KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA 20151 Perlambatan ekonomi global, khususnya negara berkembang dan China, dan ketidakpastian global yang masih terus berlangsung berdampak pada capain kinerja perekonomian Indonesia di Tahun 2015. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan angka penganguran dan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia merupakan konsekuensi logis dari perlambatan dan ketidakpastian tersebut. Kisaran Pertumbuhan Ekonomi 2015 Di Angka 4,4 – 4,5 Persen. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2015 mencapai 4,71 persen (c-to-c), melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2014 yang mencapai 5,03 persen. Dengan asumsi nilai PDB kuartal terakhir tidak berbeda jauh dengan capaian tiga kuartal sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di penghujung tahun 2015 hanya berkisar 4,4 – 4,5 persen. Masih jauh dari target APBN-P sebesar 5,7 persen. Perlambatan perekonomian ini tidak lepas dari perkembangan kondisi ekonomi global terkini, yang juga masih menunjukkan perlambatan dan ketidakpastian. Selain itu, terjadinya kebakaran hutan dan lahan serta perlambatan dalam penciptaan lapangan kerja baru pun ditenggarai menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015. Kebakaran hutan dan lahan yang beberapa waktu lalu melanda sejumlah wilayah di Tanah Air telah menimbulkan kerugian sebesar USD 16,1 milyar atau setara 1,9 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sementara itu jumlah pengangguran terbuka tumbuh 0,3 persen dari dari 5,9 persen pada 2014 menjadi 6,2 persen pada 2015.2 Dari sisi PDB Pengeluaran (y on y), hingga triwulan ketiga tahun 2015, pengeluaran rumah tangga yang memiliki kontribusi diatas 50 persen terhadap PDB mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sama halnya dengan ekspor dan impor yang juga mengalami perlambatan. Sedangkan pengeluaran konsumsi pemerintah mengalami peningkatan dari 1,52 persen menjadi 3,93 persen dan investasi mengalami peningkatan dari 4,07 persen menjadi 4,23 persen. Data tersebut memberikan pesan bahwa kontribusi pengeluaran pemerintah dan investasi merupakan faktor utama perlambatan ekonomi 2015 tidak terlalu dalam. Pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha kuartalk ketiga 2015, hampir semua lapangan usaha mengalami pertumbuhan. Hanya sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami kontraksi sebesar 4,48 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sektor Informasi dan komunikasi sebesar 10,23 persen. Disisi kontribusi, sepanjang tahun 2015 struktur perekonomian masih didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu Industri pengolahan; pertanian kehutanan dan Perikanan dan Perdagangan Besar Eceran;Reparasi Mobil-Sepeda Motor masing-masing sebesar 20,41 persen, 14,57 persen dan 13,09 persen. Jika membandingkan dengan capain periode yang sama pada tahun sebelumnya, mayoritas sektor mengalami perlambatan. Termasuk sektor-sektor padat karya. EKspor Impor Mengalami Penurunan Sepanjang tahun 2015 terhitung dari bulan Januari hingga November 2015, neraca perdangangan Indonesia tercatat surplus sebesar USD 7,81 miliar kondisi ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama yang mengalami defisit sebesar USD 2,2 miliar, meskipun 1 Ditulis Oleh Ade Nurul Aida dan Robby Alexander Sirait World Bank.2015 Belanja Pemerintah Bisa Picu Pertumbuhan Tahun 2016.http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2015/12/15/indonesia-improved-government-spendingcan-spur-higher-growth-in-2016 diakses tanggal 27 Desember 2015 2 pada bulan November 2015 menunjukan defisit USD 0,35 miliar yang merupakan deficit pertama setelah membukukan surplus USD 1,01 miliar pada bulan Oktober 2015 . Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia periode Januari−November 2015 mencapai USD 138,4 miliar atau menurun 14,3 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Dari sisi ekspor migas, terjadi penurunan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 38 persen dari USD27,98 Miliar pada menjadi USD17,32 Miliar pada periode yang sama di tahun 2015. Sementara itu ekspor komoditas non-migas yang berkontribusi besar terhadap kinerja ekspor Indonesia juga turut mengalami penurunan sebesar USD12,62 Miliar (9 persen) dari USD133,69 Miliar pada Januari-November tahun 2014 menjadi USD 121,07 Miliar pada tahun 2015. Komoditas yang memberikan kontribusi paling besar terhadap ekspor non-migas sepanjang bulan Januari-Oktober 2015 yaitu lemak & minyak nabati dan hewani sebesar USD 15,62 miliar diikuti oleh komoditas bahan bakar mineral sebesar USD 13,71 miliar. Kedua kelompok komoditas tersebut juga mengalami penurunan ekspor secara year-on-year masing-masing 11 persen dan 22 persen untuk minyak nabati dan bahan bakar mineral di periode Januari-Oktober tahun 2014-2015. Dimana komoditas yang mendominasi kelompok minyak nabati ialah Minyak Kelapa Sawit sedangkan Bahan Bakar Mineral adalah Batubara. Penurunan nilai komoditas ekspor ini turut ditenggarai oleh melemahnya ekonomi global khususnya untuk negara-negara tujuan ekspor kedua komoditas tersebut. Sementara periode Januari –November 2015, nilai impor semua golongan barang: barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal, menurun dibandingkan periode sama tahun 2014 masing-masing 15,2 persen, 21,4 persen, dan 17,1 persen. Tiga negara asal barang impor nonmigas terbesar Januari–November 2015 adalah Cina, Jepang, dan Singapura dengan porsi terhadap total nilai impor nonmigas masing-masing 24,5 persen, 11,4 persen dan 7,6 persen. Investasi Meningkat Dibanding Tahun Lalu Kinerja investasi tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, terlihat dari realisasi investasi pada periode Januari-September 2015 mencapai Rp400 Triliun, meningkat 16,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar Rp342 Triliun. Realisasi investasi tersebut sudah mencapai 77 persen dari target realisasi investasi tahun 2015 Rp519,5 Sebelumnya di tahun 2014, pencapaian realisasi investasi tercatat mencapai angka Rp463,1 triliun. Dari realisasi investasi Januari-September tersebut, PMDN meningkat 16,4 persen sebesar Rp133,2 Triliun diibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, sementara realisasi investasiA PMA naik 16,9 persen sebesar Rp266,8 Triliun. Pada periode Januari-September 2015, investasi sektor manufaktur mencapai Rp172 Triliun atau setara dengan 43 persen, sektor tersebut lebih besar dibandingkan dengan dua sektor lainnya yakni sektor primer yang terkait dengan kegiatan ekstraktif atau bahan mentah sebesar Rp72 Triliun atau 18 persen dan sektor tersier yang mencakup bidang usaha jasa, konstruksi dan infrastruktur sebesar Rp155,9 Triliun atau 39 persen. Bila mengacu pada pencapaian realisasi investasi tahun 2014, kontribusi sektor manufaktur mencapai Rp199,1 triliun atau setara dengan 42,99 persen, sektor primer atau ekstraktif mencapai Rp91,7 triliun atau setara dengan 19,81persesn, dan sektor tersier termasuk jasa, konstruksi dan infrastruktur sebesar Rp172,3 triliun atau setara dengan 37,20 persen. Porsi sektor manufaktur besar mengindikasikan masih tumbuhnya sektor manufaktur. Berkembangnya sector manufaktur akan mendorong berkembangnya sektor lainnya, khususnya infrastruktur dan jasa.3 Sementara itu sepanjang Januari-September 2015 dari sisi tenaga kerja realisasi investasi menyerap tenaga kerja sebanyak 1.059.734 orang, naik 10,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2014, sebesar 960.336 orang. Inflasi Tahun 2015, maksimal 4,89 persen. Hingga bulan November 2015, inflasi year on year mencapai 4,89 persen dan tingkat inflasi tahun kalender mencapai 2,37 persen. Capain angka tingkat inflasi tahun ini masih berada dibawah target inflasi dalam APBN-P 2015 yang sebesar 5 persen. Jika menggunakan asumsi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Desember 2015 mengalami peningkatan yang sama dengan bulan yang sama tahun lalu, yakni mengalami kenaikan ± 3 basis poin, maka di akhir tahun 2015 tingkat inflasi mencapai 4,89 persen. Dan jika tidak ada perubahan yang signifikan di tahun 2015, maka inflasi tahun ini akan berada dibawah 3 persen. Masih berada dibawah target inflasi pada APBN-P 2015. Capaian yang berada dibawah target ini, bisa jadi akibat keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan inflasi. Hal ini terlihat dari capaian tingkat inflasi hingga bulan November untuk komoditas yang diatur pemerintah atau administered price mengalami deflasi sebesar minus 0,46 persen. Berbeda sangat signifikan dibandingkan dua tahun sebelumnya. Di tahun 2014, capaiannya sebesar 17,57 persen dan tahun 2013 sebesar 16,65 persen. Disisi lainnya, jika melihat perlambatan ekonomi yang masih terus terjadi hingga penghujung tahun 2015 yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, dapat disimpulkan bahwa capaian inflasi tersebut juga diakibatkan oleh faktor penurunan daya beli masyarakat. Hal ini terlihat pada pergerakan tingkat inflasi bulanan sepanjang tahun 2015 yang sedikit mengalami anomali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun sebelumnya, biasanya di bulan Januari dan September (tahun yang bukan periode krisis atau ketidakpastian ekonomi global) terjadi inflasi yang cukup besar. Pada tahun ini, di bulan Januari dan September malah mengalami deflasi. Padahal, biasanya pengeluaran masyarakat relatif besar pada bulan-bulan tersebut. Dugaan penurunan daya beli masyarakat yang akhirnya mempengaruhi tingkat inflasi yang relative rendah pada tahun ini, juga terlihat pada capaian inflasi untuk komoditas atau barang bergejolak. Hingga bulan November, inflasi 3 BKPM. Siaran PersSektor: Manufaktur Diproyeksikan Penyumbang Investasi Terbesar 2015 barang bergejolak hanya 1,27 persen. Berbeda jauh dengan dua tahun sebelumnya, tahun 2014 mencapai 10,88 persen dan tahun 2013 mencapai 11,83 persen. Untuk tahun 2016, capaian inflasi juga masih dapat terjaga dibawah target inflasi dalam APBN yang sebesar 4,7 persen. Dengan catatan pemerintah dan Bank Indonesia dapat menjaga fluktuasi administered price dan ketersedian pasokan. Selain itu, dampak fluktuasi nilai tukar yang masih berpeluang terjadi di tahun 2016 juga harus dapat dikelola dengan baik oleh Pemerintah dan Bank Indonesia Angka Pengangguran dan Kemiskinan Bertambah Hingga bulan Agustus 2015, angka pengangguran meningkat menjadi 6,18 persen dari 5,81 persen pada bulan Februari 2015. Artinya ada tambahan angkatan kerja yang menganggur sebanyak 210 ribu orang. JIka melihat sebaran pengangguran berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamaatkan oleh angkatan kerja, penigkatan persentase jumlah penganggur terbesar adalah yang berpendidikan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan. Untuk sekolah menengah atas meningkat menjadi 10,32 persen dari 8,17 persen pada bulan Februari 2015. Sedangkan untuk pendidikan sekolah menengah kejuruan menjadi 12,65 persen dari 9,05 persen pada bulan Februari 2015. Jika melihat sebaran jumlah penduduk bekerja menurut sektor hingga Agustus 2015, terjadi penurunan yang cukup tajam di sektor pertanian, industry dan jasa kemasyarakatan/perorangan. Untuk sektor pertanian jumlah angkatan kerja yang bekerja menurun sebanyak 2,37 juta orang, sektor manufaktur sebanyak 1,13 juta orang dan sektor jasa kemasyarakatan/perorangan menurun sebesar 1,47 juta orang dibandingkan data bulan Februari 2015. Peningkatan angka pengangguran dan penurunan pekerja di ketiga sektor tersebut tidak terlepas dari kondisi ekonomi yang melambat akibat ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Perlambatan daya beli domestic dan global serta pelemahan nilai jual komoditas berdampak pada struktur ketenagakerjaan sektor pertanian dan industri. Melihat gejala perlambatan dan ketidakpastian ekonomi global juga masih akan berlangsung di tahun 2016, kondisi ketenagakerjaan kita akan semakin parah jika tidak ada langkah strategis pemerintah untuk mengatasinya. Potensi gelombang pemutusan hubungan kerja yang semakin massif di tahun 2016 masih sangat besar. Struktur ketenagakerjaan atau penganguran memiliki korelasi positif dengan struktur kemiskinan disuatu negara. Memburuknya struktur ketenagakerjaan akan berdampak pada memburuknya struktur kemiskinan suatu negara. Menurut laporan perkembangan kesejahteraan rakyat yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik pada Oktober 2015, jumlah penduduk miskin bertambah menjadi 28,59 juta orang dari 29,28 juta orang pada tahun 2014. Penambahan jumlah penduduk miskin ini pastinya akan jauh lebih besar di akhir tahun 2015. Untuk tahun 2016, peningkatan jumlah penduduk miskin bisa saja semakin besar dan parah jika pemerintah tidak memiliki langkah strategis untuk mengatasi kemiskinan. Proyek pembangunan infrastruktur pemerintah di tahun 2016, dapat menjadi salah satu solusi mengurangi pengangguran yang akhirnya berdampak pada pengurangan angka kemiskinan. Tetapi, itu belum cukup. Harus ada langkah strategis pemerintah untuk mendongkrak sektor-sektor yang memiliki daya serap tenaga kerja tinggi. Seperti sektor pertanian, industry dan perdagangan. Mendongkrak akselerasi sektor UMKM juga merupakan salah satu solusi mempercepat penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Semua itu harus dilakukan oleh pemerintah secara bersama-sama, tidak bisahanya satu atau dua saja, mengingat tantangan ketenagkerjan sebagai dampak implementasi Masyarakat Ekonomi Asean juga sudah di depan mata.