1. 2. 3. 4. Lambatnya pembayaran / pengeluaran pemerintah berdasarkan anggaran yang direncanakan kondisi ini menyebabkan departemen-departemen pemerintah pusat maupun daerah tidak dapat memaksimalkan utilisasi dari anggaran yang telah tersedia. kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang rendah dengan tren yang menurun, dimana perkembangan yang ada dan telah dicapai dinilai kecil bagi kebutuhan Indonesia akan perbaikan dan ekspansi infrastruktur keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri yang tidak populer . Adanya dugaan konflik kepentingan berhubungan dengan masalah politik dalam negeri. Indikator 2002 2003 2004 2005 2006 1 Pertumbuhan PDB (%) 4,38 4,88 5,13 5,6 5,48 2 Inflasi (%) 10,03 5,06 6,4 17,1 6,6 3 Total Expor (USD Milyard) 57 55,6 69,7 85,6 100,6 4 Total Import (USD Milyard) 31,2 29,5 46,2 57,5 61,1 5 Neraca (USD Milyard) 25,8 26,1 23,5 27,9 39,6 6 Cadangan Devisa (USD Milyard) 32 36,3 35,9 34,7 43,3 7 Hutang Luar Negeri (USD Milyard) 131,3 154,4 136,1 133,5 131,8 8 Total Penerimaan Pemrintah (Rp Triliun) 299 340 407,5 516,2 539,4 9 Total Pegeluaran Pemrintah (Rp Triliun) 244 258,1 306,1 542,4 559,3 10 Defisit Anggaran (Rp Triliun) -23,2 -37,7 -17,4 -26,1 -19,9 Dari analisa ‘Perkembangan Ekonomi Indonesia’ pada bulan Februari 2007 disebutkan bahwa meskipun stabilitas ekonomi makro dapat terjaga dengan cukup baik, namun hal tersebut tidak berhasil membangkitkan rasa optimis di kalangan masyarakat. Tingginya tingkat ketidakpastian di kalangan dunia usaha merupakan penyebab utama dari rendahnya tingkat investasi sepanjang tahun 2006 lalu, dan ini tidak lepas dari tidak kunjung kondusifnya iklim usaha di sektor produksi riil. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dapat dikatakan tidak efektif untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif karena seringkali dibayangi oleh keragu-raguan pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan yang dikeluarkan tersebut