strategi pembinaan kesehatan reproduksi anak usia

advertisement
JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL. 7, NO.1, 2006: 14-18
STRATEGI PEMBINAAN KESEHATAN
REPRODUKSI ANAK USIA PENDIDIKAN DASAR
Rachma Hasibuan* dan Sardjana Atmadja**
Abstrak: Peningkatan angka harapan hidup dengan diiringi meningkatnya taraf
kesehatan masyarakat sangat diperlukan untuk kelangsungan kehidupan masyarakat
khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. WHO telah menjembatani
kesenjangan masalah kesehatan dimasa mendatang dengan mengusahakan dan
menyelamatkan umat manusia dari penyakit, yang hal ini sudah dimulai sejak anak dalam
kandungan, bayi dengan berbagai imunisasi yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan
anak. Berbagai pengembangan program-program pembinaan melalui KIE (Komunikasi
Informasi dan Edukasi) baik untuk bayi, anak, remaja dan orang dewasa perlu dilakukan
agar generasi penerus bangsa ini memiliki kesehatan yang prima, cerdas dan kreatif untuk
membangun bangsa.
Abstract: The increase of life expectancy rate and people’s health level are greatly
necessary for the continuation of people’s life, especially in developing countries. WHO
has made great efforts to save people from various diseases starting from prenatal period
by means of providing the immunizations needed. Therefore, it is necessary that health
programs for babies, children, teenagers and adults be implemented through
communication of information and education (CIE) so as to provide the Nation with
healthy, intelligent and creative future generation.
Kata kunci : strategi, pembinaan, kesehatan reproduksi, pendidikan dasar.
Di negara-negara berkembang 12,2 milyard anak usia di bawah 5 tahun
meninggal setiap 5 tahun, dengan penyebab kematian yang sebenarnya dapat dicegah
hanya dengan beberapa dolar saja. Sebagian besar dari mereka meninggal karena ketidak
acuhan dunia, karena kemiskinannya. Walaupun kelompok usia lanjut akan naik dua kali
lipat pada tahun 2005, akan tetapi proporsi terbesar adalah usia di bawah 15 tahun
diperkirakan 30,2%; angkatan kerja bertambah dengan pertumbuhan 2,3% dan wanita
yang memasuki pasar kerja meningkat 4 kali lipat pada tahun 2000 (Depkes, 1999).
Pernah diberitakan ada seorang bayi yang mati di pangkuan ibunya sebelum
sempat mendapatkan imunisasi, walaupun kenyataan menunjukkan bahwa 8 dari 10 anak
di dunia telah mendapatkan vaksinasi untuk melawan 5 penyakit utama yang sering
menyerang anak-anak, tidak akan dapat membendung duka orang tua.
Sejak tahun 1980 angka kematian bayi telah turun 25% sedangkan angka
harapan hidup meningkat menjadi 65 tahun. Jurang antara si miskin dan si kaya, antara
satu populasi dengan lainnya, antara umur, seks, terlihat semakin mendalam.
Sehingga sebagian orang di dunia berpendapat bahwa sekarang ini setiap
langkah kehidupan mulai dari anak-anak sampai orang tua mulai dibayang-bayangi oleh
kemiskinan, ketidakadilan dan beban penderitaan serta penyakit.
*) Dosen Program PGTK FIP- Universitas Negeri Surabaya
**) Dosen Fak Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
14
Hasibuan & Atmadja, Strategi Pembinaan Kesehatan…..
Untuk sebagian orang, prospek peningkatan angka harapan hidup justru terlihat
sebagai hukuman, bukan anugerah. Walaupun sebelum akhir abad ini, kita sudah dapat
hidup di dunia tanpa poliomyelitis (radang akut sumsum tulang belakang disebabkan
adanya virus), tanpa kasus baru lepra, kematian neonatal akibat tetanus dan meastes, tapi
dana yang dipergunakan untuk menjaga dan meningkatkan taraf kesehatan di negaranegara berkembang saat ini, hanyalah sekitar 4 dolar Amerika. Suatu jumlah yang kirakira sama dengan uang recehan atau uang kembalian yang biasa terdapat di kantong atau
dompet orang-orang di negara maju.
Seorang yang hidup di negara termiskin, memiliki angka harapan hidup 43
tahun, di negara maju memiliki angka harapan hidup 78 tahun (WHO, 2000 ). Seorang
yang kaya dan sehat memiliki angka harapan hidup dua kali lebih panjang daripada orang
miskin dan sakit. Laporan ini pertama kali ditujukan untuk menguji beban kesakitan yang
tidak saja disebabkan oleh penyakit, tapi juga oleh umur, karena ternyata penyakit sangat
dipengaruhi oleh spektrum umur. Oleh sebab itulah analisis status kesehatan telah
dilaksanakan mulai dari bayi, anak, remaja, orang dewasa dan orang tua.
Seorang yang hidup di negara termiskin, memiliki angka harapan hidup 43 tahun, di
negara maju memiliki angka harapan hidup 78 tahun (WHO, 2000). Seorang yang kaya
dan sehat memiliki angka harapan hidup dua kali lebih panjang daripada orang miskin
dan sakit. Laporan ini pertama kali ditujukan untuk menguji beban kesakitan yang tidak
saja disebabkan oleh penyakit, tapi juga oleh umur, karena ternyata penyakit sangat
dipengaruhi oleh spektrum umur. Oleh sebab itulah analisis status kesehatan telah
dilaksanakan mulai dari bayi, anak, remaja, orang dewasa dan orang tua.
Berdasarkan data yang tersedia dan dapat dipercaya serta layak untuk
dipertimbangkan, 10 penyebab utama dari kematian, kesakitan dan ketidak mampuan /
serta kecacatan telah dapat diidentifikasi. Penjelasan WHO (2000) tersebut dilakukan
untuk menjembatani kesenjangan yang ada dalam masalah kesehatan, memperkirakan
tren kesehatan di tahun–tahun mendatang, juga usaha untuk merencanakan kesatuan umat
manusia di masa datang, suatu masa di mana seorang bayi tidak lagi mati di pangkuan
ibunya akibat keterlambatan imunisasi.
Kesehatan Anak
Angka kematian untuk anak-anak di bawah 5 tahun pada tahun 2000 lebih dari
12,2 milyard. Penyebab kematian di negara berkembang sebagian besar dapat dihindari
kalau saja diberi kesempatan untuk memiliki fasilitas kesehatan yang sama dengan
negara maju. Gap antara negara berkembang dan negara maju di bidang kesehatan anak
dan bayi ini merupakan suatu contoh nyata ketidakadilan dunia di bidang kesehatan
(Atmadja,2003).
WHO (2000) melaporkan, malnutrisi termasuk penyumbang besar bagi
penyebab kematian dan kesakitan anak-anak, walaupun hal ini sering terabaikan. Di
tahun 1990 lebih dari 30% anak-anak di dunia yang berusia di bawah 5 tahun memiliki
berat badan (BB) yang kurang dari seharusnya. Sedangkan 43% dari anak-anak di negara
berkembang, yaitu sekitar 230 milyard, memiliki BB yang kurang dari semestinya.
Sebagai akibat kekurangan iodium (Hasibuan, 2004). Kurang iodium ini sampai saat ini
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di 118 negara termasuk di dalamnya
adalah Indonesia, 120.000 bayi lahir dengan keadaan mental terbelakang, kekerdilan, tuli
dan bisu bahkan lumpuh. Sedangkan 25% dari anak di bawah usia 5 tahun di negara
berkembang memiliki risiko kekurangan vitamin A.
15
JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL. 7, NO.1, 2006: 14-18
Namun sekarang telah ada perbaikan dalam dunia kesehatan anak, yang terlihat
sejak tahun 1993, angka kematian anak akibat panyakit yang telah dapat dicegah dengan
vaksinasi mengalami penurunan sebesar 1,3 milyard jika dibandingkan dengan tahun
1985. Meskipun demikian masih ada sekitar 2,4 milyard anak-anak di bawah usia 5 tahun
yang meninggal akibat cacar, neonatal tetanus, TBC, pertusis dipteri dan poliomyelitis
(Agoestina, 1999) bahkan ada juga tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Sehingga
kemajuan di bidang imunisasi ikut terkikis bahkan menjadi berbalik, karena kondisi
ekonomi masyarakat yang miskin.
Setiap tahunnya, di negara berkembang, Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA), khususnya pneumonia (radang paru karena masuknya benda asing) telah
membunuh lebih dari 4 miliar anak di bawah usia 5 tahun (terjadi kematian setiap detik)
dan hal ini juga menjadi penyebab utama kecacatan pada anak-anak. Pengurangan angka
kematian sangatlah penting. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan menghilangkan
bakteri yang menjadi penyebab infeksi dengan antibiotik yang harganya sangat murah.
Penyakit diare, khususnya yang disebabkan kurangnya air bersih dan sanitasi
lingkungan juga turut berperan serta atas kematian 3 milyard anak per tahun di negara
berkembang (1 anak setiap 10 detik). Dan adanya hubungan yang sinergis antara
kemiskinan dan kurangnya pengetahuan. Kematian akibat diare seharusnya dapat di
cegah dengan pemberian garam rehidrasi oral yang hanya menghabiskan biaya sekitar
0,07 dolar AS (Sullivan, 1995).
Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
Di dunia jumlah anak 2,3 milyard atau 40 % dari total penduduk berusia di
bawah 20 tahun. Meskipun remaja dan dewasa muda pada umumnya sehat, tapi mereka
mudah sekali terkena peyakit-penyakit sosial seperti eksploitasi, ketidakadilan dan risk
behaviour. Jika anak-anak remaja menyia-nyiakan kesehatannya di usia muda, maka
dunia akan kehilangan kesehatannya di masa mendatang. Pola tingkah laku yang di
bentuk pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh dunia orang dewasa dan akan sangat
menentukan kehidupannya di masa datang serta kesehatan masyarakat dunia pada
umumnya.
Di beberapa negara pelayanan kesehatan sering kali tidak mengacuhkan
kebutuhan remaja, dan ada pemikiran bahwa pendidikan, pelatihan dan pekerjaan untuk
orang muda belumlah sesuai. Edukasi, walaupun sering terabaikan, adalah hal yang vital
dan merupakan penyumbang yang paling besar bagi peningkatan kesehatan anak dan
remaja. Sekolah merupakan ajang untuk memberikan pengetahuan / pendidikan mengenai
praktik fertilitas yang bijaksana, karena sekolah berkaitan erat dengan status kesehatan
dan angka kehamilan.
Sebuah papan tulis dan sepotong kapur akan sangat berpengaruh seperti
layaknya antibiotik dan kontrasepsi dalam perlindungan kesehatan. Perbaikan pendidikan
bagi remaja pada umumnya dan remaja putri pada khususnya, adalah salah satu jalan
yang paling efektif dalam mempromosikan dan meningkatkan taraf kesehatan bagi
remaja putri yang nantinya akan melahirkan generasi penerus yang juga sehat.
Penyakit hubungan seksual paling sering diderita oleh orang muda yang aktif
melakukan hubungan seksual tanpa memperhatikan resikonya. Rata-rata tertinggi untuk
penyakit hubungan seksual terlihat pada kelompok umur 20-24 tahun, diikuti oleh
kelompok umur 15-29 tahun dan 25-29 tahun. Namun demikian puncak umur pada anak
wanita adalah lebih rendah dibanding anak pria (Atmadja,2003)
16
Hasibuan & Atmadja, Strategi Pembinaan Kesehatan…..
Pada saat yang sama, HIV dan AIDS memiliki efek yang menghancurkan orang
muda. Di banyak negara berkembang, infeksi HIV terjadi pada orang muda usia 15-24
tahun. Secara keseluruhan diperkirakan 50% dari infeksi global HIV menyerang orang di
bawah usia 20 tahun (WHO, 2000). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000)
menemukan bahwa 26,35% dari 846 peristiwa pernikahan di Yogya, telah melakukan
hubungan seksual sebelum menikah, di mana 50% nya menyebabkan kehamilan.
Motivasi utama melakukan hubungan seks adalah suka sama suka (3S) 76% di Jakarta
dan 75,6% di Yogyakarta, selebihnya karena pengaruh teman / kebutuhan biologis (14%)
dan kurang taat beragama (16%).
Atmadja Sardjana (2003) melaporkan bahwa dari 585 pasangan muda yang
datang ke RSB Permata Hati, Malang 78% mengaku melakukan seksual pertama kali
dengan pacarnya sebelum menikah, 64% diantaranya di lakukan ketika berumur 16 – 19
tahun, 85% nya melakukan hubungan seksualnya di rumahya sendiri. Dengan demikian
harapan generasi penerus yang kelak bertugas sebagai pencari nafkah dan penyambung
kehidupan dalam keadaan bahaya.
Banyak industriawan bermutu yang sebenarnya dapat membuat dunia menjadi
lebih baik dan menentukan nasib negaranya, secara tragis mengalami kematian jauh lebih
awal akibat terinfeksi HIV. Hal-hal lain yang membahayakan kesehatan orang muda
adalah tembakau, alkohol, penyalahgunaan obat, eksploitasi, dan sering kali juga karena
pekerjaan yang illegal, serta pertumbuhan anak-anak jalanan yang mengkhawatirkan.
Menurut perkiraan terakhir ada sekitar 100 milyard anak jalanan terkena risiko
malnutrisi, penyakit infeksi, penyakit hubungan seksual termasuk HIV atau AIDS, dan
eksploitasi kriminal dan seksual.
Strategi Pembinaan
Pembinaan kesehatan reproduksi remaja diarahkan untuk meningkatkan
kesehatan reproduksi remaja sebagai bagian dari peningkatan status kesehatannya, dan
peningkatan peran serta remaja secara aktif dalam kesehatan keluarga, dengan dukungan
kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Peningkatan kesehatan reproduksi remaja
dilaksanakan melalui jaringan pelayanan upaya kesehatan dasar dan rujukan yang telah
ada, sedangkan penanggulangan permasalahan psikososial yang berkaitan dengan aspek
reproduksi dilaksanakan dengan memperbanyak forum konsultasi dan bimbingan
kesehatan reproduksi melalui berbagai jalur pembinaan remaja. Berkaitan dengan hal
tersebut maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Meningkatan kemampuan dan
ketrampilan pengelola program di setiap jenjang administrasi dalam rangka
penatalaksanaan kesehatan reproduksi remaja. Untuk itu dapat dilakukan dengan lebih
mendorong tumbuhnya peran serta berbagai pihak dalam pelayanan, pembinaan dan
bimbingan kesehatan reproduksi remaja, perlu dilaksanakan program yang komprehensif,
koordinatif serta berkesinambungan. (2) Memprakarsai peningkatan koordinasi dalam
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kesehatan reproduksi remaja, baik
lintas sektor maupun lintas program. Dengan cara meningkatkan kemampuan di bidang
manajerial dan tekhnologi para pengelola program dan petugas pelayanan di berbagai
tingkat agar mampu membina kesehatan reproduksi remaja dengan menggunakan
berbagai jalur, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat serta organisasi remaja seperti
OSIS, Karang Taruna, Pramuka, Palang Merah Remaja dan sebagainya. (3)
Mengembangkan program-program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Hal ini
dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, media tradisional dan
17
JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOL. 7, NO.1, 2006: 14-18
interpersonal, baik secara langsung maupun terintegrasi dengan program unit dan sektor
lain, misalnya PSM, EPIM, BKKBN dan lain-lain. Menyelenggarakan pertolongan
(dalam bentuk pelayanan kesehatan langsung) dan pengayoman (dalam bentuk
bimbingan) bagi remaja dengan gangguan masalah reproduksi. Melaksanakan fungsi
rujukan dalam penanggulangan masalah kesehatan reproduksi remaja.
Penutup
Sebagai akhir dari buah pikiran ini, yang dapat direnungkan dan dilaksanakan
sesegera mungkin yaitu: (1) Meningkatkan peran aktif remaja untuk lebih mengetahui,
memahami dan memecahkan masalah kesehatan reproduksi sebagai bagian dari
kesehatan diri dan lingkungannya melalui penyuluhan. (2) Mengembangkan perangkat
pemantauan dan melakukan monitoring serta evaluasi. (3) Melakukan studi-studi
operasional terpilih (pengumpulan data dasar kesehatan reproduksi untuk menilai
keberhasilan program, menguji sensitifitas indicator. (4) Melakukan studi-studi untuk
mencari metode intervensi yang tepat guna.
Hal-hal tersebut di atas sangatlah penting untuk dilakukan guna mengatasi
masalah-masalah kesehatan pada anak dan remaja pada umumnya serta demi
kelangsungan hidup generasi mendatang yang sehat, kuat, kreatif dan cerdas.
Daftar Acuan
Agoestina T, Soejoenoes A, 1999, Technical Report on the Sudy of Maternal and
Perinatal Mortality, Sentral Java Province. BKS PENFIN.
Atmadja Sardjana. 2003. Model Optimal Menejemen Klinik Untuk menurunkan
Kematian Ibu Di RS Klas C di Jawa Timur. Desertasi, Ilmu Kedokteran, Unair,
2003.
Departemen Kesehatan. 1999. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Jakarta.
Departemen Kesehatan. 2000. Rencana Strategis Nasional Making pregnancy Safer
(MPS) di Indonesia 2001-2010
Hasibuan Rachma, 2004, Pembelajaran ibu GAKI dan perkembangan motorik anak
prasekolah di Probolinggo, Desertasi, Ilmu Kedokteran Unair, 2004
Sullivan R, Magarick R, Bergthold, Blouse A, Mc Intosh N. 1995. Clinical training skills
for reproductive health professionals. USA: JHPIEGO Corporation,
Word Health Organizations. 2000. Abortion: A tabulation of available data on the
pregnancy and mortality of unsafe abortion, 3^th ed.
18
Download