Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Akuntansi Pertanggungjawaban
1. Difenisi, Tujuan dan Manfaat Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggung jawaban merupakan salah satu konsep dari
akuntansi manejemen dan merupakan suatu sistem dalam akuntansi yang di
hubungkan
dengan
pusat
pertanggung
jawaban.
Inti
dari
akuntansi
pertanggaunjawaban adalah bahwa setiap pusat pertangungjawaban ini harus
bertanggung jawab atas segala hal yang berada di bawah pengendaliannya.
Apabila terjadi penyimpangan, maka dapat di lakukan usaha untuk mencari apa
sebabnya, siapa yang harus bertanggungjawab dan semua ini merupakan input
bagi manejemen dalam pembuatan keputusan untuk tindakan korektif.
Mulyadi (2001: 218), menyatakan akuntansi pertanggungjawaban adalah
suata sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan
dan pelaporan biaya dan pendapatan dilakukan sesuai dengan pusat
pertanggungjawaban dalam organisasi, dengan tujuan agar dapat di tunjuk
orang atau kelompok orang yang bertanggungjawab atas penyimpangan biaya
dan pedapatan yang dianggarkan.
Penerapan akuntansi pertanggungjawaban tidaklah semata-mata hanya
untuk menemukan dimana biaya tersebut menyimpang dan siapa yang
brtanggungjawab atas keadaan tersebut. Hansen dan Mowen (2005 : 116)
mengatakan bahwa “ akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem yang
mengukur berbagai hasil yang di capai oleh setiap pusat pertanggungjawaban
menurut informasi yang di butuhkan oleh para manejer untuk mengoperasikan
pusat pertangungjawaban mereka’’.
7
Universitas Sumatera Utara
8
Dari difenisi akuntansi pertanggungjawaban yang di kemukakan oleh
Mulyadi serta Hansen dan Mowen di atas, maka dapat dinyatakan tujuan dari
akuntansi pertanggungjawaban adalah untuk :
a. menghimpun informasi kinerja berdasarkan segmen dan melaporkan hasilhasil dari manejer yang bertanggungjawab,
b. orang yang bertanggungjawab atas penyimpangan biaya dan pendapatan yang
di anggarkan.
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan keluaran sistem
akuntansi pertanggungjawaban. Mulyadi (2001 : 174-175) menyatakan bahwa “
informasi akuntansi pertanggungjawaban yang merupakan informasi masa yang
akan dating bermanfaat sebagai peilai kinerja manejer pusat pertanggungjawaban
dan pemotivasi manejer’’. Berlandaskan pada kutipan tersebut, maka ada tiga
manfaat akuntansi pertanggungjawaban dan pemotivasi manejer’’. Berdasarkan
pada kutipan tersebut, maka ada 3 manfaat akuntansi pertanggungjawaban, yakni :
1) sebagai dasar penyusunan anggaran yang lebih teratur,
2) menilai kinerja manejer pusat pertanggungjawaban ,
3) menjadi media untuk memotivasi manejer agar dapat mencapai tujuan yang
ditetapkan sesuai dengan tanggung jawabnya.
Untuk membangun suatu sistem akuntansi pertanggungjawaban yang baik
di perlukan serangkain persyaratan yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
Beberapa hal yang menjadi syarat untuk membentuk dan mempertahankan sistem
akuntansi pertanggungjawaban, yaitu alokasi dan pengelompokan tanggung
jawab, sesuai bagan organisasi, dan anggaran yang jelas. Disisi lain menurut
Universitas Sumatera Utara
9
Supriyono(2000 : 142) akuntansi pertanggungjawaban dapat di gunakan dengan
baik apabila terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
luas wewenang dan tanggung jawab pembuatan keputusan harus di tentukan
dengan baik melalui struktur organisasi,
manejer pusat pertanggungjawaban harus berperan serta dalam penentuan
tujuan yang di gunakan untuk mengukur kinerjanya,
manejer pusat pertanggungjawaban harus berusaha untuk mencapai tujuan
yang di tentukan untuknya dan untuk pusat pertanggungjawabanya,
manejer pusat pertanggungjawaban harus bertanggungjawab atas kegiatan
pusat pertanggungjawaban yang dapat di kendalikannya,
halnya biaya, pendapatan, laba, dan investasi yang terkendalikan oleh
manejer pusat pertanggungjawaban yang harus di masukkan dalam laporan
kinerjanya,
laporan kinerja dan umpan baliknya untuk manejer pusat pertanggung
jawaban harus di sajikan dengan tepat waktu.
laporan kinerja harus menyajikan secara jelas selisih yang terjadi, tindakan
koreksi, dan tindakan lanjutnya sehingga memungkinkan di terapkannya
prinsip pengecualian,
harus ditentukan dengan jelas peranan kinerja manejemn terhadap struktur
balas jasa atau perangsang dalam perusahaan,
sistem akuntansi pertanggungjawaban hanya mengukur salah satu kinerja
manejer pusat pertanggungjawaban, yaitu kinerja keuangan. Selain kinerja
keuangan, seorang manejer dapat di nilai kinerjnya atas dasar tingkat
kepuasan karyawan, moral dan sebagainya.
Seiring dengan kemajuan lingkungan munufaktor, akuntansi manejemen
telah mengembangkan sistem akuntansi pertanggung jawaban berbasis aktivitas
(activity-based responsibility accounting), sehingga sekarang ini telah terdapat 2
sistem
akuntansi
pertanggungjawaban
ttradisional
dan
sistem
akuntansi
pertanggungjawaban berbasis aktivitas. Pembedaan kedua sistem tersebut di
dasarkan pada perbedaan focus objek yang di kendalikan. Activity- based
responsilibility accounting system memfokuskan pengendaliannya terhadap
aktivitas yang menyebabkan terjadinya biaya, dengan cara menghubungkan biaya
dengan aktivitas-penambah nilai dan aktivitas bukan-penambah nilai, sehingga
memungkinkan manajemen merencanakan pengelolaan aktivitas dan memantau
Universitas Sumatera Utara
10
hasil perbaikan yang berkesinambungan atas berbagai aktivtas untuk pembuatn
produksi atau penyerahan jasa. Sedangkan sitem akuntansi pertanggungjawaban
tradisional mengarahkan perhatian manejer terhadap pengendalian biaya.
Traditional Responsibility
Accounting
Activity-Based Responsibility
Accounting
Menfokuskan pengendalian
Terhadap konsumsi sumber daya
Oleh responsible manajer
Memfokuskan pengendalian terhadap
aktivitas yang mengkonsumsi
sumber daya
Sumber
Daya
Aktivitas
Nilai sumber daya yang di
Konsumsi merupakan
Biaya
Produk
aktivitas
mengkonsumsi
biaya
Gambar 2.1
Perkembangan Fokus Metode Penelitian biaya
Sumber : Mulyadi ( 2001 : 156)
System
akuntansi
pertanggungjawaban
menghubunkan
informasi
manajemen dengan wewenang di miliki oleh manajer. Wewenang didelegasikan
dari manajer tingkat atas ke manajer di bawahnya. Dengan adanya pendelegasian
ini maka manajer tingkat bawah dikutip untuk mempertanggung jawabkan
pelaksanaa wewenang tersebut kepada manajer diatasnya. Manajer tingkat bawah
harus mengetahui dengan jelas hal-hal apa saja yang menjadi wewenangnya agar
dapat memberikan pertanggungjawabanya dengan baik kepada atasanya. Oleh
Universitas Sumatera Utara
11
karena itu timbul kebutuhan manajemen terhadap informasi akuntansi untuk
menilai pertanggungjawaban pelaksanaan tersebut.
Sistem akuntansi menurut Mulyadi ( 2001 : 191) memiliki empat
karaktristik berikut :
a) adanya identifikasi pusat pertanggungjawaban,
b) standar ditetapkan sebagai tolak ukur kinerja manajer yang
bertanggunjawab atas pertanggungjawaban tertentu,
c) kinerja manajer diukur dengan membandingkan realisasi dengan anggaran,
d) manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman berdasarkan
kebijakan manajemen yang lebih tinggi.
2. Difenisi dan Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban
Dalam organisasi perusahaan, penenruan daerah pertanggungjawaban
dan manajer yang bertanggungjawab dilaksanakan dengan menetapkan pusatpusat pertanggungjawaban. Anthony dan Govindarajan (2005 :171) menyatakan
bahwa “ pusat pertanggungjawaban merupakan organisasi yang dipimpin oleh
seorang manajer yang bertanggungjawab terhadap aktivitas yang di lakukan”.
Sedangkan Hansen dan Mowen (2005 : 116) berpendapat bahwa pusat
pertanggungjawaban
adalah
“
suatu
segmen
bisnis
yang
manajernya
bertanggungjawab terhadap serangkaian kegiatan-kegitan tertentu”. Berdasarkan
definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pusat pertanggungjawaban
merupakan suatu unit dalam organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang
bertanggungjawab atas serangkaian kegiatan tertentu yang dilaksanakan unit yang
dipimpin.
Penentuan
pusat
pertanggungjawaban dalam suatu organisai
dipengaruhi oleh sruktur organisasinya. Suatu pusat pertanggungjawaban dapat di
pandang sebagai suatu sistem yang mengelolah masukan menjadi keluaran.
Universitas Sumatera Utara
12
Pusat Pertanggungjawaban
INPUT
PROSES
OUTPUT
Gambar 2.2
Pusat pertanggungjawaban sebagai suatu system.
Sumber : Supriyono ( 2001 : 23)
Hubungan antara masukan dan keluaran suatu pusat pertanggungjawaban
mempunyai karakteristik tertentu. Hampir semua masukan suatu pusat
pertanggungjawaban dapat diukur secara kuantitafif, namun tidak semua
kelurahan pusat pertanggungjawaban dapat diukur secara kuantitatif. Ada 4 jenis
pusat pertanggungjawaban menurut Garrison dan Noreen (2000 : 588), yaitu :
a. pusat pendapatan, yaitu pusat pertanggungjawaban yang berwenang
menentukan berbagai kebijaksanaan yang sangat mempengaruhi besar
kecilnya penghasilan. Contohnya adalah departemen pemasaran,
b. pusat Biaya ,yaitu suatu segmen atau bagian dalam organisasi dimana
manajernya bertanggungjawab hanya terhadap biaya yang terjadi dalam
segmen tersebut. Contohnya adalah departemen produksi,
c. pusat Laba, yaitu suatu bagian dalam organisasi dimana manajernya
bertanggungjwab terhadap penghasilan dan biaya yang terjadi dalam
bagiannya.
d. pusat Inventasi, yaitu suatu segmen atau bagian dimana manajernya
bertanggungjawab atas penghasilan, biaya, dan investasi. Keberhasilan pusat
investasi diukur oleh seberapa besar laba yang diperoleh dibandingkan
dengan besarnya investasi atau aktiva yang telah ditanam perusahaan.
Manajer pusat pendapatan diukur kinerjanya berdasarkan pendapatab yang
diperoleh pusat pertanggungjawabannya dan tidak bertanggungjawab terhadap
masukannya. Manajer pusat laba diukur kinerjanya berdasarkan selisih antara
pendapatan dan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
13
Masukan dan keluaran dalam pusat laba ini dihitung dalam satuan moneter.
Mernurut Mulyadi (2001 : 427), “ suatu pusat pertanggungjawaban merupakan
pusat laba jika manajemen puncak menghendaki untuk mengukur keluaran pusat
pertanggungjawaban
tersebut
dalam
satuan
rupiah
dan
manajer
pusat
pertanggungjawabannya diukur kinerjanya atas dasar selisih antara pendapatan
dan biayanya”. Ukuran prestasinya manajer pusat investasi dapat berubah rasio
antara laba dengan investasi yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut
(return on investmen) atau dengan menggunakan residual income, yang
merupakan laba dikurangi dengan beban modal.
3. Hubungan Struktur Organisasi dengan Pusat Pertanggungjawaban
Struktur organisasi mencerminkan pembagian dan hirarki dan wewenang
dalam perusahaan. Melalui struktur organisasi, manajemen melaksanakan
pendelegasian wewenang untuk melaksanakan tugas khsus kepada manajemen
dibawahnya. Hal ini bertujuan agar tercapai pembagian yang bermanfaat. Dalam
penyusunan system akuntansi pertanggungjawaban, haruslah didahului dengan
pembenahan
terhadap
organisasinya.
Akuntansi
pertanggungjawaban
membebankan tanggung jawab kepada manajer pusat pertanggunjawaban. Dalam
hal ini, pusat pertanggungjawaban merupakan dasar untuk seluruh sistem
akuntansi
Penyusunan
pertanggunjawaban,
sistem akuntansi
sehingga
harus
disusun
pertanggunjawaban dan
secara
seksama.
penyusunan struktur
organisasi merupakan pekerjaan
yang tidak dapat dipisah dan saling
mempengaruhi, karenanya struktur
organisasi merupakan syrat utama dalam
Universitas Sumatera Utara
14
penerapan akuntansi pertanggungjawaban, dimana struktur organisasi merupakan
gambaran dari pusat-pusat pertangunggjawaban yang dimiliki perusahaan. Ada 2
tipe sruktur organisasi berkaitan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban, yaitu :
organisasi fungsional dan organisasi divisional.
a. Organisasi Fungsional
Dalam organisasi fungsional, penbagian pusat pertanggungjawaban didasarkan
atas fungsi, yaitu produksi, fungsi penjualan ( pemasaran), fungsi administrasi.
CEO
STAF
Manajer
Manufaktur
Manajer
Pemasaran
STAF
STAF
Manajer
Pabrik
Manajer
Pabrik 2
Manajer
Pabrik 3
Manajer
Wilayah A
Manajer
Wilayah B
Manajer
Wilayah C
Gambar 2.3
Organisasi Fungsional
b. Organisasi divisional
Dalam organisasi divisional, pembagian organisasi didasarkan pada divisidivisi penghasilan laba. Menurut Supriyono (2001 : 27), “ dibawah setiap
devisi dibagi atas dasar fungsi. Fungsi yang ada divisi sama seperti fungsifungsi pada organisasi fungsional”. Pada tipe organisasi ini, setiap divisi
Universitas Sumatera Utara
15
merupakan pusat laba dan mungkin sekaligus sebagai pusat investasi,
sedangkan fungsi-fungsi yang dimilikinya merupakan pusat biaya dan atau
pusat pendapatan.
CEO
Staf
Manajer unit
Bisnis Y
Manajer unit
Bisnis X
Staf
Manajer
Pabrik
Manajer
Pemasaran
Manajer unit
Bisnis Z
Staf
Manajer
Pabrik
Manajer
Pemasaran
Staf
Manajer
Pabrik
Manajer
Pemasaran
Gambar 2.4
Organisasi Unit Bisnis (Divisional)
Sumber : Anthony dan Govindarajan (2005 : 118)
Dalam hubungannya dengan pusat pertanggungjawaban, sruktur
organisasi harus dianalisis mengenai kemungkinan adanya kelemahan dalam
pendelegasian wewenang. Jaringan pusat pertanggungjawaban dapat menjadi alat
yang efektif untuk mengendalikan organisasi jika struktur organisasi yang
melandasinya disusun secara rasional. Pada akhirnya, strutur organisasi yang
sesuai dengan konsep akuntansi pertanggungjawaban adalah struktur yang
memberikan peluang bagi bawahan untuk otonomi ( desentralisasi) dan yang
memisahkan dengan jelas wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian
Universitas Sumatera Utara
16
yang ada. Kondisi demikian merupakan kebutuhan pokok pelaksanaan akuntansi
pertanggungjawaban sebagai realisasi adanya pusat-pusat pertanggungjawaban.
B. Pusat Biaya
Sebagaimana pusat pertanggungjawaban lainya, pusat biaya juga
mengkonsumsi masukan dan menghasilkan keluaran. Pusat biaya tidak memiliki
kendali atau kekuasaan atas timbulnya penghasilan ataupun penggunaan dana
investasi. Dalam pusat biaya, kinerja manajernya diukur berdasarkan biaya karena
manajer tersebut memiliki kendali atas terjadinya biaya. Atas dasar karakteristik
hubungan antara masukan dan keluarannya, pusat biaya digolongkan menjadi 2,
yaitu pusatbiaya teknik dan pusat biaya kebijakan.
1. Pusat Biaya Teknik ( Engineered Expense Center)
Pusat biaya teknik adalah pusat biaya yang sebagian besar biayanya
mempunyai hubungan fisik yang erat dan nyata dengan keluaranya.
Departemen produksi merupakan contoh pusat biaya teknik. Manajer pusat
biaya teknik bertanggunjawab atas efisien dan evektifitas pusat biaya yang
dipimpinnya.
Efesien pusat biaya teknik dinilai atas dasar hubungan antara masukan
dan keluarannya. Menurut Supriyono (2001 : 28), “ alat penilaian efisiensi
pusat biaya adalah standar, sedangkan efektivitas pusat biaya teknik dinilai
atas dasar kemampuan pusat biaya tersebut dalam mancapai volume produksi
yang diharapkan.” Biaya yang sesunggunya terjadi pada ousat biaya ini
dibandingkan dengan biaya standarnya, kemudian dihitung dan dianalisis
Universitas Sumatera Utara
17
penyimpangan biaya yang terjadi. Analisis penyimpangan biaya yang terjadi
harus dipertanggungjawabkan oleh manajer pusat biaya teknik, dengan
demikian manajer ini bertanggungjawab untuk menjamin efisiensi pusat biaya
yang dipimpinnya.
2. Pusat Biaya Kebijakan ( Discretionary Expense Center)
Pusat biaya kebijakan merupakan pusat biaya yang sebagian besar
biayanya tidak mempunyai hubungan fisik yang nyata keluaranya. Pusat biaya
ini memiliki keluaran, namun sulit untuk diukur secara kuantitatif.
Departemen administrasi dan umum merupakan contoh pusat biaya kebijakan.
Efisiensi pusat biaya ini tidak dapat dinilai, karena antara masukan
dan
keluarannya tidak memiliki hubungan fisik yang nyata. Proses pengendalian
pusat biaya kebijakan dimulai dari penyusunan anggaran biaya oleh nmanajer
pusat biaya kebijakan yang bersangkutan. Supriyono (2001 : 30 ) menyatakan
bahwa anggaran biaya pusat biaya kebijakan yang telah disetujui oleh
manajemen puncak mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. anggaran tersebut bukan merupakan pengukur efisiensi.
b. anggaran tersebut merupakan batas atas pengeluaran biaya yang dapat
dilakukan oleh manajer pusat biaya yang bersangkutan,
c. anggaran tersebut merupakan kesanggupan manajer pusat biaya yang
bersangkutan untuk melaksanakan semua kegiatan yang direncanakan
dengan biaya yang dianggarkan.
Pengendalian pusat biaya kebijakan mempunyai
beberapa karakteristik
khusus yang berbeda dengan pengedalian pusat biaya teknik, terutama dalam hal
penyusunan anggaran, tipe pengendalian yang digunakan dan pengukuran prestasi
manajernya. Selain itu, “ pengendalian yang baik terhadap pusat biaya kebijakan
memerlukan karakteristik tambahan dalam pemilihan manajer, pemeliharaan iklim
Universitas Sumatera Utara
18
organisasi dan penentuan proporsi biaya teknik” ( Supriyono. 2001 : 30). Hal ini
dikarena sebagai kecil biaya dalam pusat kebijakan mungkin merupakan biya
teknik, contohnya pada departemen akuntansi, dalam pembuatan faktur penjualan
dapat dihubungkan antara biaya dan keluarannya. Dengan mengidentifikasikan
biaya teknik pada departemennya, manajer pusat biaya kebijakan dapat dengan
baik mengendalikan sebagian biaya departemennya, meskipun jumlahnya relatif
kecil.
3. Laporan Pertanggungjawaban Biaya
Laporan pertanggungjawaban biaya dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan
manajer berbagai jenjang organisasi. Untuk kepentingan mengumpulkan
informasi akuntansi pertanggungjawaban, setiap pusat pertanggunjawaban
yang terdapat dalam struktur organisasi diberi kode dengan struktur kode
sebagai berikut :
a. jenjang organisasi dibagi menjadi tiga tingkat : tingkat Direksi, tingkat
Departemen, dan tingkat bagian. Oleh karena itu, jenjang organisasi diberi
kode dengan memakai tiga angka, yang setiap posisi angka mencerminkan
jenjang organisasi,
b. angka ke satu menunjukkan jenjang Direksi, angka kedua menunjukan
jenjang Departemen, sedangkan angka ketiga menunjukkan jenjang
Bagian.
Laporan yang memiliki kualitas yang baik, harus memenuhi beberapa
kreteria, yakni ditunjukan kepada pihak yang tepat, konsisten, tepat waktu,
teratur, mudah mengerti, penjelasanya terinci, dapat dibandingkan, bersifat
Universitas Sumatera Utara
19
analitis dan tingkat efesiensi. Menurut Mulyadi ( 2001 : 194), laporan
pertanggunjawaban disusun dengan dasar-dasar berikut :
1) jenjang terbawah yang diberi laporan ini adalah tingkat manajer Bagian,
2) manajer jenjang terbawah diberi laporan mengenai biaya pusat
pertanggungjawaban
biaya yang berisi rician realisasi biaya
dibandingkan dengan anggaran biaya yang disusunnya,
3) manajer jenjang diatasnya diberi laporan mengenai biaya pusat
pertanggunjawaban itu sendiri dan ringkasan realisasi biaya yang
dikeluarkan oleh manajer-manajer yang berada dibawah wewenangnya,
yang disajikan dalam bentuk perbandingan dengan anggaran biaya yang
disusun oleh masing-masing manajer yang bersangkutan,
4) semakin keatas, laporan pertanggungjawaban biaya disajikan semakin
ringkas.
Sunarto
(
2002
:
72
)
juga
mengemukan
bahwa
laporan
pertanggungjawaban biaya berisi informasi sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
nomor dank ode rekening biaya,
jenis biaya pusat pertanggunjawaban,
realisasi biaya bulan ini,
anggaran biaya bulan,
Penyimpangan biaya bulan ini,
Realisasi biaya sampai dengan bulan ini,
Anggaran biaya sampai dengan bulan ini,
Penyimpangan biaya sampai dengan bulan ini.
Format umum laporan pertanggungjawaban biaya disajikan sebagai berikut :
Table II.1
Format Umum Laporan Pertanggunjawaban
Bagian / Departemen / Direktur
Laporan Pertanggungjawaban Biaya Bulan
Bulan ini
Kode Jenis Biaya/
Rek.
Pusat Biaya
Sampai dengan bulan ini
Realisasi Anggaran Penyimpangan Realisasi Anggaran Penyimpangan
Sumber : Mulyadi (2001 : 195)
Universitas Sumatera Utara
20
Jenis laporan pertanggungjawaban biaya menurut Sunarto (2000 : 72) di
golongkan menjadi tiga kelompok sesuai dengan jenjang organisasi, yaitu :
(1) laporan pertanggungjawaban biaya _ manejer bagian. Laporan ini
disajiakn untuk para manejer Bagian,
(2) laporan pertanggungjawaban biya – manejer departemen. Laporan ini di
sajikan untuk para manejer departemen,
(3) laporan pertanggungjawaban biaya – direksi. Laporan ini disajiakn Kepada
Direktur Utama Direktur Prodeksi, dan Direktor Pemasaran.
C. Penilaian Kinerja
1. Difenisi dan Manfaat Penelitian Kinerja
Kemampuan para manejer untuk mengelola seluruh sumber daya yang di
miliki perusahaan dalam rangka memperoleh laba usaha dalam jangka pendek dan
jangka panjang dinamakan kinerja manejer. Pengukuran hasil kinerja para
manejer perusahaan itulah yang disebut dangan penilaian kinerja perusahaan.
Menurut Rudianto (2006 : 311), penilaian kinerja adalah “ penentuan secara
periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagiann organisasi dan
karyawannya bardasarkan sasaran, standard an kriteria yang telah di tetapkan
sebelumnya”.
Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah di
tetapkan sebelimnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang di inginkan.
Standar perilaku dapat berupa kebijakan menejemen atau rencana formal yang di
tuangkan dalam anggaran. Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku
yang tidak semestinya, merangsang perilaku yang semestinya di inginkan,
memotivasi semangt kerja dan menentukan standar kerja bagi seluruh individu
yang ada dalam perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
21
Proses penilaain kinerja perusahaan merupakan aktivitas yang harus di
lakukan perusahaan, manfaat penilaian kinerja menurut Rudianto (2006 : 312),
antara lain :
a. mengelola operasi organisasi secara efektif dan efesien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum,
b. membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan,
seperti promosi, transfer/mutasi, dan penberhentian,
c. mengindetifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan,
d. menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka,
e. menyediakan suatu dasar bagi distribusi pelanggan.
Mulyadi (2002 : 420) menyatakan bahwa “ tahap penilain kinerja di
laksanakan dalam dua tahap utama yakni tahap persiapan dan tahap penilaian”.
Tahap persiapan terdiri atas:
1) penentuan daerah pertanggungjawaban dan manejer yang bertanggung
jawab,
2) penetapan kriteria yang di pakai untuk mengukur kinerja,
3) pengukuran kinerja yang sesungguhnya.
Jika seorang akan di minta untuk bertanggungjawab atas sesuatu, maka hal
pertama yang harus di lakukan adalah menetapkan dengan jelas daerah
pertanggungjawaban
yang
menjadi
wewenangya.
Dalam
daerah
pertanggungjawaban tersebut, ia diberi wewenang untuk mempengaruhi secara
signifikan berbagai variabel yang menentukan pencapaian sasaran yang telah
ditetapkan. Dalam perusahaan yang bermotif laba, laba bukan merupakan satusatunya ukuran kinerja manajer. Menurut Mulyadi (2001 : 426), ada faktor-faktor
lain yang perlu dipertimbangkan seperti dapat diukur atau tidaknya suatu kriteria,
Universitas Sumatera Utara
22
serti tipe kriteria yang digunakan dan aspek perilaku yang ditimbulkan.” Memilih
kriteria tertentu untuk mengukur dan menilai kinerja adalah sangat penting, karena
akan mempengaruhi tindakan seorang manajer. Efisiensi dan efektifitas
merupakan dua macam kriteris yang biasa digunakan untuk menentukan kinerja
atau prestasi atau pusat pertanggungjawaban. Efisiensi dan efektivitas biaya lebih
bersifat relatif atau komparatif daripada bersifat absolut, misalnya dengan
membandingkan antara prestasi suatu pusat pertanggungjawaban masa kini
dengan masa sebelumnya. Setelah seorang manajer diberi bagian wewenangnya
dan ditetapkan kriteria kinerja, maka selanjutnya adalah melakukan pengukuran
kinerja bersifat obyektif dan repetitif, namun pengukuran kinerja itu seringkali
menimbulkan perilaku yang tidak semestinya seperti, perataan (smoothing),
pencondongan (biasing)
maupun permainan (gaming)
untuk melindungi
kepentingan diri manajer tersebut.
Tahap Penilaian terdiri atas :
a)
pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya,
b)
penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam standar,
c)
penegekan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk
mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
Dalam mengevaluasi kinerja, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian
dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.. Informasi
penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan
Universitas Sumatera Utara
23
diumpanbalikkan dalam laporan kinerja kepada manajer yang bertanggungjawab
untuk menunjukkan efisiensi dan efektivitas kinerjanya. Menurut Mulyadi (2001 :
432), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam laporan kinerja, yakni :
(1) laporan kinerja untuk manajer tingkat bawah harus berisi informasi inci,
dan laporan kinerja manajer tingkat atasnya harus berisi informasi yang
lebih ringkas,
(2) laporan kinerja berisi unsur terkendalikan dan unsur tidak terkendalikan
yang disajikan secara terpisah, sehingga manajer yang bertanggung jawab
atas kinerja dapat dimintai pertanggungjawaban atas unsur-unsur yang
terkendalikan olehnya,
(3) laporan kinerj harus mencakup penyimpangan, baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan,
(4) laporan kinerja sebaiknya diterbitkan paling tidak sebulan sekali.
Penerbitan yang kurang dari periode satu bulan dapat dilakukan dalam
keadaan khusus yang memerlukan perhatian segera dan perubahan segera
terhadap perilaku manajer,
(5) laporan kinerja disesuaikan dengan kebutuhan dan pengalaman pemakai,
(6) penyajian laporan kinerja sebaiknya memperhatikan kemampuan
penerima dalam memahami laporan tersebut.
Masalah yang mungkin timbul dalam menentukan penyebab penyimpangan
adalah manajer dan bawahan yang tidak bekerja sama dalam penyelidikan.
Seringkali pencarian penyebab terjadinya penyimpangan dianggap sebagai upaya
untuk mencari siapa yang salah. Untuk membentuk perilaku yang fungsional
dalam proses
penentuan penyebab terjadinya penyimpangan, harus diadakan
rapat untuk berbagai jenjang manajer. Rapat tersebut harus membahasa
pemecahan bersama masalah-masalah yang timbul akibat penyimpangan dan
mendorong partisipasi aktif dari setiap peserta yang hadir untuk memecahkan
masalah. Dalam rapat, sebaiknya manajer atas harus memperlihatkan sikap
membantu dan konstruktif sepanjang waktu rapat, dan menahan diri dari tindakan
menyebarluaskan dan menghukum kegagalan.
Universitas Sumatera Utara
24
Tahap akhir penilaian kinerja adalah tindakan koreksi untuk menegakkan
perilaku yang diinginkan dan mencegah terulangnya perilaku yang tidak
diinginkan. Perilaku merupakan tindakan orang untuk memproduksi hasil. Hasil
merupakan petunjuk efektivitas kerja. Organisasi harus melakukan evaluasi atas
keduanya, perilaku dan hasil yang dicapai dari perilaku tersebut.
Samryn (2001 : 262) mengemukakan bahwa “ukuran kinerja yang baik
bersifat komprehensif dan meliputi ukuran-ukuran finansial dan non finansial”.
Ukuran-ukuran yang dimaksud di sini adalah :
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
relevan dengan sasaran atau target perusahaan,
dapat dipengaruhi oleh tindakan para manajer,
objektivitasnya daoat dipertanggungjawabkan,
dapat dimengerti oleh para manajer,
mencakup aspek penting dari kinerja tanpa menimbulkan konflik dengan
pihak lain,
(f) dapat digunakan secara regular dan berkelanjutan,
(g) memperhatikan keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001 : 434), ada tiga jenis ukuran yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif, yakni ukuran kriteria
tunggal (single criteria) yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai
kinerja manajer, ukuran kriteria beragam (multiple criteria) yang menggunakan
berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer, dan ukuran kriteria
gabungan (composite criteria)
yang menggunakan berbagai macam ukuran
memperhitungkan bobot masing-masing ukuran, serta menghitung rata-ratanyua
sebagai ukuran yang menyeluruh kinerja manajer.
Penilaian kinerja dilakukan untuk menyediakan umpan balik bagi
karyawan dan dasar distribusi penghargaan agar bermanfaat untuk memotivasi
karyawan bekerja dengan baik dan meningkatkan kinerja mereka karena adanya
Universitas Sumatera Utara
25
penghargaan khusus (reward) terhadap hasil kerja mereka, dan atau memberikan
hukuman (punishment) bagi yang lalai.
Menurut Rudianto (2006 : 315), dalam melakukan penilaian kinerja, ada
beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu :
1. analisis rasio,
2. anggaran,
3. balance Scorecard,
4. economic Value Added (EVA),
5. benchmarking.
Dalam pusat biaya, karena tidak ada biaya yang seratus persen dapat
dikendalikan oleh manajer yang berwenang untuk mengendalikan pusat biaya.
Masalah yang timbul dalam penggunaan biaya sebagai ukuran kinerja manajer
pusat biaya menurut Mulyadi (2001 : 436) adalah :
a. Masalah Perilaku Biaya
Seringkali terdapat kerancuan antara variabilitas dengan terkendalikan atau
tidaknya suatu biaya. Variabilitas suatu biaya merupakan perilaku biaya dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, sedangklan terkendalikan atau
tidaknya biaya tersebut bersangkutan dengan hubungan biaya dengan wewenang
yang dimiliki oleh manajer tertentu. Dalam pengukuran kinerja pusat biaya, biaya
variabel maupun biaya tetapyang diperhitungkan sebagai ukuran kinerja harus
berupa biaya terkendalikan oleh manajer pusat biaya tersebut. Biaya terkendalikan
adalah biaya variabel dan biaya tetap yang dapat dipengaruhi secara signifikan
oleh manajer dengan wewenang yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
26
b. Masalah Hubungan Biaya dengan Pusat Biaya
Dalam hubungannya dengan pusat biaya, biaya dapat dibagi menjadi dua,
yakni biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya
yang manfaatnya hanya dinikmati oleh pusat biaya tertentu. Biaya tidak langsung
merupakan biaya yang manfaatnya dapat dinikmati oleh lebih daru satu pusat
biaya. Dalam pengukuran kinerja pusat biaya, biaya langsu dan biaya tidak
langsung yang diperhitungkan sebagai ukuran kinerja harus berupa terkendalikan
oleh manajer pusat biaya tersebut.
c. Masalah jangka waktu
Dalam jangka panjang semua biaya pada dasarnya dapat dikendalikan oleh
manajer tertentu dalam organisasi perusahaan. Biaya kebijakan, baik biaya
variabel maupun biaya tetap merupakan biaya terkendalikan dalam jangka
pendek.
d. Masalah Tanggung Jawab Ganda
Jika suatu biaya berada di bawah wewenang lebih dari satu pusat manajer
pusat biaya, timbul masalah siapa yang mempertanggungjawabkannya. Sebagai
contoh, biaya pemeliharaan mesin berada di bawah tanggung jawab ganda
manajer Departemen Bengkel dan manajer Departemen Produksi. Dalam hal ini,
maka manajer Departemen Bengkel bertanggung jawab atas dihasilkannya jasa
dengan biaya yang minum, sedangkan manajer Departemen Produksi bertanggung
jawab atas penggunaan minimum jasa bengkel untuk memenuhi kebutuhan
produksinya. Manajer pusat
biaya penghasil jasa bertanggung jawab atas
dihasilkannya jasa dengan biaya yang minimum, sedangkan manajer pusat biaya
Universitas Sumatera Utara
27
pemakai bertanggung jawab dalam meminimumkan penggunaan jasa pusat biaya
penghasil jasa.
2. Anggaran Biaya Sebagai Alat Penilaian Kinerja
Hansen dan Mowen (2004 : 383) mendefinisikan anggaran sebagai
“rencana tindakan yang dinyatakan dalam istilah keuangan”. Tidak semua rencana
kerja organisasi dapat disebut anggaran. Menurut Rudianto (2006 : 114), ciri-ciri
anggaran yaitu :
a.
b.
c.
d.
dinyatakan dalam satuan moneter,
umumnya mencakup kurun waktu satu tahun,
mengandung komitmen manajemen,
usulan anggaran disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi dari pelaksana
anggaran,
e. setelah disetujui, anggaran hanya diubah jika ada keadaan khusus,
f. jika terjadi penyimpangan di dalam pelaksanaannya, harus dianalisis sebab
terjadinya penyimpangan tersebut.
Anggaran akan membantu rencana keseluruhan perusahaan, merumuskan
standar prestasi dan mengkoordinasi kegiatan ke dalam suatu keseluruhan yang
terpadu. Menurut nafarin (2004 :15): manfaat anggaran adalah :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
segala kegiatan dapat terarah pada pencapaian tujuan bersama,
dapat digunakan sebagai alat menilai kelebihan dan kekurangan pegawai
dapat memotivasi pegawai,
menimbulkan rasa tanggung jawab pada pegawai,
menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu,
sumber daya seperti tenaga kerja, peralatan dan dana dapat dimanfaatkan
seefisien mungkin,
7) alat pengendali bagi para manajer.
Kegiatan
penyusunan
suatu
anggaran
dinamakan
pengangguran,
“Penyusunan anggaran yang memungkinkan bawahan untuk ikut bekerja sama
menentukan rencana dinamakan participative budgeting” (Hariadi, 2002 : 243).
Adanya partisipasi mendorng setiap manajer untuk meningkatkan prestasinya dan
Universitas Sumatera Utara
28
bekerja lebih keras karena mereka menganggap bahwa target organisasi adalah
merupakan target pribadinya juga.
Menurut Mulyadi (2001 : 511), anggaran yang baik memiliki karakteristik berikut
ini :
a) anggaran disusun berdasarkan program,
b) anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat pertanggungjawaban
yang dibentuk dalam organisasi perusahaan,
c) Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian.
Penyusunan program merupakan proses pengambilan keputusan mengenai
program yang akan dilaksanakan oleh perusahaan dan penaksiran sumber yang
dialokasikan kepada setiap program tersebut. Program merupakan rencana jangka
panjang untuk mencapai tujuan perusahaan. Rencana jangka panjang yang
dituangkan dalam program memberikan arah ke mana kegiatan perusahaan
ditujukan dalam jangka panjang. Anggaran merinci pelaksanaan program,
sehingga anggaran yang disusun setiap tahun memiliki arah seperti yang
ditetapkan dalam rencana jangka panjang.
Tiap-tiap pusat pertanggungjawaban yang dibentuk dalam suatu organisasi
memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu penyusunan
anggaran pun harus disesuaikan dengan karakteristik pengendalian setiap pusat
pertanggungjawaban akan menghasilkan tolak ukur kinerja yang tidak sesuai
dengan kegiatan pusat pertanggungjawaban yang diukur kinerjanya. Hal ini dapat
mengakibatkan
perilaku
yang
tidak
semestinya
pada
manajer
pusat
pertanggungjawaban dalam melaksanakan anggarannya. Sebagai contoh, proses
Universitas Sumatera Utara
29
pengendalian pusat biaya kebijakan dimulai dengan pembuatan anggaran biaya
yang disetujui oleh manajemen puncak. Anggaran biaya ini merupakan batas atas
pengeluaran biaya yang dapat dilakukan oleh manajer pusat biaya tersebut.
Anggaran biaya ini bukan merupakan tolak ukur efisiensi, namun untuk
memberikan pedoman agar biaya sesungguhnya tidak melebihi jumlah yang telah
disetujui dalam anggaran.
Di dalam fungsinya sebagai alat pengendalian, maka proses penyusunan
anggaran menurut Mulyadi (2001 : 512) harus mampu menanamkan “sense of
commitment” dalam diri penyusunya. Jika tidak, maka anggaran yang disusun
tidak lebih hanya sebagai alat perencanaan belaka dan jika terjadi penyimpangan
antara realisasi dari anggarannya, maka tidak satu pun manajer yang merasa
bertanggungjawab.
Anggaran
biaya
merupakan
suatu
rencana
yang
memperlihatkan bagaimana sumber-sumber daya (dana) akan digunakan selama
periode tertentu. Fungsi dari anggaran biaya ini adalah sebagai alat perencanaan
dan pengendalian. Di dalam pengendalian biaya tidak terkendalikan. Biaya
terkendalikan adalah biaya yang dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer
pusat pertanggungjawaban dalam jangka waktu tertentu karena berada di luar
kendali manajer. Hariadi (2002 : 279) mengemukakan bahwa biaya yang tidak
terkendalikan dapat diubah menjadi biaya terkendalo dengan dua cara :
(1) mengubah dasar pembebanan biaya,
(2) mengubah locus (letak) tanggungjawab pengambilan keputusan.
Menurut klasifikasi pusat biaya, anggaran biaya dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
30
(a) anggaran biaya teknik yang keluarannya dapat diukur. Contoh anggaran
jeni ini adalah anggaran departemen produksi,
(b) anggaran biaya kebijakan yang
keluarannya tidak diukur. Contoh
anggaran jenis ini adalah anggaran biaya departemen personalia.
Pada umumnya dalam suatu perusahaan yang sudah cukup besar, terdapat tiga
pihak utama yang terkait dalam penyusunan anggaran, yaitu komite anggaran,
ddepartemen anggaran dan para manajer pusat pertanggungjawaban. Penyusunan
anggaran dapat dilakukan dalam 2 cara, yakni secara top-down
atau secara
bottom-up
Proses penyusunan anggaran memerlukan organisasi yang memisahkan
fungsi penyusunan usulan anggaran, fungsi penelaah dan pengesah usulan
anggaran serta fungsi administrasi anggaran. Komite anggaran yang anggotanya
terdiri dari manajemen puncak perlu dibentuk untuk melaksanakan fungsi
penelaah dan pengesahan terhadap rancananga anggaran yang diterima dari
manajer pusat pertanggungjawaban yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam menetapkan rancangan kegiatan perusahaan di masa yang akan datang.
Fungsi administrasi anggaran dipegang oleh departemen anggaran yang
merupakan fasilitator, baik bagi komite anggaran maupun manajer pusat
pertanggungjawaban dalam proses penyusunan anggaran.
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Simamora (2007 : 57) yang pernah melakukan penelitian sejenis pada PT
Ira Widya Utama berpendapat bahwa “struktur organisasi yang dianut suatu
perusahaan dapat menunjukkan bagaimana sistem akuntansi pertanggungjawaban
Universitas Sumatera Utara
31
yang digunakan perusahaan tersebut”. Struktur organisasi ini juga dapat
menjelaskan pembatasan wewenang atas setiap manajer. Sriyanti juga menyatakan
pentingnya
anggaran
biaya
sebagai
proyeksi
kinerja
setiap
pula
pertanggungjawaban biaya.
Lubis (2006 : 55) mengemukakan pendapatnya atas “pentingnya
pemisahan antara biaya terkendali dan biaya tidak terkendali dalam perusahaan”.
Penyusunan anggaran biaya yang melibatkan setiap unit pertanggungjawaban
dalam perusahaan akan memberikan dampak yang baik dan memotivasi manajer
unit mencapai target bersama. Iswahyudhi (2007 menyatakan “bahwa dengan
diterapnya sistem akuntansi pertanggungjawaban yang baik akan menyebabkan
terciptanya suatu pengendalian dan pengukuran prestasi kerja manajer”. Laporan
pertanggungjawaban harus dibuat sebagai dasar untuk membuat analisis penilaian
prestasi manajer untuk setiap pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan akan
memberikan dampak yang baik dan memotivasi manajer unti mencapai target
bersama.
Iswahyudhi (2007) menyatakan bahwa dengan diterapkannya sistem
akuntansi pertanggugjawaban yang baik akan menyebabkan terciptanya suatu
pengendalian
dan
pengukuran
prestasi
kerja
manajer”.
Laporan
pertanggungjawaban harus dibuat sebagai dasar untuk membuat analisis penilaian
prestasi
manajer
untuk
setiap
pusat
pertanggungjawaban.
Akuntansi
pertanggungjawaban dapat mencerminkan nilia yang dibuat oleh setiap mana
dalam menggunakan berbagai sumber ekonomi untuk melaksanakan peranan
dalam mencapai tujuan perusahaan, dimana manajer tersebut tidak hanya diukur
Universitas Sumatera Utara
32
prestasinya berdasarkan tolak ukur keuangan saja namun juga memperhitungkan
tolak ukur non keuangan (Rambe, 2004).
Damayanti (2004) yang pernah melakukan penelitian sejenis pada PT PLN
Indonesia (persero) mengemukakan bahwa :
Pelaporan realisasi dan anggaran serta analisis selisih antara realisasi dengan
anggaran menunjukkan bahwa besarnya penyimpangan anggaran tersebut
masih cukup baik karena disebabkan oleh faktor diluar kendali manajer
pusat pertanggungjawaban sehingga dengan adanya penyimpangan ini akan
mendorong
manajer
meningkatkan
kinerja
untuk
melakukan
perusahaan”.
pengendalian
Laporan
biaya
untuk
pertanggungjawaban
merupakan konsekuensi logis hubungan antara wewenang tanggungjawab
sehingga mampu melihat penyimpangan setiap pusat biya. Hal ini
merupakan indikator dalam membandingkan prestasi kinerja dan melakukan
penilaian manajeria.
Universitas Sumatera Utara
33
Table II.2
Tinjauan penelitian terdahulu
Nama
Judul
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian
SriYanti
Simamora
020503117
Peranan
Akuntansi
Pertanggungja
waban Dalam
mengukur
kinerja pusat
biaya pada PT
Irawidya
Utama Medan
Untuk
Deskriftif
mendapat
dan
gambaran yang Komparatif
jelas mengenai
bagai
mana
perusahaan
menggunakan
sistem
Akuntansi
Pertanggungjaw
aban
dalam
mengukur
kinerja
Pusat
biaya pada PT
Irawidya utama
medan
Kesimpulan
Proses
penyusunan
anggaran biaya
telah
sesuai
dengan konsep
sistem
akuntansi
pertanggungfja
waban
yakni
disusun
oleh
setiap
departemen
biaya yang ada
dalam
perusahaan dan
akan
dilaporkan
pada direktur
utama untuk di
evaluasi
kembali agar
dapat di nilai
apakah
telah
sesusi dengan
rencana kerja
tahunan
perusahaan
yang
talahy
ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Download