test akan dilakukan kepada pasangan kembar dan orang tua seperti pada tabel berikut : Tabel 3.1. Jenis Alat Tes yang digunakan Obyek Jenis Alat Test 1) Kembar Identik Big Five Personality Test WB EPPS 2) Orang tua kandung Big Five Personality Test EPPS 63 BAB III Metodologi Penelitian 3.3.1. Big Five Personality Test Tujuan alat tes : Alat tes ini diberikan pada kembar Atik dan Ana, serta ibu kandung mereka. Hal ini bertujuan untuk melihat kepribadian melalui trait yang mereka miliki dan melihat kesamaan yang mungkin timbul pada kembar Atik dan Ana, Atik dan ibu kandung serta Ana dan ibu kandung. Peneliti ingin melihat apakah sejauh mana basic tendency pada ibu diturunkan kepada anak-anaknya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melihat bagaimana peran aspek nature (genetik) dan aspek nurture (lingkungan) dalam membentuk kepribadian mereka Deskripsi alat tes : Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences. Pertanyaan-pertanyaan untuk big five ini menggunakan alat tes yaitu big five inventory yang dikembangkan oleh psikolog Oliver D. John, Ph.D dari U.C. Barceley. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan berasal dari penelitianpenelitian berdasarkan kepribadian, gaya hidup, nilai-nilai dan tingkah laku 64 BAB III Metodologi Penelitian dan telah diuji validitasnya serta didasarkan pada analisis statistik dari data personality yang dikumpulkan lebih dari 10.000 orang. Kelima traits kepribadian tersebut dijaring melalui item yang berjumlah 48 pertanyaan. No Aspek No item 1 Open to New Experience 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 41, 44, 46, 47 2 Concientiousness 3, 8, 13, 18, 23, 28, 33, 35, 38, 45 3 Extravert 1, 6, 11, 16, 21, 26, 27, 36, 42 4 Agreeableness 2, 7, 12, 17, 22, 32, 37, 48 5 Neuroticm 4, 9, 14, 19, 24, 29, 31, 34, 39, 43 Dari hasil tes ini nantinya akan didapatkan gambaran kepribadian subyek penelitian, hasil persentil dimensi big five personality pada masing-masing subyek penelitian serta persentil kemiripan kepribadian mereka. 3.3.2. EPPS ( Edward Personal Preference Schedule ) Tujuan alat tes : Tes ini bertujuan melihat needs (kebutuhan) untuk memprediksikan tingkah laku yang akan muncul sehingga dapat memprediksikan kepribadian pada kembar Atik, Ana juga ibu kandung mereka. Tes ini terutama adalah untuk melihat sejauh mana pemisahan akan berpengaruh pada kepribadian Atik dan 65 BAB III Metodologi Penelitian Ana dilihat melalui needs yang muncul, sedangkan tes pada ibu diharapkan dapat melihat kemungkinan apakah needs tersebut dipengaruhi oleh nature (genetik) ataukah lebih dipengaruhi oleh nurture (lingkungan). Deskripsi alat tes : EPPS biasa digunakan sebagai salah satu alat diagnostik untuk mendeskripsikan kepribadian seseorang. Tes kepribadian ini bersifat verbal dan memakai metode forced-choice, yaitu memilih di antara dua pernyataan pada setiap itemnya. Item tersbut pada kenyataannya sulit dilepaskan dari social desirebilty ( sesuatu pernyataan yang diharapkan oleh orang – orang pada umumnya), karena bagaimanapun manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin lepas dari apa yang diharapkan dan dikehendaki oleh lingkungannya. Bentuk pilihan pada EPPS membuka adanya konflik dalam menilai apa yang harus dipilih, serta kemudian dipaksa untuk memutuskan penilaiannya. Ketidakbebasan untuk memilih ini menyudutkan subyek untuk berhati – hati dalam menilai dirinya untuk sampai pada keputusan, oleh karena itu selain menggali hasil pertimbangan kognisi juga menggali keinginan, kebutuhan, dan kesukaan seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar akan tercermin dari hasil penilaian itu. Atas dasar pemikiran ini, Edward mengacu pada teori Murray tentang 30 needs ( kebutuhan ) manusia, yang kemudian ia pilih 15 kebutuhan yang dianggap sebagai kebutuhan yang mendasar. Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan kekurangan dan ingin memperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui usaha atau 66 BAB III Metodologi Penelitian tindakan ( James Drever, 1971 ). Teori kebutuhan dalam konteks psikologi sangat banyak jenisnya, missal teori Maslow. Teori Maslow menjadi acuan dari banyak teori tentang needs, termasuk yang dikembangkan oleh Murray, yang kemudian melalui aktivitas penelitian yang panjang dikembangkan oleh Allen L Edwards sebagai salah satu alat diagnostik untuk mendeskripsikan kepribadian seseorang. Hasil EPPS bukan hanya sekedar menggambarkan struktur kebutuhan seseorang, tetapi terkadang juga didalamnya arti dinamis dan struktur kebutuhan tersebut, sehingga seorang psikodiagnostikus akan mampu memahami perilaku subyek serta membuat prediksi dari perilakunya. Kelima belas need dalam EPPS adalah : 1. Achievement ( Ach ) Kebutuhan untuk melakukan yang terbaik menjadi sukses, melakukan tugas yang membutuhkan keterampilan dan usaha, menjadi otoritas menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik, mengatasi permasalahan yang sulit, dapat melakukan ssuatu lebih baik daripada orang lain, menulis novel atau permainan yang bagus. 2. Deference ( Def ) Kebutuhan menerima saran dari yang lain, mengetahui apa yang dipikirkan oleh orang lain, mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang lain, kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan konvensional, membiarkan orang lain yang membuat keputusan. 67 BAB III Metodologi Penelitian 3. Order ( ord ) Kebutuhan akan kerapian dan keteraturan, membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu, mengatur detil – detil pekerjaan. 4. Exhibition ( exh ) Extravert, riang, mengomentari penampilan seseorang, mengatakan sesuatu hanya untuk menilai pengaruhnya pada orang lain, mengungkapkan prestasi dirinya, keinginan menjadi pusat perhatian, mengucapkan kata – kata yang tidak dimengerti orang lain, dan memberikan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh orang lain. 5. Autonomy ( aut ) Keinginan untuk mandiri, bebas melakukan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan, tidak tergantung dalam mengambil keputusan, melakukan hal – hal yang inkonvensional, menghindari situasi yang menginginkan konformitas, mengkritisi otoritas, menolak tanggungjawab dan kewajiban 6. Affiliation ( Alt ) Kebutuhan untuk setia pada teman, tergabung dalam kelompok pertemanan, memiliki teman sebanyak mungkin, melakukan sesuatu bersama orang lain daripada melakukannya seorang diri, membangun kedekatan yang kuat dengan orang lain . 68 BAB III Metodologi Penelitian 7. Intraception ( Int ) Kebutuhan akan minat terhadap permasalahan manusia untuk diketahui dan dianalisis, menampatkan diri pada kebutuhan orang. 8. Succorance ( suc ) Membutuhkan pertolongan orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari dukungan orang lain, bersifat agosentris dan kurang dewasa, mendapatkan afeksi dari orang lain, membutuhkan simpati dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya. 9. Dominance ( dom ) Kebutuhan untuk memimpin, membuat keputusan kelompok, terpilih menjadi pemimpin komite, mempengaruhi orang lain untuk melakukan yang ia inginkan, mengawasi , memberikan instruksi, dan mengarahkan tindakan orang lain. 10. Abasement ( aba ) Merasa bersalah ketika melakukan kesalahan, menerima hukuman bila melakuka hal yang tidak benar, merasa lebih baik untuk menghindari perselisihan, merasa bersalah, akan ketidakmampuannya mengatasi situasi takut akan superioritas dan merasa inferior bila dibandingkan dengan orang lain. 69 BAB III Metodologi Penelitian 11. Nurturance ( nur ) Mencerminkan rasa sosial , bersedia dan siap memberi pertolongan kepada siapa yang pantas dan layak menerimanya, memberika simpati dan afeksi kepada orang lain. 12. Change ( chg ) Melakukan hal – hal baru dan berbeda, bertemu dengan orang – orang baru, bereksperiman dan mencoba hal baru, berpartisipasi dalam kebiasaan – kebiasaan . 13. Endurance ( end ) Keuletan, kegigihan, ketekunan dalam menyelesaikan pekerjaan, mencoba mencari pemecahan suatu masalah sampai teratasi, mencoba mengerjakan pekerjaan sendiri sebelum meminta bantuan orang lain, kemampuan mengantisipasi dan mengatasi gangguan pada saat bekerja. 14. Heterosexuality ( het ) Keinginan untuk melakukan kehidupan seksual dengan lawan jenis dalam kehidupan sehari –hari, menjadi individu yang menarik secara seksual bagi lawan jenis, berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex, membaca, bermain, dan mendengarkan hal – hal yang berhubungan dengan seks. 15. Aggresion ( agg ) Melawan hal – hal yang memiliki pandangan yang berbeda, mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan, mengkritisi, 70 BAB III Metodologi Penelitian memperlihatkan kemarahan, menyalahkan orang lain akan kesalahan yang terjadi, membaca hal – hal yang berhubungan dengan kekerasan Administrasi Subyek dapat membaca sendiri instruksi pada buku tes dan langsung mengerjakan soal yang diberikan sebanyak 225. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh tes berkisar 40 – 60 menit. Bagi mereka yang memiliki taraf kecerdasan rata –rata. Skoring : 1 Membuat garis diagonal merah melalui : 2 i. no. 1, 7, 13, 19, 25 ii. no. 101, 10, 113, 119, 125 iii. 201, 207, 213, 219, 225 Membuat garis diagonal biru melalui : i. no. 26, 32, 38, 44, 50 ii. no. 51, 57, 63, 69, 75 iii. no. 151, 157, 163, 169, 175 3 Mengisi kolom r, c, dan s dengan cara : - r, dihitung dengan cara menghitung pada setiap baris ( secara horizontal ) hanya item A yang dilingkari subyek, kecuali A yang terkena garis merah. - c, dihitung dengan cara menghitung pada setiap kolom ( secara vertikal ) hanya item B yang dilingkari subyek, kecuali B yang terkena garis merah. 71 BAB III Metodologi Penelitian -s, diisi dengan cara menjumlahkan skor r dan c. Jumlah maksimum skor adalah 28. 4 Pada bagian bawah lembar jawaban terdapat kotak ( 15 kotak ). Istilah kotak – kotak itu dengan cara membandingkankan jawaban A/B yang terkena garis biru dan merah pada setiap kolom. Bila ditemukan kesamaan jawabab, maka berilah tanda checklist . Hanya skor yang berkisar antara 10 – 15 yang menunjukkan konsisiten dan dapat diinterpretasikan karena hasilnya dapat dianggap valid. 5 Carilah kedudukan skor s dari masing – masing need berdasarkan profil sehingga diperoleh grafik need subyek secara keseluruhan. 6 Tinggi rendahnya need pada individu itu sendiri dibandingkan dengan mean profile, yang berbeda normanya bagi pria dan wanita. 3.3.3. WB ( Wechsler Bellevue Intelligence Scale ) Tujuan alat tes : Alat tes ini diberikan pada kembar Atik dan Ana. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas intelektual pada kembar identik yang terpisah untuk melihat apakah kapasitas intelektual mereka cenderung berbeda ataukah sama mengingat mereka memiliki keterkaitan genetik yang sangat erat. Deskripsi alat tes : WB merupakan salah satu alat ukur intelegensi untuk melihat kapasitas potensi intelektual pada diri seseorang. Tes ini terdiri dari 11 subtes yaitu 6 subtes verbal dan 5 subtes non verbal / performance. 72 BAB III Metodologi Penelitian Subtes verbal terdiri dari : - information - comprehension - digit span - arithmetic - similarities - vocabulary Subtes performance terdiri dari : - picture arrangement - picture completion - block design - object assembly - digit symbol 3.4. Prosedur Pelaksanaan Prosedur pelaksanaan penelitian studi kasus yang dilakukan dibagi menjadi 4 tahap yaitu : 1. Tahap Persiapan a. Pada tahun 2005, peneliti bertemu dengan subjek BJ di kota Padang dan melakukan interview awal sekaligus melakukan observasi secara langsung terhadap subjek. 73 BAB III Metodologi Penelitian b. Beberapa bulan setelah itu, peneliti bertemu dengan subjek AJ di kota Bandung dan melakukan interview awal dan sekaligus melakukan observasi secara langsung terhadap subjek. c. Membuat dan menyusun usulan rancangan penelitian yang sesuai. d. Menetapkan desain penelitiandan alat ukur yang akan digunakan dan penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data a. Melaksanakan pengambilan data pada subjek BJ dan Ibu di kota Padang, berupa interview, obvervasi dan pengisian lembar riwayat hidup dan meminta subjek untuk mengerjakan alat tes Big Five Personality, EPPS dan WB dan dilakukan secara individual. b. Melaksanakan pengambilan data pada subjek AJ di kota Bandung, berupa interview, obvervasi dan pengisian lembar riwayat hidup dan meminta subjek untuk mengerjakan alat tes Big Five Personality, EPPS dan WB dan dilakukan secara individual. c. Melakukan pengambilan data penunjang (anamnesa) sekaligus bertujuan untuk melakukan cross-check terhadap informasi yang diberikan oleh subjek. Sumber data diperoleh melalui Ibu dan saudarasaudara kandung BJ dan AJ. 3. Tahap Pengolahan Data a. Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari para subjek penelitian. b. Melakukan skoring hasil tes Big Five Personality, EPPS dan WB. 74 BAB III Metodologi Penelitian 4. Tahap Pembahasan a. Menginterpretasikan data yang diperoleh melalui alat ukur yang telah diberikan kepada para subjek penelitian. b. Membuat gambaran dinamika kepribadian. c. Membuat kesimpulan hasil penelitian dan saran. 75 BAB IV Pembahasan Masalah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH 4.1. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai dinamika kepribadian anak kembar yang terpisah di budaya Minang dan Jawa serta bagaimana peran nature (genetik) dan nurture (lingkungan) dalam membentuk kepribadian mereka. Pada bab ini akan disajikan data mengenai subyek penelitian serta profil keluarga mereka. Kemudian dilanjutkan dengan hasil perhitungan dari big five personality berupa hasil perhitungan persentil dari trait-trait kepribadian big five dilanjutkan dengan pembahasan. Selanjutnya juga akan disajikan hasil perhitungan dan pembahasan dari tes EPPS dan WB sebagai data pelengkap untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kepribadian mereka. 4.2. Identitas Subyek Subjek A Nama Jenis Kelamin Tempat Tanggal Lahir Suku Bangsa Agama Pendidikan Alamat : Nurul Muflihati/Atik (AP) : Perempuan : Padang, 23 Agustus 1972 : Jawa : Islam : S1 Ekonomi Manajemen PERBANAS : Jl AT no. 27 Pdg 76 BAB IV Pembahasan Masalah Nama Ayah Usia Ayah Suku Bangsa Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Alamat : HS (alm) :: Jawa : Islam : D3 : Direktur PT SBU Pdg :- Nama Ibu Usia Ibu Suku Bangsa Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Alamat : UM : 63 tahun :J : Islam : SMA : Ibu rumah tangga : Jl KS no 4 Pdg Subjek B Nama Jenis Kelamin Tempat Tanggal Lahir Suku Bangsa Agama Pendidikan Alamat : Nurul Muflihana/Ana (BJ) : Perempuan : Padang, 23 Agustus 1972 : Jawa : Islam : S1 Ekonomi UPN Jogyakarta : Jl C no. 2 Bdg Nama Ayah Usia Ayah Suku Bangsa Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Alamat : HS (alm) :: Jawa : Islam : D3 : Direktur PT SBU pdg :- Nama Ibu Usia Ibu Suku Bangsa Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Alamat : UM : 63 tahun : Jawa : Islam : SMA : Ibu rumah tangga : Jl KS no 4 Pdg 77 BAB IV Pembahasan Masalah 4.3. Profil Keluarga Kandung AP dan BJ Keluarga HS memiliki 5 orang anak, anak ke 4 dan ke 5 merupakan kembar identik, pasangan suami isteri HS adalah pasangan yang gigih dalam berusaha dan selalu berusaha mewujudkan impian, Bapak HS adalah laki-laki yang bijaksana, ulet dan sangat supel dalam bergaul di masyarakat. Bapak HS berasal dari Kebumen Jawa Tengah yang merantau ke kota Padang Sumatera Barat pada tahun 1970 dengan berbekal tekad yang kuat untuk mengubah nasib dan mencari peluang usaha yang lebih baik. Beliau menerima tawaran kerabat di kota Padang untuk mengelola usaha di bidang industri kayu. Dengan keuletan dan kerja keras akhirnya keluarga HS berhasil memiliki usaha keluarga yang memberikan kemapanan baik secara ekonomi maupun kesejahteraan bagi orang – orang disekelilingnya. Etos kerja dan keberhasilan bapak HS dan isterinya berbuah manis, menjadikan keluarga ini sebagai salah satu keluarga pengusaha yang diperhitungkan di kota Padang. Kondisi ini tentunya berdampak pada kesejahteraan yang dirasakan pula oleh anak – anak mereka, anak 1, 2, 3, si kembar AP dan BJ. Semuanya memperoleh fasilitas pendidikan yang baik sampai ke jenjang pendidikan S1. Kelahiran si kembar AP dan BJ pada tahun 1972 merupakan masa perjuangan keluarga ini, kemampuan bapak HS berinteraksi dengan warga setempat dan relasi yang erat dengan para tokoh adat maupun dengan pengusaha 78 BAB IV Pembahasan Masalah lokal menjadikan ia berhasil mengelola perusahaan dengan tim kerja warga setempat. Perbedaan adat istiadat, karakter dan sikap tingkah laku mampu diatasi oleh bapak HS. Interaksi antar budaya Minang dan Jawa terjadi dalam dinamika pergaulan sehari – hari baik antara karyawan dengan bapak HS, maupun antara karyawan dengan keluarga karena lokasi usaha berdekatan dengan lokasi rumah. Sedangkan ibu HS juga berasal dari Kebumen Jawa Tengah, dikenal sebagai seorang isteri yang sangat berbakti kepada suami, dia mampu menjadi pasangan yang selalu mendukung suami dan mampu mengatur ritme peran ganda antara sebagai ibu dan juga sebagai pasangan yang membantu usaha suaminya berkembang. Dikenal sebagai ibu yang selalu cerewet dan sangat keras terhadap aturan yang harus ditegakkan di rumah, misal setiap anak harus pulang tepat waktu dan langsung makan siang, dan segudang nasehat serta aturan lain yang harus dipatuhi. 4.4. Profil Subyek Penelitian 4.4.1. Profil Subyek AP Saat ini AP berusia 36 tahun, menikah dan memiliki 1 anak, menghabiskan masa kecil hingga SMA di Kota Padang, kuliah di STIE Perbanas Jakarta, memulai karir pertamanya di sebuah bank swasta dan saat ini menjadi pengusaha distributor galon air di Kota Padang. 79 BAB IV Pembahasan Masalah Dari hasil wawancara dengan ibunya masa balita AP penuh dinamika. Dalam pergaulan sehari – hari AP dikenal sebagai orang yang mudah bergaul, ekstrovert, to the point, dan kritis. Semasa anak – anak dan remaja, AP dikenal sebagai anak yang manja, aktif diberbagai kegiatan dan terkadang suka membuat masalah dengan beberapa teman baik disekolah maupun di rumah. Sikap dan perangai AP yang ekspresif dan berbicara langsung tanpa memperdulikan perasaan lawan bicaranya, keberaniannya mencoba hal – hal baru membuat AP menjadi anak yang sedikit membangkang tapi sangat menyukai tantangan. Pada masa remajanya AP mengikuti les menari sampai untuk pentas panggung di sekolah, mengikuti sekolah model dan aktif mengikuti berbagai perlombaan modeling di tingkat daerah maupun nasional.Untuk mengikuti kegiatan ini, AP seringkali mencuricuri waktu karena kegiatan ini tidak disetujui oleh sang Ayah. Untungnya sang Ibu cukup mengerti keinginan AP, karena melihat AP cukup berpotensi dibidang tersebut dan sering meraih penghargaan. Ketika SMP dan SMA, AP juga seringkali berbohong agar diberi izin keluar rumah, agar dapat bermain bersama teman-temannya. AP juga terkadang masuk kedalam rumah secara diam-diam, karena sering pulang larut malam selesai pentas dan terkadang mencuri-curi waktu untuk menyupir mobil ayahnya karena ingin sekali belajar mengendarai mobil. 80 BAB IV Pembahasan Masalah Lingkungan Subyek (AP) AP dibesarkan di lingkungan budaya Minang yang kental, sejak kepindahan keluarga HS ke Kota Padang, awal mereka tinggal di lingkungan pemukiman padat di Bantaran Sungai daerah Padang Baru. Interaksi keseharian antar warga di pemukiman itu sangatlah erat, sebagian besar warga di wilayah itu bersuku Minang dan hanya segelintir yang bersuku non Minang, termasuk Keluarga HS yang bersuku Jawa, mereka rata – rata bekerja sebagai pedagang dan pekerja/karyawan. Untuk memulai hidup di tanah rantau Keluarga HS merintis usaha kayu olahan diantaranya mebel dan perlengkapan interior kayu. Keluarga HS dikenal sangat bersahabat dan mudah bergaul di lingkungan barunya. Para tetangga yang dominan bersuku Minang juga senantiasa sukarela saling bantu dan berinteraksi erat dengan keluarga HS, bahkan pekerja yang membantu keluarga HS hampir semua bersuku Minang. AP sebagai anak ke 4 keluarga HS di lahirkan pada saat keluarga HS merintis usaha dan dibesarkan di Padang Baru, sejak kecil terbiasa menyaksikan kegiatan usaha para tetangga di sekelilingnya, bermain dan diasuh oleh pengasuhnya yang bersuku Minang, lingkungan bermain yang dominan banyak di alam terbuka dan selalu berada di tengah komunitas anak – anak Minang, yang memiliki ciri khas suka protes, berteriak, to the point dan saling bantu membuat AP tumbuh menjadi gadis yang ekspresif dan straight point terhadap fenomena apapun. 81 BAB IV Pembahasan Masalah x Masa Balita ( 0 thn - 5 Thn ) Sejak kecil diasuh oleh Ibunya dan dibantu oleh pembantu rumah tangga yang bersuku Minang, disaat ibu ikut membantu Ayah berbisnis AP kecil biasa dititipkan kepada pembantu rumah tangga yang bersuku Minang atau kadang dititipkan kepada tetangga dekat. Bersekolah di TK Pertiwi yang dominan siswanya berasal dari keluarga Minang dan hanya beberapa yang berasal dari keluarga Jawa, Makassar, Batak dan Bali. x Masa Kanak – kanak ( 6 thn - 12 thn ) Bersekolah di SDN Pertiwi II dan memiliki banyak teman dominan berasal dari suku Minang, segala bentuk permainan maupun lomba sangat suka diikuti oleh AP. Di lingkungan rumah AP memimpin kelompok/gank bermain yang terdiri dari kawan – kawan seputar rumah, biasanya tim kelompok itu akan bermain bersama di saat – saat tertentu. x Masa Remaja dan Dewasa Masa SMP AP menjadi anak yang sangat sibuk mengikuti kegiatan berbagai hal, aktivitas di luar rumah lebih banyak. Pada masa SMA dipertemukan kepada saudara kandung merupakan hal yang sangat berarti, sikap superior AP terhadap BJ sangat terlihat dalam keseharian, mulai dari memilih pakaian, menentukan apakah mereka pulang sendiri atau bersama. 82 BAB IV Pembahasan Masalah 4.4.2. Profil Subyek BJ Saat ini BJ berusia 36 tahun, menikah dan memiliki 2 anak, menghabiskan masa kecil dan remajanya di kota kecil sebelah barat Yogyakarta, sedangkan masa SMA bersekolah bersama di Kota Padang, kuliah di Fakultas Ekonomi UPN Yogyakarta, memulai karir pertamanya di sebuah bank swasta dan saat ini bekerja di Perusahaan Konsultan di Kota Bandung . BJ sejak di pisahkan dari kembarannya, sejak bayi diasuh oleh kakak kandung Ibunya atau Keluarga pakde MI yang tinggal di daerah Kecamatan Prembun Daerah Istimewa Yogyakarta atau sekitar 30 km ke arah barat dari Pusat Kota Yogyakarta . Keluarga MI di kecamatan Prembun termasuk keluarga terpandang yang memiliki aset berupa tanah produktif, sawah, kebun dan perusahaan penggilingan padi terbesar di wilayah tersebut dan menyewakan tanah produktif kepada warga setempat. Tradisi dan kebiasan adat Jawa yang sangat primodial menjadi ciri khas lingkungan yang berada di wilayah barat Yogyakarta ini. Masyarakat Prembun seperti masyarakat Jawa pada umumnya sangat menjunjung tinggi prinsip – prinsip kehormatan, status sosial ditentukan oleh nilai kehormatan yang dimiliki dan menjadi label seseorang, Pakde MI adalah keturunan langsung Raden Mas Aryo Padmokisworo, yang pada zaman belanda menjabat sebagai Residen Magelang, pada masa pensiunannya diberikan hak pengelolaan lahan atas wilayah Prembun seluas 100 hektar dengan status sosial 83 BAB IV Pembahasan Masalah bertrah ningrat dan memiliki kekayaan melimpah, keluarga Pakde MI menjadi keluarga yang sangat disegani. Lingkungan rumah berada di jantung wilayah Prembun, masyarakat mengenal rumah keluarga Iskandar dengan sebutan rumah Loji, rumah dengan detail seperti kepuntren dengan pendopo utama sebagai area entrance, dengan luas rumah yang hampir berukuran 1000 m2 pakde MI memiliki abdi dalem yang cukup banyak yaitu sekitar 4 orang, dengan demikian putera – puteri Pakde MI termasuk BJ tumbuh menjadi anak- anak yang berada dalam kemapanan dan memperoleh fasiltas pelayanan abdi. Teman – teman bermain BJ sangat terbatas hanya berada dilingkungan rumah saja yang kebetulan anak – anak para pembantu yang sesekali tinggal bersama di rumah tersebut, BJ dikenal sebagai anak yang suka mengatur, dan selalu harus dperhatikan kawan – kawannya. Pakde MI sangat menyayangi BJ dan cenderung memanjakannya, apapun yang diinginkan BJ selalu dipenuhi, berbeda dengan Bude MI yang dikenal sangat disiplin dan teratur justru mendidik BJ dengan tata aturan yang formal. x Masa balita ( 0 – 5 Tahun ) Sejak kecil BJ diasuh oleh Ibunya dan dibantu oleh satu orang pengasuh yang senantiasa mengikutinya kemana BJ pergi, walaupun jarang keluar rumah BJ kecil sangat suka mengeksplorasi setiap sudut rumah mereka yang luas. 84 BAB IV Pembahasan Masalah Bersekolah di TK Sanjaya, tidak memiliki teman banyak, tidak terlalu suka bermain di alam bebas, hanya akrab kepada satu dan dua orang teman yang rumahnya se arah dengan rumah BJ. x Masa Kanak – kanak Bersekolah di SDN 01 Prembun, tidak memiliki banyak teman, lebih suka mengamati kawan – kawannya bermain daripada ikut terlibat di dalamnya. Memiliki minat dominan kepada pelajaran – pelajaran sosial dan menghindari pelajaran yang bersifat hitungan. x Masa Remaja dan Dewasa Masa SMP di Yogyakarta, sedangkan masa SMA sejak bertemu kembali dengan keluarga kandung selama 2 tahun berada di kota Padang, pertemuan kembali dengan keluarga kandung merupakan masa – masa adaptasi yang tinggi untuk BJ. Meneruskan kulian di Universitas UPN Yogyakarta Fakultas Ekonomi dan saat ini bekerja di perusahaan konsultan milik keluarga suami di Bandung. 85 BAB IV Pembahasan Masalah 4.5. Hasil Analisa Test Big Five Dari hasil tes big five personality, didapat hasil persentil masing-masing dimensi big five dari AP dan BJ, serta Ibu. Tabel 4.1. Hasil Persentil Big Five DIMENSI AP BJ IBU Open to New Experiences 68 18 58 Conscientious 72 81 72 Extroverted 78 50 47 Agreeable 42 64 64 Neuroticm 38 50 34 Diagram Big Five AP, BJ dan Ibu O C E A N 86 BAB IV Pembahasan Masalah 4.5.1. Analisa Big Five AP Tabel 4.2. Diagram Big Five AP O C E A N Kepribadian subjek AP berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut : x AP cenderung kurang menyukai hal-hal yang bersifat konvensional, ingin tahu mengenai hal-hal yang baru dan cukup kreatif x AP merupakan individu yang cukup terorganisir dan dapat dipercaya x AP merupakan individu yang bersahabat, menyukai relasi sosial dan sangat bersemangat x AP adalah individu yang sangat mudah mengkritisi orang lain x AP cenderung tenang dan tidak mudah panik meskipun dalam situasi yang penuh tekanan. 87 BAB IV Pembahasan Masalah 4.5.2. Hasil Test Big Five BJ Tabel 4.3. Diagram Big Five BJ O C E A N Kepribadian subjek BJ berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut : x BJ cenderung konvensional dan tidak terbuka terhadap pengalaman yang baru x BJ merupakan individu yang sangat terorganisir, merencanakan segala sesuatu dengan detail dan dapat dipercaya x Dalam situasi sosial BJ cenderung pemalu dan menarik diri x BJ cenderung mudah khawatir, cemas dan tidak tenang dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan. 88 BAB IV Pembahasan Masalah 4.5.3. Hasil Test Big Five Ibu Tabel 4.4. Diagram Big Five Ibu O C E A N Kepribadian subjek Ibu berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut : x Ibu cenderung agak konvensional x Ibu termasuk individu yang cukup terorganisir, rapi serta dapat dipercaya/diandalkan x Ibu cenderung malu dan menarik diri dalam situasi sosial x Ibu cenderung bersikap tenang, meskipun dalam situasi penuh tekanan. 89 BAB IV Pembahasan Masalah 4.5.4. Perbandingan Hasil Test Big Five Kembar AP dan BJ Tabel 4.5. Diagram Big Five AP dan BJ O C E A N Perbandingan kepribadian antara AP dan BJ berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut : x AP lebih terbuka untuk mengalami pengalaman-pengalaman baru dan cenderung lebih kreatif daripada kembarannya BJ. x AP menikmati kehidupan dan interaksi sosialnya, suka bepergian, lebih mudah menyesuaikan diri pada situasi yang baru sedangkan kembarannya BJ cenderung menjauh dari kehidupan sosial, memilih hal-hal yang sederhana dan cenderung monoton. x AP sangat mudah mengkritik orang lain, dan asertif dalam menyampaikan pendapatnya sedangkan kembarannya BJ sulit mengkritik orang lain 90 BAB IV Pembahasan Masalah walaupun menginginkannya namun cenderung sulit menyampaikan pendapatnya dengan tepat. x AP cenderung tenang dalam situasi yang penuh tekanan, sebaliknya BJ mudah panik dan khawatir ketika menghadapi masalah atau situasi yang penuh tekanan. x Dibandingkan AP, BJ jauh lebih terorganisir dan terencana dan jauh lebih rapi dibanding dengan AP. Trait kepribadian antara AP dan BJ berdasarkan lima dimensi pokok big five memiliki kesamaan dengan skor 46,58 persentil. 4.5.5. Perbandingan Hasil Tes Big Five Ibu dan AP Tabel 4.6. Hasil Big Five Personality Survey O C E A N 91 BAB IV Pembahasan Masalah Perbandingan kepribadian antara Ibu dan AP berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut : x AP lebih terbuka terhadap hal-hal yang baru dibandingkan ibu. x Ibu cukup teratur, rapi serta dapat dipercaya, begitu juga dengan AP x AP percaya diri dan suka bergaul dan energik sedangkan Ibu cenderung pemalu dan menarik diri di situasi sosial x AP gampang mengkritisi orang lain, sedangkan ibu sulit untuk mengkritisi orang lain Trait kepribadian antara AP dan Ibu berdasarkan lima dimensi pokok big five memiliki kesamaan dengan skor 67,49 persentil. 4.5.6. Perbandingan Hasil Tes Big Five Ibu dan BJ TAbel 4.7. Hasil Big Five Personality Survey O C E A N 92 BAB IV Pembahasan Masalah Perbandingan kepribadian antara Ibu dan BJ berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut : x Ibu cenderung konvensional, sedangkan BJ sangat konvensional x Ibu cukup teratur, rapi serta dapat dipercaya, sedangkan BJ sangat teratur, rapi serta dapat dipercaya x Ibu cenderung malu dan menghindari situasi sosial, begitu pula dengan BJ x Ibu sulit untuk mengkritisi orang lain dan menyampaikan pendapat dengan tepat, begitu pula dengan BJ Trait kepribadian antara BJ dan Ibu berdasarkan lima dimensi pokok big five memiliki kesamaan dengan skor 70,75 persentil. 4.5.7. Pembahasan 4.5.7.1. Peran Nature dan Nurture dalam Membentuk Karakter Kepribadian Subyek Peran Nature (genetik) dan Nurture (lingkungan) merupakan dua unsur penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Pada kembar identik AP dan BJ, peran Nature dapat terlihat pada adanya kecenderungan kemiripan pada traits kepribadian yang mereka miliki, karena traits kepribadian merupakan basic tendency yang merupakan biological based yang erat kaitannya dengan faktor Nature. Adapun unsur Nurture (lingkungan) nantinya akan terlibat pada dinamika basic tendencies tersebut 93 BAB IV Pembahasan Masalah dan berperan dalam menentukan apakah basic tendencies tersebut akan berkembang menjadi dominan ataukah tidak dalam kehidupan mereka. Dari hasil perhitungan analisis big five personality diperoleh hasil persentil kemiripan/kesamaan antara kepribadian AP, BJ dan Ibu yaitu : Tabel 4.7 Hasil Persentil Big Five AP dan BJ AP dan Ibu BJ dan Ibu 46,58 67,49 70,75 Dari hasil tersebut dapat diketahui beberapa hal yaitu : Skor persentil antara kembar AP dan BJ sebesar 46,58. Hal ini dapat diartikan bahwa basic tendency pada trait-trait kepribadian yang mereka miliki memiliki kesamaan sebesar 46,58 yang berarti lebih banyak ditemukan perbedaan daripada persamaan pada trait-trait kepribadian mereka. Skor persentil antara AP dan Ibu sebesar 67,49 sedangkan skor persentil antara BJ dan Ibu sebesar 70,75. Hal ini berarti lebih ditemukan kemiripan trait-trait kepribadian pada Ibu dengan BJ yang dibesarkan di Jawa dibandingkan dengan AP yang sejak lahir tinggal bersama Ibu. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan lingkungan tempat mereka dibesarkan. Lingkungan disini yaitu kota Padang, Sumatera Barat tempat AP dibesarkan yang memiliki sistem nilai dan tradisi budaya Minangkabau dan Kota Kebumen, Jawa Tengah tempat BJ dibesarkan yang memiliki sistem nilai dan tradisi budaya Jawa. 94 BAB IV Pembahasan Masalah Berikut penjelasan mengenai trait kepribadian AP, BJ, dan Ibu : No Trait 1 Extraversion Pada dimensi Analisa Extraversion, AP memiliki tingkat Extraversion yang cenderung tinggi. AP adalah pribadi yang mudah menyesuaikan diri, aktif berbicara, optimis, dan suka berelasi (ekstrovert). Aktivitas dan eksplorasi AP yang tinggi diluar rumah dan pengalaman ketika berada di lingkungan rumah yang hampir sebagian besar tetangganya adalah orang Minang, memberikan kontribusi bagi AP sehingga tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakteristik Extraversion. Masyarakat Minang pada umumnya memiliki rasa kebersamaan yang sangat tinggi dengan sesama maupun dengan antar kelompok suku, sehingga mereka cenderung memiliki relasi yang luas. Adapun kembarannya BP cenderung memiliki karakteristik introversion. BJ cenderung agak sulit menyesuaikan diri, cenderung diam, pesimistik & kurang nyaman berelasi. Dalam hal ini Ibu dan BJ memiliki basic tendency yang sama (cenderung memiliki karakteristik Introversion). Potensi ini menjadi lebih berkembang pada BJ karena distimulus oleh tata krama & adat Jawa yang ketat sehingga BJ cenderung tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakteristik Introversion. 2 Agreeableness Pada dimensi Agreeableness, diketahui bahwa AJ memiliki tingkat Agreeableness yang lebih rendah dari BJ. Adanya interaksi yang intensif dengan lingkungan tetangga, kawan bermain di rumah dan di sekolah memberikan kontribusi bagi perkembangan kemandirian AP dalam mengambil 95 BAB IV Pembahasan Masalah keputusan dan berargumen. Karakter budaya masyarakat Sumatera, termasuk orang Minang selalu mengatakan apa yang ada dikepalanya dan terus terang dalam menyatakan sikapnya, sehingga memberikan dasar bagi perkembangan pribadi yang memiliki karakteristik Agreeableness rendah. Adapun BJ memiliki tingkat Agreeableness yang tinggi. BJ cenderung mengikuti orang lain, berusaha menghindari konflik, dan dependent. Dalam hal ini Ibu dan BJ memiliki basic tendency yang sama (dalam hal tingkat Agreeableness). Potensi ini menjadi lebih berkembang pada BJ daripada AJ karena distimulus oleh pola interaksi dalam keluarga dan lingkungan budaya Jawa tempat BJ dibesarkan yang bersifat koleteral, saling memberi, tenggang rasa (tepa selira), conform dengan sesama namun dengan budaya pakewuh dan tata karma adat Jawa yang ketat dan tidak terbiasa berekspresi menyatakan sikap apa adanya, sehingga memberikan dasar bagi perkembangan pribadi BJ yang memiliki karakteristik Agreeableness yang tinggi. 3 Neuroticm Pada dimensi Neuroticm, AP memiliki tingkat Neuroticm yang rendah. Interaksi tetangga, kawan bermain di rumah dan di sekolah memberikan kontribusi bagi perkembangan kemandirian AP dalam berfikir dan bersikap, mengatasi perselisihan dan argumentasi serta terbiasa menangani konflik, memberikan dasar bagi perkembangan pribadi yang memiliki karakteristik Neuroticm rendah. Dalam hal ini Ibu dan AJ memiliki basic tendency yang sama (Neuroticm rendah). Adapun BJ memiliki tingkat 96 BAB IV Pembahasan Masalah Neuroticm yang lebih tinggi. BJ cenderung mudah gelisah dalam situasi penuh tekanan , kurang yakin dan kurang puas terhadap diri sendiri (nervous).. Potensi ini menjadi lebih berkembang karena distimulus oleh pola interaksi dalam keluarga dan lingkungan budaya Jawa yang menjunjung tinggi prinsip kehormatan dengan mengorbankan ide-ide dan ekspresi keterbukaan, terlebih lagi dengan tata karma adat Jawa yang ketat, tidak terbiasa menyatakan sikap perlawanan, selalu harus menurut walaupun bertentangan dengan hati dan jarang mengelola konflik memberikan dasar bagi perkembangan pribadi yang memiliki karakteristik Neuroticm. 4 Openess to experiences Pada dimensi Openess to experiences, AP memiliki tingkat Openess to experiences yang lebih tinggi dari BJ. AP memiliki pribadi yang inkonvensional, kreatif, lebih terbuka terhadap hal-hal yang baru. Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas dan eksplorasi AP yang luas diluar rumah serta pengalaman AP berada di lingkungan rumah yang sebagian warganya bersikap terbuka, memberikan ruang gerak bagi kebebasan berekspresi, berkreasi dan berimajinasi, sehingga membuat AP tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakterisitk Openness to experiences yang lebih tinggi daripada BJ. Dalam hal ini Ibu dan BJ memiliki basic tendency yang sama (tingkat Openness to experiences cenderung rendah). Ibu dan BJ cenderung konvensional/ tradisional, sederhana, dan memiliki minat terbatas pada hal yang dipahami saja (close-minded). Potensi ini menjadi lebih 97 BAB IV Pembahasan Masalah berkembang pada BJ daripada AP karena distimulus oleh tata krama & adat Jawa yang sedikit tertutup, membatasi kebebasan dalam mengekspresikan diri maupun berimajinasi sehingga BJ tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakteristik Openness to experiences dengan skor rendah. Conscientiousness Pada dimensi Conscientiousness, sebenarnya baik AP, BJ 5 dan Ibu sama-sama tergolong Conscientiousness, hanya saja pada BJ tingkat Conscientiousness yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan pada AP dan Ibu. BJ adalah pribadi yang sangat teratur, sangat disiplin, tepat waktu dan sangat rapi. Dalam hal ini, pola keteraturan hidup di lingkungan Jawalah yang memberikan dasar bagi BJ untuk tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakteristik Conscientiousness yang tinggi. Sumber : Hasil analisa penelitian 4.6. HASIL EPPS 4.6.1. Hasil Analisis EPPS (Edward Personal Preference Schedule) Subyek AP Raw No Needs Score Mean Profile Percentile 1 Achievement 17 0 83 2 Deference 9 -- 9 3 Order 17 0 65 4 Exhibition 16 ++ 89 5 Autonomy 14 ++ 72 98 BAB IV Pembahasan Masalah 6 Afiliation 12 - 10 7 Intraception 20 + 89 8 Succorance 12 + 46 9 Dominance 12 - 71 10 Abasement 15 - 36 11 Nurturance 19 0 56 12 Change 14 0 37 13 Endurance 15 - 39 14 Heterosexual 0 -- 10 15 Aggression 18 ++ 96 85 Consistency 13 Data Dan Interprestasi Fragmental (AP) No 1 r SS Exhibition Kebutuhan yang kuat untuk menunjukkan dirinya, keinginan ++ 2 Interprestasi Aggression menjadi pusat perhatian, extravert, riang, percaya diri Kebutuhan yang kuat memiliki pendapat yang berbeda, mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan, mengkritisi, memperlihatkan kemarahan serta menyalahkan ++ 3 Autonomy orang lain Kebutuhan yang besar untuk hidup mandiri, bebas melakukan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan, tidak tergantung pada ++ 4 Intraception orang lain, melakukan hal-hal yang inkonvensional. Kecenderungan untuk ingin mengetahui permasalahan tentang manusia untuk dianalisis, menempatkan diri pada kebutuhan orang lain, empati, memprediksikan apa yang akan dilakukan + 5 Succorance oleh orang lain. Kecenderungan untuk ingin mendapatkan pertolongan dari orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari dukungan orang + lain, bersifat egosentris dan kurang dewasa, mendapatkan afeksi dari orang lain, membutuhkan simpati 99 BAB IV Pembahasan Masalah dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya. 6 Achievement Kebutuhan dan kemauan untuk melakukan yang terbaik, menjadi sukses, melakukan tugas yang membutuhkan keterampilan dan usaha, menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik, dapat melakukan sesuatu lebih baik daripada 0 7 Order orang lain. Kebutuhan akan kerapian dan keteraturan, membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu serta 0 8 Nurturance mengatur detil-detil pekerjaan. Kebutuhan untuk menunjukkan rasa sosial, memberi pertolongan kepada siapa yang membutuhkan, dan memberi 0 9 Change simpati dan afeksi kepada orang lain. Kebutuhan akan perubahan-perubahan, yang mencakup kebutuhan untuk melakukan hal-hal baru dan berbeda, bertemu dengan orang-orang baru, serta bereksperimen dan mencoba hal baru, serta berpartisipasi dalam kebiasaan- 0 10 Affiliation kebiasaan baru. Kecenderungan untuk tidak tergabung dalam kelompok pertemanan, tidak memiliki teman sebanyak mungkin, ,tidak melakukan kegiatan bersama orang lain dan tidak membangun 11 Dominance kedekatan yang kuat dengan orang lain. Kecenderungan untuk tidak memimpin, tidak membuat keputusan, tidak mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, tidak mengawasi, tidak memberikan 12 Abasement instruksi dan tidak mengarahkan orang lain. Kecenderungan untuk tidak adanya rasa bersalah ketika melakukan kesalahan, tidak menghindari perselisihan dan 13 Endurance tidak takut pada superioritas Kecenderungan untuk tidak ulet, tidak gigih, tidak tekun dalam menyelesaikan pekerjaan, tidak mencoba mencari 14 Deference pemecahan suatu masalah sampai teratasi. Tidak adanya kebutuhan untuk menerima saran dari orang lain, tidak mengikuti kehendak orang lain, dan tidak -- menyesuaikan diri dengan aturan, inkonvensional. 100 BAB IV Pembahasan Masalah 15 Heterosexual Tidak adanya keinginan untuk melakukan kehidupan seksual dengan lawan jenis dalam kehidupan sehari-hari, tidak berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex, membaca, dan -- mendengarkan hal-hal yang berhubungan dengan seks. EPPS Edward Personal Preference Schedule Subyek BJ Raw No Needs Score Mean Profile Percentile 1 Achievement 20 + 95 2 Deference 20 + 94 3 Order 20 0 85 4 Exhibition 10 0 42 5 Autonomy 6 - 8 6 Affiliation 9 -- 3 7 Intraception 17 + 70 8 Succorance 18 ++ 88 9 Dominance 12 - 71 10 Abasement 14 - 29 11 Nurturance 19 0 56 12 Change 11 - 18 13 Endurance 19 0 72 14 Heterosexual 2 - 24 15 Aggression 13 + 78 85 Consistency 13 Data Dan Interprestasi Fragmental (BJ) No 1 r SS Succorance Interprestasi Kebutuhan yang besar untuk mendapatkan pertolongan ++ orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari 101 BAB IV Pembahasan Masalah dukungan orang lain, bersifat egosentris dan kurang dewasa, mendapatkan afeksi dari orang lain, membutuhkan simpati dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya. 2 Achievement Kecenderungan untuk melakukan yang terbaik, menjadi sukses, melakukan tugas yang membutuhkan keterampilan dan usaha, menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik, dapat melakukan sesuatu lebih baik + 3 Deference daripada orang lain Kecenderungan untuk menerima saran dari yang lain, mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang lain, kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan konvensional, membiarkan orang lain yang + 4 Aggression membuat keputusan. Kecenderungan untuk melawan pandangan yang berbeda, mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang + 5 Intraception ia pikirkan, mengkritisi, memperlihatkan kemarahan, serta menyalahkan orang lain. Kecenderungan akan minat terhadap permasalahan manusia untuk diketahui dan dianalisis, menempatkan diri pada kebutuhan orang lain, empati, memprediksikan apa yang akan dilakukan oleh orang + 6 Order lain. Kebutuhan akan kerapian dan keteraturan, membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu, 0 7 Exhibition Kebutuhan untuk menunjukkan dirinya, keinginan 0 8 mengatur detil-detil pekerjaan. Nurturance menjadi pusat perhatian, extravert, riang, percaya diri. Kebutuhan untuk menunjukkan rasa sosial, memberi pertolongan kepada siapa yang membutuhkan, dan 0 9 Endurance memberi simpati dan afeksi kepada orang lain. Kecenderungan menyelesaikan 0 untuk ulet, pekerjaan, gigih, tekun mencoba dalam mencari pemecahan suatu masalah sampai teratasi. 102 BAB IV Pembahasan Masalah 10 Autonomy Kebutuhan untuk tidak hidup mandiri, tidak bebas melakukan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan, tergantung pada orang lain, melakukan hal-hal yang 11 Dominance konvensional. Kecenderungan untuk tidak memimpin, tidak membuat keputusan, tidak mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, tidak mengawasi, tidak memberikan instruksi dan tidak mengarahkan 12 Abasement orang lain. Kecenderungan untuk tidak adanya rasa bersalah ketika melakukan kesalahan, tidak menghindari perselisihan 13 Change dan tidak takut pada superioritas Kecenderungan untuk tidak mengalami perubahanperubahan yang mencakup kebutuhan untuk melakukan hal-hal baru dan berbeda serta tidak bereksperimen dan 14 Heterosexual bertemu dengan orang-orang yang baru . Kecenderungan untuk tidak mengalami kehidupan seksual dengan lawan jenis dalam kehidupan seharihari, tidak berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex, membaca, 15 Affiliation dan mendengarkan hal-hal yang berhubungan dengan seks. Tidak adanya keinginan untuk tergabung dalam kelompok pertemanan, tidak memiliki teman sebanyak mungkin, ,tidak melakukan kegiatan bersama orang lain dan tidak membangun kedekatan yang kuat dengan - orang lain. EPPS Edward Personal Preference Schedule Subyek Ibu No 1 Needs Achievement Raw Score Mean Profile Percentile 4 -- 5 103 BAB IV Pembahasan Masalah 2 Deference 7 + 83 3 Order 8 - 38 4 Exhibition 5 0 32 5 Autonomy 8 ++ 72 6 Afiliation 10 0 35 7 Intraception 9 + 77 8 Succorance 11 +++ 98 9 Dominance 8 0 85 10 Abasement 9 - 36 11 Nurturance 10 0 56 12 Change 8 + 60 13 Endurance 7 -- 25 14 Heterosexual 2 - 24 15 Aggression 5 0 55 45 Consistency 11 Data Dan Interprestasi Fragmental (Ibu) No 1 r SS Succorance Interprestasi Kebutuhan yang sangat besar untuk mendapatkan pertolongan orang lain saat berada dalam kesullitan, mencari dukungan orang lain, bersifat egosentris dan kurang dewasa, mendapatkan afeksi dari orang lain, membutuhkan simpati +++ 2 Autonomy dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya. Kebutuhan yang besar untuk hidup mandiri, bebas melakukan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan, tidak tergantung pada ++ 3 Deference orang lain, melakukan hal-hal yang inkonvensional. Kecenderungan untuk menerima saran dari yang lain, + mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang lain, 104 BAB IV Pembahasan Masalah kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan konvensional, membiarkan orang lain yang membuat keputusan. 4 Intraception Kecenderungan akan minat terhadap permasalahan manusia untuk diketahui dan dianalisis, menempatkan diri pada kebutuhan orang lain, empati, memprediksikan apa yang akan + 5 Change dilakukan oleh orang lain. Kecenderungan akan perubahan-perubahan, yang mencakup kebutuhan untuk melakukan hal-hal baru dan berbeda, bertemu dengan orang-orang baru, serta bereksperimen dan mencoba hal baru, serta berpartisipasi dalam kebiasaan- + 6 Exhibition Kebutuhan untuk menunjukkan dirinya, keinginan menjadi 0 7 kebiasaan baru. Affiliation pusat perhatian, extravert, riang, percaya diri. Kebutuhan untuk setia pada teman, tergabung dalam kelompok pertemanan, memiliki teman sebanyak mungkin, melakukan sesuatu bersama orang lain daripada melakukannya seorang diri, membangun kedekatan yang kuat 0 8 Dominance dengan orang lain. Kebutuhan untuk memimpin, membuat keputusan kelompok, terpilih menjadi pemimpin komite, mempengaruhi orang lain untuk melakukan yang ia inginkan, mengawasi, memberikan 0 9 Nurturance instruksi dan mengarahkan tindakan orang lain. Kebutuhan untuk menunjukkan rasa sosial, memberi pertolongan kepada siapa yang membutuhkan, dan memberi 0 10 Agression simpati dan afeksi kepada orang lain. Kecenderungan untuk melawan pandangan yang berbeda, mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan, mengkritisi, memperlihatkan kemarahan, serta menyalahkan 0 11 Abasement orang lain. Kecenderungan untuk tidak adanya rasa bersalah ketika melakukan kesalahan, tidak menghindari perselisihan dan 12 Heterosexual - tidak takut pada superioritas - Kecenderungan untuk tidak mengalami kehidupan seksual 105 BAB IV Pembahasan Masalah dengan lawan jenis dalam kehidupan sehari-hari, tidak berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex, membaca, dan mendengarkan hal-hal yang berhubungan dengan seks. 13 Order Kecenderungan untuk tidak terlalu mementingkan kerapian dan keteraturan, tidak membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu, dan tidak mengatur detil-detil - 14 Achievement pekerjaan. Tidak adanya kebutuhan melakukan yang terbaik, menjadi sukses, melakukan tugas yang membutuhkan keterampilan dan usaha, menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik, -15 Endurance dapat melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain. Tidak adanya kebutuhan untuk ulet, gigih, tekun dalam menyelesaikan pekerjaan, mencoba mencari pemecahan suatu -- masalah sampai teratasi. 4.6.2. Pembahasan EPPS 4.6.2.1. Pembahasan EPPS Subjek AP AP adalah orang yang sangat riang, percaya diri dan ingin selalu menampilkan dirinya di depan orang lain. AP memiliki keinginan menjadi pusat perhatian dan menarik bagi orang lain. Dalam menyampaikan pendapat, AP termasuk orang yang cukup berani dan cenderung mempertahankan pendapatnya (Exh ++, Agg ++). Sifat AP cenderung keras dan tidak mudah menerima saran dari orang lain dan terkadang hal ini membuatnya menjadi kurang berminat menjalin kedekatan hubungan dengan orang lain yang tidak setipe dengan dirinya, tetapi walaupun demikian pada dasarnya AP juga ingin menunjukkan rasa sosial, simpati dan afeksinya terhadap orang lain, karena pada sebenarnya AP merupakan individu yang membutuhkan orang lain (Int +, Def --, Nur 0, Suc +, Dom -). 106 BAB IV Pembahasan Masalah Dalam bekerja AP lebih suka bekerja secara mandiri sesuai dengan yang ia inginkan dan tidak suka tergantung kepada orang lain. Dalam mengerjakan pekerjaannya, AP cukup teratur serta merencanakan apa yang akan dilakukan, tetapi terkadang AP mudah bosan sehingga membuatnya kurang tekun dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal tersebut membuatnya hanya memiliki keinginan berprestasi rata-rata (End -, Chg 0, Ach 0, Ord 0, Aut ++). 4.6.2.2. Pembahasan EPPS Subjek BJ BJ pada dasarnya merupakan individu yang memiliki kebutuhan untuk menunjukkan dirinya dan ingin agar orang lain memperhatikan dirinya. BJ juga memiliki kecenderungan untuk mengkritisi orang lain, memperlihatkan kemarahan dan mempertahankan pendapatnya yang berbeda (Exh 0, Agg +) , namun kebutuhan ini sering menjadi tidak terpenuhi, karena BJ cenderung mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang lain, dikarenakan BJ mempunyai kebutuhan yang besar akan dukungan orang lain. Ketika berada dalam kesulitan, BJ menjadi sangat membutuhkan orang lain, cenderung bersifat egosentris dan kurang dewasa serta sangat membutuhkan afeksi dan simpati dari orang lain. Di situasi sosial, BJ memperlihatkan minat terhadap permasalahan manusia dan cukup baik dalam bersimpati dan memberikan afeksi terhadap orang lain, tetapi hal itu dilakukan BJ karena ia membutuhkan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya (Int +, Def +, Nur 0, Suc ++, Dom -). 107 BAB IV Pembahasan Masalah Dalam bekerja, BJ adalah tipe orang yang tidak terlalu menyukai perubahan dan tidak suka melakukan hal-hal baru yang berbeda. BJ membutuhkan kerapian dan keteraturan dan membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu serta mengatur detil-detil pekerjaan. BJ juga merupakan orang yang cukup gigih dan tekun dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal tersebut membuatnya memiliki keinginan berprestasi yang tinggi. Sayangnya BJ cenderung tergantung pada orang lain, tidak mandiri, dan berpatokan pada hal-hal yang konvensional (End 0, Chg -, Ach +, Ord 0, Aut -). 4.6.2.3. Pembahasan EPPS Ibu Ibu mempunyai kebutuhan untuk diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya dan memiliki kebutuhan untuk mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan dan kemarahan ia yang rasakan (Exh 0, Agg 0). Ibu memiliki minat yang tinggi terhadap permasalahan manusia dan bersedia memberi pertolongan kepada siapa yang pantas dan layak menerimanya. Ketika berada dalam kesulitan Ibu mempunyai kebutuhan yang sangat besar akan pertolongan orang lain dan sangat membutuhkan afeksi, simpati dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya. Ibu juga cenderung konvensional, membutuhkan saran dari orang lain dan membiarkan orang lain yang membuat keputusan(Int +, Def +, Nur 0, Suc +++, Dom 0). Dalam bekerja Ibu memilliki keinginan yang kuat untuk dapat mandiri, bebas melakukan sesuatu yang diinginkannya dan menyukai hal-hal yang baru, tetapi 108 BAB IV Pembahasan Masalah kelemahan Ibu, Ibu cenderung tidak dapat mengatasi gangguan pada saat bekerja dan kurang membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu serta kurang mengatur detil-detil pekerjaannya (End --, Chg +, Ach --, Ord -, Aut ++). 4.6.3. Pembahasan EPPS Berdasarkan hasil tes EPPS dapat diketahui bahwa need yang paling dominan pada diri AP adalah need of aggression, yang berarti AP memiliki kebutuhan yang besar untuk mengkritisi, mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan, memperlihatkan kemarahan dan menyerang pendapat orang lain yang berbeda, sedangkan need of intraception dan need of exhibition yang tinggi juga pada diri AP dapat diinterpretasikan bahwa walaupun AP orang yang mudah mengkritisi orang lain namun AP sebenarnya tertarik akan permasalahan manusia serta memiliki kecenderungan ekstravert yang tinggi. Sedangkan Skor need yang rendah pada diri AP yaitu need of deference, menunjukkan bahwa AP tidak mudah menerima saran dan kepemimpinan dari orang lain. Sedangkan pada kembarannya BJ, berdasarkan hasil tes EPPS diketahui bahwa need yang paling dominan pada diri BJ adalah need of succorance, yang berarti BJ memiliki kebutuhan yang besar untuk mendapatkan pertolongan orang lain saat berada dalam kesulitan. BJ cenderung mencari dukungan orang lain, bersifat egosentris, kurang dewasa dan membutuhkan afeksi yang besar, juga simpati dan pemahaman dari orang lain akan masalah pribadinya. Skor yang paling rendah pada BJ yaitu need of affiliation, yang berarti tidak adanya kebutuhan untuk tergabung 109 BAB IV Pembahasan Masalah dalam kelompok pertemanan, ,tidak melakukan kegiatan bersama orang lain dan tidak membangun kedekatan yang kuat dengan orang lain. Dari analisis diatas dapat dikatakan bahwa BJ pada dasarnya merupakan orang yang dependen tetapi BJ juga kurang dapat memenuhi kebutuhannya untuk mendapatkan afeksi yang besar dari lingkungan, karena BJ tidak memiliki banyak teman yang dapat memenuhi kebutuhannya tersebut.dan cenderung tidak mampu untuk membangun kedekatan yang kuat dengan orang lain Sedangkan pada Ibu, berdasarkan hasil EPPS, diketahui bahwa need yang paling dominan pada diri Ibu adalah need of succorance yang berarti Ibu sangat membutuhkan pertolongan orang lain dalam menghadapi kesulitan dan akan mencari dukungan orang lain karena kebutuhan afeksi dan simpati Ibu cenderung tinggi. Skor need of endurance yang rendah menunjukkan bahwa Ibu kurang gigih dan optimal dalam mengerjakan pekerjaan yang sulit dan mencoba mencari pemecahan suatu masalah sampai teratasi. Pada hasil EPPS ini dapat diketahui bahwa terdapat persamaan pada diri BJ dan Ibu, dimana need yang paling dominan pada diri mereka, yaitu : needs of succorance, yang berarti memiliki kebutuhan yang sangat besar akan pertolongan dari orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari dukungan orang lain dan sangat membutuhkan afeksi, simpati dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya. Pada diri AP, BJ dan Ibu, juga dapat diketahui bahwa mereka pada dasarnya sama-sama memiliki kebutuhan untuk untuk diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya dan memiliki kebutuhan untuk mengatakan kepada orang lain mengenai 110 BAB IV Pembahasan Masalah apa yang ia pikirkan dan kemarahan ia yang rasakan (needs of exhibition dan needs of aggression). Namun kebutuhan ini menjadi lebih terlihat dominan pada diri AP, karena pada diri BJ kebutuhan ini menjadi tersamar, karena BJ memiliki kecenderungan yang kuat untuk mendapatkan dukungan orang lain serta sangat membutuhkan afeksi dan simpati orang lain, sehingga dalam kehidupan sosialnya BJ akan cenderung mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang lain dan mencari situasi yang aman untuk dirinya. Perbedaan-perbedaan dalam perwujudan tingkah laku AP dan BJ yang dianalisis berdasarkan kebutuhan/needs yang terbentuk pada diri mereka ini diasumsikan sebagai keterlibatan peran unsur budaya tempat mereka dibesarkan. Budaya Minang memiliki keterlibatan pada diri AP dalam membentuk pribadinya yang cenderung ekstravert, percaya diri dan ingin menunjukkan dirinya (exhibition) serta mudah mengkritisi dan mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan (aggression), sedangkan budaya Jawa memiliki keterlibatan pada diri BJ dalam membentuk pribadi BJ yang sangat membutuhkan simpati, afeksi dan dukungan orang lain serta cenderung mengikuti kehendak dan kepemimpinan orang lain (succorance). Hasil analisis kepribadian AP yang diperoleh dari EPPS test ini juga berkolerasi dengan hasil pada big five personality test, pada trait extraversion dan disaggreableness yang dimiliki AP, yang sama-sama mengatakan bahwa AP memiliki kecenderungan ekstravert dan mudah mengkritisi orang lain. Sedangkan hasil analisis kepribadian BJ berkolerasi dengan trait aggreableness dan neurotism 111 BAB IV Pembahasan Masalah yang dimiliki BJ, yang menjelaskan adanya kecenderungan untuk menuruti kehendak orang lain dan cenderung dependen serta takut berada disituasi yang tidak aman. 4.7. Hasil Analisis Tes WB 4.7.1. Hasil Analisis Tes WB AP Subtes 1.Information 2.Comprehension 3.Digit Span 4.Arithmetic Similarities R.Sc 8 15 11 7 17 VERBAL SCORE Vocabulary 6.Digit Symbol 7.Pict Arrangement 8.Pict Completion 9.Block Design 10.Object Assembly 27 55 11 6 22 22 PERFORMANCE SCORE Scale Verbal Scale Performance Scale Full Scale OIQ Vocabulary OIQ Formula ( Inf + Sim + BD ) OIQ Block Design OIQ Subtes Tertinggi W.Sc 6 13 9 9 14 51 12 13 10 4 10 13 50 Keterangan + O ki rata - rata O ki rata – rata + O ka rata-rata + O ki rata - rata -O ki rata - rata + Keterangan PIQ > VIQ 52 50 102 120 100 100 140 108 109 109 120 108 108 133 Average Superior Average Average Very Superior R.Sc 12 11 11 7 16 W.Sc 9 10 9 9 13 Keterangan O ki rata – rata O O ki rata – rata O ki rata – rata + 4.7.2. Hasil Analisis Tes WB BJ Subtes 1.Information 2.Comprehension 3.Digit Span 4.Arithmetic 5.Similarities 112 BAB IV Pembahasan Masalah 24 54 13 7 22 23 50 10 13 11 6 10 14 54 50 54 104 100 106 100 140 105 114 110 108 111 108 133 VERBAL SCORE Vocabulary 6.Digit Symbol 7.Pict Arrangement 8.Pict Completion 9.Block Design 10.Object Assembly PERFORMANCE SCORE Scale Verbal Scale Performance Scale Full Scale OIQ Vocabulary OIQ Formula (Inf + Sim + BD) OIQ Block Design OIQ Subtes Tertinggi 4.7.3 O O ka O ki rata – rata O ki rata – rata + PIQ > VIQ Average Average Bright Normal Average Very Superior Pembahasan Hasil Tes WB Dari hasil tes WB dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain : Pada pasangan kembar AP dan BJ, walaupun mereka terpisah sejak bayi dan dibesarkan di budaya yang sangat berbeda, yaitu Jawa dan Minang, mereka memiliki keterkaitan genetik yang kuat dalam hal kecerdasan. Mereka memiliki taraf kecerdasan yang sama yaitu pada taraf kecerdasan “Average” dengan skor yang hanya berbeda 1 poin (FIQ Atik = 109, FIQ Ana = 110), begitu juga dengan potensi kecerdasan mereka, skor yang mereka miliki sama (OIQ AP = 133, OIQ BJ = 133). Hal ini memperkuat hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa pada anak kembar identik yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi. 113 BAB IV Pembahasan Masalah Walaupun memiliki taraf kecerdasan yang sama dengan perbedaan skor yang hanya satu poin, tetapi mereka memiliki perbedaan yang cukup significant pada hasil skor VIQ (Verbal IQ) dan PIQ (Performance IQ). Skor VIQ AP = 108, sedangkan VIQ BJ = 105, sedangkan pada skor PIQ, PIQ AP =109 dan PIQ BJ = 114. Perbedaan ini menunjukkan kemampuan yang lebih baik pada kemampuan Verbal AP yang dibesarkan di Padang dibandingkan BJ yang dibesarkan di Jawa, dan sebaliknya menunjukkan kemampuan Performance yang lebih baik pada BJ yang dibesarkan di Jawa dibandingkan AP yang dibesarkan di Padang. VIQ adalah kemampuan yang berhubungan dengan keluasan wawasan, pemahaman terhadap norma-norma dan nilai sosial, penggunaan akal sehat atau logika berpikir, atensi, konsentrasi, kemampuan menganalisa dan mengungkapkan ide-ide. PIQ adalah kemampuan yang berhubungan dengan kemampuan belajar dari pengalaman, kemampuan perpepsi untuk melihat esensi dari suatu permasalahan, kemampuan merencanakan dan mengorganisir, berpikir gestalt dan analisa-sintesa. Perbedaan-perbedaan pada hasil ini dapat diindikasikan sebagai pengaruh dari budaya tempat mereka dibesarkan. Pada diri AP, kemampuan Verbal yang lebih tinggi dari BJ, terlihat juga dari hasil tes big five personality, dimana AP cenderung lebih mudah dalam menyampaikan pendapatnya dan lebih baik dalam mengungkapkan ide-ide dibandingkan dengan kembarannya BJ, sedangkan pada diri BJ, kemampuan Performance yang lebih baik daripada AP, terlihat dari Conscientiousness yang 114 BAB IV Pembahasan Masalah lebih tinggi pada BJ daripada kembarannya AP sehingga BJ jauh lebih terorganisir dan terencana dan jauh lebih rapi dibanding dengan AP. Conscientiousness ini lebih dominan pada diri BJ, kerena adanya stimulus dari budaya Jawa yang sangat menjunjung tinggi aturan dan tata krama yang kuat. Pada hasil tes WB ini, jika dilihat dari masing-masing profil juga terdapat beberapa hasil profil yang sama dan berbeda pada masing-masing subtes. Perbedaan yang significant dapat terlihat pada beberapa hasil sub tes, yaitu : information, comprehension & vocabulary. x Pada subtes information, skor BJ ² AP. Hasil ini dapat dimaknakan bahwa BJ yang dibesarkan di Jawa cenderung memiliki informasi yang lebih baik sehingga memiliki pengetahuan yang lebih baik daripada AP yang dibesarkan di Padang. Kemampuan information ini merupakan kemampuan yang berhubungan dengan penerimaan informasi yang diperoleh dari lingkungan dan proses pendidikan. Skor information BJ yang lebih tinggi daripada AP dapat disebabkan oleh karena BJ memiliki kecenderungan needs achievement yang lebih tinggi daripada AP (terlihat pada hasil tes EPPS) dan juga BJ memiliki kecenderungan concienstiousness yang tinggi (terlihat dari hasil tes Big Five Personality), sehingga dalam proses penerimaan informasi yang didapatkan dari lingkungan dan proses pendidikan, ia cenderung memiliki lebih banyak informasi daripada kembarannya AP. 115 BAB IV Pembahasan Masalah x Pada tes comprehension, skor AP ² BJ. Hasil ini dapat dimaknakan bahwa AP yang dibesarkan di Padang cenderung menggunakan logika berpikir yang lebih baik dalam memecahkan masalah daripada kembarannya BJ. Hasil ini dapat disebabkan karena pengaruh budaya Minang yang memiliki prinsip berfikir yang sangat mengedepankan logika (alua patuik) dan tertib aturan/hukum (anggo tanggo) sedangkan budaya Jawa cenderung memiliki prinsip untuk mencari jalan tengah dalam menyelesaikan masalah. x Pada tes vocabulary, skor AP ² BJ. Hasil ini dapat dimaknakan bahwa AP yang dibesarkan di Padang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengungkapkan ide-ide/gagasan daripada BJ yang dibesarkan di Jawa. Hasil ini juga dapat disebabkan karena pengaruh budaya Minang, dimana masyarakatnya lebih spontan dalam mengemukakan pendapatnya daripada masyarakat Jawa. 116 BAB III Metodologi Penelitian 4.8. Kesimpulan Seluruh Pembahasan Terdapat persamaan dan perbedaan trait kepribadian yang dimiliki pasangan kembar AP dan BJ, namun cenderung lebih ditemukan perbedaan dalam dinamikanya. Pada AP dan BJ ditemukan perbedaan pada trait extraversion, open to experiences, aggreableness dan neuroticm. AP memiliki skala trait ekstraversion dan open to experiences yang cukup tinggi, sehingga kepribadian AP cenderung lebih extrovert, riang, open – minded dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, sedangkan dengan skala trait agreebleness AP yang rendah, AP cenderung mudah mengkritik dan menentang orang lain dibandingkan BJ yang memiliki skala trait agreeableness yang lebih tinggi sehingga cenderung lebih penurut dan mencari situasi aman untuk dirinya. Adapun dengan skala trait neuroticism rendah, AP cenderung tenang dalam menghadapi tekanan daripada kembarannya BJ, yang cenderung mudah panik dan cemas ketika berada dalam situasi penuh tekanan. Adapun persamaan trait kepribadian yang dimiliki pasangan kembar AP dan BJ, yaitu ditemukan pada trait conscientiousness. Keduanya baik AP dan BJ cenderung well – organized, dapat diandalkan, disiplin dan tepat waktu, walaupun BJ kembaran yang besar di Jawa cenderung memiliki orientasi tingkat conscientiousness yang lebih tinggi. Secara keluruhan tingkat persentil kemiripan antara AP dan BJ hanya sebesar 46,58 yang berarti lebih banyak ditemukan perbedaan dalam kepribadian mereka. Hal ini sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai anak 117 BAB III Metodologi Penelitian kembar identik yang dipisahkan. Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai anak kembar identik yang dipisahkan, membuktikan bahwa pemisahan tidak berpengaruh cukup besar terhadap kepribadian mereka. Adanya hasil penelitian yang justru berbeda dalam penelitian ini diindikasikan sebagai pengaruh dari internalisasi budaya tempat mereka dibesarkan. Dari segi nature (bawaan/genetik), diperoleh data bahwa Ibu lebih memiliki kemiripan dengan BJ yang dibesarkan di Jawa dibandingkan dengan AP yang sejak lahir tinggal bersama Ibu. Persentil kemiripan antara Ibu dan BJ sebesar 70,75 sedangkan Ibu dan AJ sebesar 67,49. Hal ini berarti basic tendencies secara nature lebih berkembang pada BJ dibandingkan AJ. BJ cenderung memilliki basic tendency yang mirip dengan Ibu, yaitu memiliki kecenderungan introvert, agreeable dan closed minded sehingga cenderung pemalu, menarik diri di situasi sosial, dependent, berusaha menghindari konflik, sulit mengemukakan pendapatnya dan cenderung konvensional. Adanya perbedaan antara AP dan BJ ini dapat disebabkan antara lain karena: 1) AP yang tinggal di Padang cenderung lebih mengadopsi nilai-nilai dan sikap budaya Minang tempat ia dibesarkan. Hal inipun relevan bila dikaitkan dengan teori Big Five Personality; bahwa trait kepribadian merupakan basic tendency yang berasal dari faktor bawaan, namun basic tendency tersebut dapat mengalami dinamic process dengan lingkungan dan budaya tertentu yang mengakibatkan trait kepribadian akan beradaptasi dengan lingkungan dan budaya tersebut. 118 BAB III Metodologi Penelitian 2) BJ dibesarkan di budaya Jawa yang memiliki tata krama yang kuat, sehingga masyarakatnya sebagian besar cenderung menjadi introvert, agreeableness dan konvensional, dengan kata lain stimulus dari lingkungan meyebabkan trait-trait tersebut lebih berkembang pada diri BJ. Pada orientasi kebutuhan (needs) yang diperoleh dari hasil tes EPPS, juga ditemukan lebih banyak persamaan antara Ibu dengan BJ dibandingkan AJ. Ibu dan BJ sama-sama memiliki kebutuhan yang tinggi akan succorance dan deference. Sedangkan antara AP dan BJ, diketahui bahwa AP memiliki kecenderungan dominan pada kebutuhan exhibition, autonomy dan agression, sedangkan BJ memiliki kecenderungan dominan pada kebutuhan succorence, deference dan achievement. Kecenderungan ini juga ditemukan pada hasil big five personality test dan WB. Adanya orientasi yang dominan pada kebutuhan Exhibition pada AP, juga terlihat pada trait Extraversion pada big five personality, sehingga AP cenderung lebih ekstravert, riang serta mengikuti berbagai kegiatan dibandingkan BJ. Orientasi yang dominan pada kebutuhan agression pada AP juga dapat terlihat pada trait agreeableness yang rendah pada AP, sehingga AP cenderung mudah mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan, mengkritisi, memperlihatkan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan dan menyerang pendapat orang lain yang berbeda. Pada hasil WB, hal ini dapat terlihat dari skor VIQ/kemampuan verbal yang dominan pada AP dibandingkan BJ. 119 BAB III Metodologi Penelitian Sedangkan pada BJ, orientasi yang dominan pada succorance dan deference terlihat dari adanya trait neuroticm dan trait agreeableneess yang tinggi pada Big Five Personality sehingga BJ cenderung mencari dukungan orang lain, sangat membutuhkan afeksi dan simpati orang lain serta mengikuti kehendak orang lain. Adapun orientasi dominan pada achievement pada diri BJ dapat terlihat pada trait conscientiousness, sehingga BJ cenderung menjadi orang yang well-organized, tepat waktu dan memprioritaskan tugas. Pada WB, hasil ini dapat terlihat dari skor PIQ/kemampuan performance BJ yang lebih tinggi daripada AP. Data tambahan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah ditemukannya taraf kecerdasan yang sama pada pasangan kembar identik AP dan BJ walaupun mereka dibesarkan dalam budaya yang berbeda. Dari keseluruhan hasil diatas, dapat disimpulkan juga bahwa pemisahan pada pasangan kembar identik AP dan BJ di budaya Minang dan Jawa ini tidak begitu berpengaruh pada aspek kognisi yang mereka miliki, tetapi memiliki pengaruh yang cukup besar pada aspek afeksi dan konasi yang mereka miliki. 120 BAB V Kesimpulan dan Saran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Peran nature dan nature merupakan dua unsur penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Pada kembar identik AP dan BJ, peran nature dapat terlihat pada adanya kecenderungan kemiripan pada basic-basic tendency yang mereka miliki, tetapi kemudian unsur nurture akan terlibat pada dinamika basic-basic tendency tersebut. Unsur nature/lingkungan tersebut akan berperan dalam menentukan apakah basic-basic tedency tersebut akan berkembang menjadi dominan ataukah tidak dalam kehidupan mereka. Dari hasil penelitian ini, budaya Minang memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian AP dengan trait ekstraversion dan openness yang tinggi serta trait agreeableness dan neuroticm yang rendah. Sedangkan budaya Jawa memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian BJ yang memiliki trait conscientiousness dan aggreableness yang tinggi serta trait neuroticm dan extraversion yang rendah. Pada orientasi needs, AP yang dibesarkan di Padang memiliki kebutuhan yang tinggi akan exhibition, autonomy dan aggresion. Sedangkan BJ yang dibesarkan di Jawa memiliki kebutuhan yang tinggi akan succorance, deference dan achievement. Dari hasil WB, diketahui bahwa AP dan BJ memiliki taraf kecerdasan yang sama walaupun dibesarkan dalam budaya yang berbeda, namun AP memiliki 121 BAB V Kesimpulan dan Saran memiliki kemampuan verbal (VIQ) yang lebih tinggi dibandingkan BJ dan sebaliknya BJ memiliki kemampuan performance (PIQ) yang lebih tinggi dibandingkan AP. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan juga bahwa pemisahan pada pasangan kembar identik AP dan BJ di budaya Minang dan Jawa ini tidak begitu berpengaruh pada aspek kognisi yang mereka miliki, tetapi memiliki pengaruh yang cukup besar pada aspek afeksi dan konasi yang mereka miliki. 5.2. Saran - Saran 1. Penelitian mengenai anak kembar yang terpisah ini merupakan hal yang sangat menarik. Ditemukan hal-hal yang unik mengenai peran genetik dan lingkungan dalam pembentukan kepribadian mereka. Pada banyak penelitian anak kembar sebelumnya, tetap ditemukan banyak persamaan pada kepribadian mereka tetapi pada kasus kembar identik yang terpisah dibudaya yang berbeda, pada budaya Padang dan Jawa dalam penelitian ini, justru ditemukan kepribadian yang cenderung berbeda pada diri mereka, sesuai dengan lingkungan budaya tempat mereka dibesarkan. Untuk itu penelitian-penelitian yang lebih mendalam mengenai fenomena anak kembar ini sangat diperlukan. 2. Diharapkan agar penelitian seputar fenomena anak kembar ini dapat memberi banyak inspirasi bagi topik dan tema penelitian bidang psikologi yang berkaitan dengan dinamika anak kembar dan psikologi lintas budaya serta dinamika kecerdasan dalam perspektif budaya tertentu . 122 BAB V Kesimpulan dan Saran 3. Bagi orang tua yang memiliki anak kembar yang dipisahkan, semoga penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bahwa pemisahan akan berkontribusi cukup besar bagi kepribadian anak. 4. Bagi anak kembar yang memiliki pasangan kembar terpisah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemahaman tersendiri bahwa mereka juga harus memahami lingkungan dimana pasangan kembarnya dibesarkan untuk dapat memahami karakter pasangan kembarnya dengan baik. 123 DAFTAR PUSTAKA Atkinson, R. L., et all. 1998. Pengantar Psikologi. Batam: Interaksara. Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press. Cartwright, Carol. A.; Cartwright, G. Philip. 1984. Developing Observation Skills (Second Edition). USA: McGraw-Hill Book Company. Chaplin, J. P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Edwards, Allen. L. 1954. Edwards Personal Preference Schedule-Manual Revised 1952. New York: The Psychological Corporation. Hall, C.S ; Lindzey, G.; Loehlin, J.C & Manosevitz, M. C. 1985. Introduction to Theories of Personality. New York: John Wiley & Son. Koentjaraningrat, Dr. Prof. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Radar Jaya. Matsumoto, David. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Jogyakarta; Pustaka Pelajar. McCrae, R. R., & Allik, J. 2002. The Five Factor Model of Personality Across Cultures. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher. Pervin, L. A. 1993. Personality: Theory and Research. (Edisi ke-6). Canada: John Wiley & Sons. Santrock, J. W. 2002. Life Span Development. Jakarta: Erlangga. Sumintardja, Elmira. N. Konsep Dasar Penguasaan Diagnostik: Edward Personal Preference Schedule (EPPS). Bandung: Prognosis Lembaga Terapan Psikologi (tidak dipublikasikan).