Oseana, Volume XXII, Nomor 2, 1997 : 15-22 ISSN 0216

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXII, Nomor 2, 1997 : 15-22
ISSN 0216- 1877
PENGARUH LAUT TERHADAP IKLIM
Oleh
Muhammad Hasanudin 1)
ABSTRACT
Sea, the largest part of the earths surface, we know give so many benefits to
human who live in land. From sea people fulfill their requirement of live, i.e. food,
mines, medicines, and others. Sea supplies fresh water to the living creatures which
live in land. And apparently sea also temper the climate of the certain region. When
the air is hot, that usually happens at day or in summer time, sea cools the air. But
when the air is cold, that usually happens at night or in winter time, the sea warm
it. This effect saves many middle and hight latitude countries from the bitter winter.
PENDAHULUAN
Tetapi, apakah terfikir oleh kita bahwa
nyamannya iklim Indonesia bukan hanya
akibat dari letak Indonesia yang berada di
Katulistiwa? Apakah terfikir oleh kita bahwa
laut yang mengelilingi kita mempunyai
kontribusi terhadap kenyaman iklim? Memang
demikianlah hal yang terjadi.
Laut yang mengelilingi kita
mempunyai pengaruh besar terhadap iklim di
Indonesia. Parameter yang membentuk iklim
di Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh
laut yang mengelilinginya, baik itu suhu
udara, curah hujan, perkisaran angin dan
sebagainya. Sebagai contoh, nilai curah hujan
yang tinggi di hampir semua propinsi di
Indonesia dimungkinkan oleh adanya
persediaan air yang banyak, yang berasal dari
laut yang mengelilingi kita. Curah hujan yang
tinggi ini tidak saja berfungsi untuk mencukupi
Indonesia yang terletak di katulistiwa
serta diapit oleh dua benua dan dua samudera
dikenal memiliki iklim yang nyaman
sepanjang tahun. Radiasi matahari melimpah,
suhu udara yang tidak begitu panas dan tidak
begitu dingin, kelembaban udara yang cukup
dan curah hujan yang tinggi menjadikan
iklimnya benar-benar nyaman bagi
penghuninya. Tidak saja bagi manusia, tetapi
juga bagi flora dan fauna yang hidup di
atasnya. Hal ini menjadikan berbagai macam
flora dan fauna dapat hidup subur di Indonesia. Pantaslah bila banyak orang asing yang
datang berkunjung ke Indonesia, selain untuk
menikmati hasil budidayanya, juga untuk
menikmati keindahan alam, keanekaragaman
hayati serta kenyamanan iklimnya.
15
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
kebutuhan air tawar bagi makhluk hidup,
tetapi berfungsi pula untuk "mencuci" atmosfir
dan daratan kita dari bahan tak berguna.
Satu hal lain sering kita lupakan adalah
bahwa laut mampu meredam perubahan suhu
udara yang mencolok. Pada waktu udara
panas, yang biasanya terjadi di siang hari,
laut mampu membikin sejuk. Sebaliknya pada
waktu udara dingin, yang terjadi di malam
hari, laut berfungsi sebagai penghangat.
Kalau kita perhatikan angka-angka
tersebut di atas, terlihat adanya
ketidakseimbangan antara jumlah presipitasi
dan evaporasi yang terjdi di darat. Air yang
jatuh di darat lewat presipitasi lebih besar
dari air yang hilang sebagi akibat evaporasi.
Daratan mengalami surplus air sebesar 240001500 mile3/tahun. Kelebihan air sebanyak
9000 mile3/tahun inilah yang kita lihat sebagai
aliran air dipermukaan daratan yang kemudian
kembali ke laut dalam bentuk "run off".
Kelebihan air ini antara lain berfungsi untuk
mencuci atmosfer dan daratan kita dari bahanbahan yang tidak berguna ataupun polutan,
baik yang dihasilkan oleh bumi sendiri,
misalnya gunung berapi maupun oleh manusia.
Bahan-bahan ini oleh aliran air dibawa ke
sungai, kemudian dari sungai kecil bergabung
ke sungai besar dan akhirnya sampai di laut
dan dihancurkan. Dan kita ketahui pula bahwa
air laut adalah pelarut / penghancur yang
paling baik. Adanya pencucian yang terus
menerus ini menjadikan daratan dan atmosfir
tetap bersih, dan mampu memberikan daya
dukung terhadap kelangsungan hidup
penghuninya sampai sekarang. Tidak dapat
dibayangkan apa yang terjadi pada atmosfir
dan daratan kita tanpa adanya pencucian,
sementara ratusan juta kendaraan bermotor,
jutaan pabrik baik besar maupun kecil, ratusan
gunung berapi dan banyak lagi sumber
pencemar lain tidak henti-hentinya
mengeluarkan polutan.
LAUT SEBAGAI PENSUPLAI
UTAMA AIR TAWAR
Lebih dari 2/3 bagian dari permukaan
bumi kita ini terdiri dari laut. Telah kita
ketahui bersama bahwa laut adalah merupakan
penyedia utama air tawar bagi makhluk hidup
yang ada di daratan. Air tawar yang kita
gunakan sehari-hari sebagian besar berasal
dari hasil penguapan air laut. Dengan
menggunakan energi panas radiasi matahari,
dari air laut yang asin dapat dihasilkan air
tawar yang segar yang digunakan oleh
makhluk hidup yang berada di darat.
Menurut WUST (dalam BERRY,
BOLLAY & BEERS 1973), evaporasi/
penguapan air yang terjadi di darat, yang
berasal dari sungai, danau, pohon-pohonan
dan benda-benda basah lainnya mencapai
kira-kira 15000 mile3/tahun. Evaporasi ini
terjadi di waktu udara panas. Udara yang
mengandung uap air ini kemudian dibawa
oleh angin ke arah laut untuk kemudian
terjadilah presipitasi di sana. Sebaliknya
evaporasi yang terjadi di laut mencapai kirakira 81000 mile3/tahun. Hasil evaporasi dari
darat dan laut yang terjadi di permukaan
bumi diperkirakan 24000 mile3 kembali ke
darat setiap tahunnya, dalam bentuk hujan
air, salju, embun, es, kabut dan lain
sebagainya.
LAUT SEBAGAI "RESEVOIRE"
ENERGI RAKSASA
Satu sifat laut yang lain adalah bahwa
laut berfungsi sebagai "resevoire" energi
raksasa. Dengan sifat ini laut mampu
menyimpan energi panas dalam jumlah besar,
tanpa dibarengi dengan kenaikan suhu yang
16
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
berarti. Kemampuan menyimpan energi yang
besar ini disebabkan oleh beberapa faktor :
Daratan dengan kapasitas panas yang kecil,
kemampuan dalam menerima dan menyimpan
panas relatif terbatas. Di siang hari pada
waktu terjadi radiasi matahari daratan cepat
menjadi panas. Dan di malam hari pada
waktu radiasi ke angkasa terjadi, daratan
cepat sekali kehabisan energi dan menjadi
dingin. Sebaliknya laut, dengan kapasitasnya
yang besar pada waktu terjadi radiasi matahari
dapat menyerap energi panas dalam jumlah
yang amat besar. Energi yang besar ini
dilepas kembali pada waktu bumi kekurangan
energi. Dengan demikian laut berfungsi
menjaga keseimbangan suhu permukaan bumi.
1. Kapasitas panas air laut yang besar
Sebagai gambaran, air laut memiliki
kapasitas panas sebesar 1, yang arti fisisnya
adalah bahwa untuk menaikkan suhu air
dengan berat 1 gram (volumenya ICC) sebesar
1°C dibutuhkan kalori sebesar 1 gram kalori.
Sedangkan daratan memiliki kapasitas panas
sebesar 0.2. (VON ARX, 1962). Dengan
perbandingan nilai kapasitas panas ini berarti
bahwa air laut memiliki kemampuan untuk
menyimpan panas sebesar 5 kali kemampuan
daratan.
LAUT BERFUNGSI MEMBUAT IKLIM
MENJADI NYAMAN
2. Sifat transparan air laut
Faktor utama yang menentukan iklim
suatu tempat adalah posisi lintang tempat
tersebut. Posisi lintang suatu tempat
menentukan besar kecilnya nilai intensitas
radiasi matahari yang diterimanya. Tempattempat yang berada di sekitar ekuator
menerima intensitas radiasi matahari paling
tinggi. Makin tinggi lintang suatu tempat
(makin jauh letaknya dari ekuator), makin
kecil intensitas radiasi matahari yang
diterimanya. Ini dikarenakan bahwa matahari
hanya berosilasi di sekitar ekuator saja
(23,5°LU - 23,5°LS), sehingga sinar matahari
jatuh di sekitar ekuator hampir tegak lurus
permukaan bumi. Sedangkan di tempat yang
jauh dari ekuator sinar matahari jatuh miring/
condong tehadap permukaan bumi
(PICKARD, 1970). Besar kecilnya nilai radiasi
yang diterima suatu tempat tidak hanya
berpengaruh terhadap suhu udara setempat,
tetapi berpengaruh pula terhadap parameter
iklim yang lain, yakni tekanan udara,
perawanan, pergerakan angin dan lain
sebagainya.
Telah disinggung di atas bahwa
kemampuan daratan untuk menyimpan energi
panas adalah rendah. Ketika terjadi radiasi
Bila sinar matahari jatuh di daratan /
tanah, energi matahari hanya mampu
menembus lapisan permukaan sampai
kedalaman beberapa sentimeter saja.
Sebaliknya sinar matahari yang jatuh di laut,
dapat mencapai kedalaman yang besar. Ini
disebabkan bahwa air mempunyai sifat
transparan terhadap sinar matahari. Tingkat
transparansi air laut ini berbeda untuk satu
tempat dengan tempat lain, antara lain
disebabkan perbedaan kejernihan air laut. Di
beberapa tempat sinar matahari dapat
mencapai kedalaman 100 meter (WEISBERG
& PARISH 1974).
3. Adanya pergerakan air laut
Gelombang, pasang surut, arus dan
proses konveksi yang terjadi di laut
menyebabkan terjadinya distribusi energi yang
jauh lebih sempurna dibandingkan dengan
daratan. Dengan adanya proses-proses tersebut
energi panas dapat terdistribusikan sampai
tempat-tempat yang jauh dan dalam.
Pebedaan sifat daratan dan laut seperti
tersebut di atas mengakibatkan perbedaan
perilaku dalam menerima energi panas.
17
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
matahari daratan cepat menjadi panas.
Sebaliknya di waktu tidak tejadi radiasi
matahari, yang terjadi di malam hari atau di
musim dingin, daratan cepat menjadi dingin.
Suatu wilayah yang letaknya di tengah
daratan, dan jauh dari laut, iklimnya hanya
akan dipengaruhi oleh sifat daratan. Dikatakan
bahwa wilayah tersebut memiliki "iklim
kontinen". Ini biasanya ditandai dengan udara
yang kering, terasa panas di musim panas, dan
dimusin dingin terasa amat dingin. Sebaliknya
suatu wilayah yang iklimnya dipengaruhi oleh
lautan, dikatakan memiliki "iklim marin". Ini
biasanya ditandai dengan perbedaan antara
suhu udara terpanas dan terdingin yang tidak
terlalu besar, dan udara lembab. Meskipun
Indonesia memiliki iklim marin, tetapi karena
letaknya di ekuator yang tidak pernah
mengalami defisit energi matahari, pengaruh
laut terhadap iklim sering tidak terasakan.
Tetapi bagi negara-negara yang berada di
lintang tengah dan lintang tinggi pengaruh laut
terhadap iklim setempat benar-benar terasa.
Bahkan di beberapa wilayah / negara pengaruh
laut ini dapat menghindarkannya dari
kejamnya musim dingin yang beku. Sebagai
gambaran tentang hal ini kita ambil contoh
dua wilayah yang memiliki iklim yang
berbeda. Contoh pertama Belanda, yang
memiliki iklim marin. Dan contoh ke dua
Siberia, yang memiliki iklim kontinen. Kedua
wilayah ini memiliki perbedaan iklim yang
sangat mencolok sebagai akibat dari
perbedaan pengaruh terhadap iklim yang
dimilikinya. Belanda yang terletak di Eropa
Barat dan iklimnya banyak dipengaruhi oleh
laut, di musim panas suhu udara
maksimumnya rata-rata mencapai 17° C, dan
suhu terendah yang terjadi di musim dingin
rata-rata mencapai 2°C. Dengan keadaan suhu
udara yang demikian dan udara yang cukup
lembab menjadikan iklimnya cukup enak.
Sebaliknya Siberia yang terletak di tengah
daratan, suhu udara maksimum tahunannya
rata-rata mencapai 21°C, dan suhu minimum
mencapai 26°C di bawah nol. Perbedaan
antara suhu terpanas dan suhu terdingin yang
teramat kontras ditambah lagi oleh keadaan
udara yang kering menjadikan iklimnya terasa
berat bagi manusia untuk tinggal di sana.
Perlu diketahui bahwa udara yang melewati
wilayah Siberia adalah udara kontinen yang
berasal dari kutub utara. Udara kutub ini di
musim dingin benar-benar dingin dan kering
(MITCHELL F & CHRISTIE, 1977).
Kedua contoh tersebut di atas hanyalah
merupakan sebagian dari banyak wilayah
yang memiliki jenis iklim yang berbeda. Yang
satu iklimnya dipengaruhi oleh laut dan yang
satu lagi hanya dipengaruhi oleh sifat daratan,
tanpa pengaruh laut. Secara umum dapat
dikatakan bahwa udara laut dan udara darat
memiliki karateristik yang berbeda. Wilayah
yang berbatasan langsung dengan laut akan
terkena pengaruh udara laut. Makin jauh letak
suatu wilayah dari laut (makin masuk ke
pedalaman), makin kecil pengaruh tersebut.
Fenomena yang demikian dapat dilihat dari
gambar di bawah.
Gambar 1 adalah gambar garis isoterm
permukaaan bumi (garis yang menghubungkan tempat-tempat yang memiki suhu yang
sama) yang terjadi pada bulan Januari.
Gambar 2 adalah garis isoterm yang terjadi
pada Bulan Juli. Dan gambar 3 adalah kisaran
temperatur (selisih antara suhu terpanas dan
suhu terdingin) permukaan bumi. Nilai suhu
yang tertera pada ketiga gambar tersebut
dinyatakan dalam Fahrenheit.
Untuk jelasnya kita lihat belahan bumi
utara. Isoterm pada gambar 1 ini terjadi pada
waktu bumi mengalami musim dingin. Dari
gambar terlihat bahwa suhu udara suatu
wilayah daratan yang berada pada lintang
tertentu sama dengan suhu udara di laut yang
terletak pada lintang yang lebih tinggi. Atau
dapat dikatakan bahwa suhu udara di laut
yang terletak pada lintang yang lebih tinggi.
18
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 3 adalah merupakan "kisaran"
antar suhu maksimum rata-rata dengan suhu
minimum rata-rata. Wilayah-wilayah yang
berada dekat dengan laut memiliki range
suhu relatif kecil. Makin jauh letak wilayah
dari laut, makin besar harga kisaran tersebut.
Dari gambar ini terlihat pula bahwa kisaran
tertinggi terjadi di wilayah Siberia Timur.
Atau dapat dikatakan bahwa suhu udara di
laut yang terletak pada lintang tertentu sama
dengan suhu udara daratan yang terletak pada
lintang yang lebih rendah. Dengan kata lain
kalau kita ambil posisi lintang yang sama,
maka suhu udara di darat lebih rendah
dibanding suhu udara di laut. Fenomena ini
nampak sekali kalau dibandingkan isoterm
yang ada di tengah kontinen dengan di tengah
laut. Pada wilayah pinggiran benua / daratan
dari isotermnya nampak adanya pengaruh
antara iklim darat dan iklim laut. Kalau kita
perhatikan gambar 1 ini nampak seolah-olah
garis isoterm di daratan tertarik ke arah
ekuator, dan yang di laut tertarik ke arah
kutub.
Gambar 2 adalah isoterm yang terjadi
pada bulan Juli (musim panas). Kalau kita
ambil untuk lintang tempat yang sama, maka
suhu darat lebih tinggi dari suhu laut. Garis
isoterm yang berada di darat seolah-olah
tertarik ke arah kutub, dan garis isoterm yang
berada di laut seolah-olah tertarik ke arah
ekuator.
MEKANISME PERTUKARAN PANAS
ANTARA AIR LAUT DAN UDARA
Proses transfer energi dari permukaan
laut ke udara dan sebaliknya adalah merupakan
proses alam yang terus menerus terjadi, baik
siang, malam, musim panas maupun musim
dingin. Adanya awan, hujan, angin dan proses
metereologi lainnya berawal dari proses ini.
Pada dasarnya sumber energi utama
bagi laut adalah energi panas yang berasal
dari radiasi matahari. Meskipun ada sumber
lain, yakni panas bumi yang masuk lewat
dasar laut, tetapi nilainya teramat kecil bila
dibandingkan dengan energi radiasi matahari
19
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
20
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
tersebut. Secara rata-rata di seluruh lautan,
permukaan laut menerima energi matahri
baik yang langsung maupun hamburan kirakira 147 watt/m2, yang berarti 147 watt jam/
jam/m2 atau 3.5 kwatt jam/24 jam/m2
(GROEN 1965). Nilai tersebut adalah nilai
rata-rata, karena ada daerah yang menerima
radiasi lebih dan ada daerah yang menerima
radiasi kurang dari nilai tersebut. Juga nilai
tersebut adalah nilai bersih radiasi ayng diserap
oleh permukaan laut nilainya lebih besar lagi.
karena sebagian radiasi yang jatuh
dipermukaan laut dipantulkan kembali.
Energi panas yang diterima permukaan
laut ini nantinya akan dilepas kembali. Ada 3
cara hilangnya energi panas dari permukaan
laut. Cara yang pertama adalah melalui proses
evaporsi air laut, cara yang kedua adalah
melalui konduksi langsung ke atmosfir yang
mempunyai kontak dengan permukaan air,
dan cara yang ketiga adalah melalui radiasi.
Cara pertama yakni melalui evaporasi
biasanya terjadi di musim dingin, atau setidaktidaknya pada waktu suhu permukaan air laut
lebih tinggi dari suhu udara. Udara dingin
yang berhembus diatas laut kemudian akan
bercampur dengan uap air yang hangat. Selain
mendatangkan hujan, campuran udara lembab
dan hangat ini juga berfungsi untuk
menghangatkan daratan yang dilaluinya.
Proses evaporsi inilah yang berperan banyak
dalam menghangatkan suhu udara yang beku
yang banyak terjadi di daerah lintang
menengah dan lintang tinggi. Pelepasan energi
dari laut melalui cara evaporasi ini adalah
paling besar, kira-kira 75 watt/m2. Nilai ini
adalah nilai bersih, yang artinya merupakan
pengurangan nilai energi yang hilang akibat
evaporasi dengan proses sebaliknya, yakni
kondensasi, mengingat bahwa dalam waktu
yang bersamaan di sutu tempat terjadi
evaporasi sedangkan di tempat lain terjadi
kondensasi yang mendatangkan energi.
Cara kedua adalah dengan melalui
proses konduksi. Bila permukaan laut lebih
hangat dari udara di atasnya, maka transfer
energi panas dari permukaan laut ke udara
dapat terjadi secara kontak langsung. Cara
demikian dinamakan konduksi. Besarnya
energi panas yang hilang dari laut melalui
proses ini bergantung kepada besarnya
perbedaan suhu antara permukaan laut dengan
udara di atasnya. Energi panas yang hilang
dari laut dengan cara ini relatif lebih kecil
bila dibanding dengan cara pertama di atas,
yakni sekitar 10 Watt/m2.
Cara ketiga adalah dengan melalui
proses radiasi. Energi panas yang hilang dari
laut melalui proses radiasi ini kira-kira 62
Watt/m2 permukaan laut. Peristiwa ini dalam
skala besar sering mengakibatkan adanya
badai di lautan. Diawali dengan pemanasan
udara di atas lautan oleh sebab radiasi dari
permukaan laut, udara di atas lautan yang
relatif panas ini akan naik, sehingga
terbentuklah zona tekanan rendah di atas
lautan, atau "cyclone". Bila radiasi terus
menerus berlangsung, maka terbentuklah
sistem badai yang besar. Badai ini dikenal
dengan nama "Hurricane" di Samudera
Atlantik, "Typhoon" di Samudera Pasifik dan
"Cyclone" di Samudera Hindia.
Kalau kita perhatikan angka-angka
tersebut di atas, terlihat adanya keseimbangan
antara energi yang diterima oleh laut dan
energi yang dilepaskannya. Hal ini pula yang
menyebabkan temperatur air laut tidak berubah
sampai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
BERRY F.A., BOLLAY E. and BEERS N.R.
1973. Handbook of meteorology, Mc.
Graw Hill Book Company : 927-1056.
21
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
GROEN, P. 1965. Waters of the sea. D Van
Nonstrand company Limited, London
: 323 pp.
VON ARX W.S., 1962. An Introduction to
Physical Oceanography, Addison
Wesley Pub. Company : 180-348.
MITCHELL F and CHRISTIE, 1977. Practical Weather Forecasting, A.H. & A.W.
Reed Ltd : 96 pp.
WEISBERG J. and PARISH H, 1974. Introductory Oceanography, Mc Graw Hill
: 320 pp.
PICKARD G.L. 1970. Descriptive Physical
Oceanography, Pergamon Press :
200 pp.
22
Oseana, Volume XXII no. 2, 1997
Download