BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hasil penangkapan ikan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Hasil penangkapan ikan dunia, menurut perkiraan FAO 2 %
(Organisasi
Pangan
dan
Pertanian
Perserikatan
Bangsa-Bangsa),
diantaranya di lakukan alternatif pengolahan dengan pengasapan
sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai 30%. Angka ini
tentu saja cukup besar. Oleh karenannya, teknologi pengawetan ikan
dengan pengasapan perlu dikuasai dan selalu dikembangkan (Adawyah,
2007).
Sebagaimana
halnya
dengan
metode-metode
pengasapan
tradisional lainnya,asal mula penemuan ikan dengan cara pengasapan
mungkin secara kebetulan saja dimana sewaktu ikan dikeringkan di atas
nyala api yang berasap ternyata selain menjadi matang juga mempunyai
rasa dan aroma yang spesifik.
Alternatif pengolahan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia
kurang
begitu
luas
dipraktikkan,
hal
ini
mungkin
disebabkan
pemasarannya yang perlu lebih baik, karena konsumen ikan asap masih
sangat terbatas.
2
Pengasapan itu sendiri dikelompokkan menjadi dua 1). pengasapan
panas (hot smoking) dan 2).pengasapan dingin (cool smoking). Pada
pengasapan panas (hot smoking), ikan yang di asapi diletakkan cukup
dekat dengan sumber asap dan dilakukan dalam waktu yang singkat
sedangkan pengasapan dingin (cool smoking), ikan yang diasapi diletakkan
agak jauh dari sumber asap dan dilakukan dalam waktu yang lama.
Dalam hal ini penulis melakukan penelitian pada mesin
pengasapan ikan mengenai analisa pengaturan temperatur terhadap
efisiensi bahan bakar yang di gunakan pada alat pengasapan ikan.
1.2
Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan tujuan di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1.2.1. Berapa banyak bahan bakar batok/ tempurung kelapa
yang di perlukan pada saat temperatur 80 0C pada
proses pengasapan?
1.2.2. Berapa temperatur yang di hasilkan pada proses
pengasapan, jika bahan bakar yang di gunakan hanya
1/2kg ?
3
1.3
Batasan masalah
Batasan masalah ini bertujuan supaya penulis terarah dan mempunyai
ruang lingkup yang jelas adapun batasan masalah pada penulisan ini adalah :
1.3.1. Menganalisa banyak bahan bakar yang di butuhkan ketika
temperatur berada pada posisi 80
0
C pada proses
pengasapan.
1.3.2. Menganalisa waktu temperatur yang di hasilkan jika bahan
bakar yang di gunakan 1/2kg.
1.3.3. Hasil pengasapan tidak di bahas.
1.3.4. Analisa biaya tidak di bahas.
1.4
Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini meliputi :
a. Dapat mengetahui jumlah bahan bakar yang di perlukan dalam
proses pengasapan pada saat temperatur berada pada
suhu 80 oC.
b. Dapat mengetahui temperatur yang di hasilkan tempurung
kelapa jika hanya menggunakan bahan bakar batok kelapa
sebesar 1/2kg, pada tungku pengasapan yg berukuran 500mm
x 500mm x 1000mm, dalam proses pengasapan.
4
1.4.1 Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Dapat di gunakan sebagai bahan masukan dan bahan
perbandingan bagi penelitian serupa.
b. Terciptanya pengasapan ikan yang lebih praktis dan efisien.
1.5
Sistematika penulisan
Sistematika proposal tugas akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah,tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang diambil dari jurnal-jurnal, buku-buku
yang dipakai untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang diagram alur penelitian, alat dan bahan penelitian.
5
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang data hasil penelitian dan berisi tentang pembahasan
dari data hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian ini dan saran-saran
yang mungkin bisa bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentang buku-buku yang dijadikan referensi dalam pelaksanaan penelitian
ini.
LAMPIRAN
Berisi tentang lampiran-lampiran yang berhubungan dengan penelitian ini.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan pustaka
Proses
pengasapan
adalah
metode
pengasapan
tradisional
yang
menggunakan asap sebagai media untuk mengasapi, pengasapan tradisional
merupakan proses pengasapan yang sifat khas produknya terbentuk dari gabungan
perlakuan panas dan komponen asap, Asap adalah produk yang dihasilkan karena
pembakaran yang tidak sempurna dari bahan dasar karbon, untuk pengasapan ikan
biasanya menggunakan serbuk kayu atau kepingan kayu ( batok atau tempurung
kelapa ) ,unsur – unsur kimia dalam pengasapan ini dapat menghambat aktifitas
bakteri, baik aktifitas bakteri penghasil enzim aktif yang akan menghidrolisa pati
dan lemak sehingga menimbulkan ketengikan, maupun aktifitas bakteri yang
dapat merusak jaringan protein sehingga menyebabkan pembusukan pada ikan.
Ada dua metode dalam pengasapan ikan yaitu pengasapan dingin dan
pengasapan panas. Metode pengasapan dingin dan pengasapan panas dibedakan
hanya dari suhu yang digunakan untuk mengasapi.
2.1.1
Pengasapan Dingin
Pada pengasapan dingin, produk ikan secara perlahan diasapi dengan
temperatur yang rendah (15 – 30 0C) untuk mencegah koagulasi dari protein otot.
Bahan dasarnya bisa segar atau beku (Okuzumi dan Fuji, 2000). Pengasapan
dingin biasanya diterapkan di daerah beriklim sedang. Sedangkan di Indonesia
7
pengasapan dingin jarang digunakan. Spesies ikan tropis dapat di asap secara
dingin pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan spesies ikan yang berasal dari
perairan beriklim sedang karena proteinnya terdenaturasi pada suhu yang lebih
tinggi (Irianto dan Giyatmi, 2009).
2.1.2 Pengasapan Panas
Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui
aroma dari asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap.
Pengasapan panas menggunakan suhu yang cukup yaitu 80 oC. Karena suhunya
tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek yaitu 3 - 8 jam dan bahkan ada yang
hanya 2 jam (Adawyah, 2007). Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi
masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Pengasapan panas
pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara perlahan.
2.2. Bahan Bakar dan Pembakaran
Bahan dasar pengasapan secara umum mengandung sedikit getah dan
memiliki aroma yang enak. Terlalu banyak getah menyebabkan banyak asap dan
rasa yang tidak enak. Bahan bakar yang lazim digunakan dalam pengasapan
adalah kayu, dapat berupa serbuk gergaji, sabut kelapa, merang, ampas tebu, dan
lain sebagainya. Kayu keras biasanya digunakan sebagai bahan dasar pengasapan
(Okuzumi dan Fuji, 2000). Jika pembakaran tidak sempurna maka asap yang
mengandung bahan organik akan bereaksi dengan ikan dan menghasilkan aroma
asap.
8
Saat dibakar, semua komponen berubah, air berubah menjadi uap dan
butiran-butiran air. Jika jumlah oksigen cukup banyak, maka hasil pembakaran
tersebut akan berupa uap air, gas asam arang, dan abu hasil pembakaran tidak
terbentuk asap. Apabila jumlah oksigen tidak mencukupi, akan terbentuk asap
yang terdiri atas CO2, alkohol, aldehid, asam organik, dan lain sebagainya
(Adawyah, 2007). Jadi asap sesungguhnya merupakan campuran dari cairan, gas,
dan padatan.
2.3 Prinsip Pengasapan
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu baik, maka hal-hal yang
harus diperhatikan ialah :
a. Kesegaran dan kondisi ikan yang akan diasap
b. Jenis batok/tempurung kelapa yang digunakan sebagai sumber asap dan
c. Kontrol terhadap suhu dan jumlah asap dalam kamar pengasap.
Unsur – unsur diatas sangat berperan dalam proses pengasapan ikan,
sehingga akan dihasilkan produk ikan asap yang mempunyai rasa dan warna khas,
untuk pengasapan ikan biasanya menggunakan batok/sabut kelapa.
9
Tingkat keberhasilan proses pengasapan ikan tergantung pada tiga faktor
utama yang saling berkaitan, yaitu:
2.3.1 Mutu dan volume asap
Mutu dan volume asap dihasilkan tergantung dari jenis kayu yang
digunakan. Untuk menghasilkan ikan asap bermutu tinggi sebaiknya
digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan
unsur fenol dan asam organik cukup tinggi, karena kedua unsur ini lebih
banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan rasa maupun
warna daging ikan asap yang khas.
2.3.2 Suhu dan kelembaban ruang pengasapan
Ruangan yang cukup baik untuk digunakan sebagai tempat pengasapan
ikan adalah ruangan yang mempunyai suhu dan kelembaban yang rendah.
Suhu dan kelembaban yang rendah menyebabkan volume asap yang
melekat pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata. Selain itu,
kelembaban yang rendah dapat membuat cairan dalam tubuh ikan lebih
cepat menguap dan proses pengasapan dapat berlangsung cepat. Ruang
pengasapan sebaiknya dibuat terpisah dari tempat pembakaran agar suhu
dan konsentrasi asap mudah untuk dikendalikan (Ashbrook, 1955).
10
2.3.3
Sirkulasi udara dalam ruang pengasapan
Sirkulasi udara yang baik menyebabkan partikel asap yang menempel
pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata (Afrianto dan
Liviawaty, 2005). Aliran udara yang cepat pada ruang pengasapan sangat
dibutuhkan untuk membuang udara lembab yang ada didalamnya
(Ashbrook, 1955).
2.4
Model alat pengasap
Alat pengasapan ikan yang ada sekarang merupakan hasil
pengembangan sebelumnya untuk mendapatkan hasil ikan asap yang
bermutu dengan waktu cepat., alat pengasapan secara umum dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu:
2.4.1.
Alat pengasap semi konvensional
Alat tersebut berupa bangunan mirip rumah dengan kerangka kayu atau
besi, yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian tungku terletak dibagian bawah
dan tempat pengasapan dibagian atas. Dinding dan bagian atas dibiarkan terbuka
dan dibuat bersusun tiga, sedangkan dinding tungku ditutup seng dan dipasang
pintu untuk mengurangi asap dan panas yang terbuang. Di atas tungku
ditempatkan pelat baja berlubang untuk meratakan panas/asap. Alat pengasap
seperti itu boros karena banyak asap yang terbuang.
11
2.4.2.
Alat pengasap model kabinet atau rumah pengasap
Pengasap kabinet terdiri atas dua bagian, yaitu bagian bawah untuk tungku
dan bagian atas untuk ruang pengasapan. Konstruksinya dapat berupa kerangka
besi siku, dinding, dan atap dari pelat besi tipis. Dapat juga berupa perangkat kayu
atau menggunakan dinding bata yang permanen.
Bagian tungku dan bagian pengasap dipasang pintu dan pada atap
dipasang tutup yang dapat diatur bukaannya. Disekitar tungku diberi lubanglubang untuk ventilasi yang dapat ditutup. Ventilasi serupa dipasang di ruang
pengasap. Jarak antara lapisan ikan paling bawah dengan tungku cukup sehingga
api tidak menyentuh ikan secara langsung.
2.4.3.
Alat pengasap model drum
Alat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter. Dasar drum dibuat berlubang
agar udara segar masuk dan untuk sarana pembuangan abu, sedangkan dibagian
atas pipa dibuat cerobong., Antara tungku dan ruang pengasapan dibuat bersusun
dengan ukuran tergantung ukuran ikan dan cara penyusunan ikan.
2.4.4.
Alat pengasap dengan penggerak motor listrik
Bentuk seperti bangunan rumah atau kamar biasa yang seluruhnya
digunakan sebagai ruang pengasap. Dinding dibuat dengan batu bata permanen,
kayu atau bahan lain, sedangkan atapnya dari seng atau asbes gelombang. Bagian
belakang bangunan dipasang tungku dengan model bermacam-macam. Dapat
dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter atau dengan tungku batu bata.
12
Bagian depan bangunan dipasang pintu lebar, sehingga jika dibuka seluruh
bagian dalam ruang pengasapan akan tampak. Di dalam ruang pengasap dipasang
rak-rak yang dapat diputar (dipasang motor listrik) dan dapat ditarik
keluar(dipasang roda dibagian bawahnya) untuk menempatkan ikan. Rak tersebut
dibuat dengan kerangka besi berbentuk kotak dengan bagian tengah dipasang
sumbu dari pipa besi. Sumbu itu kemudian dihubungkan dengan motor listrik
sehingga rak dapat diputar agar asap lebih merata.
2.4.5.
Pengasapan tidak langsung
Model alat pengasapan tidak langsung adalah menempatkan tungku
terpisah dari ruang pengasap. Asap dari tungku dialirkan masuk ke dalam ruang
pengasap melalui pipa tujuannya agar asap yang masuk ke ruang pengasapan tidak
panas (pengasapan dingin). Melalui cara itu , masuknya panas dari tungku ke
dalam ruang pengasap lebih mudah diatur sehingga pengaturan suhunya lebih
mudah dilakukan (Ashbrook, 1955).
2.5 Batok kelapa/ tempurung kelapa
Batok atau tempurung kelapa kerap kali dibuang begitu saja di pasar-pasar
tradisional. Padahal, batok kelapa bisa sebagai bahan baku mentah untuk diolah
menjadi arang. Produk arang batok kelapa sebagai bahan baku setengah jadi itu
pun dapat diolah lagi menjadi produk arang yang inovatif.
13
Pengolahan tempurung kelapa menjadi arang dilakukan dengan cara
pembakaran. Setumpuk tempurung kelapa dimasukkan ke dalam drum.
Kemudian, tempurung kelapa dibakar. Setelah itu, tempurung kelapa yang belum
dibakar dimasukkan lagi setahap demi setahap ke dalam drum. Hal itu terusmenerus dilakukan sampai drum penuh dengan tempurung kelapa. Setelah penuh,
drum ditutup dan seluruh batok kelapa di dalam drum mengalami proses
pembakaran. Lambat laun, tempurung kelapa akan menjadi arang. Setelah
dipisahkan dengan sampah- sampah hasil pembakaran itu, arang tempurung
kelapa akan menjadi bahan baku produk arang inovatif.
Tempurung kelapa yang merupakan sisa limbah pembuatan minyak
kelapa. Di dalam tempurung kelapa tersebut terdapat kandungan asap cair, asap
cair tersebut memiliki kandungan fenol berperan untuk mengawetkan makanan
secara alami. Asap cair tempurung kelapa menggunakan tempurung sebagai bahan
bakunya, tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang berfungsi
sebagai pelindung intibuah. Tempurung kelapa terletak di bagian dalam kelapa
setelah sabut, dan merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan 3-5 mm,
termasuk golongan kayu keras. Komposisi kimia tempurung kelapa dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
14
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Komponen
%
Hemisellulosa
27,7
Sellulosa
26,5
Lignin
29,4
Abu
0,6
Komponen ekstraktif
4,2
Uronat anhidarat
3,5
Nitrogen
0,1
Air
8,0
Sumber : Suhardiyono, 1988 dalam Tahir 1992
Komposisi utama yang terdapat dalam tempurung kelapa adalah
hemisellulosa,
polisakarida
sellulosa
dengan
dan
berat
lignin.
molekul
Hemisellulosa
kecil
berantai
adalah
pendek
jenis
dibanding
dengan sellulosa dan banyak dijumpai pada kayu lunak. Hemisellulosa
disusun
banyak
oleh
terdapat
pentosan
pada
(C5H8O4)
kayu
keras,
dan
heksosan
sedangkan
(C6H10O5).
heksosan
Pentosan
terdapat
pada
kayu lunak (Maga, 1987). Pentosan yang mengalami pirolisis menghasilkan
furfural, furan, dan turunannya serta asam karboksilat. Heksosan terdiri dari mannan
dan galakton dengan unit dasar mannosa dan galaktosa, apabila mengalami pirolisis
menghasilkan asam asetat dan homolognya (Girard, 1992).
15
Selain hemisellulosa tempurung kelapa juga mengandung sellulosa dan
lignin. Hasil pirolisis sellulosa yang terpenting adalah asam asetat dan fenol
dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pirolisis lignin mengahasilkan aroma yang
berperan dalam produk pengasapan. Senyawa aroma yang dimaksud adalah fenol
dan eterfenolik seperti guaikol (2-metoksi fenol), syringol (1,6-dimetoksifenol)
dan derivatnya (Girard, 1992).
Asap cair dibuat dari pirolisis kayu atau dibuat dari campuran senyawa
murni (asap buatan). Komponen asap cair harus dilarutkan dalam air atau pelarut
organik atau dibawa oleh pengikat seperti bumbu, gula, tepung, garam atau lemak
(Gorbatov, 1971).
Distilat
asap
tempurung
kelapa
memiliki
kemampuan
mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan
karbonil. Asap cair tempurung mengandung lebih dari 400 komponen
dan memiliki
fungsi
sebagai penghambat
perkembangan bakteri yang
cukup aman sebagai pengawet alami, antara lain
karbonil (Sugiyono, 2007).
asam, fenolat dan
16
2.5.1 Komponen Penyusun Asap Cair
Komposisi kimia asap cair tempurung kelapa adalah fenol 5,13%;
karbonil 13,28%; asam 11,39% (Tranggono dkk,1997). Tranggono dkk
(1996) juga menyatakan bahwa asap cair mengandung senyawa fenol
2,10-5,13%
dan
dikatakan juga
bahwa
asap
cair
tempurung kelapa
memiliki 7 macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2-,siklopentadion,
2-metoksifenol,
2-metoksi-4metilfenol,2,6-dimetoksi-
fenol,
4
etil-2-
metoksifenol dan 2,5-dimetoksi-benzilalkohol. Fraksi netral dari asap kayu juga
mengandung fenol yang juga dapat berperan sebagai antioksidan seperti guaikol
(2-metoksi fenol) dan siringol (1,6-dimetoksi fenol).
2.1. Gambar batok/ tempurung kelapa
17
2.5.2
Manfaat Asap Cair ( Liquid Smoke )
a.
Industri Pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi
rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pngawet karena sifat antimikrobia dan
antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional
dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan
seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang
tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat
dihindari.
Sebagai pengawet bahan makanan : daging, ikan, bakso.
Asap cair mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena
adanya senyawa asam, fenol dan karbonil. Pengasapan konvensinal seperti mutu,
citra rasa dan aroma yang konsisten sulit dicapai,senyawa tar terdeposit dan
apabila suhunya terlalu tinggi akan terbentuk senyawa korsinogrenik benzopiren.
Pada penggunaan asap cair fungsi yang diharapkan dari asap seperti citra rasa,
warna, anti oksidan dan anti mikrobia dapat dipertahankan sedangkan kelemahan
pengasapan konvensional dapat diatasi.
b.
Industri Perkebunan Karet
Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional
asap cair / sebagai pengganti asam formiat, antijamur, antibakteri.( Liquid Smoke
Grade 3 ) .
18
c.
Industri Kayu
Asap cair dapat digunakan untuk pengawet kayu, yaitu sebagai lapisan
luarnya kayu yang diolesi dengan menggunakan asap cair mempunyai ketahanan
terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair.
2.5.3
a.
Tiga Kelas Asap Cair
Grade 1:
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi
rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pngawet karena sifat antimikrobia dan
antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional
dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan
seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang
tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat
dihindari.
Asap cair ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:
a. Digunakan untuk pengganti formalindalam pembuatan tahu, bakso, dan
mie.
b. Sebagai bahan pengawet makanan.
c.
Pengawet ikan.
d.
Pengawet daging.
19
b.
Grade 2:
Merupakan asap cair kualitas nomor dua yang diperoleh dari satu kali
proses destilasi. Asap cair ini mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1.
Digunakan sebagai pembuatan ikan atau daging asap
2.
Sebagai disinfektan, insektisida
c.
Grade 3:
Perkebunan karet : Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks
dengan sifat fungsional asap cair / sebagai pengganti asam formiat, antijamur,
antibakteri.
Industri Kayu : Pertahanan terhadap rayap
20
2.6 Thermometer
Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin
atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara
kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer.
Termometer
adalah
alat
yang
digunakan
untuk
mengukur
suhu
(temperatur),ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin
thermo yang berarti panas dan meter yang berarti untuk mengukur (to measure).
Gambar 2.2. thermometer
21
2.6.1 Macam – macam thermometer
a.
Termometer pipa kapiler.
Jangkauan ukur – 400C – 3600C. Biasa digunakan untuk termometer
badan.
Gambar 2.3 thermometer pipa kapiler
22
b.
Termokopel.
Jangkauan ukur – 2500C – 26000C. Memiliki akurasi yang kurang akurat
tetapi pengukuran suhu yang relatif cepat.
Gambar 2.4 termokopel
23
c.
Hambatan Platina (RTD “ Resistance Termometer Devices).
Memiliki jangkauan ukur – 2000C – 8500C. Tingkat akurasi yang lebih
akuran tetapi kecepatan pengukuran yang lambat.
Gambar 2.5 thermometer hambatan platina
24
d.
Termistor.
Memiliki jangkauan ukur – 600C – 3000C. Tetapi kurang akurat dengan
kecepatan respon pengukuran yang sedang.
Gambar 2.6 termistor
e.
Infra merah.
Jangkauan ukur– 500C – 30000C. Tingakt akurasi yang rendah tetapi
respon pengukuran yang cepat.
Gambar 2.7 thermometer infra merah
25
f.
Pyrometer.
Jangkauan ukur >10000C. Tingkat akurasi yang kurang tepat dengan
respon pengukuran yang sedang.
Gambar 2.8 pyrometer
26
2.7
Motor penggerak
Untuk motor penggerak penulis menggunakan motor jenis servo, motor
servo berbeda dengan DC dan juga Stepper. Pada DC dan Stepper rangkaian
searah tanpa ada feedback. dalam motor servo digunakan sistem umpan balik.
Servo sendiri merupakan suatu motor yang didesign dengan sistem feedback
dimana posisi dari motor akan dinformasikan kembali ke dalam servo tersebut.
Prinsip kerja motor didasarkan pada peletakan suatu konduktor dalam
suatu medan magnet. Pembahasan mengenai prinsip aliran medan magnet akan
membantu kita memahami prinsip kerja dari sebuah motor. Jika suatu konduktor
dililitkan dengan kawat berarus maka akan dibangkitkan medan magnet berputar.
Kontribusi dari setiap putaran akan merubah intensitas medan magnet yang ada
dalam bidang yang tertutup kumparan. Dengan cara inilah medan magnet yang
kuat terbentuk. Tenaga yang digunakan untuk mendorong flux magnet tersebut
disebut Manetomotive Force (MMF).
Flux magnet digunakan untuk mengetahui seberapa banyak flux pada
daerah disekitar koil atau magnet permanen. Medan magnet pada motor DC servo
dibangkitkan oleh magnet permanen, jadi tidak perlu tenaga untuk membuat
medan magnet. Flux medan magnet pada stator tidak dipengaruhi oleh arus
armature. Oleh karena itu, kurva perbandingan antara kecepatan dengan torsi
adalah linier.
27
Pada prinsipnya jika sebuah penghantar dilalui arus listrik, Ia, ia akan
menghasilkan medan magnet disekelilingnya. Kemudian bilamana penghantar ini
ditempatkan dalam induksi magnetic B, akan memperoleh gaya FB. besarnya
gaya yang ditimbulkan sebanding dengan arus listrik Ia dan panjang penghantar L
yang memotong induksi magnetik B. atau biasa dinyatakan dengan persamaan,
Induksi magnetik :
Fb = B . I . L
Gambar 2.9. prinsip Kerja Motor Servo
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Alur Penelitian
Berikut ini adalah diagram alur yang dipakai sebagai acuan dalam
pelaksanaan penelitian :
Gambar 3.1. Diagram Alur penelitian
29
3.1.2 Diagram Alir Kerja Alat Pengasapan Ikan
Alat pengasapan ikan dibuat secara tertutup untuk mencegah udara luar
masuk dan melindungi ikan dari cuaca, ruang asap berukuran 500 mm x 500 mm
x 1000 mm, Tempat bahan bakar dibuat di bawah tungku dari ruang asap agar
suhu yang sampai ke dalam ruang asap tidak melebihi 200 oC karena pada
pengasapan ini suhu yang digunakan berkisar 80 0C. Untuk pengecekan proses
pengasapan, pada bagan depan di tungku di beri kaca, Berikut adalah gambar alat
pengasapan ikan(Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Tungku pengasapan
30
3.1.3 Langkah kerja mesin pengasapan ikan :
1. Siapkan ikannya.
2. Cuci hingga bersih.
3. Lalu gantung dan susun pada gantungan ikan yang telah disiapkan.
4. Nyalakan mesin pengasapan ikan.
5. Asapi dengan menggunakan temperatur 800c dalam kurun waktu 2 jam.
6. Perhatikan penggunaan batok kelapa yang di gunakan.
7. Catat hasil percobaan tadi.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Peralatan yang digunakan
Ada beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Motor servo
Merek
: Oriental Motor
Tipe
: 41K25GK-A2
Kutub
:4
Frekuensi
: 50 Hz
31
2. Gear head
Merek
: Oriental Motor
Tipe
: 4GK 150K
3. Sproket 1 dan 2
4.
Jumlah gigi
: 13
Jenis rantai
: rantai roll
Rantai
5.
Poros
6.
Trafo step up down
Merek
7.
: Shinjitsu
Thermometer
Merek
: citizen
32
3.2.2. Material Mesin
Material mesin yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Plat besi tebal 2mm untuk dinding luar
2. Plat aluminium tebal 0,8mm untuk dinding dalam
3. Rangka dari pipa persegi panjang sisi 30mm x 30mm
4. Roda karet 4 buah
5. Plat aluminium tebal 2mm diameter 300mm untuk gantungan ikan
6. Ukuran mesin 500mm x 500mm x 1000mm ( p x l x t ).
33
Gambar 3.4. Motor servo, trafo, rantai
Gambar 3.6. Gantungan ikan
Gambar 3.5.Rangka mesin
Gambar 3.7. Poros dan sprocket
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Data hasil penelitian
Data teknis di lapangan selama proses pembuatan tungku pengasap
ikan, uji coba beban kosong, uji coba beban tiruan dan uji coba beban
penuh digunakan dalam tahapan pengambilan data secara sistematis, agar di
dapatkan data yang representatif dan dapat digunakan sebagai evaluasi
kegiatan dan dianalisa hasilnya dalam perhitungan teknis
Penelitian alat pengasapan ikan dilakukan untuk mengetahui
efisiensi bahan bakar yang di butuhkan ketika temperatur berada pada suhu
80 oC pada proses pengasapan
dan temperatur yang dihasilkan jika
menggunakan bahan bakar 1/2 kg, Perlu kita ketahui bahwa tempurung
kelapa terletak di bagian dalam kelapa
setelah sabut, dan merupakan
lapisan yang keras dengan ketebalan 3-5 mm, termasuk golongan kayu
keras. Adapun parameter yang diambil dari percobaan ini, yaitu efisiensi
bahan bakar dari pengaturan temperatur pada proses pengasapan dan
temperatur yang di hasilkan jika dalam proses pengasapan menggunakan
bahan bakar 1/2kg .
35
4.1.1 Hasil analisa uji pengaturan temperatur terhadap efisiensi bahan
bakar
Uji coba lapang dilakukan. Penulis mengamati pemakaian bahan
bakar yang di gunakan ketika temperatur berada pada suhu 80 oC. Hasil uji
pengaturan temperatur berupa grafik pengaturan temperatur terhadap
efisiensi bahan bakar ( gambar 4.1. ).
Temperatur ( °C )
82
80
78
76
74
72
70
68
66
64
temperatur ( °C )
Arang batok 2 ons
Arang batok 4 ons
70
80
Gambar 4.1. efisiensi bahan bakar
Pengukuran pengaturan temperatur menggunakan thermometer.
Analisa pengamatan efisiensi bahan bakar di lakukan pada saat temperatur
36
berada pada suhu 80 oC, yang diukur pada penelitian ini adalah efisien
bahan bakar yang di butuh kan.
Parameter teknis diamati dalam hasil uji ini pengaturan temperatur
adalah : ( kg/jam, kg/menit ). Konsumsi bahan bakar tempurung kelapa
pada percobaan pertama digunakan adalah 4 ons/1 jam atau 4 ons/60 menit
sehingga dapat di sebutkan 0,0667 ons/menit, dimana 1 ons = 0.02835 kg .
Pengaturan laju pengumpanan bahan-bakar dilaksanakan secara manual dan
selalu dimonitor laju pembakarannya setiap 10 menit sekali.
4.1.2 Hasil analisa uji pemakaian bahan bakar 1/2kg terhadap temperatur
yang di hasilkan.
Uji coba di lakukan pada tungku pengasapan yang berukuran 500mm
x 500mm x 1000mm, penulis mengamati temperatur maksimal tungku yang
di hasilkan, jika bahan bakar tempurung yang di gunakan hanya 1/2kg.
Hasil uji batok kelapa ½ kg terhadap hasil temperature maksimal yang di
hasilkan berupa grafik reaksi temperatur ( gambar 4.2 ).
37
Temperatur °C
140
120
100
80
60
40
20
0
Temperatur ( °C )
10 menit
20 menit
30 menit
40 menit
35
50
90
120
Gambar 4.2. Reaksi temperatur
Pengukuran bahan bakar ½ kg terhadap temperatur yg di hasilkan
menggunakan thermometer. Analisa pengamatan temperatur yang di
hasilkan di lakukan pada saat batok kelapa sudah menjadi bara api, yang
diamati pada penelitian ini adalah temperatur yang di hasilkan dengan
menggunakan bahan bakar ½ kg.
38
Berdasarkan hasil pengamatan pada 10 menit pertama, temperatur
menunjukkan berada pada kisaran suhu 35 °C, dan pada saat 10 menit
kedua temperatur naik menunjukkan pada kisaran suhu 50 °C, suhu 90 °C
ditunjukkan pada saat 10 menit ketiga, dan pada 10 menit terakhir
temperatur menunjukkan digit konsentrasi pada suhu 120 oC dan ketebalan
asap pun semakin tipis menunjuk kan bara api sudah mulai berkurang
mengeluarkan suhu panasnya.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Alat pengasapan ikan yang telah dikembangkan dalam penelitian ini
merupakan alat pengasapan yang efisien terhadap penggunaannya, karena alat
pengasapan ini dapat di gunakan di mana saja. Suhu dalam ruang pengasapan
cukup stabil dengan rata-rata 70 – 80 oC dengan bahan bakar batok kelapa yang di
gunakan adalah 4 ons untuk per jam dan untuk mencapai tingkat kematangan pada
ikan di butuhkan waktu 6 jam jadi 4 ons x 6 = 24 ons = 0.680389 kg. Dengan
catatan cara pemasukan bahan bakar batok kelapa secara bertahap dan tidak
melebihi takaran, agar suhu tetap terjaga 70 – 80 0C.
5.2 Saran
1. Perlu kajian terhadap kecepatan udara yang mengalir dan kelembaban di dalam
ruang pengasapan sehingga dapat diketahui kecepatan pengeringan ikan terhadap
lama pengasapan.
2. Perbaikan terhadap cerobong asap dan ruang pengasapan agar udara yang
keluar hanya pada lubang keluaran saja.
3. Posisi ikan sebaiknya digantung dengan cara pengaitan penggantungnya di
letakkan di badan bawah dekat ekornya karena jika di letakkan pada bibirnya akan
40
terjadi sobekan dan dapat berakibat jatuh ke dasar saringan pengasapan, terhadap
ikan yang diasap di karenakan bibir ikan tak sekuat badan bawah dekat ekornya.
41
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Afrianto, E dan E. Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Yogyakarta: Kanisius.
Ashbrook, F.G. 1955. Butchering, Processing and Preservation of Meat. Canada:
D. Van Nostrand Company, Inc.
Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. J.P.
Girard (ed).Ellis Horwood. New York.
Gorbatov V.M., N.N. Krylova,V.P. Volovinskaya, Yu. N. Lyaskovskaya, K.L.
Bazarova, R.I Khlamova and G. Yayakovleva. 1971. Liquid Smoke for
Use In Cured Meats. Food Technologi 25 (1) : 71-77.
Irianto, H.E. dan S. Giyatmi. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Okuzumi, M. and T. Fuji. 2000. Nutritional and functional properties of squid and
cuttlefish. Tokyo: National Cooperative Association of Squid Processors.
Sugiyono . 2007 . Statistik untuk penelitian. Alfabeta: Jakarta.
42
LAMPIRAN
Tampak depan
Tampak belakang
Tampak samping
Tampak bagian dalam
43
Download