sumber:www.oseanografi.lipi.go.id ISSN-0216-1877 Oseana, Volume XVII, Nomor 1:1-8 RUMPUT LAUT SEBAGAI OBAT oleh Wanda S. Atmadja l) ABSTRCT SEAWEEDS AS MEDICINE. Some species of seaweeds such as species belonging to the genera of Acanthophora, Gelidium, Hypnea, Sargassum, Dictyopteris, Codium and Ulva can be utilized for medicinal use. However, in Indonesia, such utilization is still uncommon. This is because of still limited interest, processing and research activities for that purpose. Information on seaweeds as source of medicine, especially for species which are available in Indonesia are precented including their abundance, distribution and production. PENDAHULUAN Algae bentik yang berukuran makro yang di Indonesia biasa disebut rumput laut, pemanfaatannya sebagai bahan makanan dan industri sudah banyak dilakukan di Indonesia. Beberapa jenis penghasil agar seperti Gracilaria spp. dan Gelidium spp. dan penghasil karaginan yaitu Eucheuma spp. telah banyak diproduksi di Indonesia baik dari sediaan alami maupun dari budidaya. Produksi rumput laut tersebut dewasa ini kebanyakan dipergunakan untuk bahan baku industri agar dalam negeri dan untuk bahan dagangan ekspor. Sebagian kecil produksi rumput laut yang lainnya antara lain Hypnea spp., Caulerpa spp. dan Ulva spp. diper- gunakan sebagai bahan makanan manusia dan ternak secara lokal. Beberapa jenis rumput laut dari berbagai marga telah diketahui berkhasiat sebagai obat (Tabel 1). Sebagian besar di antaranya terdapat di Indonesia (Tabel 2). Di Indonesia sendiri sebenarnya pemanfaatan rumput laut sebagai obat, telah terungkap sejak lama (HYENE 1922, ZANEVELD 1955). SUGIARTO et al. (1978) menyebutkan beberapa jenis rumput laut di Indonesia yang dapat dipergunakan sebagai obat. Namun karena penelitian, pengolahan dan minat ke arah itu belum berkembang di Indonesia, maka pemanfaatannya sampai saat ini masih sangat terbatas. 1) Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta. Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Tabel 1. Daftar rumput laut (algae) dan khasiatnya sebagai obat A - KHALEAVA (1975) B - GUVE& et al. (1976) C - SOEGIARTO et al. (1978) D-.DAWES(1981) Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 E - WAHIDULLA (1986) F - TRONO & GANZON - FORTES (1988) G - GOODWIN (1974) sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Tabel 2. Kelimpahan, sebaran dan habitat rumput laut di Indonesia, yang berpotensi untuk obat 1 - Perairan Selatan Jawa dan Bali 2 - Perairan Utara Jawa dan Sulawesi 3 - Selat Sunda 4 - Maluku b - batu A - ATMADJA & SULISTIJO (1980) b p - batu dan pasir B - SULISTIJO & ATMADJA (1980) b p l - batu, pasir dan iumpur C - ATMADJA (1981) x - terdapat xx - terdapat D - ATMADJA & SULISTIJO (1985) relatif banyak E - ATMADJA & SULISTIJO (1988a) F - ATMADJA & SULISTIJO (1988b) G - JULIANTO & SUMADIHARGA (1989) Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui memiliki keanekaragaman jenis biota yang tinggi, termasuk keanekaragaman jenis rumput lautnya. Tepatlah kiranya apabila melalui tulisan ini diinformasikan berbagai jenis rumput laut tersebut yang berpotensi sebagai sumber obat dengan harapan lebih mendorong upaya penggalian dan pemanfaatannya. POTENSI JENIS DAN KHASIATNYA Di perairan Indo-Malaysia, Van BOSSE (1928) telah mendapatkan sejumlah 629 jenis rumput laut yang kebanyakan di antaranya adalah dari kelas algae merah. Selama ekspedisi Snellius 1985/86 telah dapat diidentifikasi pula tambahan jenis lainnya dari Indonesia (COPPEJANS 1987). Dibandingkan dengan jumlah jenis dari negara lain ternyata Indonesia termasuk negara yang memiliki jumlah jenis rumput laut yang banyak. Dari jumlah jenis tersebut baru sedikit saja yang pernah diteliti kemungkinan potensinya untuk obat. HARLIN (1986) mengoleksikan sejumlah tidak kurang dari sepuluh jenis rumput laut yang berasal dari perairan Sulawesi untuk diteliti kandungan steroidnya. Ternyata Sargassum siliquosum mengandung steroid yang tinggi dibandingkan dengan marga lainnya yang diteliti. SOEGIARTO et al. (1978) menyebutkan beberapa jenis rumput laut yang berkhasiat sebagai obat (Tabel 1). Di Filipina, TRONO & GANZONFORTES (1988) mendaftar sejumlah 352 jenis rumput laut yang termasuk ke dalam 43 marga yang bernilai ekonomis. Sebanyak 48 jenis dari 26 marga di antaranya dinyatakan berkhasiat sebagai obat. Ternyata pula bahwa dari 20'marga yang ada dalam daftar tersebut adalah terdapat di Indonesia. Dari Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 sejumlah marga sejagat yang diketahui berkhasiat sebagai obat, sekitar 75 persennya terdapat pula di Indonesia (Tabel 1). Beberapa marga yang disebutkan sebagai obat untuk anti kesuburan, anti tumor, penyakit jantung dan menurunkan darah tinggi yaitu marga Acanthophora, Hypnea, Dictyopteris, Sargassum, Stylophora dan Ulva adalah terdapat juga di Indonesia. Khusus mengenai Acanthophora spicifera, menurut WAHIDULA et al (1986) mengandung ekstrak "petroleum-ether" dan khloroform. Dari kedua ekstrak tersebut dapat diisolir senyawa kimia; sterol, kolesterol, asam lemak, stearik, palmitik, behemik (C22), asam arakhidik (C2O) dan methyl palmitat. Disebutkan juga bahwa rumput laut jenis ini mempunyai day a aktivitas anti rrrikroba "in vitro" terhadap S. aureus, C. albicans dan M. smegmates, selain memiliki activitas anti kesuburan yang telah dicoba terhadap binatang. Sejumlah 43 jenis rumput laut dari kelas algae merah yang termasuk ke dalam tujuh suku, terdaftar mengandung sterol dalam bentuk ergosterol, desmosterol, cholesterol, campesterol dan enol. Rumput laut tersebut umumnya mengandung cholesterol dengan kadar sterol yang bervariasi (GOODWIN 1974). Kandungan desmosterol Rhodymenia palmata misalnya berkisar antara 30,6 - 97,2 % dari total sterol dan ini tergantung musim. KELIMPAHAN, SEBARAN DAN HABITATNYA Dari berbagai jenis rumput laut yang terdapat di seluruh dunia yang berkhasiat sebagai obat, ternyata beberapa marga di antaranya merupakan marga yang terdapat umum tumbuh dan tersebar luas di perairan sumber:www.oseanografi.lipi.go.id laut Indonesia. Marga-marga tersebut antara lain adalah Acanthophora, Gracilaria, Gelidium, Hypnea, Sargassum, Codium, Halimeda dan Ulva (Tabel 2). Rumput laut tersebut umumnya tumbuh menempel pada batu di perairan pantai pasang-surut termasuk di daerah terumbu karang, kecuali Codium dan Caulerpa yang dapat tumbuh pula pada beberapa substrat selain batu misalnya pasir dan lumpur di daerah yang agak terlindung. Stylophora yang diinformasikan sebagai obat penyakit jantung terdapat pula di peraiaran laut Indonesia niisalnya di Kepulauan Seribu (ATMADJA & SULISTIJO 1988). Sementara itu Ulva yang berkhasiat untuk obat darah tinggi dapat dijumpai di Bali (SULISTIJO & ATMADJA 1980) dan di Cilurah, Banten (ATMADJA & SULISTIJO 1985). Pertumbuhan Stylophora tersebut umumnya sebagai "tumbuhan bawah" di daerah Sargassum, sedangkan Ulva selain tumbuh menempel pada batu dapat juga tumbuh sebagai penempel pada rumput laut lainnya. Karena Ulva umumnya memiliki thaflus yang berupa lembaran tipis dan kurang kuat menempel pada substratnya maka ia sering dijumpai terdampar di pantai. Kelimpahan beberapa jenis rumput laut tersebut di atas menurut kepadatan biomassanya dapat terlihat dalam Tabel 3. Biomassa pada rumput laut berkaitan erat dengan sifat substansi thallinya. Jenisjenis yang niempunyai substansi thallus agak padat dan keras seperti pada Halimeda dan Gracilaria, umumnya niempunyai kepadatan biomassa yang tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis yang thallinya bersifat ringan dan lunak seperti pada Hypnea, Ulva dan Dictyota yang umumnya berkepadatan biomassa rendah walaupun kelimpahan individunya tinggi. Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 Rumput laut dari jenis-jenis Acanthophora spicifera, Padina spp. dan Hypnea spp, selain dapat tumbuh di dasar perairan, dapat juga tunibuh sebagai penempel pada benda-benda lain di laut misalnya pada tiang-tiang kayu, bambu dan beton. Dengan demikian menunjukkan bahwa" runiput laut tersebut niempunyai daya penyebaran spora yang luas dengan daya tahan hidup yang tinggi serta daya lekat yang kuat dan cepat pada berbagai substrat sehingga mudah tumbuh dengan berlimpah. Hal ini akan mempermudah dalam perolehan produksi dan pengembangannya apabila suatu saat dibutuhkan. Sebaliknya untuk rumput laut jenis lain seperti Gracilaria, Gelidium, Sargassum, Halimeda, dan Caulerpa jarang dijumpai sebagai penempel. Untuk pengembangan produksinya apabila rumput laut jenis tersebut dibutuhkan dalam jumlah besar, tentunya harus diupayakan melalui budidaya dengan teknik-teknik tertentu. Misalnya untuk Gracilaria dapat ditanam dengan sistem rakit apung dan lepas dasar di perairan pantai dan tambak. Kecepatan tumbuh berat rata-rata hariannya dapat mencapai 4% di perairan pantai atau goba (lagoon) dan 3% di perairan tanibak (SULISTIJO 1985). KESIMPULAN Banyak jenis rumput laut yang sebenarnya berpotensi untuk diteliti dan dikembangkan pemanfaatannya sebagai sumber obat. Namun karena penelitian, pendayagunaan dan minat ke arah itu masih terbatas sekali maka manfaat rumput laut tersebut untuk pengobatan masih belum banyak terungkap dengan jelas dan meluas. sumber:www.oseanografi.lipi.go.id Tabel 3. Kepadatan biomassa rata-rata beberapa marga rumput laut yang berpotensi sebagai obat di Indonesia Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id SARAN-SARAN - Perlu lebih ditingkatkan sampling selektif jenis-jenis rumput laut dan analisa kandungan kimianya. - Lebih digiatkan upaya uji coba khasiat pengobatan dari berbagai jenis rumput laut sehingga lebih merangsang minat pemanfaatannya. - Diadakan koordinasi yang lebih terpadu antara instansi terkait dan pengguna yang mengarah ke peningkatan pemanfaatan rumput laut tersebut sebagai sumber bahan obat. REFERENS ATMADJA, W. S. 1981. Benthic marine algal communities on the Coral Reef Island Groups of Central Celebes. Paper submitted in the XHIth International Bot. Congress, Sydney, Australia, 21 — 28 August 1981 : 1 -9. ATMADJA, W.S. dan SULISTIJO 1980. Komunitas rumput laut di pantai Pananjung, Pangandaran, Pantai Seiatan Jawa Barat. Sumber Daya Hayati Bahari, Rangkuman beberapa hasil penelitian PELITA II, Burhanuddin, M.K. Moosa dan H. Razak (Eds), Lembaga Oseanologi NasionaL LIPI, Jakarta : 11 - 22. ATMADJA 1985. The Inventory of Benthic Marine Algae in the Surrounding Area of the Krakatau. Proc. Symp. 100 Years Dev. Krakatau and Its Surroundings, Jakarta 23 - 27 Aug 1983, Vol. I, Natural Sciences, LIPI: 431 -436. ATMADJA 1988a. Sebaran dan habitat Gelidium di Indonesia. Buku khusus Perairan Indonesia : biology, budidaya kualitas perairan dan oseanografi. Puslitbang Oseanologi, LIPI: 69 - 73. Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 ATMADJA 1988 b. Beberapa aspek vegetasi dan habitat tumbuhan laut bentik di Pulau-pulau Seribu. Teluk Jakarta : Biologi, budidaya, Oaseanografi, geobgi dan kondisi perairan. Puslitbang Oseanologi, LIPI: 5 -13. BAKO, R.R.M. 1988. Keanekaragaman jenis dan biomasa rumput laut di Gugus Pulau Pari. Karya Ilmiah, IPB, Fak. Perikanan, Manajemen Sumberdaya Perairan : 1 — 64. CHAPMAN, V.J. and DJ. CHAPMAN 1980. Seaweeds and their uses. Chapman and Hall, New York, 334 pp. COPPEJANS, E. 1987. Seaweeds of the Snellius Expedition, chlorophyata : Cau-lerpales (except Caulerpa, Halimeda), Codiales, Dasycladales, General Information Programme and abstract, Int. Symp. Res. Snefl. II/Exped., Jakarta — Indonesia, 23 - 28 November 1987 : 97p. DAWES, C.J. 1981. Marine Botany. John Willey & Sons, Ney York, 628 pp. GOODWIN, T.W. 1974. Sterols. In : W.D.P. Stewart (Ed.), Algal physiology and Biochemistry, Bot. Monog. 10 : 266 280. HARLIN, C. 1986. Screening species of Brown and Red Algae collected from the Coast of Spermonde for active substances. Workshop on Marine Algae Biotechnology, Summary Report, Nat. Acad. Press, Washington D.C. : 45 - 48. KHALEAFA, A.F., M.A.m. KARBOUSH, A. METWALLI, A.F. MOHSEN and A. SERWI 1975. Antibiotic (fungicidal) action from extracts of some seaweeds. Bot. mar. 18 : 163 - 165. SOEGIARTO, A., Sulistijo, W.S. ATMADJA dan H. MUBARAK 1978. Rumput Laut (Algae); Manfaat, potensi dan usaha budidaya. SDE 46 LON-LJPI Jakarta, 61 pp. sumber:www.oseanografi.lipi.go.id SULISTIJO 1985. Upaya pengembangan budidaya runiput laut Eucheuma dan Gracilaria. Makalah diajukan pada "Workshop budidaya laut" di Bandar lampung 28 Oktober - 1 November 1985 : 1 — 11. SULISTIJO dan W.S. ATMADJA 1980. Konmnitas runiput laut di Tanjung Benoa, Bali. Sumber Day a Hayati Bahari. Rangkuman beberapa hasil penelitian PELIT A II, Burhanuddin, M.K. Moosa dan H. Razak (Eds), Lembaga Oseanologi Nasional, LIPL Jakarta : 1 - 10. TRONO, JR. C.C. and E.T. GANZONFORTES. Philippine Seaweeds. Technology and Livelihood Recourse Centre, Nat. Book Store Inc. Metro Manila, 330 pp. Oseana, Volume XVII No. 1, 1992 VAN BOSSE, W. 1928. Liste des algues du Siboga, IV Rhodophyceae, Gigartinales et Rhodymeniales. Siboga Exped. 59d :393 -533. WAHIDULLA, S., L.D. SOUZA and S.Y. KAMAX 1986. Chemical Constituents of the Red Algae Acanthophora spicifera. Bot. mar. 29 : 49 - 50. YULIANTO, K. dan K. SUMADIHARGA 1989. Konmnitas runiput laut di perairan Pulau Geser dan Pulau Makoka, Seram Timur, Maluku Tengah. Perairan Maluku dan sekitarnya; Biologi, budidaya, geologi, lingkungan dan oaseanografi Balitbang SDL. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Ambon : 39 - 46